Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

27
Aktivitas Sistem Saraf Otonom pada Pasien Irritable Bowel Syndrome dengan Predominan- Konstipasi Oleh: Annisa Rizkia Fitri G99131018 Ardiningsih G99131002 Krismawarni Gultom G99131047 Raffika Iezza R. G99131067Namira Octaviyati G99131056 Rizka Fajri A G99131071 Nur Jiwo W. G99131059 Muhammad Aji I. G99131054 Reyhan Pradnya P G99131068Pritania P Putri G99131065

Transcript of Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Page 1: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Aktivitas Sistem Saraf Otonom pada Pasien Irritable Bowel

Syndrome dengan Predominan-Konstipasi

Oleh:

Annisa Rizkia Fitri G99131018

Ardiningsih G99131002

Krismawarni Gultom

G99131047 Raffika

Iezza R. G99131067Namira

Octaviyati G99131056

Rizka Fajri A G99131071

Nur Jiwo W. G99131059

Muhammad Aji I. G99131054

Reyhan Pradnya P

G99131068Pritania P Putri

G99131065

Pembimbing:

Dr. Risono, Sp.S

KEPANTERAAN KLINIK SMF SARAF RS DR

MOEWARDI

Page 2: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS

MARET

SURAKARTA

2014

Page 3: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Ringkasan

Latar Belakang

Mekanisme utama irritable bowel syndrome sebelumnya telah dipercayai menjadi

disfungsi dari poros otak dan usus. Disfungsi system saraf otonom dapat memperbsar

perkembangan dari gejala irritable bowel syndrome dengan mengganggu sensasi

visceral.

Material/metode

13 pasien yang didiagnosis predominan konstipasi pada irritable bowel syndrome dan

30 sukarelawan yang sehat telah dimasukkan ke dalam penelitian. Istirahat dan tes

fungsi system saraf autonomy dan elektrogastrography perkutan telah di lakukan.

Plasma adrenalin, noradrenalin, insulin, ghrelin, aktivitas cholesistokinin telah di

analisa.

Hasil

Peningkatan aktifitas simpatis dengan fungsi parasimpatis yang terganggu

dipertunjukan. Pasien yang secara substansial mempunyai konsentrasi plasma

katekolamin plasma yang tinggi, yang ,menunjukan keseimbangan simpatis yang

berlebihan. Hiperinsulinemia mungkin bisa menjelaskan simpatis yang utama yang

diikuti dengan penurunan motilitas gastrointestinal. Secara abnormal pengurangan

dari titer Grelin dan kolesistokinin dapat mengganggu fungsi dari sumbu otak dan

usus yang mungkin bertanggungjawab atas penurunan motilitas lambung. Pada

elektrogastrografi, secara nyata persentase dari nilai yang lebih rendah lambung

normal yang dipuasakan dan kekuatan utama telah diobservasi. Pasien yang secara

substansial memiliki persentase yang lebih rendah pada gelombang lambat yang

Page 4: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

berpasangan pada kedua periode puasa dan post prandial,yang secara negative

berhubungan dengan tingkat plasma katekolamin. Gangguan aktivitas kelistrikan

pada otot lambung mungkin dihasilkan dari kurangnya keseimbangan antara simpatis-

parasimpatis.

Kesimpulan

Pusat simpatis berpengaruh pada sumbu dari otak dan usus yang paling banyak

bertanggungjawab pada gangguan aktivitas kelistrikan otot pada pasien dengan

irritable bowel syndrome.

Kata kunci

Irritable bowel syndrome, aktivitas system saraf otonom, variabilitas denyut jantung,

aktivitas kelistrikan otot lambung, elektrogastrografi

Page 5: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Latar Belakang

Irritable bowel syndrome adalah kelainan gastrointestinal yang paling umum

dimana fungsi dari usus besar berubah pada hubungan dengan nyeri perut dan

perasaan tidak nyaman pada perut. Prevalensi di seluruh dunia di antara dewasa

melampaui 10%.1 Gejala yang dialami mencapai 50% dari pasien yang dirujuk ke

klinik gastroenterology.2,3 Usia dari onsetnya bervariasi dengan puncaknya pada

dekade ketiga dan keempat kehidupan. Kelainan banyak terjadi pada perempuan

dengan rasio 2:1. Menurut definisi umum yang telah diterima, tanpa mekanis,

biokimia, atau kondisi peradangan yang jelas, menjelaskan adanya gejala irritable

bowel syndrome. Oleh karena itu, irritable bowel syndrome semata-mata berdasar

pada keluhan individu atau pasien karena ketiadaan peringatan gejala (nyeri atau

diare yang dapat membuat terbangun, darah yang terlihat maupun tidak, penurunan

berat badan, demam, dan pemeriksaan fisik yang abnormal).

Patogenesis dari irritable bowel syndrome masih belum terpecahkan sejak

adanya perubahan mekanisme dari fungsi usus yang berhubungan pada beberapa

gejala. Disfungsi utama dari sensoris motoris gastrointestinal pada irritable bowel

syndrome sesuai dengan peningkatan regulasi pada proses neural antara usus dan otak

dan menunjukkan hasil berupa perubahan motilitas usus, sekresi, dan sensasi visceral.

Terdapat juga peningkatan pada system penerimaan impuls, yang merupakan

komponen penting dari sumbu otak dan usus yang mempunyai peran penting juga

dalam perkembangan dari gejala pada respon stress sebagai efek dari kelainan afektif.

System saraf otonom yang menengahi interaksi antara otak dan usus. Serotonin, kunci

mediator dari motilitas usus, sekresi, dan sensasi telah ditemukan untuk menengahi

komunikasi dua arah dari otak dan usus, tapi penelitian telah menunjukkan bahwa

kolesistokinin dan Grelin juga terbawa pada pemberian sinyal usus dan otak. Sejak

1928 ketika Bockus menyarankan bahwa ketidakseimbangan dari system saraf

otonom bertanggungjawab pada irritable bowel syndrome, perhatian telah difokuskan

Page 6: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

pada disfungsi dari system saraf otonom. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

meningkatkan perubahan pada system saraf otonom dan berkorelasi dengan aktivitas

kelistrikan otot lambung pada konstipasi predominan pasien irritable bowel

syndrome.

Metode dan Bahan Penelitian

Tiga puluh pasien (18 wanita, 12 pria : 42,2±14 tahun) dengan konstipasi

predominan irritable bowel syndrome dan tiga puluh sukarelawan yang sehat (19

wanita, 11 pria : 38,9±11,6 tahun) telah dimasukkan ke dalam penelitian (tabel 1).

Untuk mendiagnosis pasien dengan konstipasi predominan pada irritable bowel

syndrome menggunakan kriteria Roma III. Kami menyisihkan pasien dengan diabetes

mellitus, obesitas, alkoholisme, kelainan kardiovaskuler, dan kelainan neurologi,

pengobatan mungkin bertentangan dengan pengukuran variable denyut jantung,

patologi gastrointestinal atau tindakan pembedahan, ginjal, patologi ginekologi yang

mungkin timbul pada gejala irritable bowel syndrome. Kami juga menyisihkan pasien

yang mendapatkan pengobatan spesifik untuk irritable bowel syndrome (sebagai

contoh anti diare, pencahar, anti spasmodic, trisiklik, antagonis reseptor serotonin,

selama 3x atau lebih dalam seminggu).

Semua partisipan yang ikut dalam penelitian telah diberitahu tentang

pemeriksaan yang akan dilakukan dan mereka semua mengisi persetujuan untuk

dilakukan semua pemeriksaan.

Seluruh penelitian telah dilakukan di Departemen Patofisiologi Universitas

Kedokteran Jagellonian. Setelah puasa selama satu malam, aktivitas otonom telah

diperkirakan oleh HRV dengan monitor task force 3041 dan aktivitas kelistrikan otot

lambung telah direkam dengan 4 channel elektrogastrografi pada kondisi dasar dan

setelah pemberian makanan setiap 30 menit telah diukur secara sekaligus pada kedua

kelompok. Dalam rekaman HRV, parameter analisis frekuensi utama: LF - kekuatan

Page 7: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

spektrum frekuensi rendah 0.04 - 0.15Hz; HF - kekuatan spektrum frekuensi tinggi

0,15 - 0.4Hz ; dihitung berdasarkan Fast FourierTransformation (FFT). Dalam

analisis elektrogastrografi parameter yang dievaluasi adalah sebagai berikut :

frekuensi dominan ( DF ) ; kekuatan frekuensi dominan ( DP ) ; persentase normo - ,

bradi - dan takigastria (0,5-2 cpm - bradigastria ; 2-4 cpm- normogastria ; 4,0-9,0

cpm - takigastria), persentase disritmia dan waktu aritmia; dan persentase slow wave

coupling antara saluran 3-4 (% SWC).

Rekaman HRV dalam kondisi istirahat diikuti oleh tes pernapasan dalam

(DBT), yang berlangsung 5 menit. Selain partisipanHRV yang terdaftar, nilai E / I

(rasio terpanjang dan terpendek RR periode selama tes) , DBD (perbedaan

pernapasan dalam, perbedaan antara denyut jantung minimal dan maksimum selama

tes) dan amplitudo RSA (aritmia sinus pernapasan , perbedaan dalam denyut jantung

pada akhir pernafasan dan padaakhirinhalasi)ditentukan .

Uji tilt dilakukan dengan memilih pasien secara pasif di tempat tidur yang

dilengkapi dengan servomotor elektro-hidrolik dengan kemiringan 60 °, dimana

pasien diposisikan secara tetap selama 5 menit, dan setelah itu ia kembali ke posisi

horisontal.17 Digunakan sebuah table tilt elektro-hidrolik bisectional (Manumed,

Enraf Nonius, Belanda). Selama pemeriksaan manuver Valsava pada pasien, pasien

diperiksa setelah istirahat sebelumnya, kemudian menghembuskan nafas ke

mouthpiece dari manometer selama 15 detik, menyebabkan tiang merkuri mencapai

nilai 40 mmHg. Selama dilakukannya seluruh pemeriksaan,

dilakukanregistrasipermanendarielektrokardiografidantekananarteri.

Uji pegangan tangan dilakukan selama 5 menit, dimana pasien yang diperiksa

menggenggam dinamometer dengan kekuatan 30% dari kekuatan kontraksi tangan

maksimum yang dicapai sebelum usaha menggenggam. Tekanan darah diukur terus-

Page 8: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

menerus selama pengujian. Dalam pemeriksaan kami menentukan perbedaan antara

nilai diastolik tekanan darah setelah kontraksi akhir, dan nilai sebelum tes dimulai18,

menggunakan dinamometer hidrolik manual (Jamar, Preston, USA). Kadar hormon

plasma saat puasa diukur pada kedua kelompok. Sampel darah disimpan pada suhu 2-

8° C hingga disentrifugasi untuk memisahkan plasma dalam waktu 2 jam setelah

pengumpulan darah (di 3800g pada 8° C selama 10 menit). Supernatan diaspirasi dan

disimpan selama 6 jam sampai 1 bulan pada suhu -20 ° C sampai dilakukan analisis.

Analisis konsentrasi plasma adrenalin dan noradrenalin yang dilakukan dengan kit

ELISA Adrenalin dan Noradrenalin (CatCombi ELISA, IBL, Jerman, uji sensitivitas

20 pg/ml) untuk sistem otomatis. Analisis konsentrasi plasma ghrelin dilakukan

dengan Human Unacylated Ghrelin ELISA ( BioVendor , USA , uji sensitivitas 0,2

pg / ml) untuk sistem otomatis. Analisis konsentrasi insulin plasma dilakukan dengan

kit INS - EASIA (BioSource Eropa SA, Belgia, uji sensitivitas 0,17 μIU / ml) untuk

sistem otomatis. Analisis kolesistokinin (CCK) dilakukan dengan kit ELISA (Bender

MedSystems, Austria, uji sensitivitas 1,65 ng/ml) untuk sistem otomatis. Semua

analisis dilakukan sesuai dengan instruksi penyedia. Pembacaan penyerapan

dilakukan dengan menggunakan PowerWave ELx800 (BioTek, USA) dengan

panjang gelombang 450 nm. Nilai konsentrasi substansi adalah dilihat dari kurva

yang tergambar untuk konsentrasi hormonstandar yang dinyatakan dalam satuan yang

sesuai. Tes dilakukan dua kali.

Data numerik diberikan sebagai sarana aritmatika dan standar penyimpangan

(x ± SD). Analisis statistik dilakukandengan bantuan dari paket statistik

STATISTICA 8.0 untuk Windows (StatSoft Inc, Tulsa, Oklahoma, USA). Dalam

perhitungan,tes parametrik diterapkan untuk membandingkan nilai temuan rerata

untuk pasien dan kelompok kontrol. Kami menggunakan model IV, yang merupakan

tes dimana statistik (tes fungsi) ' Z ' memiliki distribusi normal, dan critical valueyang

dilihat dari papan. Dalam kasus kurangnya distribusi normal, model III dari pengujian

yang sama, dengan Cochran-Statistik Cox ' C ', menggunakancritical value

Page 9: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

yangdisebutkan, tidak dibaca dari papan . Hipotesis dalamhal ini memiliki bentuk :

null hipotesis H0 : m 1 = m 2 , terhadapalternatif hipotesis H1 : m 1 ≠ m

2.Signifikansi statistik ditetapkan pada p < 0,05. Penilaian hubungan dibuat dengan

bantuan korelasi Pearson. Korelasi

antara parameter HRV, parameter EGG dan katekolamin plasma dievaluasi dengan

menganalisis hubungan antara spektrum daya parameter HRV (LF, ln LF, HF, HF ln)

dan tingkat katekolamin plasma (adrenalin, noradrenalin), serta parameter EGG

(persentase disritmia, DF, DP, SWC) dan tingkat katekolamin plasma.

Tabel 1. Karakteristik pasien dan kontrol

Pasien KontrolJenis kelamin (perempuan/laki-laki)

18/12 19/11

Rerata Rentang SD Rerata Rentang SDUsia (tahun) 42,2 20-68 14,0 38,9 19-56 11,6IMT (kg/m2) 23,8 19,44-

29,413,4 21,5 18,36-

25,631,9

IMT – Indeks Massa Tubuh

Tabel 2. Parameter variabilitas denyut jantung saat istirahat

Parameter HRV Kondisi IstirahatPasien Kontrol

LFnu-RRI [%] 57±13.5 47.7±13.5HFnu-RRI [%] 43±13.5 52.3±13.5VLF-RRI [ms × ms] 1202.1±1594.3 524.2±461.1LF-RRI [ms × ms] 833.2±849.6 1176.7±790.6HF-RRI [ms × ms] 716.1±769.1 1535.3±1359.5PSD-RRI [ms × ms] 2728.6±2310.8 3227±2210.4LF/HF-RRI [1] 2.2±1.8 1.3±1.1LF/HF [1] 1.5±0.9 1.0±0.6

RRI –interval RR; LFnu-RRI – normalises units low frequency; HFnu-RRI – normalised units high frequency; VLF-RRI – heart rate variability – VLF (very low frequency); LF-RRI – heart rate variability – LF (low frequency); HF-RRI – heart rate variability – HF (high frequency); PSD-RRI – power spectral density; LF/HF-RRI – LF/HF ratio

Page 10: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Tabel 3. Parameter Variabilitas denyut jantung pada tes pernafasan dalam

Parameter HRV Tes Pernafasan Dalam

Pasien KontrolLFnu-RRI [%] 83.9±11.8 78.7±17.8HFnu-RRI [%] 16.1±11.8 21.3±17.8VLF-RRI [ms × ms] 333.2±300.5 199.4±129.2LF-RRI [ms × ms] 3450.7±2612.7 4707.9±4845.8HF-RRI [ms × ms] 298.4±223.2 953.2±1177.6PSD-RRI [ms× ms] 4269.3±2921.9 7014.1±7531.7LF/HF-RRI [1] 13.2±10.1 10.7±8.2LF/HF [1] 9.4±7.4 7±5.5

RRI – RR interval; LFnu-RRI – normalises units low frequency; HFnu-RRI – normalised units high frequency; VLF-RRI – heart rate variability – VLF (very low frequency); LF-RRI – heart rate variability – LF (low frequency); HF-RRI – heart rate variability – HF (high frequency); PSD-RRI – power spectral density; LF/HF-RRI – LF/HF ratio.

Tabel 7. Parameter Fasted Elektrogastropati

Parameter Fasted ElektrogastropatiPasien Kontrol

Frekuensi Dominan [cpm] 3.02±0.66 3.0±0.27Kekuatan Dominan (μV × μV)

60675.68±109922.77 60675.68±109922.77

Normogastria (%) 55.35±18.95 85.95±12.26Bradygastria (%) 9.14±7.01 2.62±4.28Tachygastria (%) 6.79±7.02 2.64±3.7Arrhythmia (%) 28.82±13.45 8.5±8.47

DF – dominant frequency; DP – dominant power of dominant frequency

Tabel 8. Parameter Fed Elektrogastropati

Parameter Fed ElektrogastropatiPasien Kontrol

DF (cpm) 2.99±0.55 3.12±0.3DP (μV × μV) 93225.19±184659.15 147460.6±144437Normogastria (%) 62.11±18.71 87.14±9.02Bradygastria (%) 8.92±7.21 2.78±4.09Tachygastria (%) 8.9±7.06 4.86±4.48Arrhythmia (%) 20.05±11.03 5.21±5.93

DF – dominant frequency; DP – dominant power of dominant frequency

Page 11: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Tabel 9. Rerata persentasi slow wave coupling

SWC [%]Pasien Kontrol

Fasted 55.99±9.46 77.44±11.89Fed 62.46±12.63 82.65±10.78

SWC – slow-wave coupling.

HASIL

Parameter variabilitas denyut jantung pada saat istirahat lebih rendah pada pasien LBS jika dibandingkan dengan grup kontrol: LF=– 833.2±849.6 vs. 1176.7±790.6 ms2; HF – 716.1±769.1 vs. 1535.3±1359.5 ms2; yet LF/ rasio HF-RRI lebih tinggi pada grup pasien 2.2±1.8 vs. 1.3±1.1; p<0.05, respectively (Table 2).

Pada tes pernafasan dalam nilai denyut jantung lebih rendah dibandingkan kondisi istirahat dengan perubahan keseimbangan autonomic terhadap nilai LF/HR= peningkatan RRI pada kedua grup ( Tabel 3).

Tabel 4. Indeks aktifitas otonom sistem saraf

Indeks ANSTes ANS Parameter Pasien KontrolTes Pernafasan Dalam

E/I 1.25±0.13 1.27±0.05DBD 207.33±96.04 230.8±52.29

Manuver Valsava VR 1.47±0.29 1.41±0.21Tes Tilt 30/15 1±0.09 1.23±0.14Tes Hand grip ∆Tekanan Darah

Sistolik23.03±16.2 20.33±6.42

E/I – inspiratory to expiratory ratio of the longest and the shortest RR interval; DBD – deep breathing difference; VR – valsalva ratio; BP – blood pressure

Tabel 5. Konsentrasi Katekolamin Plasma

KatekolaminPasien Kontrol

Adrenaline [nmol/l] 7.67±8.19 0.38±0.19Noradrenaline [nmol/l] 38.76±29.63 1.68±0.63

Tabel 6. Konsentrasi hormon usus plasma

Page 12: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Hormon UsusPasien Kontrol

Grelin [pg/ml] 187.39±104.02 257.49±88.04Kolesistokinin [ng/ml] 0.23±0.13 3.28±1.79Insulin [IU/ml] 14.87±13.7 7.87±2.6

Analisa dari index aktifitas ANS menunjukkan nilai abnormal dari rasio 30/15 pada grup pasien (p<0.05) mengindikasikan disfungsi parasimpatis (Tabel 4). Nilai index sisanya ada di dalam rentang normal. Beberapa hasil menunjukkan indikasi kerusakan ANS akhir-ahir ini.

Level adrenalin dan noradrenalin pada plasma puasa pada pasien IBS lebih tinggi = 7.67±8.19 9 vs. 0.38±0.19 nmol/L dan 38.76±29.63 vs. 1.68±0.63 nmol/L (Tabel 5)

Pada pasien IBS dengan grelin yang rendah n (187.39±104.02 vs. 257.49±88.04 pg/ml) dan kolesistokinin (0.23±0.13 vs. 3.28±1.79 ng/ml) dimana konsentrasi plasma diamati. Konsentrasi insulin secara substansial lebih tinggi pada pasien (14.87±13.7 vs. 7.87±2.6 µIU/ml), p<0.05, respectively (Table 6).

Page 13: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Pembahasan

Irritable bowel syndrome ditandai oleh nyeri pada lapang abdomen dan

ketidakteraturan pada defekasi. Saat ini mekanisme utama di balik IBS

dipertimbangkan untuk menjadi disfungsi dari sumbu otak dan usus yang

berhubungan dengan terganggunya aktivitas saluran pencernaan, sensitivitas visceral

dan respon neuroimunologi dari usus yang terganggu.

Pada tahun 1928 hipotesis telah diajukan bahwa disfungsi dari saraf otonom

dapat berkontribusi pada manifestasi yang telah diobservasi pada IBS. HNS

menengahi komunikasi antara otak dan saluran cerna, memodulasi dan

mengkoordinasi motoric, fungsi sekretori dan imunologi, dan saluran pencernaan.

Meningkatnya simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis sebagai elemen yang

diperlukan sebagai respon tubuh terhadap stres. Stres dan gangguan afektif

menyebabkan aktivitas simpatis dan manifestasi IBS yang selanjutnya. Lovino, dkk,

menunjukkan bahwa peningkatan respon system saraf simpatis dan peregangan

dinding saluran pencernaan.

Lovino, dkk, menunjukkan bahwa peningkatan respon system saraf simpatis

dari peregangan dinding saluran pencernaan menjelaskan tentang jumlah dari keluhan

nyeri dan perasaan saluran cerna yang terpompa yang dilaporkan pada pasien IBS23.

Pada beberapa tahun terakhir, pemeriksaan memperkirakan hubungan bahwa

aktivitas ANS dan aktivitas listrik otot perut pada pasien IBS yang tidak diadakan

pengukuran. HRV dan tes fungsi diizinkan pada kami untuk menunjukkan

peningkatan aktivitas saraf simpatis bagian dari ANS dan fungsi dari saraf

parasimpatis yang terganggu pada pasien IBS yang telah dikonfirmasi oleh Aggarwal,

dkk, yang menjelaskan adanya disfungsi saraf parasimpatis pada pasien IBS-C. Pada

pemeriksaan analisis HRV di tes DB mengarahkan pada disfungsi dari parasimpatis

yang merupakan bagian dari ANS. Penelitian lain telah meneliti aktivitas

Page 14: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

parasimpatis yang rendah pada tes DB, simpatis melemah pada tes tilt dan respon

parasimpatis yang menurun pada stimulasi dengan pasien IBS-C dengan nafas dalam.

Kami menunjukkan hasil yang abnormal dari tes tilt. Simpatis yang utama pada tes

tilt pasien IBS juga telah dijelaskan pada penelitian lain. Peningkatan aktivitas

simpatis telah diteliti pada wanita dengan IBS-C dan pasien dengan diare yang

memiliki efek yang berlawanan. Pada penelitian saat ini, peningkatan simpatis

mempengaruhi dan mengurangi keseimbangan simpatis/parasimpatis yang telah

diteliti pada formulir diarrheal IBS dibandingkan dengan IBS dengan konstipasi.

Meskipun penelitian yang telah dilakukan Robert, dkk, menunjukkan perbedaan

aktivitas otonom antara konstipasi dengan diare pada formulir pasien IBS; oleh

karena itu peneliti mengajukan hipotesis bahwa ada disfungsi otonom yang

berkelanjutan pada subgroup IBS. Saat ini derajat disfungsi ANS pada pasien IBS

sejumlah dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang telah dikonfirmasi dengan

memperkirakan aliran darah pada ujung jari dari flowmetri laser Doppler.

Pada seluruh pemeriksaan yang dilakukan di atas, peneliti hanya

menggunakan tes aktivitas otonom yang mana untuk menunjukkan hasil penelitian

yang didapatkan dari pemeriksaan konsentrasi plasma katekolamin yang sudah

diukur. Peningkatan aktivitas simpatis telah dikonfirmasi dengan peningkatan

konsentrasi plasma katekolamin. Esler dan Goulston mendemonstrasikan peningkatan

konsentrasi adrenalin urin pada pasien IBS dengan diare, dan Haitkaemper, dkk,

menunjukkan peningkatan level dari katekolamin dan kortisol urin pada rangkaian

bagian IBS, tetapi pada studi akhir ini hanya perempuan yang diperiksa.

Pada IBS, kelainan aktivitas motorik telah diobservasi pada level usus yang

berbeda, dari perut hingga usus besar. Pengaturan peptide seperti VIP, CCK, atau

motilin mempengaruhi aktivitas motorik dari saluran cerna. CCK berpartisipasi dalam

transduksi sinyal pada sumbu otak dan usus yang melewati serabut aferen dari saraf

vagal dan serabut yang sama mungkin menunjukkan ekspresi dari reseptor Ghrelin.

Page 15: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

Ghrelin menstimulasi aktivitas motorik dari saluran cerna, memicu MMC dan

mempercepat pengosongan lambung. Selain dari saraf vagal reseptor dari Ghrelin

dapat ditemukan pada lapisan otot saluran pencernaan dan pada CNS. Tergantung

pada tempat pelepasan, pengaturan peptide dapat beraksi sebagai hormone,

neurotransmitter atau neuromodulator, dan oleh karena itu mereka dapat memerankan

peranan penting pada pathogenesis IBS yang bermanifestasi antara lain nyeri

abdomen, diare, dan konstipasi.

Pada penelitian saat ini penurunan plasma Ghrelin dan konsentrasi CCK telah

dicatat. Sementara itu Sjolund dkk, meneliti abnormalitas perpanjangan sekresi CCK

pada respon tes makan makanan berlemak yang banyak pada pasien IBS. Mangel,

dkk, mengatakan bahwa aplikasi CCK pada pasien sehat dapat melemahkan aktivitas

motorik tetapi itu tidak memicu efek pada pasien IBS. Peran dari Ghrelin pada

patologi IBS telah diteliti oleh El-Salhy, dkk, yang tidak meneliti perbedaan pada

plasma Ghrelin yag dibandingkan pada kelompok control, tetapi pemeriksaan

kepadatan sel yang mempunyai reseptor untuk Ghrelin pada perut dan duodenum,

mereka mengatakan bahwa itu telah dikurangi pada pasien IBS dengan konstipasi dan

meningkat pada pasien IBS dengan diare. Peneliti menjelaskan bahwa untuk

mengkompensasi dan meningkatkan atau menurunkan kepadatan dari sel Ghrelin,

sintesis dan pelepasan Ghrelin mungkin berkurang pada pasien IBS dengan diare dan

meningkat pada pasien IBS dengan konstipasi. Mekanisme tersebut dapat bekerja

dengan peningkatan pada sintesis dan pelepasan Ghrelin pada pasien IBS yang diare

dan berkurang pada pasien IBS dengan konstipasi dan bertanggungjawab pada

manifestasi yang mendominasi subtype IBS.

IBS dikaitkan dengan faktor perilaku, dan stress yang merupakan salah satu

bagian dari manifestasi patogenesis dari IBS. Kelompok pasien IBS berbeda dalam

intensitas manifestasi somatik dan psikologikal, dimana intensitas lebih banyak

menunjukkan konstipasi sebagai predominan IBS. Stres dihubungkan dengan

Page 16: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

peningkatan kadar kortisol, yang menyebabkan resistensi insulin dan

hiperinsulinemia [41-43], dan insulin merupakan faktor penting pada aktifasi bagian

simpatis dari ANS. Hasil penelitian kami menunjukkan kenaikan yang signifikan dari

insulin pada pasien IBS-C. Erikson et al mengukur konsentrasi C-Peptide, dimana

diketahui berhubungan dengan sekresi insulin. Konsentrasi dari C-Peptide sedikit

lebih rendah dibandingkan diare, lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Pada

penelitian yang sama pasien mengalami peningkatan kortisol dibandingkan dengan

pasien diare dan kelompok kontrol, dimana menunjukkan kortisol memicu

hiperinsulinemia dan aktifasi system simpatik [40]. Hiperinsulinemia pada pasien

IBS-C tidak hanya menjelaskan hiperaktifitas sistem simpatis, namun juga dapat

menjelaskan penurunan aktifitas motorik perut dan usus halus.

Menemukan hubungan antara gangguan aktifitas potensial myoelektrik dan disfungsi

ANS merupakan tujuan utama penelitian ini. EGG dapat menemukan gangguan

aktifitas motorik perut pada pasien IBS. Pada beberapa pemeriksaan didapatkan

peningkatan presentasi tachygastria, dimana juga terjadi penurunan aktifitas

postprandial ditemukan di pemeriksaan lain. EGG merekam gangguan yang diamati

pada pasien dengan dispepsia fungsional [45], tetapi dalam perekaman 24 jam pada

penelitian lainnya dapat menunjukkan penurunan presentase tachygastria [47].

Karakteristik penurunan tenaga yang dominan juga diobservasi, menyarankan

elektrogastrografi ditambahkan untuk metodi diagnosis IBS dan dispepsia fungsional.

Hasil penelitian kami menjelaskan presentase normogastria yang lebih sedikit pada

pasien-pasien di kelompok puasa, tidak signifikan meningkat setelah makan. Nilai DP

puasa menurun pada kelompok pasien, tapi meningkat saat setelah makan. Van de

Vort et al mengobservasi buruknya amplitude EGG setelah makan meningkat dengan

tinggi dihubungkan dengan penundaan pengosongan lambung [48]. Pada penelitian

kami, didapatkan presentasi lebih rendah yang signifikan pada SWC., baik dalam

nilai rata-rata bagian individu, dimana mengganggu propagasi SWC di perut. Selain

itu, persentase SWC berada dalam hubungan yang berlawanan dengan konsentrasi

Page 17: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

katekolamin plasma. SWC adalah indikator yang baik dari laju pengosongan

lambung. Nilai SWC rendah mungkin berhubungan dengan tertundanya pengosongan

lambung [49] dan gastroparesis pada pasien IBS dikaitkan dengan gangguan aktivitas

motorik usus kecil [50]. Pengamatan yang dilakukan membuktikan nilai DP dan

SWC% menjadi ukuran indikator gangguan aktivitas motorik perut.

Gangguan dari GMA dijelaskan dalam penelitian kami dapat mengakibatkan dari

kurangnya keseimbangan simpatik-parasimpatik. Peningkatan katekolamin plasma

dan konsentrasi insulin menguatkan adanya disfungsi ANS tersebut.

Saat ini, patofisiologis model IBS menggabungkan pengaruh dari sistem saraf pusat

dengan aktivitas usus dan sistem saraf otonom. Gangguan ANS dapat mempengaruhi

aktivitas myoelectrical, aktivitas motorik dari saluran pencernaan, relaksasi otot dan

rangsang nyeri. Dalam aksis otak-usus, pengaruh simpatetik pusat yang paling

mungkin bertanggung jawab atas gangguan aktivitas myoelectrical perut pada pasien

IBS, baik dalam kondisi puasa dan postprandial, menyebabkan penundaan

pengosongan lambung dan keluhan dispepsia.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan berbeda yang dilakukan pada studi kami, tampak

bahwa hiperaktivitas simpatik dan disfungsi parasimpatik terkait dengan sembelit-

predominan IBS. Pengukuran aktivitas ANS dengan HRV dan tes fungsional adalah

sebuah metode penilaian keseimbangan otonom yang berharga. Keseimbangan

otonom dapat dihubungkan langsung dengan aktivitas sistem saraf enterik. Hasil itu

dikonfirmasi dengan tes biokimia. Namun, penelitian lebih lanjut pada asosiasi

jantung dan aktivitas sistem otonom gastroenterik masih diperlukan; pemeriksaan

saraf otonom tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya alat diagnostik pada pasien

dengan sindrom iritasi usus besar.

Page 18: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

DAFTAR PUSTAKA

1. Mertz HR: Irritable Bowel Syndrome. N Engl J Med, 2003; 349: 2136–46

2. Ferguson A, Sircus W, Eastwood MA: Frequency of ‘functional’ gastrointestinal

disorders. Lancet, 1977; 2: 613–14

3. Mitchell CM, Drossman DA: Survey of the AGA membership relating to patients

with functional gastrointestinal disorders. Gastroenterology, 1987; 92: 1282–84

4. Drossman DA: The functional gastrointestinal disorders and the Rome III process.

Gastroenterology, 2006; 130: 1377–90

5. Vanner SJ, Depew WT, Paterson WG et al: Predictive value of the Rome criteria

for diagnosing the irritable bowel syndrome. Am J Gastroenterol, 1999; 94: 2912–17

6. Tolliver BA, Herrera JL, DiPalma JA: Evaluation of patients who meet clinical

criteria for irritable bowel syndrome. Am J Gastroenterol, 1994; 89: 176–78

7. Farthing MJG: Irritable bowel syndrome: new pharmaceutical approaches to

treatment. Baillière’s Clinical Gastroenterol, 1999; 13: 461–71

8. Chey WD, Cash BD: Irritable bowel syndrome: Update on colonic neuromuscular

dysfunction and treatment. Curr Gastroenterol Rep, 2006; 8: 273–81

9. Konturek SJ, Pawlik WW, Dajani EZ: Brain gut axis in gastrointestinal system:

introductory remarks. J Physiol Pharmacol, 2003; 54(Suppl.4): 3–7

10. Peters TL: Central and peripheral mechanisms by which ghrelin regulates gut

motility. J Physiol Pharmacol, 2003; 54(Suppl.4): 95–103

Page 19: Aktivitas Sistem Saraf Otonom Pada Pasien Irritable Bowel Syndrome Dengan Predominan

11. Bockus HI, Bank J, Wilkinson SA: Neurogenic mucous colitis. Am J Med Sci,

1928; 176: 813–29