STEMI revisi.doc

32
Definisi ST Elevation Myocardial Infraction (STEMI) Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum gejala meliputi : unstable angina, Non ST elevation myocardial infraction (NSTEMI) dan ST elevation myocardial infraction (STEMI). STEMI ditunjukkan dengan : 1, 2, 3 a. Oklusi trombus 90% pada arteri koroner yang dibuktikan dengan angiografik. b. Perubahan EKG STEMI meliputi gelombang hiperakut T dan ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis. c. Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung sehubungan dengan infark miokard. Faktor Resiko Faktor resiko Sindrom koroner akut adalah : a. Dapat dimodifikasi : Merokok : Merokok dapat meningkatkan aktifitas saraf simpatik sehingga menstimulasi katekolamin yang dapat meningkatkan potensiasi akititas platelet dan fibrinogen. 4 Diabetes melitus : Pasien dengan riwayat diabetes tidak terkontrol, memiliki aktifitas peningkatan trombus. Pada pasien diabetes terjadi peningkatkan reaktivitas dan hiperagregasi serta aktivasi adhesi platelet. 4 Hipertensi : Pada keadaan hipertensi terjadi disfungsi endotel, sehingga menstimulasi faktor inflamasi yang memperburuk perkembangan plak 1

description

Acute Coronary Syndrome

Transcript of STEMI revisi.doc

Page 1: STEMI revisi.doc

Definisi ST Elevation Myocardial Infraction (STEMI)

Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi

yang digunakan untuk menggambarkan spektrum gejala meliputi : unstable

angina, Non ST elevation myocardial infraction (NSTEMI) dan ST elevation

myocardial infraction (STEMI). STEMI ditunjukkan dengan : 1, 2, 3

a. Oklusi trombus 90% pada arteri koroner yang dibuktikan dengan

angiografik.

b. Perubahan EKG STEMI meliputi gelombang hiperakut T dan ST

elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis.

c. Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan

jantung sehubungan dengan infark miokard.

Faktor Resiko

Faktor resiko Sindrom koroner akut adalah :

a. Dapat dimodifikasi :

Merokok : Merokok dapat meningkatkan aktifitas saraf simpatik

sehingga menstimulasi katekolamin yang dapat meningkatkan

potensiasi akititas platelet dan fibrinogen. 4

Diabetes melitus : Pasien dengan riwayat diabetes tidak

terkontrol, memiliki aktifitas peningkatan trombus. Pada pasien

diabetes terjadi peningkatkan reaktivitas dan hiperagregasi serta

aktivasi adhesi platelet. 4

Hipertensi : Pada keadaan hipertensi terjadi disfungsi endotel,

sehingga menstimulasi faktor inflamasi yang memperburuk

perkembangan plak dengan stimulasi agregasi platelet dan

produksi fibrin. 4

Stres : memodulasi atau memicu interaksi atau agregasi platelet

pada dinding arteri. 4

Infeksi : memicu disfungsi endotel, sehingga menstimulasi faktor

inflamasi yang akan memperburuk perkembangan plak dengan

stimulasi agregasi platelet dan produksi fibrin. 4

b. Tidak dapat dimodifikasi : Jenis kelamin, umur, riwayat keluarga. 4

Etiologi

1

Page 2: STEMI revisi.doc

Penyebab utama terjadinya Sindrom Koroner Akut lebih dari 90%

pasien adalah rupture, fisur atau erosi plak aterosklerotik karena terdapat

kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic

plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cap tipis, dan plak

penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. 1,2,3

Gambar 1 Karakteristik Plak yang Tidak Stabil

Patofisiologi

Proses terjadinya aterosklerosis (initiation, progression dan

complication plak aterosklerotik) berjalan dalam waktu yang lama, secara

bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan juga sejak usia anak-anak

sudah terbentuk bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis

dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang

menjadi bercak sklerosis (plak pada pembuluh darah) sehingga terjadi

penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan

proses pembentukan plak akibat akumulasi beberapa bahan seperti cells

foam (sel makrofag yang mengandung lipid), massive extracellular lipid, dan

plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen.1, 2

Patofisiologi Sindrom Koroner Akut disebabkan oleh obstruksi dan

oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan adanya plak

aterosklerosis yang mengalami rupture atau erosi. Penyebab utama Sindrom

Koroner Akut dipicu oleh rupture, fisur atau erosi plak aterosklerotik adalah

karena kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic

plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cap tipis, dan plak

penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. 1, 2

2

Page 3: STEMI revisi.doc

Gambar 2 Proses Aterosklerosis pada plak Aterosklerosis

Rupture, fisur atau erosi plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam

dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid,

makrofag dan faktor-faktor lain dalam jaringan) ke dalam aliran darah,

sehingga menginduksi adhesi, aktivasi dan agregasi thrombosit serta

pembentukan fibrin membentuk thrombus. Trombus pada arteri jantung inilah

yang mengakibatkan terjadinya oklusi koroner total atau subtotal. Hal ini

menyebabkan suplai oksigen menjadi semakin berkurang yang berakibat

terjadinya nekrosis jaringan dan dapat mengakibatkan kematian otot

jantung.1, 2

Gambar 3 Proses adhesi, aktivasi dan agregasi platelet kemudian terbentuk

thrombus

Diagnosis

a. Gejala

3

Page 4: STEMI revisi.doc

Gejala ST elevation myocardial infraction (STEMI) adalah chest

discomfort > 30 menit. Chest discomfort digambarkan seperti rasa

tertekan benda berat, tertusuk dan terbakar di dada yang bisa

menjalar ke bahu, lengan, punggung, leher, rahang. Gejala yang

mungkin menyertai termasuk sesak napas, kelemahan, diaforesis,

mual, muntah, sakit kepala. 1, 2, 3

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendukung diagnosis dan

penilaian tempat sakit, dan komplikasi pada pasien ST elevation

myocardial infraction (STEMI).5

c. Elektrokardiografi

Pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI), dapat

ditemui adanya ST elevasi. Perubahan EKG pada STEMI meliputi :

1) Gelombang hiperakut T : pada periode awal STEMI bisa

didapatkan gelombang T hiperakut yaitu gelombang T yang

tingginya lebih dari 6 mm pada sadapan ekstremitas dan lebih

dari 10 mm pada sadapan prekordial. Namun, gelombang T

hiperakut ini tidak selalu spesifik untuk STEMI. 6, 7

2) ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis : jika

oklusi trombus 90% pada arteri koroner dapat ditemui adanya ST

elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan jika didapatkan elevasi

segmen ST minimal 0,1 mv (1 mm) pada sadapan ekstremitas

dan lebih dari 0,2 mv (2 mm) pada sadapan prekordial. Pada

STEMI perubahan ini ditemukan 2 sadapan berdekatan. Pada

saat bersamaan, mulai terbentuk gelombang Q patologis. 6, 7

3) Intervensi gelombang T : kembalinya segmen ST pada garis

isoelektrik. Bersamaan itu, mulai intervensi gelombang T. 6, 7

4

Page 5: STEMI revisi.doc

Gambar 4 Gambaran EKG pada STEMI

d. Pemeriksaan Biomaker Laboratorium untuk kerusakan jantung

Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan

jantung sehubungan dengan infrak miokard. Marker yang dilihat

adalah CTnT atau CTnl (Cardiac Spesific Troponin) karena lebih

spesifik dan lebih sensitif daripada cardiac enzim lainnya, seperti

Creatin Kinase (CK) atau Isoenzim MB (CK-MB). Troponin C, TnI dan

TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Troponin

merupakan kompleks protein yang mengatur interaksi aktin-myosin

sel jantung. Saat terjadi kerusakan atau kematian sel, maka troponin

akan menyebar ke sirkulasi darah perifer. Protein-protein tersebut

tidak terdeteksi pada kondisi sehat sehingga nekrosis kecil miokard

dapat memberikan hasil yang positif. Gambaran enzim jantung pada

pasien infark miokard dapat dilihat pada gambar 5: 8, 9

Gambar 5 Peningkatan enzim jantung

5

Page 6: STEMI revisi.doc

e. Imaging

Cardiac imaging dapat menentukan penyebab chest discomfort pada

pasien infark miokard akut atau unstable angina yang pemeriksaan

ECGnya normal atau tidak terdiagnosis. High quality portable chest

X-ray, transthoracic atau transesophageal echocardiography dan CT-

scan yang memakai kontras berguna untuk membedakan STEMI

pada pasien yang menunjukkan perbedaan yang tidak jelas dari

diseksi aorta (pecahnya pembuluh darah aorta yang dapat menutupi

arteri koroner, sehingga menyebabkan infark miokard). 5

Penatalaksanaan STEMI

Tujuan terapi pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI) :

1. untuk meminimumkan total ischemic time sehingga mengurangi

morbidity dan mortality yang disebabkan oleh ST elevation

myocardial infraction (STEMI). 1

2. untuk pencegahan reocclusion arteri koroner, pencegahan

komplikasi, dan kematian. 1

Skema penatalaksanaan ST elevation myocardial infraction (STEMI)

secara umum dapat dilihat pada gambar 6 : 1

Gambar 6 Skema Penatalaksanan STEMI

1. Prehospital

6

Penatalaksanaan pada saat ONSET terjadinya STEMI

Penatalaksanaan Pada Saat Prehospital

Penatalaksanaan Pada Saat di UGD

HOSPITAL

Secondary Prevention

Farmakologi

Non-farmakologi

Page 7: STEMI revisi.doc

Apabila pasien merasakan rasa nyeri pada dada (chest

discomfort), maka kita melihat dulu apakah pasien memang memiliki

riwayat sakit jantung dan apakah pasien telah menerima peresepan

nitrogliserin (NTG). Apabila pasien telah menerima peresepan

nitrogligerin sebelumnya dan pada saat kejadian pasien masih memiliki

nitrogliserin, maka tindakan pertama yang dapat dilakukan pasien untuk

mengatasi nyerinya adalah dengan memberikan nitrogliserin tersebut

satu kali dosis dengan rute sublingual (sisi kanan gambar 7). Jika 5

menit setelah pemberian nitrogliserin, pasien masih mengeluhkan rasa

nyeri (chest discomfort), maka pasien harus dibawa ke Rumah Sakit

untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut. Jika 5 menit setelah

pemberian nitrogliserin, pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri (chest

discomfort) maka dilakukan managemen angina pektoris stabil. 1

Jika sejak awal pasien tidak pernah diresepkan nitrogliserin (sisi

kiri gambar 7), dilihat dulu apakah rasa nyeri (chest discomfort) dalam

waktu 5 menit membaik atau memburuk. Jika 5 menit nyeri hilang, maka

pasien direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan dokter. Jika 5

menit nyeri dada atau rasa tidak enak pada dada (chest discomfort) tidak

membaik, maka pasien harus dibawa ke Rumah Sakit untuk

mendapatkan penangan medis. Pada saat di EMS (Emergency system),

pasien dapat diberikan terapi nitrogliserin sublingual (maksimal 3X dosis

sejak awal terjadinya nyeri) dan aspirin dosis 162 mg-325mg. Skema

penatalaksanaan prehospital STEMI dapat dilihat pada gambar 7. 1

7

Page 8: STEMI revisi.doc

Gambar 7 Skema Penatalaksanan Prehospital STEMI 1

2. Hospital

a. Oksigen

Tambahan oksigen harus diberikan pada penderita STEMI

selama 6 jam pertama bila penderita dengan desaturasi oksigen

arteri (SaO2 < 90%) 2-4 liter/menit. 1

Evidence studi RCT kejadian hipoksemia (SpO2 <90%)

pada pasien infark miokard akut adalah 70% dan hipoksemia

berat 35% pada mereka yang tidak diberikan oksigen. Kejadian

hipoksemia berkurang menjadi 43% pada pasien infark miokard

8

Apakah sebelumnya pasien pernah mendapat resep nitrogliserin?

Tidak Ya

Berikan nitrogliserin 1x dosis sublingual

Apakah nyeri/ rasa tidak enak dada tetap terjadi setelah 5 menit

pemberian nitrogliserin 1x dosis secara sublingual?

Apakah nyeri atau rasa tidak enak dada (chest discomfort) membaik atau tidak setelah 5 menit?

YaTidak

Ya TidakTelpon Rumah SakitKonsultasi ke dokter

Pasien diberi aspirin dosis 162-325 mg jika tidak dikontraindikasikan atau segera dibawa ke rumah sakit

Penatalaksanaan guidline ACC/AHA 2002 mengenai pasien kronis angina stabil.

Pasien merasakan nyeri pada daerah dada (chest discomfort)

Page 9: STEMI revisi.doc

akut dan 31% pada pasien hipoksemia berat berkurang setelah

diberikan terapi oksigen 10

b. Nitrogliserin

Nitrogliserin digunakan untuk menghilangkan nyeri karena

gejala iskemik. Pasien yang sedang mengalami gejala iskemik

harus menerima nitroglyserin 0,4 mg SL tiap 5 menit dengan total

3x dosis. Jika nitrogliserin yang diberikan tidak memberikan

perbaikan terapi sebaiknya pasien mendapatkan nitrogliserin

intravena. Nitrogliserin intravena diberikan 48 jam pertama

setelah STEMI untuk pengobatan persisten iskemia, congestive

heart failure (CHF), atau hipertensi (Level of Evidence: B). 1, 2, 3

Nitrogliserin dapat mengurangi preload dan afterload pada

arteri peripheral dan dilatasi vena, relaksasi pada arteri koroner

epicardial dan pelebaran pembuluh darah collateral. Nitrat tidak

boleh diberikan kepada pasien yang telah menerima inhibitor

fosfodiesterase untuk disfungsi ereksi dalam 24 jam terakhir (48

jam untuk tadalafil). 1, 2, 3

Tabel 1 Rekomendasi dosis nitrat : 2

Tabel 2 Keterangan Evidence dan rekomendasi

Kategori Evidence :

(I) Dirancang berdasarkan randomised controlled trials, meta

analisis, atau systematic review

(II) Dirancang berdasarkan desain cohort atau case control

9

Page 10: STEMI revisi.doc

studies

(III) Dirancang berdasarkan uncontrolled studies atau

consensus

Kategori kekuatan rekomendasi :

(A) Langsung berdasarkan evidence kategori I

(B) Langsung berdasarkan evidence kategori II atau

ekstrapolasi dari evidence kategori I

(C) Langsung berdasarkan evidence kategori III atau

ekstrapolasi dari evidence kategori I atau II

Evidence studi RCT dengan jumlah sampel 38 pasien

yang menganalisis efek nitrogliserin pada arteri koroner

menggunakan angiografi arteri koroner, 15 menit setelah

pemberian nitrogliserin transdermal 10 mg (8 pasien) atau 25 mg

(30 pasien) dan setelah injeksi intrakoronari 2,5 mg ISDN.

Menyimpulkan bahwa nitrogliserin transdermal 25 mg melebarkan

arteri koroner dan berguna untuk sindrom koroner akut dengan

beberapa komplikasi.11

c. Beta Bloker

Mekanisme kerja beta bloker adalah dengan cara inhibisi

kompetitif terhadap efek katekolamin pada reseptor adrenergik-1

sehingga menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah,

penurunan aliran simpatetik pada otak, menurunkan rilis renin,

menurunkan laju jantung dan menurunkan curah jantung.12, 13

Selama beberapa jam pertama setelah terjadinya STEMI

beta bloker dapat mengurangi kebutuhan terhadap oksigen

dengan cara menurunkan heart rate, tekanan arterial sistemik,

dan kontraktilitas myocardial. Jadi, terapi beta-blocker dapat : 1

1) mengurangi besarnya infark dan insiden yang

terjadi karena komplikasi akibat pasien tidak menerima

terapi fibrinolitik

2) mengurangi kecepatan reinfarction pada pasien

yang menerima terapi fibrinolitik

10

Page 11: STEMI revisi.doc

3) mengurangi frekuensi terjadinya ventricular

tachyarryhmias.

Tabel 3 Rekomendasi dosis Beta bloker: 2

Oral beta blocker harus diberikan segera untuk pasien

tanpa kontraindikasi. Beta bloker IV diberikan kepada pasien

STEMI dengan hipertensi, takiaritmia dan tidak memiliki

kontraindikasi. 1

Evidence studi RCT dengan jumlah sampel 45.852 pasien

infark miokard akut, didapatkan bahwa penggunaan beta bloker

pada terapi awal dapat mengurangi infark miokard akut dari infark

kembali dan fibrilasi ventricular, tetapi dapat meningkatkan shok

kardiogenik terutama pada hari pertama diberikan. 14

d. Analgesik

Morfin sulfat direkomendasikan pada pasien dengan

keluhan nyeri menetap atau berulang karena STEMI setelah

pemberian anti iskemik. Dosis morfin sulfat yang

direkomendasikan yaitu dosis awal 4-8 mg IV yang kemudian

dapat ditambahkan 2 mg IV setiap 5-15 menit.15

Morfin memiliki mekanisme kerja dengan cara berikatan

dengan reseptor opioid di CNS, yang kemudian mengubah reaksi

yang timbul di korteks serebral pada saat rasa nyeri diterima

sehingga dapat menghambat timbulnya rasa nyeri. 15

Efek samping yang mungkin terjadi dari pemberian morfin

adalah hipotensi, efek ini dapat diminimalisasikan dengan

menjaga pasien agar tidak berbaring jika tekanan sistolik

11

Page 12: STEMI revisi.doc

menurun dibawah 100 mmHg, agar tidak terjadi udem paru.

Penggunaan atropin pada dosis 0,5-1,5 mg secara IV dapat

membantu untuk mengurangi terjadinya efek vagomimetik

(hipotensi atau bradikardia). Pemberiaan fenotiazin ditujukan

pada pasien yang mengalami efek samping yang potensial terjadi

pada pemberian morfin dosis tinggi. Sedangkan penggunaan

Naloxone 0,1-0,2 mg IV, dapat diberikan jika terjadi efek samping

depresi pernapasan pada penggunaan morfin. 1

Evidence studi RCT dengan jumlah 265 pasien

menggambarkan perbandingan metoprolol (N=130) dan analgesik

morfin (N=135) pada pasien yang diduga infark miokard akut

setelah diberikan metoprolol. Kelompok morfin atau metoprolol

dapat mengurangi intesitas nyeri, namun pada penggunaan

morfin, penurunan intesitas nyeri lebih cepat terjadi dalam waktu

80 menit pertama setelah pemberiaan morfin. 16

e. Antiplatelet

Mekanisme kerja aspirin sebagai antiplatelet adalah untuk

menekan produksi prostaglandin dan tromboksan karena

inaktivasi ireversibel dari enzim siklooksigenase (COX). Inhibisi

terhadap tromboksan akan menghambat agregasi platelet, jadi

aspirin dapat digunakan untuk profilksis trombosis koroner dan

serebral. 12, 13

Dosis aspirin 162-325 mg diberikan pada hari pertama

STEMI pada penderita yang tidak memiliki kontraindikasi,

dilanjutkan dosis harian 72-162 mg. Thienopyridine (Clopidogrel)

diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima aspirin karena

hipersensitivitas terhadap aspirin atau intoleransi gastrointestinal.1

Evidence studi meta analisis menggambarkan

penggunaan aspirin berpotensi mencegah meningkatnya risiko

kejadian oklusi vaskuler yang meliputi infark miokard akut atau

stroke iskemik, unstable atau stable angina, miokardia infark,

stroke atau serebral iskemik, penyakit arteri perifer, atau atrial

fibrilasi. Dosis aspirin yang digunakan adalah 75-150mg per hari

12

Page 13: STEMI revisi.doc

merupakan dosis yang digunakan untuk jangka panjang, tetapi

dalam kondisi akut, dosis yang digunakan minimal 150mg.17

f. Antikoagulan

Unfractionated heparin (UFH) merupakan

glikosaminoglikan yang terbentuk dari rantai polisakarida dengan

berat molekul antara 3000-30000. Rantai polisakarida ini akan

mengikat antritrombin III dan mempercepat proses hambatan

antitrombin III terhadap trombin dan faktor Xa. UFH intravena data

diberikan dengan dosis 60 U/kg secara bolus, maksimum 4000 U

IV bolus; diikuti dengan infus 12 U/kg/jam, dengan dosis

maksimum 1000 U/jam. 1

Low Molecular Weight Heparin (LMWH) harus digunakan

pada pasien setelah STEMI yang berisiko tinggi terjadi emboli

sistemik (miokard infark anterior, atrial fibrilasi, pernah terjadi

emboli sebelumnya, terbentuknya trombus pada ventrikel kanan,

atau syok kardiogenik). 1

Pada pasien STEMI yang tidak menjalani terapi reperfusi

dan yang tidak memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulan

dapat diobati dengan UFH secara intravena/subkutan atau

dengan LMWH secara subkutan selama 48 jam. 1

Evidence studi meta analisis pada kelompok yang

mendapatkan intervensi PCI, LMWH menurunkan kematian [RR

(95% Cl) = 0,51 (0,41-0,64), P <0,001, ARR = 3%] dan

pendarahan besar [RR (95% CI) = 0,68 (0,49-0,94), P = 0,02,

ARR = 2,0%] dibandingkan dengan UFH. 18

g. Penghambat Renin Angiotensin – Aldosteron Sistem

ACEI diberikan secara oral selama masa pemulihan

STEMI dilanjutkan dalam waktu jangka panjang. ARB diberikan

pada pasien STEMI yang intoleran ACEI dan memiliki tanda klinis

atau radiologi gagal jantung atau LVEF <0,40, valsartan dan

candesartan merupakan golongan ARB yang direkomendasikan 1

Evidence studi meta analisis dengan 147020 pasien

dengan intervensi placebo dan angiotensin reseptor bloker, jika

13

Page 14: STEMI revisi.doc

dibandingkan dengan placebo, ARB dapat menurunkan resiko

stroke dan gagal jantung19

h. Reperfusion

Reperfusi dapat dilakukan dengan cara 1

1) Fibrinolitik

2) Percutaneous coronary interventions (PCI)

3) Coronary artery bypass graft (CABG)

Tujuan medis reperfusi adalah untuk memfasilitasi

pemulihan pada arteri yang mengalami infark dengan cepat

dengan tindakan seperti door-to-needle yang dimulai dengan

fibrinolitik dalam waktu 30 menit pertama atau door-to-balloon

untuk PCI, diberikan pada 90 menit pertama.1

Terapi reperfusi diindikasikan pada semua pasien dengan

riwayat nyeri dada < 12 jam dan dengan keadaan persistent ST

elevasi atau diduga terdapat left bundle-branch block. Terapi

reperfusi harus dipertimbangkan jika ada bukti klinis dan atau

bukti ECG selama iskemia berlangsung, atau jika pasien

merasakan gejala klinis lebih dari 12 jam. 15

Terapi farmakologi yang mendukung reperfusi juga harus

diberikan seperti penggunaan antiplatelet dan antikoagulan.

Kombinasi terapi ini diberikan dengan tujuan untuk membatasi

terjadinya iskemia otot jantung, meningkatkan pemulihan otot

jantung dan mengurangi terjadinya risiko serangan ulang.20

Berikut adalah pemakaian antiplatelet dan antikoagulan dalam

reperfusi :

Tabel 4 Pemberiaan antiplatelet selama reperfusi dengan PCI

Antiplatelet Terapi

Aspirin 150–325 mg oral atau dosis 250–

500 mg IV. 15

Clopidogrel Dosis awal 300-600 mg dan dosis

pemeliharaan 75 mg perhari oral

selama 12 bulan. 15

GPIIb/IIIa inhibitors-

Abciximab

Dosis awal 0.25 mg/kg IV bolus dan

dosis pemeliharaan 0.125 mcg/kg 14

Page 15: STEMI revisi.doc

per menit (maksimal 10 mcg/menit

selama 12 jam).15

Tabel 5 Pemberiaan antikoagulan selama reperfusi dengan PCI

Antikoagulan Terapi

Heparin Pasien direncanakan mendapat IV

GPIIb/IIIa antagonis target activated

clotting time (ACT) 200-250 detik

mendapat heparin dengan dosis 50-

70 U/kg bolus. 20

Pasien tidak direncanakan

mendapatkan IV GPIIb/IIIa

antagonis target ACT 250-300 detik

untuk Hemotec dan 300-350 detik

untuk Hemochron dan mendapat

heparin dengan dosis 70-100U/kg

bolus.20

Tabel 6 Pemberiaan antiplatelet selama reperfusi dengan

Fibrinolitik

Antiplatelet Terapi

Aspirin 150–325 mg oral atau dosis 250–

500mg IV. 15

Clopidogrel Dosis awal 300 mg jika umur ≤75

tahun dan 75 mg jika umur ≥ 75

tahun. 15

GPIIb/IIIa inhibitors-

Abciximab

Dosis awal 0.25 mg/kg IV bolus dan

dosis pemeliharaan 0.125 mcg/kg

per menit. (maksimal 10 mcg/menit

selama 12 jam).15

Tabel 7 Pemberiaan antikoagulan selama reperfusi dengan

Fibrinolitik

Antikoagulan Terapi

15

Page 16: STEMI revisi.doc

Enoxaparin Pasien umur ≤75 tahun dengan

serum kreatinin < 2.5 mg/dL pada

laki-laki dan < 2 mg/dL pada

perempuan: dosis awal 30 mg

secara IV bolus diikuti 15 menit

kemudian 1 mg/kg setiap 12 jam

subkutan.15

Pasien umur ≥ 75 tahun : dosis awal

0.75 mg/kg dengan maksimal 75

mg pada pemberiaan kedua

(subkutan). Pasien yang klirens

kreatinin ≤ 30mL/min, tanpa

memperhatikan usia, dosis

(subkutan) dapat diulang tiap 24

jam. 15

Heparin Dosis awal 60 U/kg secara IV bolus

dengan dosis maksimal 4000 U,

diikuti infus IV 12 U/kg setiap jam

(dengan maksimal dosis 1000

U/jam) untuk 24- 48 jam.15

Monitoring activated partial

thromboplastin time (aPTT) : 50-70

detik ( setiap 3,6,12 dan 24 jam). 15

Fondaparinux Jika serum kreatinin <3 mg/dL:

dosis awal 2.5 mg secara IV diikuti

s.c. dosis 2.5 mg/hari (sampai 8

hari). 15

1. Fibrinolitik

Terapi fibrinolitik dapat diberikan ketika tidak tersedia

fasilitas reperfusi dengan PCI dan pasien tidak kontraindikasi

mendapatkan terapi tersebut. Keadaan pasien yang kontraindikasi

dengan terapi fibrinolitik : 15

16

Page 17: STEMI revisi.doc

a. Stroke hemoragik

b. Iskemik stroke (6 bulan sebelumnya)

c. Trauma CNS (Central Nervous System) atau neoplasma

d. Melakukan pembedahan (3 minggu sebelumnya)

e. Pendarahan Gastrointestinal (satu bulan sebelumnya)

f. Gangguan pendarahan

g. Pembedahan aorta

Tabel 8 cara pemakaian dan perbandingan agen fibrinolitik :15

Fibrinolitik Dosis terapi Fibrinogen

depletion

Reaksi

Alergi

Potensi

rata-rata (90

menit

pertama)

Streptokinase

(SK)

1,5 juta unit IV selama

30-60 menit

Marked Ya 50%

Alteplase

(t-PA)

15 mg IV

0,75 mg/kg BB selama

30 menit kemudian 0,5

mg/kg BB selama 60

m3nit IV (total dosis

tidak lebih dari 100 mg)

Mild Tidak 75%

Reteplase

(r-PA)

10 U + 10 U IV bolus

diberikan secara

terpisah

Moderate Tidak 7%

Tenecteplase

(TNK-tPA)

dosis tunggal IV bolus

sebagai berikut:

30 mg jika <60 kg

35 mg jika 60 sampai

<70 kg

40 mg jika 70 sampai <

80 kg

45 mg jika 80 sampai <

90 kg

Minimal Tidak 75%

17

Page 18: STEMI revisi.doc

50 mg jika > 90 kg.

Data dari The Global Use of Strategies to Open Occluded

Coronary Arteries menunjukkan bahwa penggunaan alteplase dan

reteplase (diberikan secara bolus) dengan heparin IV merupakan

terapi yang efektif pada pasien yang pertama kali mendapat

reperfusi koroner dibandingkan dengan fibrinolitik streptokinase.

Penggunaan alteplase reteplase bermanfaat pada pasien yang

baru pertama kali merasakan nyeri dada atau gejala STEMI

dengan daerah infark yang cukup besar dan memiliki resiko ICH

(intracerebral hemorrhage) rendah.21,22

Evidence studi meta analisis pada 6000 pasien yang

diacak menggunakan terapi fibrinolitik pada saat sebelum di

rumah sakit atau di rumah sakit, menunjukkan hasil yang

signifikan yaitu mengurangi kematian sebanyak 17 %. 23

2. Percutaneous coronary interventions (PCI)

PCI merupakan tindakan reperfusi invasif dengan balon

angioplasti dengan atau tanpa pemasangan stent yang

mendukung terapi farmakologis untuk mencegah trombosis1.

Pasien yang direkomendasikan mendapatkan PCI adalah pasien

yang kontraindikasi mendapat fibrinolitik, ketidakstabilan

hemodinamik atau elektris, dan gejala iskemik yang persisten. 20

Pasien yang datang dengan gejala klinis STEMI dan bukti

ECG terdapat ST elevasi atau diduga terdapat left bundle-branch

block, segera direkomendasikan untuk mendapatkan reperfusi

dengan PCI (jika terdapat fasilitas PCI di rumah sakit). PCI

diberikan kurang dari 90 menit pertama (sejak pasien datang ke

rumah sakit) atau kurang dari 2 jam (sejak pasien merasakan

gejala klinis STEMI). Namun jika tindakan PCI tidak dapat

dilakukan < 2 jam (sejak pasien merasakan gejala klinis STEMI),

reperfusi fibrinolitik harus segera mungkin diberikan dengan waktu

< 30 menit pertama (sejak pasien dating ke rumah sakit).

Pemeriksaan ulang hasil ECG juga harus dilakukan setelah 90

18

Page 19: STEMI revisi.doc

menit Terapi fibrinolitik, untuk memastikan apakah reperfusi yang

diberikan cukut adekuat atau tidak. Reperfusi fibrinolitik juga

harus segera diberikan pada pasien yang diindikasikan

mendapatkan tindakan PCI tetapi tidak tersedia fasilitasnya. Jika

dengan terapi fibrinolitik tidak berhasil maka pasien harus segera

mendapatkan Rescue PCI segera mungkin, dalam waktu kurang

dari 12 jam pertama sejak pasien merasakan gejala klinis

STEMI.15

Rescue PCI adalah tindakan PCI yang dilakukan pada

arteri koroner yang masih atau tetap tersumbat meskipun sudah

mendapatkan terapi fibrinolitik. Identifikasi gagalnya terapi

fibrinolitik masih menjadi masalah yang sulit ditegakkan, namun

jika ≤ 50% perubahan ST-segmen elevasi dari keadaan awal

(keadaan ST-elevasi tertinggi) setelah 60-90 menit fibrinolitik

dapat dijadikan tanda gagalnya terapi fibrinolitik. 15

Evidence studi meta analisis dari RCT dengan jumlah 1177

pasien yang mendapatkan fibrinolitik yang dievaluasi selama 6

bulan, menggambarkan bahwa Rescue PCI tidak signifikan dapat

mengurangi mortalitas (RR 0,69), tetapi signifikan dapat

mengurangi gagal jantung (RR 0,73) dan kejadian infark kembali

(RR 0,58) jika dibandingkan dengan terapi konservatif

(pengulangan terapi fibrinolitk). Pemberian terapi fibrinolitik yang

kedua tidak signifikan mengurangi mortalitas (RR 0,68) atau

kejadian infark kembali (RR 1,79). Rescue PCI (RR 4,58) dan

terapi konservatif (pengulangan terapi fibrinolitk) (RR 1,84) dapat

meningkatkan resiko pendarahan minor. 24

19

Page 20: STEMI revisi.doc

Gambar 6. Skema Strategi Reperfusi

Keterangan :

* door-to-balloon time untuk PCI, diberikan kurang dari 90

menit pertama (sejak pasien datang ke rumah sakit) atau

kurang dari 2 jam (sejak pasien merasakan gejala klinis

STEMI). 15

**Rescue PCI : Dilakukan saat gagal fibrinolitik. 15

*** Angiography : Dilakukan jika ada kemungkinan bahwa

terapi fibrinolisis berhasil (terjadi perubahan gelombang ST

sebesar 50% pada 60-90 menit pertama, hilangnya nyeri

dada). 15

Evidence meta analisis dari sembilan RCT dengan

jumlah pasien 4433 pasien, menggambarkan bahwa PCI

dengan pemasangan stent jika dibandingkan dengan balon

20

Page 21: STEMI revisi.doc

angioplasti (PCI tanpa stent) tidak dapat menurunkan

mortalitas namun dapat mengurangi kerusakan kembali

pembuluh darah dan revaskularisasi pembuluh darah.25

3. Coronary Artery Bypass Graft (CABG)

CABG adalah salah satu tindakan invasif dari penyakit

sindrom koroner akut dengan cara membuat saluran baru

menggunakan pembuluh arteri atau vena yang melewati

bagian arteri koroner yang mengalami penyumbatan. CABG

diindikasikan saat pasien tidak berhasil dengan tindakan PCI,

kontraindikasi dengan tindakan PCI, syok kardiogenik, atau

komplikasi mekanik seperti ruptur ventrikel, akut mitral

regurgitation, atau defek septum ventrikel. Tindakan CABG

mempunyai resiko kegagalan, hal ini ditandai dengan

terjadinya miokard iskemik. 26,27

Evidence studi meta analisis yang membandingakan

tindakan PCI dengan multi stent (N= 1518) dengan CABG (N=

1533), setelah satu tahun di evaluasi, sebanyak 8,7%

kelompok PCI dan 9,1% kelompok CABG dapat mengurangi

kejadian kematian, infark mikord dan stroke. Pengulangan

prosedur revakularisasi lebih sering dialokasikan pada

kelompok PCI (18%) dibandingkan dengan kelompok

intervensi CABG (4,4%). 28

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder baik dengan terapi farmakologi

maupun non farmakologi dilakukan pada pasien yang sudah

melewati masa akut STEMI dengan tujuan untuk mengatasi faktor

resiko dan mencegah terjadinya serangan ulang. 1

a. Terapi non farmakologi

1) Manajemen Berhenti Merokok

Pasien STEMI yang memiliki riwayat merokok dan dalam

masa pemulihan harus berhenti merokok dan

menghindari paparan asap rokok (Level of Evidence: B). 1

2) Manajemen Berat Badan

21

Page 22: STEMI revisi.doc

Indeks masa tubuh yang dijadikan target berkisar 18,5-

24,9 kg/m2. Target lingkar pinggang kurang dari 40 inci

pada pria dan 35 inci pada perempuan (Level of

Evidence: B).1

3) Aktifitas Fisik

Pasien pasca STEMI harus dimotivasi untuk melakukan

aktifitas fisik minimal 30 sehari atau setidaknya 3-4 kali

per minggu (berjalan, bersepeda dan lainnya) (Level of

Evidence: B). 1

b. Terapi farmakologi

1) Antiplatelet

Antiplatelet diberikan untuk mencegah serangan ulang.

Aspirin diberikan saat pasien dalam masa pemulihan

STEMI dengan dosis 75-162 mg atau klopidogrel (jika

pasien intoleransi dengan aspirin) dengan dosis 75 mg

(Level of Evidence: A). 20

2) Kontrol Tekanan Darah

a) Target tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan

kurang dari 130/80 mmHg untuk pasien dengan

diabetes atau gagal ginjal kronis (Level of Evidence:

B). 1

b) Modifikasi gaya hidup (pengendalian berat badan,

diet, aktivitas fisik, dan pembatasan natrium) dimulai

pada semua pasien dengan tekanan kurang dari

120/80 mm Hg (Level of Evidence: B).1

3) Manajemen Kadar Lemak

a) Diet yang rendah lemak jenuh dan kolestero (Level of

Evidence: A). 1

b) Konsumsi makanan yang mengandung asam lemak

omega-3, buah-buahan, sayuran, serat, dan biji-bijian

harus ditingkatkan (Level of Evidence: A). 1

c) Asupan kalori harus seimbang dengan kebutuhan

energi (Level of Evidence: A). 1

22

Page 23: STEMI revisi.doc

d) Target kadar LDL kurang dari 100 mg/dL (Level of

Evidence: A). 1

e) Pasien dengan kadar LDL-100 mg/dL atau lebih dapat

direkomendasikan menggunakan obat golongan statin

atau golongan fibrat (Level of Evidence: B). 1

f) Latihan fisik atau olahraga, menurunkan berat badan

dan berhenti merokok (Level of Evidence: B). 1

g) Evidence studi cohort prospektif dengan pasien 5528

yang menerima statin dan 14071 tidak menggunakan

statin saat keluar dari rumah sakit, menggambarkan

bahwa pada tahun pertama angka kejadian kematian

sebanyak 9,3% (kelompok tidak menggunakan statin)

dan 4,0 % (kelompok statin).29

4) Manajemen Diabetes

Perubahan pola hidup dan penggunaan obat antidiabetes

ditujukan untuk mencapai kadar < 7% (Level of Evidence:

B). 1

Evidence penelitian RCT yang dilakukan selama 10 tahun

dengan intervensi perubahan pola hidup menunjukkan

cost-effectiveness dalam manajemen diabetes30

23