Tatalaksana Atonia Uteri Ferdy
-
Upload
alrahman-joneri -
Category
Documents
-
view
63 -
download
0
Transcript of Tatalaksana Atonia Uteri Ferdy
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%) dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia
terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan Pospartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut
miometrium tidak berkontraksi. Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Miometrium tidak
dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya
plasenta menjadi tidak terkendali.1
Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi.
Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesiblitas penanganan kelahiran, 75% hingga 85%
kematian maternal disebabkan penyebab obstetri langsung, terutama akibat perdarahan.
Padahal 90% dari kematian ibu itu bisa dihindari. Walau kebanyakan ibu sudah
memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan kesehatan secara teratur, namun 70%
persalinan masih terjadi di rumah. Masalahnya, sangat sedikit pihak yang mengetahui
diagnosis dan pengelolaan perdarahan akibat keadaan darurat ini. Jika saja hal ini bisa
dilakukan, bukan mustahil angka kematian ibu dapat ditekan.2
1.2 Tujuan Penulisan
a. Mengenali faktor resiko terjadinya atonia uteri
b. Mengetahui langkah penegakan diagnosis atonia uteri
c. Mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan atonia uteri
1
2
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). Atonia uteri terjadi karena
serabut-serabut otot myometrium uterus gagal berkontraksi dan memendek. Atonia Uteri
adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.1,2 Atonia
uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.2
2.2 Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah:2
a. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan
1) Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
2) Kehamilan gemelli
3) Janin besar (makrosomia)
b. Kala satu atau kala 2 memanjang
c. Persalinan cepat (partus presipitatus).
d. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e. Infeksi intrapartum
f. Multiparitas tinggi
g. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia
atau eklamsia.
h. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
i. Malnutrisi
j. Kesalahan penanganan dalam usaha melahirkan plasenta
k. Ibu dengan keadaan umum jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun
l. Ada riwayat pernah atonia uetri sebelumnya
m. Kehamilan grande-multipara
3
n. Kelainan uterus
o. Riwayat peradarahan pasca persalinan atau riwayat plasenta manual
p. Tindakan opertaif dengan anstesi umum yang terlau dalam
q. Partus lama
r. Hipertensi dalam kehamilan
2.3 Manifestasi Klinis
a. Uterus tidak berkontraksi atau lemahnya kontraksi uterus dan lembek
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
2.4 Tanda dan Gejala
a. Perdarahan pervaginam.
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin
sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
b. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
c. Fundus uteri naik
d. Terdapat tanda-tanda syok3
1) Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
2) Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
3) Pucat
4) Keringat/ kulit terasa dingin dan lembap
5) Pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
6) Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
7) Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih
aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah
4
keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
2.6 Pencegahan
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan
kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu karena onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting
dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10
menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan
oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif
dibanding oksitosin.
2.7 Langkah-langkah Penatalaksanaan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan
pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.
a. Managemen umum4
1) Selalu siapkan tindakan gawat darurat
2) Tata laksana persalinan kala III secara aktif
3) Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan
4) Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda
vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen, serta persiapan
transfusi darah.
5
b. Langkah penatalaksanaan atonia uteri:4
Gambar 1. Langkah penatalaksanaan atonia uteri
6
c. Langkah rinci penatalaksanaan atoni uteri
Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
secara rinci.4
Tabel 1. Langkah penatalaksanaan atonia uteri
No. Langkah Keterangan
1. Lakukan masase fundus
uteri segera setelah
plasenta dilahirkan
Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil
melakukan masase sekaligus dapat dilakukan penilaian
kontraksi uterus
2. Bersihkan kavum uteri
dari selaput ketuban dan
gumpalan darah.
Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum
uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara
baik
3. Mulai lakukan kompresi
bimanual interna. Jika
uterus berkontraksi
keluarkan tangan setelah
1-2 menit. Jika uterus
tetap tidak berkontraksi
teruskan kompresi
bimanual interna hingga
5 menit
Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan
tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil
setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain
4. Minta keluarga untuk
melakukan kompresi
bimanual eksterna
Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat
meneruskan proses kompresi bimanual secara
eksternal selama anda melakukan langkah-langkah
selanjutnya.
5. Berikan Metil
ergometrin 0,2 mg
intramuskular/ intra
vena
Metil ergometrin yang diberikan secara intramuskular
akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan
kontraksi uterus
Pemberian intravena bila sudah terpasang infus
sebelumnya
6. Berikan infus cairan
larutan Ringer laktat dan
Oksitosin 20 IU/500 cc
Anda telah memberikan Oksitosin pada waktu
penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metil ergometrin
intramuskuler. Oksitosin intravena akan bekerja segera
7
untuk menyebabkan uterus berkontraksi.
Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume
cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita
belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat
mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum
dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara
cepat.
7. Mulai lagi kompresi
bimanual interna atau
Pasang tampon
uterovagina
Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah pertama,
mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya.
Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila penolong
telah terlatih.
Rujuk segera ke rumah sakit
8. Buat persiapan untuk
merujuk segera
Atoni bukan merupakan hal yang sederhana dan
memerlukan perawatan gawat darurat di fasilitas
dimana dapat dilaksanakan bedah dan pemberian
tranfusi darah
9. Teruskan cairan
intravena hingga ibu
mencapai tempat
rujukan
Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu 10
menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan,
setidak-tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan
500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak
mempunyai cukup persediaan cairan intravena,
berikan cairan 500 cc yang ketiga tersebut secara
perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat
rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi.
10. Lakukan laparotomi :
Pertimbangkan antara
tindakan
mempertahankan uterus
dengan ligasi arteri
uterina/ hipogastrika
atau histerektomi.
Pertimbangan antara lain paritas, kondisi ibu, jumlah
perdarahan.
d. Kompresi bimanual interna
8
Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan
bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus
depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi
pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung
dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus
dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil,
cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal
sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.
Gambar 2. Kompresi bimanual interna
e. Kompresi bimanual eksterna
Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat mungkin
meraba bagian belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan terkepal
pada bagian depan korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan
pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus di antara kedua tangan
tersebut.
Gambar 3. Kompresi bimanual eksterna
f. Pemberian uterotonika
9
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis
rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada
dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk
perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika
sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping
lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.4
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM
0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga
diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga
menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
hipertensi.4
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin
F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang
dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal
dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek
samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan
bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem
termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan,
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada
pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek
samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang
sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk
mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka
kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh
atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi.
10
Tabel 2. Jenis dan cara pemberian uterotonika
JENIS DAN
CARAOKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL
Dosis dan cara
pemberian
IV : 20 IU dalam 1
l larutan garam
fisio logis dengan
tetesan cepat
IM : 10 IU
IM atau IV
(lambat) : 0.2 mg
Oral atau rektal 400
µg dapat diulang
sampai 1200 µg
Dosis lanjutan IV : 20 IU dalam 1
l larutan garam
fisio-logis dengan
40 tetes / menit
Ulangi 0.2 mg IM
setelah 15 menit
400 µg 2-4 jam
setelah dosis awal
Dosis maksimal per
hari
Tidak lebih dari 3 l
larutan dengan
Oksi-tosin
Total 1 mg atau 5
dosis
Total 1200 µg atau 3
dosis
Kontra Indikasi Pemberian IV
secara cepat atau
bolus
Preeklampsia,
vitium cordis,
hipertensi
Nyeri kontraksi Asma
g. Operatif
1) Ligasi arteri uterina
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan
disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC,
ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan
ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai.7
Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa
uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
11
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan
menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina
bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri
uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
2) Ligasi Arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel
dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang
non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada
vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus
dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma
vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini
dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
3) Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi
perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
4) Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika
terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
BAB III
12
PENUTUP
Kesimpulan
a. Kematian maternal terbanyak disebabkan perdarahan postpartum dan penyebab
terbanyak perdarahan pospartum dini adalah atonia uteri
b. Diagnosis dan penatalaksanaan atonia uteri yang tepat dapat menekan angka kematian
maternal
c. Diagnosis atonia uteri ditegakan bila terdapat perdarahan lebih dari 500cc setelah bayi
dan plasenta lahir disertai dengan fundus uteri yang masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek.
d. Pemberian oksitosin pada persalinan kala III dapat mencegah terjadinya atonia uteri
e. Penatalaksanaan atonia uteri mencakup pemijatan uterus, kompresi bimanual interna,
kompresi bimanual eksterna, pemberian uterotonika, dan tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Rukiyah, Ali Leyeh dan Lia Yulianti. Asuhan kebidanan IV ( Patologi kebidanan ),
Jakarta Timur: CV. Trans Info Media; 2010.
2. Prawirohardjo, sarwono. Buku ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2009.
3. Manuaba. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC; 2007.
4. Depkes RI. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR/POGI dan JHPIEGO
Corporation; 2007.
5. Depkes RI. Buku Acuan dalam Pelatihan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta:
Depkes RI; 2005.
6. Rohani dkk. Asuhan Kebidanan pada masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika; 2007.
7. Prawirohardjo, sarwono. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2007.