Teori SNH (stroke non hemorargik)

39
STROKE NON HEMORAGIK DENGAN ATRIAL FIBRILASI STROKE NON HEMORAGIK PENDAHULUAN Stroke iskemik merupakan jenis terbanyak dari stroke (70-80%). Gangguan fungsi jantung akan meningkatkan risiko stroke, seperti penyakit jantung koroner, penyakit jantung kongestif, penyakit katup, trombus intrakardiak dan atrial fibrilasi. Emboli kardiogenik berperan pada 20% stroke iskemik setiap tahunnya. 1 Studi Framingham mendapatkan peningkatan sebesar 5,6 kali lebih besar kejadian stroke pada orang dengan atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi juga merupakan penyebab aritmia jantung pada orang tua. Kejadian atrial fibrilasi meningkat dari 0,2 per 1000 di usia 30 – 39 dan menjadi 39,0 per 1000 di usia 80 – 89 tahun. Berdasarkan analisa 28 rumah sakit di Indonesia, atrial fibrilasi didapatkan pada 5,8% penderita stroke dan penyakit katup jantung sebesar 3,4% PENGERTIAN Pengertian stroke menurut WHO adalah menifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, 1

description

stroke non hemorargik

Transcript of Teori SNH (stroke non hemorargik)

STROKE NON HEMORAGIK DENGAN ATRIAL FIBRILASI

STROKE NON HEMORAGIK

PENDAHULUAN

Stroke iskemik merupakan jenis terbanyak dari stroke (70-80%). Gangguan

fungsi jantung akan meningkatkan risiko stroke, seperti penyakit jantung koroner,

penyakit jantung kongestif, penyakit katup, trombus intrakardiak dan atrial fibrilasi.

Emboli kardiogenik berperan pada 20% stroke iskemik setiap tahunnya.1

Studi Framingham mendapatkan peningkatan sebesar 5,6 kali lebih besar

kejadian stroke pada orang dengan atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi juga merupakan

penyebab aritmia jantung pada orang tua. Kejadian atrial fibrilasi meningkat dari 0,2

per 1000 di usia 30 – 39 dan menjadi 39,0 per 1000 di usia 80 – 89 tahun.

Berdasarkan analisa 28 rumah sakit di Indonesia, atrial fibrilasi didapatkan pada 5,8%

penderita stroke dan penyakit katup jantung sebesar 3,4%

PENGERTIAN

Pengertian stroke menurut WHO adalah menifestasi klinis dari gangguan

fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan

cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya

penyebab selain dari pada gangguan vaskuler.4

Sampai saat ini, stroke didefinisikan menggunakan kriteria klinis saja,

berdasarkan durasi gejala berlangsung 24 jam atau lebih. Bila gejala berlangsung

kurang dari 24 jam, diistilahkan transient ischemic attack (TIA). Gejala neurologis

yang timbul dan akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih

dari seminggu disebut reversible ischemic neurological deficit (RIND). Gejala stroke

yang semakin lama semakin berat dikenal dengan stroke in evolution atau progressive

stroke. Gejala klinis stroke yang sudah menetap disebut stroke komplit.4

Poin – poin penting definisi stroke adalah kelainan saraf yang terjadi sifatnya

mendadak, terdapat gangguan fungsional otak fokal maupun global, disebabkan oleh

gangguan vaskuler di otak. Gejala neurologis fokal adalah gejala – gejala yang

muncul akibat gangguan di daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi.

Misalnya, kelemahan unilateral akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non

1

fokal/global misalnya adalah tejadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan

neurologis non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain

yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak seharusnya

diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis

fokal.1

KLASIFIKASI

Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia, emboli, spasme, ataupun thrombus

pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun

tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema

otak oleh karena hipoksia jaringan otak.

Berdasarkan perjalanan penyakit, stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan

menjadi:

o TIA (Trans Ischemic Attack)

Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan

gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

o RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)

Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu

1 minggu dan maksimal 3 minggu.

o Stroke in Evolution

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul

semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam

beberapa jam atau beberapa hari.

o Complete Stroke

Gangguan neurologis yang timbul bersifat menetap.

FAKTOR RISIKO1,5

Faktor risiko stroke iskemik adalah sebuah karakteristik pada seorang individu

yang mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki peningkatan risiko untuk

kejadian stroke iskemik dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki

karakteristik tersebut. Menurut guidelines for the primary prevention of stroke yang

dikeluarkan oleh AHA dan ASA, faktor risiko stroke diklasifikasikan menjadi 3

kelompok :

1. faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

2

2. faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan terdokumentasi baik

3. faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan kurang terdokumentasi

A. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Usia

Stroke dikenal sebagai penyakit yang sering terjadi pada lansia.

Dengan bertambahnya usia, maka risiko stroke iskemik dan perdarahan

intracerebral juga meningkat, ditunjukkan bahwa risiko stroke iskemik dan

perdarahan intracerebral meningkat 2 kali lipat setiap dekadenya setelah usia

55 tahun.

2. Jenis kelamin

Stroke iskemik dan stroke perdarahan lebih sering terjadi pada pria di

banding wanita, namun perkecualian pada usia 35-44 tahun dan usia >85

tahun, hasil dari suatu penelitian, ditemukan rata – rata kejadian stroke lebih

tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. Hipertensi dan penyakit

kardioemboli merupakan faktor risiko independen pada wanita. Pemakaian

alkohol berlebihan, merokok, dan penyakir vaskuler perifer berhubungan

dengan jenis kelamin laki – laki. Wanita ternyata diketahui memiliki

kecacatan stroke yang lebih berat dibanding laki – laki .

3. Berat badan lahir rendah

Angka kematian stroke pada pasien dewasa di Inggris dan Wales tinggi

pada individu dengan riwayat BB lahir rendah. Ibu yang melahirkan BB

lahir rendah biasanya miskin, malnutrisi, memiliki status kesehatan yang

buruk dan secara sosial kurang baik.

4. Ras

Pasien dengan ras negro dan hispanik memiliki angka insidensi stroke

lebih tinggi dan angka mortalitas stroke lebih tinggi dengan ras kulit putih.

Populasi kulit hitam lebih berisiko terkena stroke karena terkait tingginya

prevalensi hipertensi, obesitas dan DM.

5. Faktor genetik

Adanya riwayat keluarga stroke akan meningkatkan risiko stroke 30%.

Kembar monozigot memiliki risiko 1,65 kali lipat dibanding kembar dizigot.

Etiologi stroke yang paling sering terkait faktor genetik adalah stroke

kardioembolik. Peningkatan risiko stroke pada pasien dengan riwayat

3

keluarga yang positif stroke dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme,

yaitu sifat genetik faktor risiko stroke yang diturunkan; sifat genetik

kerentanan terhadap faktor risiko yang diturunkan; faktor gaya hidup,

budaya dan lingkungan yang ada dalam keluarga; interaksi faktor genetik

dan faktor lingkungan.

B. Faktor risiko yang dapat diubah dan terdokumentasi dengan baik

1. TIA

Dennis et al. meneliti stroke rekuren pada pasien dengan TIA dan

stroke minor. Setiap kasus yang didiagnosis sebagai stroke pertama kali atau

kejadian TIA di follow up pada 1 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan kemudian

setiap tahunnya dari onset awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko

stroke rekuren dan/atau kematian lebih tinggi pada minor ischemic stroke

(stroke iskemik ringan) walaupun perbedaan yang signifikan hanya pada

kematian.

2. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke,

baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan risiko stroke

terjadi Tseiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai

pasti korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke,

diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg

tekanan darah sistolik, dan sekitar 50 % kejadian stroke dapat dicegah

dengan pengendalian tekanan darah.

3. Diabetes

Diabetes mellitus adalah masalah endokrinologi yang menonjol dalam

pelayanan kesehatandan juga sudah terbukti sebagai faktor risiko stroke

dengan peningkatan risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan

pada stroke perdarahan 1,02 hingga 1,67 kali.

4. Atrial Fibrilasi

Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak

menyerang pria dewasa, AF ditemukan pada 1–1,5 % populasi di negara –

negara barat dan merupakan salah satu faktor risiko independen stroke.

Prevalensi AF bertambah seiring pertambahan umur, ditemukan 1% pada

usia < 60 tahun tetapi kurang lebih 10% pada usia > 80 tahun. Atrial fibrilasi

4

memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke iskemik, bahkan pada atrial

fibrilasi tanpa adanya kelainan katup jantung memiliki risiko 4 – 5 kali lipat

untuk terjadinya stasis thrombus pada atrium kiri yang dapat menyebabkan

emboli ke pembuluh darah otak.

5. Patent foramen ovale

Penelitian meta analisis terhadap penelitian case-control menunjukkan

peningkatan prevalensi patent foramen ovale (PFO) di antara pasien dengan

stroke kriptogenik yang berusia 55 tahun atau lebih muda, dibandingkan

dengan kontrol bebas stroke tetapi tidak di antara pasien yang berusia 55

tahun atau lebih.

6. Stenosis arteri karotis simtomatik

Penelitian terbaru menunjukkan angka kejadian tahunan stroke pada

pasien stenosis arteri karotis asimtomatik yang ditangani secara medis

menunjukkan penurunan mencapai 1 %.

7. Sickle Cell Disease

Sekitar 15 – 25 % pasien dengan sickle cell anemia akan mengalami

TIA atau stroke. Terjadinya stroke, baik stroke infark maupun perdarahan,

lebih sering terjadi pada penderita SSA/SCD dengan risiko sebesar 1% per

tahun. Walaupun risiko stroke menurun pada pasien penyakit sel sabit dengan

transfuse terapi, namun terdapat kemungkinan 50% pasien tersebut menjadi

berisiko tinggi atau terkena stroke apabila terapi tranfusi dihentikan.

8. Dislipidemia

Penderita penyakit jantung coroner atau penderita dengan risiko tinggi

seperti penderita diabetes dianjurkan mendapat tambahan terapi pemberian

statin, di samping modifikasi gaya hidup, untuk mencapai kadar kolesterol

LDL. Kolesterol darah harus diperiksa secara teratur. Penderita dengan

kolesterol darah tinggi (LDL > 150 mg/dl) sebaiknya dikelola dengan

modifikasi pola hidup dan pemberian statin.

9. Obesitas dan distribusi lemak tubuh

Obesitas abdomen adalah sebuah faktor risiko stroke iskemik yang

independen dan potensial pada semua etnis. Obesitas memiliki faktor risiko

yang lebih kuat dibanding BMI dan memiliki dampak yang lebih berbahaya

pada orang yang lebih muda. Prevensi obesitas dan reduksi berat badan

memerlukan penanganan kuat dalam program prevensi stroke.

5

10. Merokok

Merokok dapat meningkatkan terjadinya risiko stroke iskemik dan sub

arachnoid haemorrhage, namun data untuk kejadian perdarahan intracerebral

belum pasti. Studi epidemiologi menunjukkan adanya penurunan kejadian

stroke dengan penghentian merokok. Qureshi et al. meneliti efek merokok di

antara suami terhadap risiko berkembangnya stroke dan stroke iskemik di

antara sampel wanita yang representative secara nasional. Selama rerata

follow up 8,5 tahun, risiko secara signifikan meningkat untuk semua tipe

stroke dan stroke iskemik di antara wanita perokok dengan suami yang

perokok dibandingkan dengan mereka dengan suami yang bukan perokok

setelah menyesuaikan dengan faktor kardiovaskuler semua.

C. Faktor risiko yang dapat diubah dan kurang terdokumentasi

1. Migren

Migren dan penyakit serebrovaskuler memiliki hubungan dalam cara

yang berbeda. Migren merupakan kemungkinan penyebab untuk stroke

seperti dalam migrainous infarction. Nyeri kepala mungkin adalah sebuah

gejala dari penyakit serebrovaskuler dan juga faktor risiko untuk stroke.

Konsep stroke yang dipicu migrain telah digambarkan dengan baik oleh

migrainous infarction , yang telah dijelaskan dengan baik dalam klasifikasi

international headache society (IHS) yang telah direvisi, dan mewakili

gambaran paling kuat hubungan antara stroke iskemik dan migrain.

2. Konsumsi alkohol

Dalam suatu penelitian randomisasi prospektif ditunjukkan bahwa

penurunan konsumsi alkohol berat dapat menurunkan risiko stroke dan tidak

dianjurkan untuk meminum alkohol pada orang yang bukan pengkonsumsi

karena kaitannya dengan ketergantungan alkohol.

3. Penyalahgunaan obat – obatan

Beberapa penyalahgunaan obat – obatan berkaitan dengan kejadian

stroke iskemik dan stroke perdarahan. Namun masih belum terdapat data

yang menyatakan kaitan risiko stroke iskemik terhadap penggunaan spesifik

obat – obat tertentu dan juga belum terdapat penelitian yang menyatakan

penghentian obat – obatan dapat menurunkan risiko stroke.

4. Obstructive sleep apnea (OSA)

6

Sleep apnea berkaitan dengan faktor risiko stroke dan kejadian

kardiovaskuler, bahkan sleep apnea dapat secara independen menjadi faktor

risiko stroke. Dengan penanganan yang tepat terhadap sleep apnea dapat

menurunkan tekanan darah, walaupun begitu belum terdapat studi prospektif

yang menyatakan terapi sleep apnea dapat menurunkan risiko stroke.

5. Hiperhomocysteinemia

Hiperhomocysteinemia berkaitan dengan peningkatan risiko stroke.

Dengan memahami mekanisme bagaimana homosistein dapat menyebabkan

proses atherosclerosis akan membantu mengidentifikasi terapi efektif dan

target terapi dalam menurunkan risiko stroke pada pasien dengan

peningkatan kadar homosistein.

6. Peningkatan lipoprotein (a)

Lipoprotein (a) berkontribusi dalam proses atherogenesis dan berkaitan

dengan peningkatan risiko penyakit serebrokardiovaskuler.

7. Hiperkoagulabilitas

Berdasarkan penelitian La Rue et al, pasien dengan kadar hematokrit

yang tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena infark lakuner,

tetapi tidak untuk stroke oleh karena thrombus atau emboli atau stroke

perdarahan. Diduga kenaikan hematokrit akan meningkatkan viskositas

darah da nada hubungan terbalik antara viskositas dengan aliran darah otak.

8. Inflamasi dan infeksi

a. Hitung leukosit dan monosit

Sebuah metaanalisis terhadap 19 penelitian prospektif melibatkan 7229

pasien yang di follow up selama 8 tahun (rerata) mengungkapkan bahwa,

dibandingkan dengan individu dengan hitung leukosit dalam tertile yang

terendah, tertile yang tertinggi menghasilkan peningkatan risiko IHD.

b. Peningkatan kadar fibrinogen

Penelitian metaanalisis terhadap 3 penelitian prospektif dengan 5113

pasien TIA dan stroke iskemik minor yang di follow up selama 5 tahun

mengungkapkan bahwa kadar fibrinogen pasien di atas median

berhubungan dengan risiko stroke iskemik, dibandingkan dengan kadar

fibrinogen yang berada di bawah median.

c. High-sensitivity C-Reactive protein

7

High sensitivity C-Reactive protein merupakan prediktor independen

untuk stroke, MI dan kematian vaskuler pada individu yang tampak sehat.

9. Polutan udara

Hong et al. telah meneliti hubungan antara polutan udara dengan

stroke. Hasilnya adalah bahwa polutan udara memiliki hubungan yang

signifikan dengan mortalitas stroke iskemik. Penelitian tersebut

menunjukkan sebuah proses patogenik akut dalam sistem serebrovaskuler

yang dipicu oleh polusi udara.

10. Kemampuan filtrasi glomerulus

Penelitian Bos et al. menilai hubungan antara GFR (glomerulus

filtration rate) dan stroke dalam sebuah penelitian kohort berbasis populasi.

Selama rata – rata follow up 10,2 tahun terhadap 586 pasien stroke (338

stroke iskemik, 44 hemoragik, dan 204 tidak disebutkan), peneliti

menemukan tidak ada hubungan antara GFR dan risiko stroke keseluruhan

termasuk risiko stroke iskemik.

ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK6

Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat

darah dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang

meliputi serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh

darah dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi

arteri basilaris. Kedua arteri utama ini disebut sistem karotis interna dan sistem

vertebrobasiler. Kedua sistem ini beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus

Willisi. Sirkulus ini merupakan lingkaran tertutup dan berada di dasar hipotalamus

dan khiasma optikum. Sirkulus ini, mempunyai salah satu cabang yang menjadi arteri

perforata.

8

Trunkus brakhiosefalik muncul dari arkus aorta di belakang manubrium

sternum dan bercabang menjadi a. subklavia kanan dan a. karotis komunis kanan.

Sedangkan a. karotis komunis kiri dan a. subklavia kiri muncul langsung dari arkus

aorta. Arteri karotis komunis kemudian bercabang menjadi a. karotis interna dan a.

karotis eksterna kanan dan kiri. Arteri karotis interna ini selanjutnya bercabang

menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media.

Arteri serebri anterior memasok darah daerah lobus frontalis dan parietalis,

baik untuk korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan

dengan arteri serebri anterior kanan melalui aretri komunikans anterior yang

merupakan bagian sirkulus arteriosus Willisi.

Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang

untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lateral lobus frontalis,

parietalis, dan temporalis.

Arteri vertebralis merupakan percabangan dari arteri subklavia dan masuk ke

dalam rongga tengkorak melalui foramen magnum. Kedua arteri vertebralis kemudian

bersatu menjadi arteri basilaris yang berjalan sepanjang pons varoli. Sebelum bersatu

menjadi arteri basilaris, arteri vertebralis ini mencabangkan arteri spinalis posterior

dan arteri spinalis anterior yang memperdarahi medulla spinalis.

Cabang–cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri

serebelaris anterior inferior yang memperdarahi bagian anterior dan inferior

serebelum. Cabang akhir dan merupakan cabang utama arteri basilaris adalah arteri

9

serebri posterior yang memperdarahi lobus oksipitalis dan cabang arteri serebelaris

superior yang memperdarahi bagian superior serebelum.

PATOGENESIS

Sulit untuk membedakan penyebaran lesi di otak karena trombosis dan karena

emboli, karena pada kebanyakan pasien yang mengalami trombosis pada pembuluh

darah dapat menyebabkan emboli arteri – arteri distal. Biasanya, area iskemik

nantinya akan menjadi pusat asupan pada pembuluh darah yang mengalami oklusi.

Luas dan ukuran infark tergantung pada derajat oklusi, sirkulasi kolateral, dan

reisitensi struktur otak terhadap iskemia.

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus

atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya atrosklerosis pada

dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area

thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks

iskemia, hingga akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh

embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok

pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan

terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya

dinding pembuluh darah oleh emboli.

Iskemia otak dapat bersifat fokal atau global. Terdapat perbedaan etiologi

keduanya. Pada iskemik global, aliran otak secara keseluruhan berkurang akibat

penurunan tekanan perfusi, misalnya karena syok irreversibel akibat henti jantung,

perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat, dan lain-lain. Sedangkan

iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak regional. Keadaan ini

disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah otak di daerah

sumbatan atau tertutupnya aliran darah sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah

otak.

Penyebabnya antara lain:

a. Perubahan patologi pada dinding arteri pembuluh darah otak menyebabkan

trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut.

b. Perubahan akibat proses hemodinamik disebabkan oleh tekanan perfusi sangat

menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti

sumbatan arteri karotis atau vertebro-basilar.

10

c. Akibat perubahan sifat dari misalnya: anemia sickle-cell, leukemia akut,

polisitemia, hemoglobinopati dan makroglobulinemia.

d. Sumbatan pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya: trombosis

arteri-arteri, emboli jantung, dan lain-lain.

Sebagai akibat penutupan aliran darah ke bagian otak tertentu, maka terjadi

serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai di tingkat

seluler, berupa perubahan fungsi dan struktural sel yang diikuti kerusakan pada fungsi

utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan

kematian neuron.

Di samping itu terjadi perubahan milliu ekstraseluler, karena peningkatan PH

jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat neurotransmitter (glutamat) serta

metabolisme sel – sel yang iskemik, disertai kerusakan sawar darah otak (blood brain

barrier).

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat

perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:

1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena

CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh

darah tanpa aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2

yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.

2. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih

tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai

mati, fungsi sel terhenti, dan menjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2

rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan

neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan

dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Astrup menyebutnya

sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan

resusitasi dan manajemen yang tepat.

3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.

Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan

kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut

sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).

11

Gambar 3. Daerah inhomogen akibat iskemia otak

Konsep penumbra iskemia merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke,

karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur selular neuron yang masih hidup

dan mungkin masih reversibel apabila dilakukan pengobatan yang cepat. Usaha

pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus tepat waktunya

supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat, sehingga neuron

penumbra tidak mengalami nekrosis. Komponen waktu ini disebut sebagai jendela

terapeutik (therapeutic window).

MANIFESTASI KLINIS 7

Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2

golongan besar yaitu:

1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik

2. Stroke pada sistem vertebro-basilar atau stroke fossa posterior

Gejala klinik pada stroke hemisferik

Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a.karotis interna

terutama lobus frontalis, parietalis, ganglia basalis, dan lobus temporalis. Gejala

timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan umum :

Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan

kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur anatomi

yang menjadi substrat kesadaran yaitu formasio retikularis di garis tengah dan

sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Oleh karena itu kesadaran biasanya

kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas.

12

Pemeriksaan neurologis :

a. Pemeriksaan saraf otak:

1. Gangguan n.fasialis dan n.hipoglosus: tampak paresis n.fasialis tipe sentral

(mulut mencong) dan paresis n.hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai

deviasi lidah ke arah lesi bila lidah dikeluarkan.

2. Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi konjugae, gaze

paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia. Gangguan lapangan pandang;

tergantung letak lesi dalam jarak perjalanan visual, hemianopia kongruen atau

tidak.

b.Pemeriksaan motorik:

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat

dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata

antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak

berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama berat

gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro-

basilar.

c.Pemeriksaan sensorik:

Dapat terjadi hemisensorik tubuh. Oleh karena bangunan anatomik yang

terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau

gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.

d.Kelainan fungsi luhur:

Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia campuran karena penderita

tak mampu berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak

mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi

agnosia, apraksia dan sebagainya.

Gejala klinik stroke vertebro-basilar

Beberapa gejala klinik yang bisa terjadi pada stroke sistem vertebro-basilar:

1. Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding infark

supratentorial luas), dalam hal ini yang terkena adalah formasio retikularis.

2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplopia dan

gangguan bulbar.

13

3. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract sign:

vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika

ditemukan long-tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebro-basilar

hampir dapat dipastikan.

4. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan oleh stroke vertebro-basilar.

Beberapa ciri khusus lain adalah parestesia perioral, hemianopia altitudinal

dan skew deviation.

DIAGNOSIS STROKE 1,7

1.Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah

badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan

baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau

sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu beristirahat.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke

misalnya peyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-

obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan

penyakit lainnya.

2. Pemeriksaan fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital

seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat

kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma

Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah. Perhatikan pola pernafasan

penderita untuk menentukan fungsi lesi di otak untuk dimonitor. Apakah terdapat

pernafasan cheyne stokes, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik atau ataksik.

Tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf

otak, motorik dan apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium: meliputi pemeriksaan darah rutin, kimia darah lengkap, gula

darah sewaktu, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan profil lipid.

Pemeriksaan hemostasis meliputi: waktu protrombin, APTT, kadar fibrinogen,

D-dimer, INR, Viskositas plasma. Pemeriksaan tambahan seperti protein S,

protein C, ACA dan homosistein dilakukan atas indikasi.

14

b. Pemeriksaan kardiologi: pemeriksaan elektrokardiografi, ekhokardiografi

terutama Transesofageal echocardiography (TEE) dapat diminta untuk

visualisasi emboli kardial.

c. Pemeriksaan radiologi: yang paling penting adalah

1. X-foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi

kronis. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial

mempengaruhi oksigenasi serebral dan dapat memperburuk prognosis.

2. CT sken otak: diagnosis jenis patologi stroke dapat ditentukan dengan

gold standard (baku emas) menggunakan pemeriksaan CT scan kepala. CT

scan otak segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan

ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan

infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT sken otak mungkin tidak

memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama,

biasanya tampak setelah 72 jam serangan, kenali menggunakan Diffuse

Weighted Imaging (DWI) MRI. Segera tampak iskemik di serebral.

Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu

perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di

batang otak.

PENATALAKSANAAN 3,6

Terapi medik stroke merupakan intervensi medik dengan tujuan mencegah

meluasnya proses sekunder dengan penyelamatan neuron – neuron di daerah

penumbra serta restorasi fungsi neurologik yang hilang.

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu :

a. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena

stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan

sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi perfusi.

b. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat – obat yang dapat menghancurkan

emboli atau trombus pada pembuluh darah.

Terapi trombolisis

Pemakaian r-TPA (recombinant-Tissue Plasminogen Activator) yang

diberikan pada penderita stroke akut dengan syarat – syarat tertentu baik intravena

maupun intra arterial kurang dari 3 jam setelah awitan (onset) stroke. Diharapkan

15

dengan pengobatan ini, terjadi penghancuran trombus dan reperfusi jaringan otak dan

perubahan ireversibel pada otak yang terkena, terutama daerah penumbra.

Terapi medik lain

a. Terapi reperfusi adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut. Obat -

obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid. Obat ini diharapkan akan

memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan trombus baru.

b. Pengobatan anti platelet pada stroke akut

Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru – baru ini sangat

dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST (International stroke trial) dan CAST

(Chinese aspirin stroke trial), bahwa pemberian aspirin pada fase akut

menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita

stroke akut.

c. Obat – obat defibrinasi

Mempunyai efek terhadap defibrinasi, mengurangi viskositas darah dan efek

antikoagulasi. Efek samping berupa perdarahan otak merupakan hal - hal yang

menghalangi penggunaan obat ini, tetapi sampai sekarang masih diteliti

d. Terapi Neuroproteksi

Obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel – sel

terutama di daerah penumbra. Obat – obat ini berperan dalam menginhibisi dan

mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat kaskade iskemik.

Termasuk dalam kaskade ini adalah kegagalan homeostasis kalsium, produksi

berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi

inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi.

Penatalaksanaan khusus stroke iskemik

a. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut

Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15 % (sistolik

maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah

sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien

stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah

diturunkan hingga tekanan darah sistolik < 185 mmHg dan diastolik < 110

mmHg.

16

b. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan

diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik.

c. Pengobatan terhadap hiperglikemi atau hipoglikemi

d. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara

karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan

e. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut. Fibrinolisis dengan rTPA secara

umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel

serebral yang bermakna. Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/kgbb ( maksimum 90

mg ), 10 % dari dosis total diberikan sebagai bonus inisial,dan sisanya diberikan

sebagai infus selama 60 menit, terapi tersebut harus diberikan dalam rentang

waktu 3 jam dari onset

f. Pemberian antikoagulan :

- antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke

akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi

perdarahan intrakranial.

- inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam

bersamaan dengan pemberian intravena rTPA tidak direkomendasikan.

g. Pemberian antiplatelet :

- pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 jam sampai 48 jam

setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.

- aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut

pada stroke

- jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan

- penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah

pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan

h. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke

iskemik.

Fisioterapi

Dalam manajemen stroke akut, fisioterapi memiliki prosedur pelaksanaan

yang selalu mengikuti proses fisioterapi. Proses fisioterapi tersebut, meliputi

pemeriksaan, identifikasi masalah, tujuan, dan program fisioterapi yang kemudian

akan diikuti oleh tatalaksana, evaluasi dan dokumentasi.

17

Prinsip penatalaksanaan fisioterapi pada stroke adalah reedukasi gerakan otot,

yang nantinya diharapkan menjadi reedukasi fungsi otot. Dalam penatalaksanaan

fisioterapi, pelaksanaan program latihan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :

a. Rehabilitasi I : latihan di tempat tidur

b. Rehabilitasi II : latihan keluar dari tempat tidur

c. Rehabilitasi III : latihan di luar tempat tidur yang meliputi : duduk di kursi,

belajar berdiri, belajar berjalan.

ATRIAL FIBRILASI

DEFINISI

Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai

dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut

jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu

takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan

deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya

proses mekanik atau pompa darah jantung

KLASIFIKASI

Menurut AHA (American Heart  Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

A. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap

ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru

pertama kali terdeteksi. 

B. Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama

kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga

mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam

tanpa bantuan kardioversi

C. Persisten AF

18

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7

hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari

kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.

D. Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,

penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk

mengembalikan ke irama sinus yang normal.

AF juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF

akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset

yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang

berlangsung lebih dari 48 jam.

ETIOLOGI

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya

adalah:

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium

1.Penyakit katup jantung

2.Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

3.Hipertrofi jantung

4.Kardiomiopati

5.Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan

cor pulmonal chronic)

6.Tumor intracardiac 

b. Proses infiltratif dan inflamasi

1.Pericarditis/miocarditis

2.Amiloidosis dan sarcoidosis

3.Faktor peningkatan usia

c. Proses infeksi

1.Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

1.Hipertiroid

2.Feokromositoma

19

e. Neurogenik 

1.Stroke

2.Perdarahan subarachnoid

f. Iskemik Atrium

1.Infark myocardial

g. Obat-obatan

1.Alkohol

2.Kafein

h. Keturunan/genetik

TANDA DAN GEJALA

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas

pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan

denyut jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik.

Disamping itu, AF juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh  penurunan

oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan,kelelahan, sesak nafas dan

nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala

tersebut

FAKTOR RESIKO

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :

a. Diabetes Melitus 

b. Hipertensi

c. Penyakit Jantung Koroner 

d. Penyakit Katup Mitral

e. Penyakit Tiroid

f. Penyakit Paru-Paru Kronik 

g. Post Operasi jantung

h. Usia 60 tahun

i. Life Style

20

PATOFISIOLOGI

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple

wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau

depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah

berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari

atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini

menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan

menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang

berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet

reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal,

tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi

depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,sedikit banyaknya sinyal elektrik

dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refraktori, besarnya ruang atrium dan

kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium

biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan

kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik

dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF

PENATALAKSANAAN

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan

irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah

adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu

penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi

sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan

irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion)

a) Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme). Pencegahan pembekuan darah

merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang

digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, Hal ini dikarenakan obat

ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah

21

serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah

pembekuan darah terdiri dari berbagai macam,diantaranya adalah :

1. Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi

dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau

mencegah koagulasi.

Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai

puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas

100%.

Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi

(bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan

lama kerja ± 40 jam.

2. Aspirin

Aspirin secara irreversibel menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit

(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serinterminal. Efek dari

COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan

(TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak

terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam

waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-

faktor pembekuan darah,terutama faktor II, VII, IX dan X. 

b) Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan

denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat

tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.

1. Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan

menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih

efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang

abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan

pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.

2. β-blocker 

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf

simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut

22

jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi

kinerja jantung.

3. Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung

akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler

melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel

c) Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan

untuk mengembalikan keteraturan irama jantung. Menurut pengertiannya,kardioversi

sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan

irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion).

1. Pharmacological Cardioversion(Anti-aritmia)

a.Amiodarone 

b.Dofetilide

c.Flecainide

d.Ibutilide

e.Propafenone

f.Quinidine

2  Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam

(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah

mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR

(nodus sinus rhythm)

3. Operatif 

a.Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuat sayatan

pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter ke dalam pembuluh darah

utama hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat

elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung

jawab terhadap terjadinya AF. 

b.Maze operation

23

Prosedur maze operation hampir sama dengan catheter ablation, tetapi

pada maze operation, akan mengahasilkan suatu labirin yang berfungsi

untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.

 c.Artificial pacemaker 

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di

jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung

PENILAIAN CHADS

CHADS skor adalah suatu prediksi klinis untuk memperkirakan risiko stroke

pada pasien dengan fibrilasi atrium (AF), yang umum dan terkait dengan

tromboemboli. Hal ini digunakan untuk menentukan perlu atau tidaknya tindakan

yang diperlukan dengan antikoagulasi atau terapi antiplatelet, sejak AF dapat

menyebabkan stasis darah di jantung, mengarah ke pembentukan trombus yang dapat

masuk ke dalam aliran darah, mencapai otak, memotong pasokan ke otak, dan

menyebabkan stroke. Sebuah skor CHADS yang tinggi sesuai dengan risiko yang

lebih besar terkena stroke, sementara skor CHADS rendah sesuai dengan risiko lebih

rendah terkena stroke.

Table CHADS Skor

24

CHADSVASc skor adalah penyempurnaan dari CHADS skor dan meluas

kedua dengan memasukkan faktor tambahan risiko umum stroke, seperti dibahas di

bawah. Maksimum CHADS skor adalah 6, sedangkan CHADSVASc maksimal skor

adalah 9.

Tabel CHADSVASc Sko

25

26