Status Ujian Saraf
-
Upload
advent-manek -
Category
Documents
-
view
248 -
download
5
description
Transcript of Status Ujian Saraf
KASUS DAN TINJAUAN PUSTAKA
STROKE INFARK
Oleh
Wicaksono Harry
030.09.266
Adventisia Maria Natalia
11.2013.157
Viane Michelle
11.2014.225
Pembimbing
dr M.Rowi, SpS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA
RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN UDARA DR ESNAWAN ANTARIKSA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
Jl. Merpati No.2, Halim Perdanakusuma Jakarta Timur-13610
I. IDENTITAS PASIEN
Nama: Tn TJenis Kelamin: Laki-laki
Umur : 46 tahunAgama: Islam
Pekerjaan: Karyawan swastaPendidikan: SMA
Alamat: -Status Menikah: Menikah
II. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis tanggal 30 April 2015, pukul 15.00 WIB
Keluhan Utama: Badan sebelah kiri lemas sejak 18 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
OS datang dengan keluhan badan sebelah kiri tiba-tiba lemas dan bicara pelo sejak 18 jam SMRS. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pusing, muntah, dan demam disangkal .
Riwayat Penyakit Dahulu:
OS tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi grade II dan DM tipe II sejak beberapa tahun terakhir.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu OS memiliki riwayat hipertensi.
Riwayat Kebiasaan:
OS tidak rutin berolahraga dan memiliki kebiasaan merokok.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Obyektif
Kesadaran: Compos Mentis
GCS: E4V5M6
Tekanan darah: 160/100
Nadi: 84 kali/ menit
Pernapasan: 20 kali/ menit
Suhu: 37oC
Kepala: normocephal
Mata:konjungtiva anemis (-)
Sklera ikterik (-)
THT: dbn
Leher: tidak teraba adanya perbesaran KGB
Thoraks: Cor: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen: Supel, BU (+), NT (-)
Ekstremitas: Akral hangat, udem -/-, sianosis -/-
Status Neurologis
GCS: E4M6V5 = 15, kesadaran compos mentis.
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk: (-)
Laseque: > 70 / > 70
Kernig: > 135 / > 135
Brudzinski I: (-) / (-)
Brudzinski II: (-) / (-)
Saraf Kranialis
N. I (Nervus Olfaktorius)
Kanan
Kiri
Daya pembau
Normosmia
Normosmia
N. II (Nervus Optikus)
Kanan
Kiri
Daya penglihatan
Baik
Baik
Pengenalan warna
Baik
Baik
N. III (Nervus Okulomotorius), N. IV (Nervus Troklearis), N. VI (Nervus Abducen)
Kanan
Kiri
Kedudukan bola mata
Ortoposisi
Ortoposisi
Gerakan bola mata
Baik
Baik
Ptosis
(-)
(-)
Exopthalmus
(-)
(-)
Pupil
Isokor
Bulat
3 mm
RC langsung (+)
RC tidak langsung (+)
Isokor
Bulat
3 mm
RC langsung (+)
RC tidak langsung (+)
N. V (Nervus Trigeminus)
Kanan
Kiri
Membuka mulut
Baik
Baik
Mengunyah
Baik
Baik
Menggigit
Baik
Baik
Sensibilitas
Baik
Baik
Refleks kornea
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. VII (Nervus Facialis)
Kanan
Kiri
Mengangkat alis
Baik
Baik
Mengerutkan dahi
Baik
Baik, tidak simetris
Menutup mata
Baik
Baik
Tersenyum
Baik
Tidak bisa
Menyeringai
Baik
Tidak bisa
Meniup
Baik
Tidak baik
N. VIII (Nervus Akustikus)
Kanan
Kiri
Garputala
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tinnitus
(-)
(-)
Vertigo
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. IX (Nervus Glosoharingeus), N. X (Nervus Vagus)
Suara
Tidak parau
Menelan
Baik
Kedudukan arcus pharing
Simetris
Kedudukan uvula
Simetris, letak tengah
Berbicara
Baik
Refleks muntah
Tidak dilakukan
N. XI (Nervus Acesorius)
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
Baik
Baik
Menoleh
Baik
Baik
N. XII (Nervus Hipoglosus)
Keadaan diam
Tidak terdapat parese
Menjulurkan lidah
Terdapat parese di sisi sebelah kiri
Atrofi
(-)
Fasikulasi
(-)
Badan dan Anggota Gerak
Motorik
Kanan
Kiri
Ekstremitas atas
Kekuatan otot proksimal
Kekuatan otot distal
Tonus
Trofi
Gerakan involunter
5
5
Normotonus
Eutrofi
(-)
3
3
Normotonus
Eutrofi
(-)
Ekstremitas bawah
Kekuatan otot proksimal
Kekuatan otot distal
Tonus
Trofi
Gerakan involunter
5
5
Normotonus
Eutrofi
(-)
3
3
Normotonus
Eutrofi
(-)
Sistem Sensorik
Kanan
Kiri
Raba
(+)
(+)
Nyeri
(+)
(+)
Suhu
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Propioseptif
(+)
(+)
Refleks
Kanan
Kiri
Fisiologis
Biceps
Triceps
Patella
Achilles
(+)
(+)
(+)(+)
(+)
(+)
(+)(+)
Patologis
Babinski
Chaddock
Hoffman
Trommer
Refleks primitif
Sucking
Palmomental refleks
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Keseimbangan dan koordinasi
Cara berjalan: tidak dapat berjalan karena kaki kiri lemas
Tes romberg: tidak dapat dilakukan
Tendem walking: -
Disdiadokokinesis: -
Rebound phenomenon: -/-
Alat Vegetatif
Miksi: baik
Defekasi: baik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 26 April 2015
Hb 14.5Leukosit 10.000
Ht 42Trombosit190.000
Ureum 33Kreatinin 0.81
GDS 247
Laboratorium tanggal 27 April 2015
Hb: 14.5Leukosit: 6900
Hematokrit 42Trombosit: 289.000
Bilirubin total 1 mg/dLBilirubin direk 0.3 mg/dL
Bilirubin indirek 0.7 mg/dLAlkalifosfatase
Protein total 4 g/dLGlobulin 2.6 g/dL
SGOT 12 /LSGPT 17 /L
Kolesterol total: 257Trigliserida 121mg/dL
Ureum: 21Asam urat 3.3 mg/dL
Kreatinin: 0.73GDP 256 mg/dL
Saran pemeriksaan: darah lengkap, gula darah setiap pagi, profil lipid, CT scan
CT Scan Kepala tanpa kontras tanggal 26 April 2015
a. Perifer sulci, Fiss. sylvii dan cysterna normal
b. Tampak lesi hipodens di nucleus caudatus kiri
c. System ventrikel tampak simetris
d. Tak tampak midline shift
e. Differensiasi gray dan white area tak terganggu
f. Pons, CPA dan cerebellum normal
Kesan: Infark nucleus caudatus kiri
V. RESUME
OS datang dengan keluhan badan sebelah kiri tiba-tiba lemas dan bicara pelo. Tidak ada riwayat trauma. Mual (-), muntah (-), demam (-).OS tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. OS tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM. Ibu OS memiliki riwayat hipertensi. OS tidak rutin berolahraga. OS tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, TD 160/100, nadi 84 kali/ menit, pernapasan 20 kali/ menit, suhu 37oC, rangsang meningeal (-), saraf kranialis gangguan pada nervus VII dan nervus XII.
5
3
5
3
Fungsi motorik:
+
+
+
+
Refleks fisiologis:
-
-
-
-
Refleks patologis
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis: Hemiparese sinistra, DM grade II, Hipertensi Grade II
Diagnosis topis: Infark nucleus caudatus kiri
Diagnosis etiologi: stroke infark
VII. DIAGNOSIS BANDING
Stroke hemorhagik
VIII. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa
a. Infus 0,9 % salin 16tpm
b. Pasang jika gangguan menelan atau kesadaran menurun Pencegahan dan mengatasi komplikasi.
c. Citicolin 3x 500 mg
d. Clopidogrel 1x1
e. Vitamin B kompleks
f. Insulin 3x4 unit untuk hiperglikemia
g. Amlodipin 1x 5 mg untuk hipertensinya
Non medika mentosa
Fisioterapi
IX. PROGNOSIS
Ad vitam: ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Stroke merupakan sindroma klinis yang menjadi penyebab kematian nomor dua di dunia setelah serangan jantung. Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Perbandingan antara pria dan wanita yaitu 5 : 4, serta 60% kematian terjadi pada wanita. Kejadian stroke iskemik lebih banyak dari pada stroke hemoragik, yaitu sebesar 80%.1
Stroke merupakan kondisi emergency yang dapat menyebabkan kematian atau dapat menimbulkan defisit neurologis yang bersifat permanen. Dalam menjalankan fungsinya otak kita ditunjang oleh tiga komponen penting yakni pembuluh darah, oksigen dan glukosa, jika terjadi gangguan dari salah satu komponen tersebut, dimana dalam hal stroke ini adalah terdapat gangguan dari pembuluh darah, maka ada bagian dari otak yang mengalami gangguan fungsi. Jika gangguan ini bersifat serius dan berlangsung cukup lama maka dapat menyebabkan kematian sel-sel otak yang diikuti kerusakan permanen dari bagian otak yang terkena tersebut.2 Karena berbagai fungsi gerak dan berbagai macam fungsi tubuh lainnya diatur oleh sel-sel otak maka fungsi-fungsi tersebut juga akan mengalami gangguan atau kerusakan tergantung dari bagian sel otak mana yang terkena.2
DEFINISI
Menurut WHO (1970), stroke adalah gangguan fungsi otak yang mengakibatkan defisit neurologik fokal (atau global), timbul mendadak (akut), berlangsung selama lebih dari 24 jam (atau terkadang berakhir dengan kematian sebelum 24 jam), yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.3
Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang timbul dalam 24 72 jam pertama setelah kematian sel neuron.2
ANATOMI
Gambar 1. Vaskularisasi Otak4
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.3
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.3
FAKTOR RESIKO
Berbagai macam faktor resiko dilaporkan pada patogenesis terjadinya stroke namun faktor usia, hipertensi, merokok, dan diabetes dikatakan sebagai faktor resiko yang mendahului pada semua jenis stroke.2 Penyakit jantung juga banyak didapatkan dalam kaitan dengan stroke iskemik. Faktor resiko terjadinya stroke dapat dibagi dalam:5,6,7
1. Faktor resiko yang tak dapat diubah ("nonmodifiable")
a. Genetik
Riwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan resiko stroke. Peningkatan resiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu: penurunan genetis faktor resiko stroke, penurunan kepekaan terhadap faktor resiko stroke, pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan,interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko kena serangan stroke namun banyak wanita yang meninggal karena stroke. Serangan stroke pada pria umumnya terjadi pada usia lebih muda dibanding wanita, sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Wanita, meski jarang kena stroke, namun serangan itu datang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar. Selain itu, gejala pada wanita sangat berbeda dengan gejala umum, sehingga terabaikan.
c. Usia
Insiden stroke akan meningkat secara eksponensial menjadi dua hingg tiga kali lipat setiap dekade diatas usia 50 tahun dan ada data yang menyebutkan 1 dari 3 orang yang berusia diatas 60 tahun akan menderita salah satu jenis stroke.
d. Ras
Di Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan adanya perbedaan yang berarti dalam hal insidensi untuk semua jenis stroke dan infark serebri lebih besar pada kelompok berkulit hitam. Lebih banyak dijumpai faktor resiko seperti hipertensi dan diabetes pada kelompok berkulit hitam.
2. Faktor resiko yang dapat diubah ("modifiable")
a. Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus akan memacu terjadinya atherosklerosis dan meningkatkan prevalensi faktor-faktor resiko atherogenic seperti obesitas, hipertensi, dan dislipidemia. Diabetes Mellitus ( DM ) memberi resiko relatif bagi terjadinya stroke sebesar 1,5 sampai 3 kali. DM adalah faktor resiko bagi stroke iskemik pada pembuluh darah besar; pada pembuluh darah kecil belum pasti. Diabetes Mellitus mengganggu secara menahun autoregulasi otak sehingga penderita diabetes sangat peka terhadap tekanan perfusi dan juga terhadap timbulnya stroke progresif. Menurut WHO, DM yang terkendali tidak mengurangi insidensi strok, akan tetapi hiperglikemia yang terkontrol dapat mengurangi kerusakan neuron otak pada fase akut stroke
b. Hipertensi
Kurang lebih 70% penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Pada penderita hipertensi, resiko relatif untuk menderita stroke adalah sebesar 1,5 hingga 2 kali. Hipertensi memegang peranan penting dalam patogenesis terjadinya baik perdarahan otak, infark otak, serta mikroangiopati intrakranial namun kurang berpengaruh pada mikroangiopati ekstrakranial. Dampak hipertensi terhadap penyakit pembuluh darah kecil otak akan menyebabkan iskemik otak (91%) atau hematoma otak (72%).
c. Merokok
Dasar patofisiologinya adalah rokok menaikkan kadar fibrinogen darah, hematokrit dan menambah agregasi trombosit dan viskositas darah. Secara keseluruhan resiko relatif stroke pada perokok adalah 1,5 hingga 4 kali dibandingkan dengan bukan perokok.
d. Dislipidemia
Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), Trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein (HDL) dianggap sebagai faktor risiko aterosklerosis.
e. Stres
Stres bisa menyebabkan peningkatan kadar hormon epinefrin yang mengakibatkan naiknya tekanan darah dan denyut jantung sehingga mempermudah kerusakan pada dinding pembuluh darah.
f. Penyakit jantung
Dalam penelitian Framingham pada follow up selama 30 tahun dilaporkan dari 600 kasus stroke dari TIA 60% penderita mempunyai tekanan darah tinggi, 32,7% terdapat PJK sebelumnya, 14,6% dengan gagal jantung kongestif, 14,5% dengan atrial fibrilasi dan hanya 13,6% tidak menunjukkan kelainan diatas.
g. TIA
TIA dan riwayat stroke adalah faktor resiko yang penting bagi stroke, makin sering terjadi TIA, makin tinggi resiko untuk stroke; adanya riwayat stroke lebih besar resikonya dari pada TIA sendiri untuk terjadinya stroke berikutnya.
h. Alkohol
Terdapat bukti-bukti (14 studi dari tahun 1989-1997) bahwa alkohol adalah faktor resiko stroke. Peminum alkohol berat adalah penyandang faktor resiko yang independen bagi semua jenis stroke (Medika Nusantara, 2004). Alkohol berlebihan menambah agregasi trombosit, mengaktivasi kaskade koagulasi, hematokrit dan viskositas darah meningkat, hipertensi, serta penurunan aliran darah ke otak.
i. Riwayat migrain
Beberapa penelitian epidemiologi terdahulu menunjukkan peningatan resiko stroke pada penderita migren. Mekanisme yang mendasari kejadian stroke pada penderita migren adalah kondisi hiperkoagubilitas dan pengurangan aliran darah serebral pada saat fase aura.
j. Kontrasepsi oral
Peningkatan resiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral terutama teramati pada preparat yang mengandung estradiol tinggi (= 50 g). Hasil berbagai penelitian terdahulu tentang hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dan stroke masih sangat kontroversial. Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa peningkatan resiko stroke pada pemakai kontrasepsi oral terutama teramati pada wanita > 35 tahun, perokok sigaret, hipertensi, diabetes, penderita migren, dan wanita dengan riwayat penyakit thromboembolik.
k. Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan obat merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat, termasuk kokain, amfetamin, dan heroin berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Berbagai obat tersebut dapat mengganggu aliran darah, menginduksi vaskulitis, menyebabkan embolisasi, endokarditis infektif, mengganggu agregasi platelet, dan meningkatkan viskositas darah.
l. Malformasi arteriavenosa
AVM adalah kumpulan arteria dan vena abnormal yang saling berhubungan tanpa adanya bed kapiler dan sering mengandung parenkhim neuronal didalamnya. Pembuluhnya secara patologi sangat abnormal, mungkin menebal, mengalami hialinisasi atau mengandung kalsium. Aliran darah melalui kelainan ini sangat kuat hingga mengalihkan darah dari otak sekitarnya dengan akibat defisit neurologis.
KLASIFIKASI
Stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : stroke hemoragik (perdarahan) dan stroke iskemik (iskemik).5
Stroke iskemik secara pathogenesis dapat dibagi menjadi:2
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena thrombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteria serebri media.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umumnya berasal dari jantung.
Di klinik, stroke iskhemik lazim dibagi menjadi:3
1. TIA (Transient Ischemic Attact), semua gejala neurologis sembuh dalam 24 jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit neurologis lokal lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu.
3. PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit neurologis local lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 2 minggu.
4. Progressive Stroke, gejala neurologis bertambah lama bertambah berat
5. Completed Stroke, gejala neurologis dari permulaan sudah amksimal (stabil).
Sedangkan stroke hemoragik, dibagi menjadi:2
Perdarahan intraserebral, yaitu perdarahan di dalam jaringan otak.
Perdarahan subaraknoidal, yaitu perdarahan di ruangan subaraknoid, yang disebabkan oleh karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio-venous malformation (AVM).
Gambar 2. Gambaran stroke hemoragik dan stroke iskemik8
GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS STROKE
Menurut Prof B Chandra, ada perbedaan klinis antara stroke Iskemik dan Perdarahan yang tercantum dalam tabel berikut:3
klinis
stroke iskemik
stroke hemoragik
Permulaan serangan
Sub akut
Akut
Waktu serangan
Bangun pagi
Aktivitas
Tanda peringatan
++
--
Nyeri kepala
+/-
++
Muntah
--
++
Kejang
--
++
Kesadaran menurun
+
++
Bradikardi
Hari ke 4
Sejak awal serangan
Papiledema
--
+
Rangsangan meningeal
--
++
Ptosis
--
++
Lokasi
Kortikal/subkortikal
Subkortikal
Pada kondisi tertentu, tidak bisa dibedakan antara stroke iskemik atau hemoragik hanya berdasar gambaran klinisnya saja.7 Pada kondisi tersebut, dibutuhkan pemeriksaan penunjang CT scan atau MRI yang nantinya dapat ditemukan lesi iskemeik atau hemoragik beserta letaknya, sehingga kedua pemeriksaan tersebut merupakan Gold Standart untuk stroke.5 Namun bila tidak ada peralatan tersebut, bisa digunakan Siriraj Skorring10 dengan rumus:
(2,5 x DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) (3 X TA) 12
Keterangan:
DK : derajat kesadaran, 0=sadar; 1=mengantuk; 2=semi koma/koma
MT : muntah, 0=tidak muntah; 1=muntah;
NK : nyeri kepala, 0=tidak nyeri; nyeri
TD : tekanan darah diastolik
TA : tanda aterom, seperti DM, angina, penyakit pembuluh darah perifer.
0=tidak ada; 1=ada
Bila Skor total > 1 maka stroke perdarahan
Skor total < -1 maka stroke iskemik
PENATALAKSANAAN1
1. Penatalaksaan Umum Stroke Akut
a. Penatalaksanaan diruang gawat darurat
Evaluasi cepat dan diagnosis
Terapi umum (suportif)
Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Stabilisasi nemodinamik (sirkulasi)
Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa). Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga dapat sebagai sarana untuk memasukkan cairan infus. Usahakan CVC 5-12mmHg
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obat vasopressor secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi, norepinerfrin atau epinerfin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg
Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik. Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebab nya.hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
Pemeriksaan awal fisik umum meliputi tekanan darah, pemeriksaan jantung, pemeriksaan neurologi umum awal, derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis
Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien GCS < 9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan tekanan intra kranial. Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intra kranial meliputi :
Tinggikan posisi kepala 20-300
Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi :
Manitol 0,25-0,50gr/kgbb, selam >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi
Kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis insial 1mg/KgBB iv
Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg ). Hipervebtilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif
Paralysis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya ICP dengan cara mengurangi naiknya tekanan intatorakal dan tekanan vena akibat batu, suction, bucking ventilator. Pasien dengan kenaikan kritis TIK sebaiknya diberikan muscle relaksan sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternatif
Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi udem otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi
Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebral
Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti oleh phenitoin loding dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat diICU.Pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat anti epilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan
Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50C. Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (tracheal, darah dan urine) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa CSS harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan EKG, Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematology dan faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urine, analisa gas darah dan elektrolit), bila perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS, dan pemeriksaan radiologi (Rontgen dada dan CT scan)
b. Penatalaksanaan umum diruang rawat
Cairan
h. Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
i. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
j. Balans cairan di perhitungkan dengan mengukur produksi urine sehari ditambah dengan mengeluarkan cairan yang tidak dirasakn (produksi urine sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300ml per derajat celcius pada penderita panas.
k. Elektrolit ( sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dn diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
l. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah
m. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.
Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, oral nutrisi hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan diberikan melalui NGT.
Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi.
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 % dan protein 20-30%.
Apabila kemungkinan pemakaian NGT diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral.
Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obat yang diberikan.
Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut ( aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan.
Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur antidekubitus
Pencegahan DVT dan emboli paru
Pada pasien tertentu yang beresiko menderita DVT perlu diberikan heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid. Perlu diperhatika terjadinya resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral. Pada pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk mencegah DVT pada pasien imolisasi direkomendasikan penggunaan stocking eksternal atau aspirin
Penatalaksanaan medik yang lain
Hyperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia
Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol bisa digunakan
Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
Berika H2 antagonist, apabila ada indikasi
Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK
Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermitten
Rehabilitasi
Edukasi keluarga
Discharge planning
Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut
Pengobatan terhadap hipertensi arteri pada stroke akut. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara kharakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasi
a. Pemberian antikoagulan :
Pemberian antikoagulan (heparin, LMWH atau heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius. Data menunjukan bahwa pemberian dini antikoagulan tidak menurunkan resiko stroke ulang dini, termasuk stroke emboli dan tidak mengurangi resiko memburuknya keadaan neurologik. Pada keadaan tertentu dapat diberikan, namun waspadai kemungkinan komplikasi perdarahan.
Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologik atau sebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.Pengobatan antikoagulan dalam 24 jam terhadap pesien yang mendapat rt-Pa intravena tidak direkomendasi. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke iskemik tidak direkomendasi.
Pada beberapa penelitian menunjukkan dosis tertentu unfractioned heparin subkutan menurunkan stroke iskemik ulang secara dini, tetapi dapat meningkatkan terjadinya perdarahan. Karena itu penggunaan unfractioned heparin subkutan tidak direkomendasikan untuk menurunkan mortalitas dan morbilitas atau pencegahan dini stroke ulang. Dosis tinggi LMWH / heparinoids tidak bermanfaat menurunkan merbiditas, mortalitas atu stroke ulang dini pada pasien stroke akut.
Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemerikasaan imaging memastikan tidak ada perdarahan intrakranial primer. Terhadap penderita yang mendapat pengobatan antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar antikoagulan.
Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien stroke akut dengan atrial fibrilasi, walaupun masih dapat diberikan pada pasien yang selektif. Aspirin dan dilanjutkan dengan pemberian walfarin untuk prevensi jangka panjang dapat diberikan warfarin merupakna pengobatan lini pertama pada kebanyakan kasus stroke kardio emboli. Penggunaan warfarin harus hati-hati, karea dapat meningkatkan resiko perdarahan. Oleh karena itu perlu monitor INR paling sedikit 1 bulan sekali. Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli kardiogenik dan mencegah emboli ulang pada keadaan major risk.
Pemberian antikoagulan sesuai dengan pedoman antikoagulan pada stroke iskemik.
b. Pemberian antiplatelet aggrerasi :
Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24- 48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.
Penggunaan aspirin sebagai adjunctive terapi dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik tidak direkomendasi. Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut, tidak dianjurkan. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa tidak dianjurkan
c. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam stroke iskemik akut
d. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut.
e. Dalam keadaan tertentu terkadang digunakan vasopresor untuk memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut harus dilakukan pantauan kondisi neurologik dan jantung secara secara ketat
f. Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan resiko serius dan luaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovaskular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan.
g. Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukan hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun pemberian citikolin sampai saat ini masih memberi manfaat pada stroke akut
h. thotracal echocardiography) dan TEE (trans esophageal echocardiography).
Pedoman Antikoagulan Pada Stroke Iskemik
Prevensi
Penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki resiko tinggi untuk emboli otak berulang yang terbukti bersumber dari jantung maupun pembuluh darah besar misalnya :
Fibrilasi atrium non valvuler
Thrombus jantung
Trombus mural dalam ventrikel kiri
Infark miokard baru
Katup jantung buatan
Trombus pada lumen arteri karotis
Diseksi karotis dengan trombus
Hiperkoagulasi
Sindrom fospolipid
Plaque dengan trombus
Penderita stroke iskemik dengan trombosis vena dalam emboli paru, berbaring lama dengan paresis berat.
Terapi
Trombosis vena serebral
Trombosis vena dalam pasca stroke
Stroke tromboemboli
Stroke iskemik dengan sindrom hiperkoagulasi
Stroke vertebrobasilar
Kontra-indikasi
Kontraindikasi mutlak
Perdarahan intrakranial
Gangguan hemostasis
Ulkus peptikum aktif
Perdarahan traktus gastrointestinal lainnya
Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
Defisiensi AT III
Kontraindikasi relatif :
Infark luas dengan pengeseran garis tengah
Hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200mmHg diastolik >120 mmHg)
Ulkus peptikum tidak aktif/aktif
Riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan
Riwayat idiosinkrasi dan hipersensitif terhadap antikoagulan karena potensial terjadi perdarahan
Varises esofagus
Baru dilakukan tindakan operasi / biopsi
ITP atau thrombocytopenia dengan sebab selain DIC
Penatalaksanaan perdarahan intraserebral
Diagnosis dan penilaiangawat darurat pada perdarahan intrakranial dan penyebabnya
Tatalaksana medis perdarahan intrakranial
Pasien dengan dfisiensi berat faktor koagulan atau trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi faktor koagulasi atau trombosit
Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terakit obat antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan warfarin, tetapi mendapatkan terapi untuk mengganti vitamin K-dependent factor.
Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR
Fresh Frozen Plasma (FFP) 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan darah.
Kegunaan transfusi trombosit masih belum jelas
Untuk mencegah tromboemboli vena, pasien sebaiknya mendapat penumatic intermiitent compression selain dengan stoking elastis.
Setelah penghentian perdarahan, LMWH atau UFH subkutis dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolibvena
Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat 10-50 mg IV dalam waktu 1-3menit
Pemantauan tekanan darah
Penangan rumah sakit dan pencegahan kerusakan otak seunder
Prosedur/ operasi
Penanganan dan pemantauan tekanan intrakranial
Perdarahan intraventrikuler
Evakuasi hematom
Pencegahan perdarahan intrakranial berulang
Rehabilitasi dan pemulihan
Penatalaksanaan perdarahaan subarakhnoid (PSA)
Tatalaksana PSA derajat 1 atau II
Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 300 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit
Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan penilain tingkat kesadaran)
Pasang infus, usahakan euvolemia, monitor ketat sitema kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul.
Tatalaksana PSA derajat III, IV atau V
Manajemen airway, breathing, circulation
Dirawat di ruang intensif atau semiintensif
Paasang ET untuk cegah aspirasi
Cegah perdarahn ulang setelah PSA
Kontrol dan onitor tekanan darah
Istirahat total di tempat tidur
Terapi antifibrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 4 mg iv, kemudian diikuti infus kontinu 1 g/jam atau asam tranexamat loading 1 g iv kemudian dilanjutkan 1 g /6 jam sampai aneurisma tertutup atau 72 jam)
Tindakan operasi aneurisma yang ruptur
Pencegahan dan tatalaksana vasospasme
Beri nimodipin mulai dosis 1-2 mg/jam iv pada hari ke-3 atau oral 60 mg/6jam selama 21 hari
Pengobatan vasospasme serebral mulai dengan penanganan aneurisma yang ruptur, dengan mempertahankan euvolemia
Pengelolaan tekanan darah
Pengelolaan hiponatremia
Tatalaksana kejang
Tatalaksana komplikasi hidrocefalus
Terapi tambahan
Laksantia (pencahar) untuk melunakan feses
Analgesik
Asetaminofen - 1 gr/4-6jam
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau im/6jam
Tylanol dengan kodein
Hindari asetosal
KOMPLIKASI
AKUT
Neurologis: stroke susulan, edema otak, infark berdarah (transformasi hemoragik), hidrosefalus
Non-Neurologis: hipertensi, edem paru, gangguan jantung, infeksi, gangguan keseimbangan elektrolit, hiperglikemia reaktif
LANJUT
Neurolgis: gangguan fungsi luhur
Non-Neurologis: kontraktur, dekubitus, depresi, infeksi
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guidelines Stroke. Jakarta : Perdossi.
2. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular dalam patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-1130
3. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102
4. Wikipedia. 2009. Stroke. http://en.wikipedia.org/wiki/Stroke.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis editor Harsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 59-66
6. Medika Nusantara, 2004. Faktor Resiko Stroke Pada Beberapa Rumah Sakit Di Makassar. Jurnal Medika Nusantara Vol 25 No 1
7. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51Garrison, Susan J. 1996. Dasar-Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik : Stroke. Jakarta : Hipokrates.
8. Anthoni, R & Charles, W . 2002. Aetiology and pathology of stroke. www.pharmj.com/pdf/hp/200202/hp_200202_stroke1.pdf
9. Widjaja, D, 1995. Stroke-Masa Kini dan Masa Yang Akan Datang. Cermin Dunia Kedokteran.No.102.www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13Stroke102.pdf/13Stroke102.html.
10. Poungvarin N, Viriyavejakul A, Komontri C. 1991. Siriraj Stroke Score and Validation Study to Distinguish Supratentorial Intracerebral Haemorrhage from Infarction. BMJ Volume 302, pp: 1565-1567.