Ujian Pasien Saraf

33
1. CEPHALGIA Tabel Karakteristik Cephalgia Cephalgi a Sifat Lokasi Lama nyeri Frekuensi Gejala ikutan Migren tanpa aura Berdeny ut Unilateral/ bilateral 4-72 jam Sporadik, < 5 serangan nyeri Mual muntah , fotofobia,fono fobia Migren dengan aura Berdeny ut Unilateral < 60 menit Sporadik, 2 serangan didahului gejala neurologi fokal 5-20 menit Gangguan visual, gangguan sensorik, gangguan bicara Tension Tipe Headache Tumpul, tekan diikat bilateral 30’ -7 hari Terus menerus Depresi ansietas stress Cluster Headache Tajam, menusuk Unilateral orbita, supraorbital 15-180 menit Periodik 1 x tiap 2 hari – 8x perhari Lakrimasi ipsilateral., rhinorrhoea ipsilatral, miosis/ptosis ipsilatral, dahi & wajah berkeringat Neuralgi a trigemin us Ditusuk -tusuk Dermatom saraf V 15-60 detik Beberapa kali sehari Zona pemicu nyeri

description

PR SARAF

Transcript of Ujian Pasien Saraf

Page 1: Ujian Pasien Saraf

1. CEPHALGIA

Tabel Karakteristik Cephalgia

Cephalgia Sifat Lokasi Lama nyeri

Frekuensi Gejala ikutan

Migren tanpa aura

Berdenyut Unilateral/bilateral 4-72 jam Sporadik, < 5 serangan nyeri

Mual muntah , fotofobia,fonofobia

Migren dengan

aura

Berdenyut Unilateral < 60 menit Sporadik, 2 serangan

didahului gejala neurologi fokal 5-

20 menit

Gangguan visual, gangguan sensorik,

gangguan bicara

Tension Tipe

Headache

Tumpul, tekan diikat

bilateral 30’ -7 hari Terus menerus Depresi ansietas stress

Cluster Headache

Tajam, menusuk

Unilateral orbita, supraorbital

15-180 menit

Periodik 1 x tiap 2 hari – 8x perhari

Lakrimasi ipsilateral., rhinorrhoea ipsilatral,

miosis/ptosis ipsilatral, dahi &

wajah berkeringat

Neuralgia trigeminus

Ditusuk-tusuk

Dermatom saraf V 15-60 detik

Beberapa kali sehari

Zona pemicu nyeri

Page 2: Ujian Pasien Saraf

2. SIRKULUS WILLISI

3. SINDROMA BATANG OTAK

SINDROME WEBER

Sindrome Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang

meliputi kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral, hemiparesis spastik

kontralateral, rigiditas parkinsonism kontralateral, distaksia kontralateral, serta

adanya defisit saraf kranialis yang kemungkinan disebabkan akibat adanya

gangguan pada persarafan supranuklear pada nervus VII, IX, X, dan XII.

Etiologi

Page 3: Ujian Pasien Saraf

Sindrom Weber dapat disebabkan oleh hal sebagai berikut:

1. Penyumbatan pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus

perforantes medialis arteria basilaris.

2. Insufisiensi peredarah darah yang mengakibatkan lesi pada batang otak.

3. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari

thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan

keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan

spongioblastoma dari serebelum.

4. Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.

5. Stroke (perdarahan atau infark) di pedunkulus serebri.

6. Hematoma epiduralis.

7. Tumor lobus temporalis.

Gambar Syndrome Weber

Manifestasi Klinis

Manifestasi yang ditimbulkan dapat dengan mudah dimengerti oleh

karena setiap gejala dan tanda mencerminkan disfungsi sistema sarafi yang

terlibat dalam lesi tertentu. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik

dapat merusak bangunan-bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari

thalamus atau serebelum. Oleh karena proses tersebut berupa pinealoma,

glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum, maka tiap corakan kerusakan

Page 4: Ujian Pasien Saraf

dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan suatu

keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon mengakibatkan timbulnya

hemiparesis atau hemiparesis kontralateral Lesi yang merusak bagian medial

pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparsis yang disertai paresis nervus

okulomotorius ipsilateral. Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan

nama hemiparesis alternans nervus okulomotorius atau Sindroma dari weber.

Lesi pada daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan

timbulnya hemiparesis alternans nervus okulomotorius yang diiringi juga

dengan gejala yang dinamakan oftalmoplegia interneklearis.

Gambar Syndrome weber

Diagnosis

Diagnosis sindroma dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis

tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan, berapa lama keluhan

sudah timbul dan apakah unilateral ataukah bilateral. Pemeriksaan saraf

biasanya dapat dilakukan dan dapat sangat membantu untuk menentukan

adanya sindroma weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius biasanya dilakukan

bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis dan nervus abdusen,

pemeriksaan tersebut terdiri atas:

1. Celah kelopak mata

Kemudian dinilai kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan irisPasien

disuruh memandang lurus ke depan.

Page 5: Ujian Pasien Saraf

2. Pupil

Pada pemeriksaan pupil bagian yang perlu diperiksa adalah (1) ukuran: apakah

normal (diameter 4-5 mm), miosis, midriasis atau pin pont pupil, (2) bentuk:

apakah normal, isokor atau anisokor, (3) posisi: apakah central atau eksentrik,

(4) cahaya diarahkan pada satu refleks pupil: refleks cahaya langsung

reaksi yang tampak untuk kontraksi pupil homolateral, refleks pupil selain

cahaya tidak langsung (konsensual / crossed light refleks) kontraksi

homolateral juga akan tampak kontraksi kontralateral, refleks pasien diminta

melihat jauh kemudian melihat akomodasi-konvergensi ketangan

pemeriksa yang diletakkan 30 cm di depan hidung pasien.

Pada saat melihat tangan pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak

secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak pupil mengecil. Refleks ini

negatif pada kerusakan saraf simpatikus leher, refleks siliospinal refleks

nyeri ini dilakukan dalam ruangan dengan penerangan samar-samar. Caranya

ialah merangsang nyeri pada daerah leher dan sebagai reaksi pupil akan

melebar pada sisi ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda asing pada

kornea atau intraokuler, atau pada cedera mata atau refleks nyeri ini adalah

konstriksipelipis, refleks okulosensorik atau dilatasi disusul konstriksi,

sebagai respons rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya.

3. Gerakan bola mata

Fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata dinilai dengan gerakan bola mata

keenam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial atas dan

medial bawah, cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan

menurut perintah atau mengikuti arah objek.

Kelainan-kelainan yang dapat terjadi :

1. Kelemahan otot-otot bola mata (opthalmoparese/opthalmoplegi) berupa:(1) gerakan terbatas, (2) kontraksi skunder dari anta-gonisnya, (3) strabismus, (4) diplopia

2. dapat terlihat saat melihat ke samping, atas, bawah.Nistagmus (gerakan

bolak-balik bola mata yang involunter).

SINDROM BENEDICKT

Page 6: Ujian Pasien Saraf

Definisi

Sindrom Benedikt merupakan akibat tersumbatnya cabang-cabang

interpedunkularis dari arteri basilaris atau serebralis posterior atau keduanya

pada otak tengah. Ini digambarkan sebagai suatu kelumpuhan Nervus III

(Okulomotorius) ipsilateral yang disertai oleh tremor kontralateral (cerebelar).

Sebuah tremor berirama (ritmik) pada tangan atau kaki bagian kontralateral

yang ditingkatkan oleh adanya gerakan mendadak atau tanpa disengaja,

menghilang ketika beristirahat. Merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus

red (nukleus ruber) yang menuju keluar dari sisi yang berlawanan pada hemisfer

cerebelum. Bisa juga terdapat hiperestesia kontralateral. Sindrom Benedikt

terjadi bila salah satu cabang dari rami perforantes paramedial arteri basilaris

yang tersumbat, maka infark akan ditemukan di daerah yang mencakup 2/3

bagian lateral pedunkulus cerebri dan daerah nukleus ruber. Maka hemiparesis

alternans yang ringan sekali tidak saja disertai oleh hemiparesis ringan Nervus

III, akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada lengan

dan tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu. Sindrom Benedikt

terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus ruber sesisi yang ikut rusak

bersama-sama radiks Nervus Okulomotorius ialah neuron-neuron dan serabut-

serabut yang tergolong dalam susunan ekstrapiramidal. Maka gejala yang

muncul ialah paralisis Nervus Olulomotorius ipsilateral, ataksia dan tremor pada

lengan sesisi kontralateral. Sindrom benedik merupakan lesi pada area nukleus

red memotong saraf fasikuler dari Nervus III pada saat mereka melewati otak

tengah bagian ventral, beberapa lesi menyebabkan kelumpuhan okulomotorius,

dengan diskinesia (hiperkinesia, ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap

terjadi hanya pada lengan. Sindrom benedik (paramedial midbrain syndrome)

merupakan hasil dari penggabungan dan pelunakan fasikuler dari satu Nervus

Okulomotor pada regio nukleus red ipsilateral. Maka pasien akan mengalami

kelumpuhan N.III tipe perifer dengan diskinesia (hiperkinesia dan ataksia)

kontralateral dan tremor yang menetap pada lengan. Sindrom Benedikt adalah

bila pada otak tengah tingkat kerusakan sampai di nukleus red atau di fasikulus

Nervus III akan menyebabkan kelumpuhan pada Nervus III yang komplit atau

parsial; kerusakan sampai pada nukleus red (diluar dari sisi lain hemisfer

cerebelum) juga akan menyebabkan tremor kontralateral. Sindrom Benedikt

Page 7: Ujian Pasien Saraf

adalah sindrom neurologi paralisis Nervus III karena trauma pada Nervus

Okulomotor dan nukleus red.

Etiologi

Secara umum: adanya lesi pada nukleus ruber dengan adanya oklusi pada

nervus okulomotorius; adanya oklusi pada cabang dari arteri basiler, trauma,

dan perdarahan pada otak tengah, dan keganasan merupakan penyebab yang

paling sering.

Gambaran klinis

Pada mata akan terdapat paralisis homolateral dari nervus

okulomotorius, yang dihubungkan dengan pergerakan konvergensi, elevasi dan

depresi dari mata, juga hilangnya refleks cahaya dan akomodasi. (interupsi saraf

radiks III di dalam otak tengah). Selain itu juga terdapat hiperkinesia secara

unilateral, hemiparesis kontralateral, tremor pada pada bagian ekstremitas atas

(yang meningkat saat aktivitas), hemihipoestesia, dan kehilangan sensibilitas

yang dalam; juga ataxia ipsilateral1.Kelumpuhan Nervus III (Okulomotorius).

SINDROM FOVILLE – MILLARD GUBLER

Hemiplegia alternas akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan

UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah

tingkat lesi, yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang

disarafi oleh nervus abdusens n. VI atau nervus fasialis n. VII.

Etiologi

Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville termasuk juga kedalam

bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom ini disebabkan akibat

terbentuknya suatu lesi vaskuler yang bersifat unilateral. Selaras dengan pola

percabangan arteri-arteri, maka lesi vaskular di pons dapat dibagi ke dalam: (1)

lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes

medialis a. basilaris, (2) lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan

cabang circumferens yang pendek, (3) lesi di tegmentum bagian rostral pons

Page 8: Ujian Pasien Saraf

akibat penyumbatan a. serebeli superior dan (4) lesi di tegmentum bagian

kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan perdarahan sircumferens yang

panjang.

Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes

medialis a. basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi

paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar /

kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut-serabut

pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi

tersebut.

Manifestasi Klinis

Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami

perforantes medialis a.basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala berupa

hemiplegia yang bersifat kontralateral, yang pada lengan bersifat lebih berat

ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka

kelumpuhan seperti yang telah diuraikan tadi akan terjadi pada kedua sisi

bagian tubuh.

Page 9: Ujian Pasien Saraf

Gambar syndrome foville dan millard gubler

Namun jika lesi paramedian terletak pada bagian kaudal pons , maka akar

nervus abdusens juga akan ikut terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat

kelumpuhan LMN m.rektus lateralis, yang membangkitkan strabismus

konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang melanda belahan tubuh

kontralateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralteral berikut dengan

otot-otot yang disarafi oleh n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sisi kontralateral.

Gambaran penyakit inilah yang dikenal sebagai sindrom hemiplegi alternans

nervus abdusens.

Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes pontis yang meluas

ke samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilalui n.fasialis. Sindrom

hemiplegia alternans padamana pada sisi ipsilateral terdapat kelupuhan LMN,

yang melanda otot-otot yang disarafi n.abdusens dan n.fasialis yang disebut

sebagai Sindrom Millard Gubler. Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk

Page 10: Ujian Pasien Saraf

nukleus n.VI ikut terlibat dalam lesi, maka ‘deviation conjugee’ mengiringi

sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan bola mata yang konyugat itu dikenal juga

sebagai Sindrom Foville, sehingga hemiplegia alternans nervus abdusens et

fasialis yang disertai sindrom Foville itu disebut sebagai Sindrom Foville – Millard

Gubler.

SINDROM BASIS PONTIS BAGIAN TENGAH

Penyebabnya adalah oklusi ramus sirkuferensialis brevis dan ramus

paramedianus arteri basilaris. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah

paresis flasid otot-otot pengunyah ipsilateral,hipestesia, analgesia, dan

termanestesia wajah; hemiataksia dan asinergia ipsilateral; hemiparesis spastic

kontralateral.

Gambar Sindrom basis pontis bagian tengah

Page 11: Ujian Pasien Saraf

Gambar Sindrom basis pontis bagian tengah

SINDROM TEGMENTUM PONTIS KAUDALIS

Penyebab sindrom ini adalah oklusi cabang arteri basilaris (ramus

sirkuferensialis longus dan brevis. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah

kelumpuhan nuclear abdusen dan fasialis ipsilateral, nistagmus (fasikulus

longitudinalis medialis), paresis tatapan kearah sisi lesi; hemiataksia dan

asinergia ipsilateral (pedunkulus sereberalis medialis); analgesia dan

termanestesia kontralateral (traktus spinotalamikus lateralis); hipestesia dan

gangguan sensasi posisi dan getar sisi kontralateral (lemniskus medialis);

mioritmia palatum dan faring ipsilateral (traktus tegmentalis sentralis).

Page 12: Ujian Pasien Saraf

Gambar sindrom tegmentum basis pontis kaudale

Gambar Sindrom tegmentum Pontis Kaudale

SINDROM TEGMENTUM PONTIS ORALE

Penyebab sindrom ini adalah oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri

basalis dan arteri sereberali superior. Gambaran klinis yang dapat ditemukan

adalah hilangnya sensasi wajah ipsilateral (gangguan semua serabut N.

trigeminus) dan paralisis otot-otot pengunyah (nucleus motorius N.trigeminus),

hemiataksia, intention tremor, adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris

superior); gangguan semua modalitas sensorik kontralateral.

Page 13: Ujian Pasien Saraf

Gambar sindrom tegmentum pontis orale

Gambar Sindrom Tegmentum Pontis Orale

SINDROM WALLENBERG

Sindrom wallenberg disebut juga sebagai sindrom meduler lateral, yaitu

merupakan suatu penyakit dimana terdapat defisit gejala neurologis karena

cedera pada bagian lateral medula di otak yang mengakibatkan iskemia dan

nekrosis jaringan. Biasanya pada penderita akan tampak gejala seperti mual,

muntah dan vertigo yaitu akibat dari keterlibatan sistem vestibuler.

Etiologi

Sindrom ini paling sering disebabkan oleh oklusi arteri vertebral atau

pada arteri cerebeli posterior inferior (pica) dimana pada bagian lateral medula

oblongata dapat terjadi infark dan menimbulkan lesi sehingga mengganggu

fungsi jaras yang melewati area tersebut. Arteri yang paling sering terkena

adalah a. verteberalis, kemudian diikuti oleh a. cerebelaris posterior inferior,

tengah seperior dan arteri meduler rendah.

Manifestasi Klinis

Page 14: Ujian Pasien Saraf

Sindrom Wallenberg ditandai oleh terjadinya suatu defisit neorologis

yang mempengaruhi ekstremitas pada sisi yang berlawanan (kontralateral) dari

infark dan defisit sensorik yang mempengaruhi wajah dan saraf kranial pada sisi

yang sama dengan infark. Secara khusus, ada hilangnya nyeri dan sensasi suhu

pada sisi kontralateral tubuh dan ipsilateral pada sisi wajah. Gejala klinis

tersebut juga termasuk dalam hal kesulitan menelan (disfagia), bicara cadel

(disartria), ataksia, rasa nyeri pada sisi bagian wajah, vertigo, nystagmus,

diplopia dan mungkin juga terdapat mioclonus pada bagian pallatum mulut.

Gambar Sindrom Wallenberg

Orang yang mengalami kesultan dalam hal menelan (disfagfia) yang

dihasilkan dari keterlibatan nucleus ambigus, serta bicara cadel (dysarthria) dan

kualitas vokal teratur (disfonia). Kerusakan pada tulang belakang nukleus

trigeminus menyebakan tidak adanya rasa sakit pada sisi ipsilateral dari wajah,

serta tidak terdapat refleks kornea.

Pada traktus spinotalamikus terjadi kerusakan, yang mengakibatkan

hilangnya rasa sakit dan sensasi suhu ke sisi berlawanan dari tubuh. Kerusakan

pada otak kecil atau cerebellum pedunculus rendah dapat menyebabkan ataksia.

Kerusakan pada serat hypothalamospinal menganggu sistem saraf simpatik relay

dan memberikan gejala analog dengan sindrom Horner. Nistagmus dan vertigo

yang dapat mengakibatkan jatuh, disebabkan dari keterlibatan daerah inti

Deiter’s dan inti vestibuler yang lainnya. Onset yang biasanya terjadi bersifat

akut. Mioclonus palatal dapat terjadi karena gangguan dari saluran tegmental

pusat.

Page 15: Ujian Pasien Saraf

Gambar Sindrom Wallenberg

SINDROM DEJERINE (SINDROM MEDULARIS MEDIALIS)

Penyebab sindrom ini adalah oklusi ramus paramedianus arteri

vertebralis dan arteri basilaris, umumnya bilateral. Gambaran klinis yang dapat

ditemukan adalah kelumpuhan flasid nervus hipoglosus ipsilateral, hemiplegic

kontralateral (bukan spastic) dengan tanda babinski, hipestesia kolumna

posterior kontralateral (yaitu hipestesia terhadap raba dan tekan), dengan

gangguan sensasi posisi), serta nistagmus (pada kasus terkenanya fasikulus

longitudinalis medialis oleh lesi tersebut).

Page 16: Ujian Pasien Saraf

Gambar Sindrom Dejerine

4. PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK AKUT

Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik

harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.

Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit

darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR,

aPTT, dan saturasi oksigen.

2. Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi

oksigen

Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ ETT, bila >2minggu

dianjurkan trakeostomi

Pada pasien hipoksia sat O2 <95%, diberi suplai oksigen

Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2

Page 17: Ujian Pasien Saraf

b. Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat

diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140mmHg.

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal:

1. Derajat kesadaran

2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

3. Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan

memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama

stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang

mengalami penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

Elevasi kepala 20-30º.

Hindari penekanan vena jugulare

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

Jaga normovolemia

Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,

diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial

1 mg/kgBB IV.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik

serebelar

e. Pengendalian Kejang

Page 18: Ujian Pasien Saraf

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading

dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis,

selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan

diatasi penyebabnya. Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC.

g. Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis,

KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

Penatalaksanaan Stroke Iskemik Akut

1. Pengobatan hipertensi pada stroke akut

2. Pengobatan hiper/ hipoglikemia

3. Trombolisis pada stroke akut

4. Antikoagulan:

Antikoagulan urgent untuk mencegah serangan stroke ulang, menghentikan

perburukan defisit neuro,,memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut

(tidak direkomendasikan untuk stroke hemoragik akut)

Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat, karena

resiko komplikasi perdarahan intrakranial mengingkat

Heparin, LMWH, Heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah

reembolisasi, diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.

KI heparin: infark besar >50%, HT tak terkontrol, dan perubahan

mikrovaskuler otak yang luas

5. Antiplatelet Clopidrogel

aspirin dosis awal 325mg dalam 24-48jam setelah awitan stroke iskemik akut

aspirin jangan diberikan bila akan diberikan trombolitik

6. Citicoline 2x1000mg 3 hari iv lanjut dengan 2x1000 3 minggu oral

Page 19: Ujian Pasien Saraf

i) Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut

Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan

15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama

setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS)

>220 atau tekanan diastolic >120. Pada pasien stroke

iskemik aku, akan diberi terapi trombolitik (rtPA),

tekanan darah diturunkan sehingga TDS ,185mmHg dan

TDD<110mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus

dipantau sehingga TDS <180 DAN tdd <105mmHg

selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat anti

hipertensi yang digunakan adalah labtalol, nitropaste,

nitropusid, nikardipun, atau ditialzem intravena.

Apabilan TDS >180 mmHg atau MAP >130mmHg,

disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan

intracranial, dilakukan pemantauan tekanan intracranial.

Tekana darah diturunkan dengan menggunakan obat

antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten

dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60mmHg.

Apabila TDS>180 mmHg ATAU map >130 mmHg

tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan

intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati – hati

dengan menggunakan obat antihipertensi intravena

kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan

darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau

tekanan darah 160/90mmHg. Pada studi INTERACT

2010, penurunan tekanan darah hingga 140 mmHg

masih diperbolehkan.

Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan

darah pasien.

Pemakaian obat antihipertensi perenteral golongan beta

blocker (labetolol dan esmolol), penyekat kanal kalsium

(nikardipin dan ditialzem) intravena dipakai dalam

upaya di atas.

Page 20: Ujian Pasien Saraf

Hidralasin dan nitropusid sebaiknya tidak dipakai

karena menyebabkan peningkatan tekanan intracranial

meskipun bukan kontraindikasi mutlak.

ii) Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak

direkomendasikan diberikan pada kebanyakan stroke iskemik.

iii) Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia

Hiperglikemia terjadi hampir 60% patient stroke aku

nondiabetess. Hiperglikemia yang terjadi berhubungan

dengan luasnya volume infark dan gangguan kortikal dan

berhubungan dengan buruknya keluaran. Tidak banyak data

nelitian yang menyebutkan bahwa dengan menurunkan

kadar gula darah secara aktif akan memperbaiki keluaran.

Hindari gula darah lebih 180mg/dL, disarankan dengan

infuse saline dan menghindari larutan glukosa dalam 24 jam

pertama setelah serangan stroke.

Hipoglikemia (>50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan

gejala mirip dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan

pemberian bolus dekstrosa atau infus glukosa 10-20%

sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL

Syarat – syarat pemberian insulin :- stroke hemoragik dan

non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM. Bukan stroke

lakunar dengan diabetes mellitus.

Kontrol gula darah selama fase akut stroke dengan

pemberian insulin subkutan mengikut sliding scale. Sasaran

gula darah 80-180mg/dL (80-110 untuk ICU). Standard drip

insulin 100U/100mL 0.9%% NaCl via infuse (1U/mL).

Infus insulin harus dihentikan apabila penderita makan dan

menerima dosis pertama dari insulin subkutan.

Memantau gula darah dengan memeriksa gula darah kapiler

tiap jam sampai pada target dula darah selama 4 jam,

kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah tetap

stabil, infuse insulin dapat dikurangi tiap 4 jam.

Pemantauan tiap jam untuk penderita sakit kritis walaupun

gula darah stabil.

Page 21: Ujian Pasien Saraf

Pemilihan algoritme pmeberian infuse insulin intravena

i) Algoritme 1 : mulai untuk kebanyakan penderita

ii) Algoritme 2 : untuk penderita yang tak dapat dikontrol

dengan algoritme 1, atau untuk penderita dengan

diabetes yang menerima insulin >80U/hari sebagai

outpatient

iii) Algoritme 3: untuk penderita yang tak dapat dikontrol

dengan algoritma 2.

iv) Algoritma 4: untuk penderita yang tak dapat dikontrol

dengan algoritma 3.

Gula darah (mg/dL) Kecepatan infuse insulin (U/jam)

Algoritma

1

Algoritma

2

Algoritma

3

Algoritma

4

< 60 (hipoglikemia)

<70

0 0 0 0

70-109 0.2 0.5 1 1.5

110-119 0.5 1 2 3

120-149 1 1.5 3 5

150-179 1.5 2 4 7

180-209 2 3 5 9

210-239 2 4 6 12

240-269 3 5 8 16

270-299 3 6 10 20

300-329 4 7 12 24

330-359 4 8 14 28

>360 6 12 16 28

v)

Peralihan dari i

Tabel 2. Infus insulin intravena

Peralihan dari insulin intravena ke subkutan

Page 22: Ujian Pasien Saraf

Untuk mencapai glukosa darah pada tingkat sasaran,

berilah dosis short acting atau rapid- acting subkutan 1-2

jam sebelum menghentikan insulin intravena. Dosis insulin

basal dan harus disesuaikan dengan tiap kebutuhan

penderita. Contohnya, bila dosis rata – rata dari IV insulin

1.0U/jam selama 8jam sebelumnya dan stabil, maka dosis

total perhari adalah 24 U. Dari jumlah ini, sebesar 50%

(12U) adalah sekali sehari atau 6U 2x/hari dan 50%

selebihnya adalah prandial, misalnya short-acting (regular)

atau rapid acting insulin 4U sebelum tiap makan (table 3)

Gula darah sebelum

makan (mg/dL)

Dosis insulin (Unit)

Algoritma

dosis rendah

Algoritme

dosis sedang

Algoritme

dosis tinggi

150-199 1 1 2

200-249 2 3 4

250-299 3 5 7

300-349 4 7 10

>349 5 8 12

Tabel 3. Pemberian insulin subkutan

Catatan :

i) Algoritme dosis rendah dipakai untuk pasien yang

membutuhkan <40 U insulin/hari

ii) Algoritme dosis sedang dipakai untuk pasien yang

membutuhkan 40-80 U insulin/hari

iii) Algoritme dosis tinggi dipakai untuk pasien yang

membutuhkan >80 U insulin/hari

Pengobatan bila timbul hipoglikemia (glukosa darah

<60mg/dL)

i) Hentikan insulin drip

ii) Berikan dextrose 50% dalam air (D50W) intravena

- Bila penderita sadar : 25 ml (1/2 amp)

- Bila tak sadar : 50ml (1 amp)

Page 23: Ujian Pasien Saraf

iii) Periksa ulang gula darah tiap 20 menit dan beri ulang

mulai lagi dengan insulin drip bila gula 2 kali >70mg/dL

(periksa 2 kali). Mulai insulin drip dengan algoritma

lebih rendah (moving down).

i) Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah

reologik darah secara karakteristik dengan meningkatkan

tekanan perfusi tidak direkomendasikan.

ii) Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut.

iii) Pemberian antikoagulan

- Bertujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal

- Menghentikan perburukan deficit neurologi

- Tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke

aku sedang sampai berat

- Inisiasi pemberian dalam waktu 24 jam bersamaan

degenan pemberian intravena rtPA tidak

direkomendasikan.

- Secara umum pemberian LMWH atau heparinoid setelah

stroke iskemik akut tidak beramnfaat.

i) Pemberian antiplatelet

- Dosis awal aspirin 325 mg dalam 24 hingga 48 jam

setelah awitan stroke

- Tidak boleh diganti sebagai pengganti tindakan intervensi

akut, yaitu rtPA intravena.

- Jika direncanakan memakai trombolitik, aspirin jangan

diberikan.

- 24 jam setelah diberikan trombolitik, tidak dianjurkan

memberi aspirin sebagai adjunctive terapi.

- Clopidogrel sahaja atau kombinasi dengan aspirin tidak

dianjurkan kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik

seperti non-Q-wave MI, recent stenting, pengobatan harus

diberikan sampai 9 bulan pengobatan.

- Pemberian antiplatlet intravena yang menghambar

reseptor glikoprotein IIb/IIa tidak dianjurkan.

Page 24: Ujian Pasien Saraf

i) Hemodiluasi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume

tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut.

ii) Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan

dalam terapi iskemik akut.

iii) Dalam keadaan tertentu vasopressor terkadang digunakan untuk

memperbaiki aliran darah ke otak. Pada keadaan tersebut,

pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan

secara ketat.

iv) Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut

dapat mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak

menyenangkan. Tindakan endovascular belum menunjukkan

hasilyang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan.

v) Pemakaian obat – obatan neuroprotektan belum menunjukkan

hasil yang efektif sehingga sampai saat ini belum dianjurkan.

Namun sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroe

akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan

dosis 2x1000mg selama 3 minggu dilakukanm dalam penelitian

ICTUS (International Citicholine Trial in Acute Stroke,

ongoing). Selain itu penelitian oleh PERDOSSI secara

multisenter, pemberian plasmin oral 3x500mg pada 66 pasien

di rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek

positif pada penderita stroke akut berupa perbaikan motorik,

score MRS, dan Barthel index.

vi) Cerebral venous sinus thrombosis (CVST)