7432195 Laporan Kasus TETANUS

21
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN TETANUS BERAT ATAS INDIKASI GAGAL NAFAS DIRUANG ICU RSUP Dr. KARIADI SEMARANG DISUSUN OLEH : Ida Wahyuningsari PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG 2013

Transcript of 7432195 Laporan Kasus TETANUS

Page 1: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN TETANUS BERAT

ATAS INDIKASI GAGAL NAFAS DIRUANG ICU RSUP Dr. KARIADI

SEMARANG

DISUSUN OLEH :

Ida Wahyuningsari

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA

SEMARANG 2013

DEFINISI

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium

tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme),  tanpa disertai gangguan kesadaran

Page 2: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

(3). Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin

(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman (1).

ETIOLOGI

Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan

membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas,

antiseptic, dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang

ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu

atau tanah yang kotor, dan mengenai luka (5). Clostridium tetani merupakan kuman gram

positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik, dapat larut dan O2 labil (6).

EPIDEMOLOGI

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan

cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang

mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat

tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-

mana.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga

melalui :

1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.

2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.

3. OMP, caries gigi.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.

5. Penjahitan luka robek yang tidak steril .

PATOGENESIS

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk

vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang

rendah. Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk

manusia adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada

sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari

tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside

Page 3: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior

sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama

disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh

tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya

neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus

dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter

(trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin

berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang.

Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang

umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh,

sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal,

saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan

irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf

otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala

timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang

dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti (3).

GEJALA KLINIS

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari

dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis.

Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan

susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit;

makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang (2).

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini

berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada

masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi

dalam tiga tahap, yaitu :

-Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan

gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa

Page 4: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama

infeksi tetanus masih berlangsung.

-Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah

(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat

sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan

ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai

(Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.

Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan

tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang.

(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan

sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan

di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub

erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

-Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang

refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot

ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan

dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya,

kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama

dan dengan frekuensi yang lebih sering.

Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat

menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang

belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat

terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena

sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak

memadai, dan penderita tidak dapat menelan (5).

Secara klinis, tetanus dibedakan atas :

1) Tetanus lokal

Page 5: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini

dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini

dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%.

2) Tetanus umum

Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul

mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot

maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan,

biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan

ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada

otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap

menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot,

menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini

penderita berada dalam kesadaran penuh.

3) Tetanus sefalik

Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di

kepala, wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus

tipe ini mempunyai prognosis buruk (2).

KOMPLIKASI

1. Laserasi otot

2. Fraktur

3. Eksitasi syaraf simpatis

4. Infeksi sekunder oleh kuman lain

5. Dehidrasi

6. Aspirasi

DIAGNOSTIK

Anamnesis

·        Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali

pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK),

atau gangren gigi.

·        Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS.

Pemeriksaan fisik

Page 6: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

·        Adanya kekakuan lokal atau trismus.

·        Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.

·        Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit (3).

DIAGNOSIS BANDING

1. Infeksi : meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis.

2. Gangguan metabolik : tetani, keracunan strichnin, reaksi fenotiasin.

3. Penyakit SSP : status epileptikus, perdarahan atau tumor.

4. Gangguan psikiatri : histeria

PATHWAYS

Tonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis Gangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihanpada tetanus -Hipertermi

-Hipotermi-Aritmia-Takikardi

Terpapar kuman Clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum Tulang Belakang Otak Saraf Otonom

Hilangnya keseimbangan tonus otot

Page 7: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

Hipoksia berat

O2 di otak

Kesadaran

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan

-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas Verbal -Kurangnya pengetahuan

(Sumber: Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.)

TATALAKSANA

Terapi dasar tetanus :

Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi

·        Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau

·        Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam

Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.

Imunisasi aktif-pasif

·        Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk

neonatus bisa diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus

immunoglobulin (HTIG)   3000-6000 IU i.m.

·        Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi

Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik

(titrasi) :

·        Bila datang dengan kejang diberi diazepam :

-       neonatus bolus 5 mg iv

Kekakuan otot

Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan

Page 8: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

-       anak bolus 10 mg iv

·        Dosis rumatan maximal :

-       anak 240 mg/hari

-       neonatus 120 mg/hari

·        Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus

dilanjutkan dengan  bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan

sampai 480 mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.

·        Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol

cairan infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12

x/hari)

·        Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat,

bilamana ada gangguan saraf otonom.

Perawatan luka atau port d’entree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan

pembuangan jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant),

sebaiknya dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsi.

Terapi suportif

·        Bebaskan jalan nafas

·        Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-

mindahkan posisi pasien)

·        Pemberian oksigen

·        Perawatan dengan stimulasi minimal

·        Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik,

asal tidak memperkuat kejang

·        Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum

·        Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang

Diberikan pengobatan tetanus dasar

Tetanus sedang

·        Terapi dasar tetanus

·        Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)

·        Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.

Page 9: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

Tetanus berat/sangat berat

·        Terapi dasar seperti di atas

·        Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi

·        Balans cairan dimonitor secara ketat.

·        Apabila spasme sangat hebat (tetanus  berat), perlu ventilasi mekanik dengan

pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali,

diberikan tiap 2-3 jam.

·        Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti

propanolol/a dan b- blocker labetalol (3). 

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian Umum

a.    Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak

adekuat.

b.    Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan

c.    Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh

awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C

d.   Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau

beberapa saraf otak.

e.   Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak

ada/oliguria)

f.     Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus

g.     Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan

(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya

kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal

ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.

Page 10: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

DIAGNOSAKEPERAWATAN

Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan

yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas

diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan

kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.

2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat).

3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut

(adanya spasme pada otot faring).

4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang

diagnosis/prognosis penyakit

5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-

otot masseter)

6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak.

7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen

karena adanya oedem laring).

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan

kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.

Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan

pertumbuhan normal.

Kriteria hasil :

Tidak terjadi dehidrasi

Tidak terjadi penurunan BB

Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb

Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi

Intervensi :

1. Catat intake dan output secara akurat.

2. Berikan makan minum personde tepat waktu.

3. Berikan perawatan kebersihan mulut.

4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.

5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan

Page 11: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

sesuaikan dengan kebutuhan.

6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.

7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.

2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut

(adanya spasme pada otot faring)

Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal.

Kriteria hasil :

Tidak terjadi aspirasi

Bunyi napas terdengar bersih

Rongga mulut bebas dari sumbatan

Intervensi :

1. Berikan O2 nebulizer

2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.

3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.

4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.

5. Berikan perawatan kebersihan mulut.

6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan

melihat waktu.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)

Ditandai dengan :

Suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih

dari 10.000/mm3

Tujuan :

Suhu tubuh normal

kriteria :

Suhu kembali normal 36 – 37 °C

Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3

Intervensi dan rasional :

Page 12: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

Atur suhu lingkungan yang nyaman. Rasional : iklim lingkungan dapat

mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi

melalui proses evaporasi dan konveksi

Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala

kearah syok exhaustion

Berikan hidrasi atau minum yang adekuat. Rasional : cairan-cairan membantu

menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.

Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka. Rasional:

perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar

luka.

Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang.

Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu

tubuh dengan cara proses konduksi.

Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik. Rasional : obat-

obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram

positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses

termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit. Rasional : hasil

pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3

mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan

pengobatan yang diprogramkan.

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

Ditandai dengan :

Intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat

melalui hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau

albumin kurang dari 3,5 mg%

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :

Page 13: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

Berat badan optimal

Intake adekuat

Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%

Intervensi dan rasional :

Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya

makanan bagi tubuh. Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan

dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang

timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat

diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.

Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur

kasar. Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat

membuka mulut dan proses mengunyah

Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line. Rasioanal : pemberian cairan

perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak

bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu. Rasional : NGT dapat

berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

5. Kurang pengetahuan atau kebutuhan bejar mengenai kondisi dan aturan penatalaksanaan b.d kurangnya informasi , keterbatasan kognitif

   Kriteria hasil :  Mengungkakkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai

 Rangsangan yg dapat meningkatkan atau berpotensial pada aktifitas kejang,

klien Mentaati aturan penetaksanaan

    Intervensi

1. Jelaskan mengenai penyakitnya,

    patifisiologi, gejala tanda serangan,

    dan penenganan yg dilakukan pada

    saat serangan timbul.

2. Jelaskan pentingnya minum obat

    secara teratur.

3. Jelaskan pentingnya menghindari

     Rasional

1.Klien mengerti tentang keadaan dan

    mampu mengambil tindakan yang

    berguna untuk dirinya.

2. Menghindari terjadinya serangan yang

    disebabkab oleh karena putus obat.

3. Klien dapat terhindar dari stimulus

    terjadinya serangan berulang

Page 14: 7432195 Laporan Kasus TETANUS

    rangsangan sabagai faktor pencetus

    terjadinya serangan..

DAFTAR PUSTAKA

1. Ningsih, S., and Witarti, N., 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus. Available

from : www.pediatrik.com/perawat_pediatrik/061031-joiq163.doc. Accested : Oct

16, 2007.

2. Lubis, U. N., 2004. Tetanus Lokal pada Anak. Available from :

www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. Accested : Oct 16, 2007.

3. Ismoedijanto, and Darmowandowo, W., 2006. Tetanus. Available from :

www.pediatrik.com. Accested : Oct 16, 2007.

4. Silalahi, L., 2004. Tetanus. Available from : www.tempointeraktif.com. Accested :

Oct 16, 2007.

5. Tami, 2005. Tetanus, Infeksi yang Mematikan. Available from :

www.jilbab.or.id/content/view/456/36/. Accested : Oct 16, 2007.

6. Suraatmaja, S., and Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Udayana. Denpasar.