status ujian
-
Upload
dani-yustiardi -
Category
Documents
-
view
118 -
download
2
description
Transcript of status ujian
Status Ujian Antara I
SEORANG ANAK LAKI-LAKI 15 BULAN DENGAN INFEKSI CMV
KONGENITAL, DEVELOPMENTAL DELAY SEKTOR
BAHASA,DEVELOPMENTAL DELAY SEKTOR MOTORIK KASAR,
MIKROSEFAL, GIZI KURANG, DAN PERAWAKAN SANGAT PENDEK.
Oleh :
dr. Mutya Dyah Arumsari
Penguji :
dr. Hendriani Selina ,SpA(K),MARS
dr.Yetty Moevita Nency,SpA(K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNDIP
SMF KESEHATAN ANAK RS Dr. KARIADI
SEMARANG
2012
KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. AA
Umur / Tgl Lahir : 15 bulan / 11-04-2011
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl.Ngemplak RT:07, RW : 09, Kodia Semarang
Agama : Islam
No. CM : C361841/6993468
Tanggal Masuk : 9 Juli 2012
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ibu : Ny.Retno
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SD
Nama Ayah :Tn. Imam
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
DATA DASAR
1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan orang tua dan bude penderita dan catatan medis tanggal 21 Juli
2012 jam 14.00
Keluhan Utama : menjalani terapi gansiklovir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 6 bulan yang lalu (usia 4 bulan), anak sering demam nglemeng tanpa sebab
yang jelas, demam dirasakan naik turun, demam timbul setiap saat tidak pada waktu
tertentu. Anak juga sering muntah , muntah setiap habis makan dan minum, dan terutama
bila batuk, isi muntahan seperti yang dimakan dan diminum, sehari bisa 4-5 kali, @ ½
gelas belimbing, mata cekung (-), ubun-ubun cekung (-), anak tampak rewel (-), lemas
dari biasanya (-), kemudian anak dibawa periksa ke bidan, karena tidak ada perbaikan
maka anak dibawa berobat ke poliklinik anak di RSDK .
Di poliklinik RSDK, anak dikatakan oleh dokter mengalami gizi kurang, dan ada
kecurigaan keterlambatan perkembangan dikarenakan anak belum dapat duduk pada usia
nya saat itu, dan kecurigaan adanya suatu infeksi, kemudian anak disarankan untuk
dilakukan cek laboratorium darah, urin, dan pemeriksaan TORCH dan dikonsulkan ke
poliklinik tumbuh kembang RSDK. Di poliklinik tumbuh kembang didapatkan adanya
keterlambatan dalam hal bahasa, sesuai dengan usia 11 bulan, dan motorik kasar sesuai
dengan usia 6.5 bulan.
1 bulan yang lalu, hasil dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan anak terkena
infeksi sitomegalovirus (CMV), dan mendapat penjelasan mengenai pengobatannya yaitu
dengan gansiklovir dan diharuskan rawat inap selama pengobatan. Karena masalah
biaya, orangtua mengurus jamkesda dahulu baru kemudian datang kembali untuk rawat
inap.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat batuk lama (-), riwayat sering berkeringat saat malam hari (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga menderita sakit TB paru atau batuk lama disangkal.
Riwayat keluarga yang menderita gangguan keterlambatan (-).
Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai buruh, ibu bekerja sebagai buruh jahit di konveksi. Menanggung
satu orang anak yang belum mandiri. Penghasilan sebulan Rp.500.000.. Biaya
pengobatan ditanggung JAMKESDA
Kesan status ekonomi kurang
Lingkungan
Anak tinggal bersama kedua orang tua dan seorang bude nya. Rumah mengontrak ,
dengan ukuran 8 x 12 m2 , bangunan semipermanen dengan dinding tembok, lantai
semen. Terdapat 2 kamar tidur, ventilasi cukup dengan jendela pada masing-masing
kamar. Sumber listrik PLN 900 watt, sumber air bersih PDAM. Septictank berjarak
2 m di belakang rumah. Pembuangan sampah ditempat sampah 50 m dari rumah.
Jarak dengan rumah tetangga 2meter.
Riwayat pemeliharaan prenatal dan postnatal:
Riwayat kehamilan ibu
Lahir dari ibu G1P1A0, 27 tahun, hamil 9 bulan. Saat hamil periksa ke bidan > 4
kali, diberi vitamin dan tablet tambah darah serta suntikan TT 2 kali. Tidak pernah
sakit saat hamil, tidak pernah mengalami perdarahan, tidak pernah demam saat
hamil atau menjelang persalinan, tidak pernah minum obat-obatan diluar yang
diberikan bidan (hanya minum vitamin dan tablet tambah darah), riwayat minum
jamu saat hamil disangkal.
Riwayat kelahiran
Lahir secara spontan ditolong bidan. BBL:2550 gram, PBL:46 cm, riwayat biru-
biru (-), kuning (-)
Postnatal anak periksa di bidan , anak dinyatakan sehat
Riwayat kelahiran
No Kehamilan dan Persalinan Tgl lahir/umur
1 ♂, laki-laki, aterm, spontan, bidan, di RB,
BBL:2550gr, PB: 46 cm
10 11-4-2011
Pohon Keluarga
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x (1bulan). Scar BCG (+)
HB0 : umur 2 hari
DPT/HB : 3x (2 bulan, 3 bulan, 4 bulan)
Polio : 4x (1minggu, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan)
Campak : 1x (9 bulan)
Kesan: Imunisasi dasar lengkap, booster (-)
Riwayat Makan dan Minum anak
ASI diberikan sejak umur 0 bulan sampai 1 bulan, dengan alasan ASI ibu tidak
keluar lagi
Susu sapi/buatan:SGM I, sejak umur 1 bulan sampai umur 12 bulan, dilanjutkan
Dancow sejak umur 12 bulan sampai 15 bulan ,6-8 x/hr @80 cc + 2 sendok takar
susu.
Buah/sayuran:Pisang, pepaya,bayam,2 bulan sampai sekarang @ ½ mangkok
kadang tidak habis.
Makanan padat dan lauk:bubur susu promina sejak 4 bulan sampai 7 bulan ,2x ½
bungkus, kadang tidak habis, nasi tim sejak umur 7 bulan-sekarang 2-3 x/hr @ ½
mangkok sampai habis, lauk tahu, tempe dan kuah sayur, kadang-kadang diberi
ikan atau daging,
Kesan: ASI tidak ekslusif, penyapihan dini , kualitas dan kuantitas kurang
Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita:
Morbili : belum pernah Diare : belum pernah
Pertusis : belum pernah Disentri basiler : belum pernah
Varisela : belum pernah Disentri amuba : belum pernah
Difteri : belum pernah Demam tifoid : belum pernah
Malaria : belum pernah Kecacingan : belum pernah
Tetanus : belum pernah Operasi : belum pernah
Fraktur : belum pernah Faringitis/tonsilitis : belum pernah
Pneumonia : belum pernah Tuberkulosis : belum pernah
Bronkitis : belum pernah Alergi obat/makanan : belum pernah
Kejang :belum pernah
Hepatitis : belum pernah
Batuk (+) dan pilek (+), radang tenggorok (-) , muntah (+),
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak
Pertumbuhan :
- Berat badan lahir 2550 gram, panjang lahir 46 cm
- Berat badan 1 bulan lalu 7.4 kg, tinggi badan 71 cm
- Berat badan saat masuk RS 7.1 kg, tinggi badan 71 cm.
- Berat badan saat ini 7.5 kg, tinggi badan 71 cm.
- Lingkar kepala 43 cm (mikrosefal)
Kesan :Mikrosefal, perawakan sangat pendek , status gizi kurang. Arah garis
pertumbuhan berdasarkan berat badan 1 bulan yang lalu adalah growth faltering
Perkembangan :
- Tersenyum 2 bulan
- Miring 6 bulan
- Tengkurap 7 bulan
- Duduk belum bisa ( bisa bila dipegang )
- Gigi keluar 6 bulan
- Merangkak belum bisa
- Berdiri belum bisa
- Berjalan belum bisa
- Motorik kasar : miring usia 4 bulan; tengkurap usia 5 bulan; membalik badan
usia 8 bulan; mengangkat kepala usia 6 bulan; kepala tegak usia 7 bulan;
duduk sendiri tanpa dipegang belum bisa.
- Motorik halus : memegang benda usia 5 bulan; makan dengan tangan sendiri
usia 7 bulan; meraih benda usia 9 bulan.
- Bahasa : dapat mengucapkan satu kata spesifik “ma” memanggil ibunya,
belum dapat lebih dari satu kata
- Personal sosial : dapat menyatakan keinginan, dapat minum dengan
memegang cangkir
- Kesan: Delay di sektor bahasa dan motorik kasar. Bahasa sesuai anak usia 11
Vesikuler Belakangdepan
bulan, motorik kasar sesuai usia 6.5 bulan.
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu menggunakan tidak menggunakan KB
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 21 Juli2012 jam 14.00 (Hari Perawayan ke-13)
Seorang anak laki-laki, umur 15 bulan, Berat Badan (BB): 7.5 Kg, Tinggi Badan (TB):
71 cm
a. Keadaan umum : Sadar, kurang aktif,
b. Tanda vital
Nadi : 110 x / menit, isi dan tegangan cukup
RR : 30 x / menit
Suhu : 36,8°C (axiler)
c. Status Internus
Kepala : Lingkar kepala 43 cm,mikrosefal, UUB datar
Rambut : Hitam, distribusi merata
Mata : conjungtiva palpebra anemis -, sklera ikterik -, pupilisokor
3mm/3mm, refl. cahaya+/+,refl.kornea +/+,edem palpebra +/+
Telinga : Discharge (-)
Hidung : Nafas cuping (-)
Mulut : Tidak sianosis, kering (-)
Tenggorok : T1-1, hiperemis (-), kripta melebar (-), detritus (-), faring hiperemis
(-).
Leher : pemb nnll (-)
Dada
Paru
- Inspeksi : Simetris statis dinamis, retraksi (-)
- Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru, dari ICS I- ICS V,
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan : Hantaran -/-,
ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
- Palpasi : Iktus kordis teraba di linea medioclavicularis sinistra SIC V, tidak
kuat angkat, tidak melebar.
- Perkusi : Batas kiri : SIC IV 2 cm medial linea medioclavicularis sinistra
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dekstra
- Auskultasi:BJ I - II normal, gallop (-), bising (-).
Abdomen:
- Inspeksi : datar,supel, turgor kembali cepat
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
- Perkusi : Timpani,
Inguinal : pembesaran kelenjar limfe (-)
Genitalia : laki-laki, hiperemis (-), fimosis (-)
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis – / – – / –
Akral dingin – / – – / –
Anemis – / – – / –
Capillary refill < 2 ”/< 2” < 2”/< 2”
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
25/6/2012 09/7/2012 17/7/12 19/7/2012
Hemoglobin (>11 g%) 11,50 9.84 11.20
Hematokrit (36-44%) 34.8 31,5 36.5
MCH (23-31pg) 26.90 24,37 24.80
MCV (77-101 fl) 80.90 77.92 81.30
MCHC (29-36 g/dl) 33.20 31.27 30.60
Lekosit(6000-18000/ml) 5.140 7.700 8.810
Gambaran darah tepi Eritrosit : normositik, poikilositosis ringan
( pear shape cell, ovalosit )
Trombosit : jumlah menurun, bentuk besar
Leukosit : jumlah menurun, limfosit atipikal (+)
Hitung jenis E0/Ba0/Bt0/Sg54/L36/M10
Trombosit (150-400rb/ml) 137.000 304.700 189.000
Ureum (15-39 mg/dl) 39
Creatinin (0,60 – 1,30
mg/dl)
0.34
SGOT (15 – 37 U/L) 46 45
SGPT (30 – 65 U/L) 33 49
Imunologi
IgG anti Toxoplasmosis
(32.00 IU/ml)
7.30 (-)
IgM anti Toxoplasmosis
(1.00 IU/ml)
0.50 (-)
IgG anti CMV (1.10
IU/ml)
12.50 (+)
IgM anti CMV (1.00
IU/ml)
1.30 (+)
Pemeriksaan Urine Rutin
25 / 06 / 2012 13 / 07/ 2012
Warna kuning jernih kuning , jernih
BJ 1,020 1,010
PH 5,00 7,00
Protein Neg Neg
Reduksi Neg Neg
Urobilinogen Neg Neg
Bilirubin Neg Neg
Aseton Neg Neg
Nitrit Neg Neg
Sedimen : Epitel 2-3 LPK 0-2 LPK
Lekosit 1-2 LPB 0-1 LPB
Eritrosit 0-2 LPB 0-1 LPB
Sil.hyalin Neg/LPK Neg /LPK
Sil.granula kasar Neg /LPK Neg / LPK
Sil.granula halus Neg /LPK Neg /LPK
Sil.epitel Neg / LPK Neg / LPK
Sil.eritrosit Neg / LPK Neg / LPK
Sil.leukosit Neg / LPK Neg / LPK
Bakteri 78.6/ul Neg
Skoring TB :
Kontak : 0
Demam : 0
Batuk : 0
Gizi : 0
Pembesaran Nnll : 0
Pembengkakan sendi : 0
x foto thorax : 0
Mantoux test : tidak dilakukan
4. Hasil Konsul
Konsul bagian Mata (tgl.25-06-12): kesan : saat ini tidak ada tanda-tanda infeksi CMV
pada mata
Konsul bagian THT ( tgl.12-07-12 ): kesan : saat ini tidak ada fokal infeksi di bagian
THT, saran :bila KU baik, skrining pendengaran di CDC ( BERA dan OAE )
Konsul bagian Rehab medik (tgl.14-07-12) :
Kesan : Global developmental delay ( 2 sektor; bahasa dan motorik kasar )
Program : fisioterapi dan speech terapi
5. Pemeriksaan Antropometri
Anak laki-laki, 1 tahun 3 bulan, BB : 7.5 kg, TB : 71 cm, LK : 43 cm TB ibu: 138 cm,
TB Ayah 150 cm
WAZ : -2.94 SD BMI : -1.26 SD
HAZ : -3.25 SD BB ideal : 8.7 kg
WHZ : -1.77SD LK : -2 . 97 SD
Kesan : Gizi Kurang. Perawakan sangat pendek,Mikrosefal
Midparentral height : (TB ibu+13)+TB Ayah ± 8.5 = 142 – 159 cm
2
MASALAH AKTIF
1. Infeksi CMV kongenital
2. Developmental delay 2 sektor ( delay sektor motorik kasar dan bahasa )
3. Mikrosefal
4. Gizi kurang
5. Perawakan sangat pendek
MASALAH INAKTIF
Sosial ekonomi kurang
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
1. Infeksi CMV
DD. kongenital
didapat
2.Developmental Delay 2 sektor ( sektor bahasa dan motorik kasar )
3. Gizi kurang
4. Perawakan sangat pendek DD/ familial
Malnutrisi kronik
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis utama : Infeksi CMV kongenital ( ICD 10: P.35.1)
Diagnosis komorbid : Developmental delay sektor bahasa ( ICD10: F.80.1) dan motorik kasar
(ICD10: F.82), mikrosefal (ICD10: Q.02), gizi kurang (ICD10: R.63.6.), perawakan sangat
pendek (ICD10: R.62.52).
Diagnosis komplikasi: -
Diagnosis gizi : Gizi kurang (ICD 10.R.63.6)
Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur
Diagnosis Pertumbuhan : cross-sectional : berat badan kurang, perawakan sangat pendek
(ICD 10.R.62.52), kurus, mikrosefal (ICD10: Q.02); longitudinal : growth faltering ( T1)
Diagnosis Perkembangan :Delay sektor bahasa (ICD10: F.80.1) dan motorik kasar(ICD10:
F.82)
Diagnosis Sosial ekonomi: Sosial ekonomi kurang
RENCANA PENGELOLAAN
A. Rencana Pengobatan dan Diet
- Infus D5½NS % 240/10/10 tetes/menit mikro
- Inj gansiklovir 2 x 50 mg selama 42 hari
- Diet :
Cairan ( cc ) Kalori ( kkal) Protein ( gr )
Kebutuhan 24 jam 750 710 8.5
2A ½ N infusion 240 40.8 -
3 x lunak lauk saring 150 750 8.5
5 x 120 cc susu
SGM II
600
Total 990 790.8 8.5
AKG 132% 111.3% 100%
B. Saran/Rencana Pemeriksaan
- Skrining TORCH pada ibu
- Stimulasi dan fisioterapi untuk keterlambatan sektor motorik kasar, dan speech terapi
untuk keterlambatan sektor bahasa
- Bone Age untuk mengetahui etiologi perawakan pendek
- CT-Scan kepala untuk mikrosefal
- BERA dan OAE
- Skrining hipotiroid ( T3,T4,TSH )
C. Rencana Pemantauan
- Pemantauan keadaan umum, tanda vital,
- Pemantauan efek samping obat gansiklovir
- Pemantauan fungsi hati tiap bulan
- Pemantauan respon dan efek samping terapi
- Pemantauan evaluasi perkembangan tiap bulan
- Pemantauan akseptabilitas diet, pantau BB, TB
- Pemantauan LK tiap bulan
D. Rencana Edukasi
- Menjelaskan kepada orangtua tentang perjalanan penyakit infeksi CMV.
- Memotivasi dan memberikan pengertian pentingnya pengobatan CMV dalam jangka
lama
- Memberikan pengertian perlunya skrining TORCH terhadap ibu, dan saudara
kandung
- Memberikan support mental kepada keluarga penderita
- Menjelaskan kepada orang tua tentang lingkar kepala yang kecil merupakan salah satu
akibat dari CMV kongenital
- Menjelaskan kepada orangtua perlunya stimulasi untuk perkembangan
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan gizi pada anak untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal.
- Salah satu cara untuk memantau tumbuh kembang anak adalah dengan memantauan
BB dan TB anak, dan lebih baik jika anak rutin dibawa ke posyandu/ puskesmas, dan
sarana kesehatan lain.
- Memotivasi orang tua pasien secara tekun memberi makan pada anak dengan
makanan yang bergizi dan bervariasi.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia
PEMBAHASAN
Infeksi CMV congenital merupakan infeksi virus CMV yang terjadi selama
kehamilan, dimana terjadi penularan dari ibu yang terinfeksi ke janin. CMV merupakan virus
DNA yang termasuk genus virus herpas/Herpetoviridae yang menyerang manusia dan
mamalialainnya scara spesifik. Infeksi CMV dijumpai secara endemic dan dapat timbul
kapan sajatanpa dipengaruhi oleh perubahan musim. Penyebaran infeksi CMV dapat terjadi
secara horizontal dan vertical. Penyebaran secara vertical adalah penyebaran infeksi CMV
dari ibu yang sedang hamil terhadap janin yang dikandungnya. Penyebaran horizontal melalui
kontak erat melalui air liur dan urin dengan penderita, melalui tranfusi darah atau
transplantasi dan lewat hubungan seksual. Infeksi congenital yaitu infeksi yang terjadi karena
penularan virus dari ibu yang menderita CMV terhadap janin yang dikandungnya melalui
plasenta ( transplasenta). Infeksi CMV pada ibu hamil meliputi infeksi primer, reaktivasi dari
infeksi laten, dan reinfeksi.
Resiko infeksi CMV padakehamilan adalah :
1. penularan dari ibu ke janin bila terinfeksi selam kehamilan sebesar 40%
2. janin yang terinfeksi dan lahir dengan gejala sebesar 10-15%
3. sekitar 90% bayi baru lahir disertai gejala baik ringan maupun berat menimbulkan
sekuele sedang tanpa gejala 5-15%
Media transmisi Rata-rata tingkat infeksi
Transplasental
primer
rekurens
Perinatal
ASI
Secret servikal
Postnatal
50%
0,5-2%
25-50%
10%
Perawatan anak
Intrafamilial
Seksual
Oral
Genital
Nosokomial
Tranfusi
Petugas rumah sakit
10-70%
50%
Tidak ada data
Tidak ada data
2-10%(tranfusi dg darah yang belum
diskrining)
<1%
Sumber : Robert F.2
Manifestasi klinis
Gejala klinis pada infeksi CMV congenital dapat berupa hepatomegali dengan ukuran
dapat mencapai 4-7 cm di bawah arkus kosta kanan, permukaan rata dan tidak nyeri tekan.
Hepatomegali dapat ditemukan sampai bayi berusia 2 bulan tetapi dapat juga ditemukan
sampai usia 12 tahun. Splenomegali juga sering ditemukan pada bayi dengan infeksi CMV
congenital. Ikterus merupakan merupakan manifestasi klinis yang sering ditemukan. Ikterus
kadang – kadang dapat terjadi pada masa bayi dini dengan kadar puncak bilirubin pada bulan
ke-3 kehidupan. Bilirubin direk dan indirek meningkat, bilirubin direk meningkat setelah
beberapa hari dan dapat mencapai 50% dari bilirubin total. Komponen bilirubin indirek
jarang meningkat sampai memerlukan transfusi tukar. Pada infeksi CMV congenital akut,
peteki dapat merupakan satu-satunya gejala klinis yang ditemukan, tetapi lebih sering
ditemukan bersama-sama hepatomegali dan splenomegali. Ditemukan adanya pengaruh
langsung dari CMV terhadap megakariosit dengan akibat menurunnnya jumlah trombosit.
Pada kebanyakan kasus, jumlah trombosit pada minggu pertama berkisar antara 20.000-
60.000/l.1
Mikrosefali bukan merupakan manifestasi klinis yang mencolok. Pada suatu
penelitian ditemukan mikrosefali pada 14 diantara 17 kasus CMV tetapi pada laporan
selanjutnya ditemukan mikrosefali 50% diantara 212 kasus yang diteliti. Bila terjadi
kalsifikasi, pertumbuhan otak secara bervariasi dapat terganggu.1
Kelainan mata yang sering ditemukan adalah korioretinitis. Korioretinitis muncul pada
sekitar 14% bayi yang lahir dengan infeksi CMV congenital. Kelainan lain yang ditemukan
adalah mikroftalmus, katarak, nekrosis retina dan kalsifikasi, kebutaan, malformasi camera
oculi anterior dan diskus optikus.3 Korioretinitis karena CMV dan toxoplasmosis sulit
dibedakan secara klinis namun demikian korioretinitis karena toxoplasmosis jarang menjadi
aktif pada masa pasca natal.1
Intrauterine Growth Retardation (IUGR) telah dilaporkan terjadi pada40% diantara 34
kasus, sedangkan prematuritas terjadi pada 34% dengan infeksi CMV congenital. Berat badan
bayi yang menderita CMV congenital secara bermakna lebih rendah dari bayi sehat.1,3
Table 2. pemeriksaan fisik yang ditemukan pada bayi dengan infeksi CMV congenital
simptomatik2
System Gambaran Frekuensi (%)
Kulit
Hepatobilier
Hematopoetik
CNS
Auditory
Visual
Petekie
Purpura, ekimosis
ikterik
Bilirubin direk > 2 mg/dl
Peningkatan ALT > 80 IU/ml
Hepatomegali
Trombositopenia
Anemia
Splenomegali
Mikrosefali
Kalsifikasi intracranial
Poor feeding, letargi
Kejang
Peningkatan protein LCS
Sensorineural hearing loss
Korioretinitis
75
10
67
80
80
60
77
50
60
53
54
30
7
47
50
10
Sumber ; Robert F.2
Sekuele pada infeksi CMV congenital
Gangguan pendengaran yang muncul pada saat lahir berkisar antara 25 sampai 50%
dari bayi dengan infeksi CMV congenital simptomatik dan sekitar 15% pada bayi dengan
infeksi CMV congenital asimptomatik. Citomegalovirus dapat mengadakan replikasi pada
berbagai struktur telinga dalam, seperti pada membrane reisner, stria vaskulaaris, kanalis
semilunaris pada organ korti dan nervus VIII.3 Tuli sensorineural adalah gangguan tersering
yang ada pada anak yang bertahan hidup dengan CMV. Hilangnya pendengaran simetris dan
berat. Sekuele jangka panjang infeksiCMV congenital pada anak yang simptomatik dan
asimptomatik saat lahir, digambarkan dalam table bawah.1,4
Table 3. sekuele jangka panjang infeksi CMV congenital simptomatik dan asimptomatik
Sekuele Anak yang terkena (%)
Simptomatik Asimptomatik
Kejadian semuanya
Gangguan pendengaran
Deficit kognitif
Mikrosefali
Abnormalitas okuler
Kejang
Deficit motorik (ringan sedang)
Deficit motorik berat
50-90
50-60
50-70
35-40
25-50
15-20
25-30
15-25
10-15
7-15
4
2
3
1
<1
<1
Sumber : schleiss4
CMV merupakan virus tersering yang menyebabkan gangguanperkembangan/retardasi
mental. Gangguan psikomotor yang ditemukan bersamaan dengan gangguan neurologic dan
mikrosefal didapatkan pada 70% kasus infeksi kongenital simptomatik yang hidup. Pada
penelitian yang menentukan prognostic dan predictor klinis gangguan perkembangan
ditemukan 41% kasus infeksi congenital mengalami terardassi mental apabila IQ <70 dan
ditemukan bahwa mikrosefal saat lahir, gangguan neurologis pada 1 tahun pertama,
korioretinitis dan mikrosefal yang jelas setelah lahir mempunyai hubungan dengan iq yang
rendah dan developmental quotient.1
Diagnosis
Metode definitive untuk diagnosis infeksi CMV congenital adalah isolasi virus atau
PCR yang harus dikerjakan pada saat lahir atau segara sesudah lahir. Urin dan saliva
merupakan specimen yang terbaik untuk kultur. Tes serologi standar juga dapat digunakan
untuk mendiagnosis infeksi CMV, namun pendekatan ini retrospektif dan tidak praktis. Tes
antibody IgG mempunyai nilai diagnostic yang kecil karena hasil yang positif juga
merefleksikan antibody ibu, meskipun hasil yang negative akan menyingkirkan diagnostic
infeksi CMV congenital.5
Apabila bayi mengalami infeksi CMV congenital, IgG anti CMV akan memberikan
hasil positif dengan titer yang makin meninggi sampai bayi berusia 4-9 bulan. Serologi serial
juga dapat diperoleh saat bayi berusia 1,3 dan 6 bulan. Jika kadar antibody IgG menghilang
selam bulan pertama kehudupan, infeksi congenital dapat disingkirkan. Namun jika antibody
IgG CMV menetap berarti bayi terinfeksi secara congenital atau infeksi CMV didapat selama
perinatal atau pascanatal. Adanya antibody IgM CMV pada tali pusat atau darah bayi yang
dikumpulkan 3 minggu pertama kehidupan menunjukkan diagnosis infeksi CMV congenital.
Secara umum, tes IgM kurang sensitive dan spesifisitas serta tak dapat diandalkan untuk
diagnosis CMV congenital. Sering terjadi false positif sehingga mendiagnosis infeksi CMV
congenital diluar periode perinatal sangatlah sulit.1,5
Pada kasus ini diagnosis infeksi CMV congenital ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaaan fisik dan pemeriksaaan penunjang. Dari anamnesis tidak ada gejala khas dari
infeksi CMV, kecurigaan hanya pada mikrosefal dan keterlambatan perkembangan , dari
riwayat natal juga tidak ada riwayat prematur, BBLR atau IUGR. Diagnosis perinatal CMV
sulit, yang paling baik adalah bila ditemukan kultur CMV negatif pada urin atau saliva pada
saat lahir dan kultur positif dengan IgG CMV persisten pada usia 2-4 bulan. Infeksi primer
post natal terbaik ditentukan dengan konversi antibodi IgG CMV dan IgM CMV pada titer
yang bermakna.
Terapi
Terapi CMV congenital sampai saat ini masih banyak controversial dan belum memuaskan.
Penelitian acak tahap II dengan gansiklovir 12 mg/kgBB/hari selama 6 minggu. Gansiklovir
merupakan antiviral yang bekerja menghambat CMV DNA polymerase. Efek samping
pemberian gansiklovir yang perlu diperhatikan yaitu netropenia dan trombositopenia.1
Pencegahan
Restriksi ASI, restriksi lingkungan dan transfusi merupakan pencegahan penyebaran
TORCH. Apabila dengan tes HAI titer antibody kurang atau sebesar 1/16 maka dianggap
rentan terhadap infeksi. IDAI tahun 2005 merekomendasikan vaksin MMR harus diberikan
sekalipun ada riwayat infeksi campak, gondongan dan rubella.i
Prognosis
Kelainan jangka panjang perkembangan dan neurologi jarang, sedangkan kelainan
pendengaran masih mungkin terjadi.Pemantauan jangka panjang penderita ini penting untuk
mengetahui kalsifikasi intrakranial dan gangguan pendengaran sehingga masih diperlukan
pemeriksan penunjang CT scan kepala dan test BERA , serta pemeriksaan skrining
perkembangan dan ELM.
Prognosis pada infeksi kongenital CMV sulit diprediksi. Penderita dengan lingkar
kepala kurang pada saat lahir atau dengan kalsifikasi serebral pada saat 2 bulan pertama
kehidupan biasanya mempunyai retardasi psikomotor sedang sampai berat.
Pada penderita, secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda khas sindroma CMV , hanya
ditemukan mikrosefal dan adanya global developmental delay . perlu konfirmasi hasil
TORCH dari ibu penderita. Prognosis pada penderita ini dari segi ad vitam, ad sanasionam,
dan ad fungsionam adalah dubia.
Bagan Permasalahan
faktor Pendukung -nerupakan anak yang diharapkan-Jamkesda-Kasih sayang keluarga cukup
faktor penghambat :-sosial ekonomi kurang-higiene sanitasi kurang-pendidikan orangtua rendah
anak ♂, 15 bln, BB 7.5 kgintake
malnutrisiriwayat anemia
infeksi
curiga CMV kongenital:-mikrosefal-IgG CMV (+)-IgM CMV (+)-Developmental Delay sector bahasa dan motorik kasasr
ibu CMV (?)
Kuratif:-medikamentosa dan suportif-dietetik
Preventif-cegah infeksi-pantau komplikasi-menjaga kebersihan lingkungan
Promotif:-edukasi orangtua-konseling-hiegeine sanitasi lingkungan
Rehabilitasi -stimulasi perkembangan-dukungan psikologi -fisioterapi dan speech terapi
monitoring :-progresivitas penyakit + komplikasi-efek samping obat-dietetik,antropometr , tumbuh kembang-fungsi hati, tiroid-neurologis,-imunisasi
Keluaran yang diharapkan-perbaikan kualitas hidup-tumbuh kembang sesuai potensi
AsuhAsih Asah
tumbuh kembang sesuai potensi
EVIDENCE BASED MEDICINE
1. Research Question : Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah adakah dampak
dari terapi gansiklovir terhadap perkembangan saraf (neurodevelopmental) ?
P Population : 100 neonatus dengan infeksi simtomatis CMV dengan
gangguan SSP
I Intervention : pemberian gansiklovir
C Comparison : neonatus yang diberi gansiklovir dengan yang tidak diberi
O Outcome : Outcome faktor pada penelitian ini adalah hasil tes Denver II
2. Apakah desain penelitian yang digunakan sudah dapat menjawab pertanyaan
penelitian ?
Desain penelitian yang digunakan adalah studi acak terkontrol
Ya, desain penelitian sudah sesuai dengan masalah penelitian.
3. Kemana penelitian ini ditujukan ?
Penelitian ini ditujukan untuk Clinical evidence, yaitu digunakan sebagai bukti untuk
memperkuat data mengenai terapi ganciclovir pada penderita sitomegalovirus dengan
gangguan SSP
4. Apakah PICO dari penelitian ini sudah cukup ?
Ya, PICO yang digunakan sudah cukup untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Populasi yang dipilih adalah neonatus dengan gejala CMV yang simtomatis dengan
keterlibatan SSP seperti : mikrosefal, adanya kalsifikasi intrakranial, LCS yang
abnormal, korioretinitis, hearing loss. Populasi dilakukan sistem acak ada yang diberi
terapi gansiklovir ada yang tidak. Semua populasi dinilai dengan tes Denver II pada
minggu ke-6, bulan ke-6 dan bulan ke-12
5. Seberapa jauh penelitian sudah dilakukan ?
Tidak disebutkan mengenai penelitian yang mendukung
6.Apa hasil penelitian ini ?
Dari 100 subyek yang diteliti, terdapat 74 neonatus yang diperiksa tes Denver II pada
minggu ke-6 ( 34 neonatus yang diberi gansiklovir, 40 tidak ), 74 neonatus yang
diperiksa tes Denver II pada bulan ke-6 ( 35 diberi gansiklovir, 30 tidak ), 71 neonatus
yang diperiksa tes Denver II pada bulan ke-12 ( 35 diberi gansiklovir, 36 tidak ).
Dengan bertambahnya usia, diteliti pada subyek yang diberi terapi gansiklovir
mengalami lebih sedikit keterlambatan perkembangan dibanding yang tidak diberikan
( table 3 dan gambar 1A).
Pada usia 6 bulan dan 12 bulan , jumlah keterlambatan pada subyek yang diberi terapi
gansiklovir menurun secara signifikan dibandingkan dengan kelompok control yang
tidak diberi terapi ( p=0.02 dan p=0.007). Penurunan keterlambatan dapat dilihat pada
setiap komponen dari tes perkembangan Denver pada kelompokn yang diberi terapi
gansiklovir dengan kelompok yang tidak diberi.
Dari 84 subyek yang telah diperiksa dengan tes Denver II, menggunakan regresi
longitudinal untuk mengevaluasi keterlambatan dalam evaluasi tahunan. Setelah
dilakukan CT-scan kepala, adanya mikrosefal saat lahir dan kalsifikasi intrakreanial,
terlihat adanya efek yang menguntungkan dari terapi gansiklovir terhadap keluaran
neurodevelopmental setelah usia 12 bulan,(p=0.07).
HASIL LUARAN PERKEMBANGAN SARAF DENGAN TERAPI GANSIKLOVIR
PADA INFEKSI SITOMEGALOVIRUS KONGENITAL SIMTOMATIS
BERKAITAN DENGAN SISTEM SARAF PUSAT.
Sara E. Oliver, MD,1 Gretchen A. Cloud, MS,2 Pablo J. Sánchez, MD,3 Gail J. Demmler, MD,4 Wayne Dankner, MD,5Mark
Shelton, MD,6 Richard F. Jacobs, MD,7 Wendy Vaudry, MD,8 Robert F. Pass, MD,1 Seng-jaw Soong, PhD,2Richard J. Whitley,
MD,1 and David W. Kimberlin, MD1
J Clin Virol. 2009 December; 46(Suppl 4): S22–S26.
Apakah hasil dari penelitian ini valid? ( VALIDITY )1. Apakah ada definisi yang jelas antara
kelompok kasus dan kontrol?
Apakah peneliti menggunakan metode
yang sesuai?
Ya, kelompok kasus penelitian adalah
neonatus dengan simtomatis infeksi CMV
yang diberikan terapi gansiklovir, sedangkan
untuk kontrol adalah neonatus dengan
simtomatis infeksi CMV yang tidak
diberikan gansiklovir
Ya
2. Apakah penggambilan sampel kelompok kasus dan kontrol sudah tepat?
Ya, kedua kelompok mempunyai
karakteristik yang sama
3. Apakah data yang dikumpulkan lengkap?
Ya, data yang dikumpulkan lengkap
Apakah hasil yang valid dari studi ini penting? (IMPORTANCE)1. Apakah hasil dari penelitian ini? Pada usia 6 bulan dan 12 bulan , jumlah
keterlambatan pada subyek yang diberi
terapi gansiklovir menurun secara
signifikan dibandingkan dengan kelompok
control yang tidak diberi terapi ( p=0.02
dan p=0.007). Penurunan keterlambatan
dapat dilihat pada setiap komponen dari
tes perkembangan Denver pada
kelompokn yang diberi terapi gansiklovir
dengan kelompok yang tidak diberi.
Dari 84 subyek yang telah diperiksa
dengan tes Denver II, menggunakan
regresi longitudinal untuk mengevaluasi
keterlambatan dalam evaluasi tahunan.
Setelah dilakukan CT-scan kepala, adanya
mikrosefal saat lahir dan kalsifikasi
intrakreanial, terlihat adanya efek yang
menguntungkan dari terapi gansiklovir
terhadap keluaran neurodevelopmental
setelah usia 12 bulan, dan hasil ini
bermakna (p=0.07).
Apakah hasil yang valid dari studi yang penting ini dapat diterapkan pada pasien yang
kita temui ? (APPLICABILITY )1. Apakah pasien pada studi ini sesuai
dengan pasien yang dihadapi?Apakah dapat diterapkan?
Ya
Hasil penelitian bisa diterapkan.2. Apakah bukti pada penelitian ini
memberikan pengaruh klinik yang penting?
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa dengan terapi gansiklovir pada
anak dengan infeksi CMV dengan
ketrelibatan SSP , dapat memperbaiki
perkembangan saraf(neurodevelopmental)
Hal ini dapat diliat dari hasil evaluasi
perkembangan dengan tes Denver II mulai
pada usia anak 6 minggu, 6 bulan, dan 12
bulan, adanya penurunan keterlambatan,
dan adanya hasil positif dalam
memperbaiki kualitas hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSp, Gama H, Hadinegoro SR, Satari HI. Sitomegalovirus. Dalam :Buku
Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi ke 2. Badan penerbit IDAI. Jakarta ; 2008 :
276-91.
2. Pass RF. Cytomegalovirus infection. Pediatrics in Review 2002; 5 (23):163-9
3. Chawla R, Garg S. TORCH infections-ocular manifestations. In : Deka D, editor.
Congenital intrauterine TORCH infections. New Delhi : Jaypee Brothers ; 2004 : 104-
11
4. Schleiss MR. congenital cytomegalovirus infection: update on management strategies.
Current Treatment Options in Neurology 2008; 10: 186-92
5. Stagno S. Cytomegalovirus. In : Behrman R, Kleigman R, Jenson H, editors. Nelson
textbook of pediatrics. 17th ed. Philadelphia : WB Saundders;2004: 1066-9
i Pasaribu S. campak, gondongan, rubella MMR). Dalam: Ranuh I.G.N, Suyitno H, Hadinegoro RSS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi kedua. Jakarta: Satgas imunisasi IDAI; 2005125-131.
CYTOMEGALOVIRUS
Etiologi 1 Stagno, sergio. Cytomegalovirus. Dalam Behrman RE, et al. Nelson textbook of
pediatrics; ed 17. Philadelphia : WB Saunders Company. 2004; 1066- 1069
Human Cytomegalovirus (CMV) adalah anggota dari famili Herpes-viridae dengan
penyebaran luas. Sebagian besar infeksi CMV tidak khas, tetapi virus ini dapat menyebabkan
berbagai penyakit klinis dari derajat ringan sampai fatal. CMV merupakan penyebab infeksi
kongenital yang paling sering, diperkirakan 0,2 – 2,2% janin terinfeksi intrauterin dan juga dapat
menyebabkan sindrom Cytomegalic Inclusion Disease (hepatosplenomegali, ptekie, purpura,
mikrosefal, demam). Pada orang dewasa yang immunokompeten, infeksi ini kadang ditandai oleh
sindrom yang mirip infeksi mononukleosis. Sering terjadi pada individu dengan defisiensi
imunologis, termasuk resipien transplantasi dan pasien dengan AIDS, CMV pneumonitis, retinitis,
dan penyakit gastrointestinal umum yang dapat berakibat fatal.1
Infeksi primer muncul pada indiviu yang rentan dan seronegatif. Infeksi ulangan merupakan
reaktivasi dari infeksi laten dan reinfeksi pada individu dengan defisiensi imun dan seropositif.
Penyakit ini dapat merupakan akibat dari infeksi primer atau infeksi ulang. Infeksi primer lebih
sering sebagai penyebab penyakit berat.
CMV adalah herpesvirus terbesar, dengan genome sebesar 240 kb dan diameter 200 nm.
Berisi DNA untai ganda pada inti 64 nm diselimuti oleh capsid ikosahedral terbentuk dari 162
capsomer. Inti terbentuk dari nukleussel host. Capsid dikelilingi oleh amorphous tegument, dimana
tegumen ini dikelilingi oleh suatu selubung yang berisi lemak. Selubung ini terbentuk selama proses
pertunasan melalui membran nuklir ke dalam vakuola sitoplasma, yang berisi komponen protein.
Virus dewasa keluar dari sel melalui proses pinocytosis terbalik.
Tes serologi tidak dapat mengidentifikasi serotipe yang spesifik. Berbeda dengan analisa
restriksi endonuklease dari DNA CMV, ini menunjukkan bahwa meskipun semua ketahanan
manusia yang diketahui secara genetis sebangun, tidak ada satupun yang identik.
Replikasi CMV dan nukleokapsid dibentuk dalam nukelus, selubung virus terdapat dalam
sitoplasma. Setelah lepas dari sel, virus dapat ditemukan dalam urin, dan terkadang dalam cairan
tubuh, menyerap 2 – mikroglobulin, suatu rantai sederhana dari kelas I molekul antigen lekosit
manusia (HLA). Substansi ini melindungi antigen virus dan mencegah netralisasi oleh antibodi,
sehingga meningkatkan aktifitasnya.
Epidemiologi1
Survei seroepidemologis menggambarkan infeksi CMV pada setiap populasi yang diuji di
seluruh dunia. Prevalensi infeksi, yang meningkat sesuai umur penderita, lebih tinggi di negara
berkembang dan pada strata ekonomi lemah di negara maju.
Kejadian infeksi kongenital berkisar antara 0.2 – 2.4% dari kelahiran hidup, dengan skala
yang lebih tinggi pada negera dengan standar hidup yang lebih rendah. Janin dapat terinfeksi
sebagai konsekuensi infeksi primer atau infeksi maternal. Risiko infeksi pada janin adalah yang
terbesar dengan infeksi CMV primer maternal (40%) dan jauh lebih rendah dengan infeksi ulang
(<1%). Di Amerika, antara 1 – 4% wanita hamil terinfeksi CMV primer, yang setara dengan 8000
kelahiran dengan kelainan perkembangan sistem saraf yang disebabkan oleh infeksi CMV
kongenital.
Media transmisi CMV antara lain saliva, ASI, sekresi vaginal dan cervical, urin, semen,
darah, dan feses.1,3 Penyebaran CMV membutuhkan kontak yang amat dekat/ intim, dapat melalui
ASI, transplantasi organ dan jarang melalui tranfusi. 3 URL:file:///F:/Cytomegalovirus%20(CMV)%20Infection.htm. (2002)
Patogenesis1
Infeksi kongenital merupakan hasil penularan transplasenta selama masa viremia ibu. Pada
transmisi transplasenta, virus menyebar ke janin secara hematogen. Sepertinya terdapat hubungan
antara beratnya infeksi kongenital dengan infeksi intratuterin pada awal umur kehamilan. Kecuali
infeksi dihubungkan dengan transfusi darah, infeksi CMV natal dan postnatal biasanya sekunder
didapat dari naso-orofaring bayi dan virus didapat dari sekresi genital ibu yang terinfeksi atau
menyusui. Replikasi virus pada neonatus muncul pada mucosa saluran pernapasan atau
gastrointestinal, dan berlanjut menyebar ke target organ. Terutama pada SSP, mata, hepar, paru dan
ginjal.
Janin dapat membentuk respon imun humoral terhadap CMV, dengan adanya kenaikan IgM
dan IgM antibodi spesifik CMV pada serum umbilikal. Waktu yang diperlukan untuk terbentuknya
antibodi masih dalam penelitian. Respon imun awal, immunosupresi dengan jumlah sel helper yang
rendah pada infeksi natural dan setelah transplantasi. Derajat respon imun berhubungan dengan
adanya dan jumlah ekskresi virus dan beratnya penyakit. Kemampuan limfosit untuk berprofilerasi
sebagai respon imun akan menghilang sampai 2 bulan setelah onset gejala.
Respon proteksi yang paling penting, adalah reaksi sitotoksik spesifik terhadap CMV.
Respon ini terjadi pada awal infeksi CMV, dua minggu setelah masuknya virus. Resipien
transplantasi organ yang gagal untuk menghasilkan sitotoksisitas spesifik tersebut, menderita
penyakit yang berat dan viremia berkepanjangan.
Belum begitu jelas apakah semua respon imun menguntungkan bagi host. Peningkatan yang
berlebihan dari ”natural killer sel” (secara morfologi dinyatakan sebagai limfosit granuler besar)
dalam cairan Bronkhoalveolar, berhubungan dengan derajat beratnya penyakit pneumonitis CMV.
Masa inkubasi penularan secara horisontal pada infeksi CMV pada lingkungan seisi rumah belum
diketahui. Infeksi biasanya timbul 3 sampai 12 minggu setelah tranfusi darah dan antara 1 sampai 4
bulan setelah transplantasi organ.6
6 Pickering, Larry K. Red book: 2003 Report of the Committee on Infectious Disease; ed 26.
AmericanAcademy of Pediatrics. 2003; 259- 262
Transmisi Intrapartum
Sebagian besar bayi tertular CMV selama proses persalinan melalui jalan lahir. Sumber
penularan paling penting dari virus adalah sekresi traktus genital pada saat melahirkan. Kira-kira 6
– 12% ibu-ibu yang seropositif menularkan CMV ke bayi-bayi mereka melalui sekret servikal-
vaginal. Beberapa dari infeksi ini kemungkinan merupakan hasil dari kontak intrapartum dengan
sekresi serviks yang terinfeksi, sedangkan bayi lain ditularkan dengan menelan ASI yang
mengandung virus segera setelah lahir. Pada wanita dengan seropositif terhadap CMV, dapat
mengalami infeksi ulangan dari strain CMV yang berbeda sehingga dapat menyebabkan penularan
via intrapartum dan infeksi kongenital yang simtomatis.4
4 Boppana, Suresh B. et al. Intrauterine transmission of cytomegalovirus to infants of women with
preconceptional immunity. N Engl J Med, 2001;344: 1366- 1371
Transmisi Selama Masa Bayi dan Anak-anak1
CMV didalam ASI sumber penularan utama secara vertikal. Virus lebih banyak ditemukan
didalam ASI (36%) dibanding dalam kolostrum (8%). Bayi terinfeksi mengekskresikan virus
selama bertahun-tahun pada saliva dan urin mereka. Numazaki dkk mendapatkan usia antara 5 – 9
bulan, 60% dari bayi di Jepang mengekskresikan virus di dalam urin dan saluran napas bagian atas.
Meskipun hanya ada sedikit data, ada indikasi bahwa penularan membutuhkan kontak yang erat.
Bila virus terdapat dalam urin dan saliva bayi, ada peluang untuk menyebar dari satu ke anak yang
lain.
Transmisi perinatal umum terjadi, mencapai 10 – 60% pada usia 6 bulan. Pada penelitian
dengan menggunakan PCR, proporsi sampel ASI yang positif DNA cytomegalovirus pada satu
bulan setelah persalinan adalah 92%.
Setelah tahun pertama kehidupan, prevalensi infeksi tergantung pada aktivitas kelompok,
dengan kontribus terbesar penyebaran CMV oleh pusat pemeliharaan anak. Skala infeksi 50 – 80%
selama masa anak-anak. Untuk anak-anak yang tidak berhubungan dengan anak lain, skala infeksi
meningkat amat lambat selama 10 tahun pertama kehidupan. Puncak kedua muncul pada masa
remaja sebagai hasil kontak seksual. Pekerja merawat anak seronegatif dan orang tua dari anak
dengan CMV memiliki 10 – 20% resiko untuk mendapat CMV, yang berlawanan dengan skala 1 –
3% resiko pada populasi umum.
Penyelenggara pelayanan kesehatan tidak beresiko tertular CMV dari pasien. Bahaya infeksi
nosokomial berasal dari transfusi darah dan produk darah. Pada populasi dengan 50% prevalensi
infeksi CMV, resiko kira-kira terdapat pada 2,7% per unit dari seluruh darah. Transfusi lekosit
memiliki resiko infeksi lebih tinggi. Infeksi biasanya asimptomatik, meskipun begitu pada anak
sehat dan orang dewasa mempunyai resiko tertular penyakit bila penerima adalah seronegatif dan
menerima banyak unit.
Pasien imunokompromais dan bayi prematur seronegatif memiliki resiko lebih tinggi (10 –
30%). Infeksi CMV ditransmikikan pada organ hasil transplantasi (ginjal, jantung, dsb). Setelah
transplantasi, banyak pasien mengekskresikan CMV sebagai hasil dari infeksi yang didapat dari
organ donor atau reaktivasi dari infeksi laten yang disebabkan oleh pemberian imunosupresan.
Penerima organ seronegatif dari donor seropositif mempunyai resiko paling besar untuk timbulnya
penyakit.
Manifestasi klinis1
Tanda dan gejala infeksi CMV bervariasi menurut umur, jalur transmisi, dan status
imunologis dari pasien.
Manifestasi klinis meliputi hepatomegali, splenomegali, ptekie, purpura, mikrosefali, korioretinitis,
dan kalsifikasi serebral. Infeksi sifatnya subklinis pada sebagian besar pasien. Pada anak-anak,
infeksi CMV primer kadang menyebabkan pneumonitis, hepatomegali, hepatitis, dan ruam ptekie.
Pada anak yang lebih besar, remaja, dan dewasa, CMV dapat menyebabkan sindrom seperti infeksi
mononukleosis, ditandai oleh kelelahan, malaise, mialgia, sakit kepala, demam,
hepatosplenomegali, fungsi hati abnormal, dan limfositosis atipik. Tampilan mononucleosis CMV
biasanya ringan, berakhir 2 – 3 minggu. Beberapa pasien menampakkan gejala demam
berkepanjangan, hepatitis berat, ruam yang mirip morbili, atau kombinasi semuanya. Infeksi ulang
sifatnya asimptomatik pada individu imunokompeten.
a. Individu dengan imunokompromais 1
Pada individu dengan imunokompromais, resiko penyakit CMV meningkat untuk
mendapatkan infeksi primer dan infeksi ulang. Infeksi primer dengan manifestasi berpa
penumonitis (paling sering), hepatitis, chorioretinitis, penyakit gastrointestinal, atau demam
dengan leukopeni, sering berakibat fatal. Pada pasien penerima transplantasi tulang belakang,
dan pasien dengan AIDS, mempunyai resiko paling besar.
Pneumonia, retinitis, dan kelainan sistem saraf pusat dan traktus gastrointestinal biasanya
progresif dan berat. Ulserasi submukosal dapat terjadi dimanapun dalam traktus gastrointestinal.
Komplikasi yang sering terjadi yaitu perdarahan dan perforasi, demikian juga pankreatitis dan
kolesistitis dapat terjadi.
b. Infeksi Kongenital
Hanya 5% bayi dengan infeksi CMV kongenital simtomatik yang menjadi penyakit inklusi
CMV yang berat, 5% yang lain dengan gejala yang ringan, dan 90% infeksi CMV kongenital
subklinis, tetapi menjadi kronis.
Gejala pada bayi baru lahir biasanya mudah dideteksi. Hampir semua infeksi kongenital
memperlihatkan gejala dan sekuele, yang lebih banyak disebabkan oleh infeksi primer daripada
infeksi ulangan pada wanita hamil. Infeksi CMV kongenital yang asimptomatik merupakan
penyebab utama kehilangan pendengaran sensorineural, kurang lebih pada kira-kira 7% bayi
yang terinfeksi.
Tanda dan gejala karakteristik umum termasuk IUGR, prematuritas, hepatosplenomegali
dan hiperbilirubinemi, trombositopenia, dan purpura, dan kalsifikasi intrakranial dan
mikrosefali. Hiperbilirubinemia (direk dan indirek) merupakan manifestasi tersering, terjadi
pada lebih dari separuh bayi-bayi yang terinfeksi. Hidrosephalus obstruktif dengan kalsifikasi
periventrikuler dapat juga terjadi. Problem neurologis lainnya meliputi chorioretinitias,
kehilangan pendengaran sensorineural, dan peningkatan ringan dari protein cairan serebrospinal.
c. Infeksi Perinatal
Infeksi CMV didapat melalui penularan dari traktus genital ibu pada saat persalinan atau
melalui ASI, sekalipun telah mendapat antibodi pasif. Kurang lebih 6 – 12% dari ibu seropositif
menularkan CMV pada bayi mereka karena adanya sekresi vaginal-cervical, dan 50% melalui
ASI. Mayoritas pada bayi masih asimptomatik dan tidak memperlihatkan sekuele. Kadang-
kadang, infeksi CMV didapat pada saat perinatal dihubungkan dengan pneumonitis. Bayi
prematur dan aterm yang sakit dapat mengalami sekuele neurologi dan retardasi psikomotor.
Resiko kehilangan pendengaran, chorioretinitis, dan mikrosefal tidak meningkat.
Bayi prematur seronegatif dengan berat lahir < 1,5 kg, dengan infeksi CMV dari transfusi
cairan beresiko sebesar 40% mendapat hepatosplenomegali, pneumonitis, petechiae, ikterik,
trombositopenia, limfositosis atipical, pucat, dan anemia hemolitik.
Diagnosis
1. Isolasi Virus
Infeksi CMV aktif dapat dideteksi dengan baik melalui isolasi virus dari cairan
serebrospinal, urin, saliva, bilas bronkoalveolar, ASI, sekresi servikal, buffy coat dan jaringan
yang dihasilkan dari biopsi.
Identifikasi cepat (24 jam) saat ini menjadi hal yang rutin, kultur dengan menggunakan
metode sentrifugasi yang dipercepat didasarkan pada deteksi awal antigen CMV menggunakan
antibodi monoklonal.
Infeksi juga dapat didiagnosa in utero dengan isolasi virus dari cairan amnion. Kultur yang
negatif tidak menyingkirkan infeksi fetal karena interval antara infreksi maternal dengan infeksi
fetal belum diketahui.
2. Metode Serologi
Adanya pergantian viral dan infeksi aktif tidak menghubungkan infeksi primer dengan
infeksi ulang. Infeksi primer dikonfirmasikan oleh serokonversi atau deteksi simultan dari
immunoglobulin (Ig) M sebagaimana antibodi IgG. Meningkatnya antibodi IgG dapat
disebabkan oleh infeksi primer maupun ulangan dan harus diinterprestasikan dengan hati-hati.
Untuk mengukur IgG predominan, diperlukan serum spesimen serial dari lahir untuk
membedakan kelainan kongenital dari infeksi natal atau postnatal.
Tes serologi yang sensitif dan spesifik untuk mengukur antibodi IgG tersedia di
laboratorium diagnosa. Fiksasi komplemen, netralisasi, antikomplemen immunofluoresen, dan
uji kadar indirect immunofluoresen disukai untuk menentukan kenaikan antibodi karena sifatnya
kuantitatif. Berlawanan dengn hal itu, radioimmunoassay (RIA) dan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) kurang handal dalam menunjukkan perubahan secara signifikan
dalam titer karena sebagian besar laboratorium menggunakan binding ratio (RIA) dan
absorbance unit (ELISA) pada dilusi serum untuk membandingkan jumlah antibodi yang ada
pada dua sampel serum. Kenaikan sedikit titer antibodi pada pasien seropositif dini, harus
diinterprestasikan dengan hati-hati karena kadang-kadang baru akan muncul beberapa tahun
setelah infeksi primer. Antibodi IgG menetap selama hidup. Antibodi IgM dapat dilihat secara
transient (4 – 16 minggu) selama fase akut dari infeksi simptomatis ataupun asimptomatis
infeksi primer pada orang dewasa.
RIA, ELISA, dan suatu IgM capture RIA memiliki spesifikasi dan sensitivitas yang cukup
tinggi untuk mendeteksi infeksi primer. IgM jarang ditemukan pada infeksi ulangan (0,2 – 1%)
dengan metode ini. Metode ELISA dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik, yang menunjukkan
infeksi akut meskipun ada 30% infeksi akut yang seronegatif serta positif palsu pada 10%
wanita yang sering rekuren.
Infeksi ulangan didefinisikan sebagai munculnya kembali ekskresi viral pada pasien yang
diketahui seropositive di masa lalu. Perbedaan antara reaktivasi virus endogen dan reinfeksi
pola CMV yang berbeda, membutuhkan analisa dengan restriksi enzim dari virus DNA untuk
menunjukkan adanya polimorfisme diantara isolasi virus.
Pada pasien immunokompromais, terdapatnya ekskresi CMV, peningkatan titer IgG, dan
adanya antibodi IgM merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga untuk membandingkan antara
infeksi primer dan ulangan menjadi lebih sulit. Adanya viremia yang ditunjukkan oleh kultur
buffy coat atau deteksi DNA, CMV menunjukkan penyakit aktif atau prognosis yang jelek, baik
pada infeksi primer, ulangan, atau yang tak dapat ditentukan.
3. PCR (Polimerase Chain Reaction)
Deteksi CMV dengan kultur tidak memberikan hasil memuaskan untuk mendiagnosa infeksi
akut. Pemeriksaan berkala DNA – CMV dari darah perifer dengan pemeriksaan kuantitatif PCR
dapat berguna untuk mengidentifikasi penderita yang beresiko tinggi dan memantau efek dari
terapi antiviral. PCR dan hibridisasi merupakan teknik pemeriksaan yang cepat yang sekarang
sering dilakukan rutin untuk deteksi CMV. Pemeriksaan dari cairan cerebrospinal dilakukan
untuk menegakkan diagnosa encephalitis CMV.
4. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan badan inklusi virus dari jaringan kolon, esophagus, atau jaringan paru, sama
baiknya dengan identifikasi virus melalui pewarnaan khusus atau kultur. Badan inklusi dapat
ditemukan pada sedimen urin sekitar 50% dari neonatus yang terinfeksi berat. Pemeriksaan ini
harus dikerjakan apabila metode serologi atau virologi yang lebih sensitif tidak tersedia. Badan
inklusi dapat terlihat dengan pewarnaan Papanicolau, Giemsa, hematoxylin dan eosin pada
sedimen urin.
5. CT scan
Pada neonatus dengan infeksi CMV kongenital simtomatis, CT scan kepala merupakan
prediktor yang baik untuk melihat keluaran perkembangan neurodevelopmental.4,5
URL:file://F:\emedicine%20-%20Cytomegalovirus%20Infection%20%20Article%20by
%20Ma.(2004)
Abnormal CT scan kepala dengan kalsifikasi intraserebral paling sering ditemukan. Sebagai
tambahan, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat meramal kelainan
neuroradiografik pada neonatus dengan infeksi CMV kongenital simtomatis.2
2 Boppana, Suresh B. et al. Neuroradiographic findings in the newborn period and long term
outcome in children with symptomatic Congenital Cytomegalovirus infection. Pediatrics. 1997;
409- 414
Diagnosis Banding 7Stagno S. Cytomegalovirus. Dalam Remington Jack S. et al. Infectious
diseases of the fetus & newborn infant; ed 4. WB Saunders Company. 1995; 312- 346
Infeksi CMV/CID (Cytomegalic Inclusion Disease) pada bayi, perlu diperhatikan adanya
penyakit lain yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, ptekie atau purpura,
hepatosplenomegali, infeksi saluran nafas dan variasi dari kelainan-kelainan ekstra neural dan
okuloserebral.
1. Sindrom Rubella Kongenital
Baik CMV maupun rubella dapat menyebabkan ptekie dan purpura, ikterus,
hepatosplenomegali, trombositopeni, mikrosefali, dan retardasi mental. Kedua penyakit ini juga
berhubungan dengan prematuritas dan retardasi pertumbuhan intra uterin. Tetapi CMV lebih
jarang menyebabkan katarak dan kelainan jantung kongenital dibanding Rubella. Rubella lebih
sering menimbulkan rash purura dibandingkan rash ptekie, kelainan tersebut lebih sering
didapatkan di daerah muka dan leher. Korioretinitis pada CMV distribusinya bersifat fokal,
sementara pada sindrom Rubella kongenital tersebar mirip gambaran ”garam dan lada”.
Pemeriksaan dengan uji serologis dan virologis disarankan untuk memastikan penyebabnya.
2. Toxoplasmosis Kongenital
Hampir semua manifestasi yang didapat pada CID (Cytomegalic Inclusion Disease) juga
didapatkan pada Toxoplasmosis. Perbedaan diantara keduanya masih belum banyak diketahui.
Kalsifikasi pada Toxoplasmosis biasanya terdapat pada kortex serebri, ini tidak terjadi pada
CID. Rash makulopapuler dapat muncul pada toxoplasmosis, tetapi tidak disertai komponen
ptekie maupun purpura. Korioretinitis pada CID biasanya terjadi bersama dengan mikrosefali,
sedangkan pada Toxoplasmosis tidak didapatkan mikrosefali.
Diagnosis pada toxoplasmosis dapat dibuat dengan pemeriksaan antibodi serial
menggunakan fluoresen atau prosedur antibodi Sabin-Fieldman. Infeksi toxoplasma aktif atau
baru saja terjadi dapat dihubungkan dengan tingginya titer antibodi spesifik.
3. Infeksi Herpes Simpleks
Penderita dengan mikrosefal dan kalsifikasi serebral didapatkan pada infeksi berat herpes
simpleks kongenital, mirip dengan CID kongenital. Adanya lesi vesikuler di kulit yang
mengandung virus herpes simpleks sangat bernilai dalam diferensial diagnosis.
4. Sepsis Neonatal
Bayi-bayi dengan sepsis bakterial pada umumnya menunjukkan sakit lebih berat dibanding
CID. Mereka menjadi letargi dan tidak responsif, dan kurang lebih pada sepertiga kasus
menampakkan gejala-gejala meningitis. Keduanya dapat menimbulkan ikterik dan ptekie. Pada
sepsis, ikterik sering sebagai akibat infeksi gram negatif dan kadang-kadang pada infeksi
streptokokus grup B. Ptekie lebih jarang pada sepsis. Konfirmasi klinis tergantung pada hasil
kultur darah yang positif. Sebagian besar bayi dengan CID dan infeksi kongenital non bakterial
lain harus diobati dengan antibiotik, karena ketidakpastian diagnosis selama menunggu hasil
kultur.
5. Siphilis Kongenital
Tanda yang paling sering timbul pada sifilis kongenital dini adalah osteokondritis epifisitis
pada rotgenogram tulang panjang. Rhinitis, kadang-kadang berhubungan dengan laringitis,
adalah tanda-tanda lain dari penyakit ini. Sering pula diikuti dengan ruam makulopapuler merah
tua. Hepatosplenomegali dapat timbul, tetapi lebih jarang pada sifilis dibandingkan dengan CID.
Kalsifikasi otak tidak karakteristik pada sifilis kongenital. Koroiditis mungkin didapatkan.
Uji laboratorium untuk sifilis meliputi uji lapangan gelap pada discharge nasal spirocheta-
laden. Salah satu dari beberapa uji standar (treponemal atau reagin) harus dikerjakan baik pada
ibu maupun bayinya.
Terapi
Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi CMV, meskipun banyak obat dan biologikal
termasuk acyclovir, adenine arabinose, cytosine arabinose, idoxuridine, interferon telah diujikan
pada penderita. Pemakaian acyclovir sebagai agen antiviral disukai karena bereaksi spesifik dengan
enzym thymidin kinase.
Dua agen antivirus yang dipakai yitu Ganciclovir dan Foscarnet. Ganciclovir merupakan
nuklosid trifosfat dan berfungsi sebagai suatu terminator DNA. Sedangkan Foscarnet analog
pirofosfat sebagai suatu inhibitor selektif terhadap DNA polimerase.
Ganciclovir dikombinasikan dengan immunoglobulin, yaitu immunoglobulin intravena standar
(IVIG) atau hiperimun CMV IVIG, telah digunakan untuk infeksi CMV pada penderita dengan
immunokompromais (penerima transplantasi sumsum tulang, ginjal, jantung dan penderita dengan
AIDS). Dua regimen yang dipublikasikan adalah :
ganciclovir (7,5 mg/kg/24 jam IV dibagi setiap 8 jam selama 14 hari), dengan CMV IVIG (400
mg/kg pada hari ke-1, 2 dan 7 serta 200 mg/kg pada hari ke-14);
dan gaciclovir (7,5 mg/kg/24 jam IV dibagi setiap 8 jam selama 20 hari) dengan IVIG 500
mg/kg untuk hari sesudahnya selama 10 hari.
CMV retinitis dan penyakit gastrointestinal muncul dan secara klinis responsif terhadap terapi,
tetapi sering berulang. Toksisitas terhadap terapi, tetapi sering berulang. Toksisitas dengan
ganciclovir sering terjadi dan sering menjadi berat, termasuk neutropenia, trombositopenia,
disfungsi hati, reduksi pada spermatogenesis, dan gangguan gastrointestinal dan renal.
Foscarnet adalah alternatif agen antiviral, meskipun informasi penggunaannya pada anak-anak
masih terbatas. Obat ini bersifat nefrotoksik, efek samping yang lain yaitu kejang, hipokalsemi,
nausea, ataksia dan perubahan status mental tetapi tidak myelotoksik.
Foscarnet digunakan pada penderita yang secara klinik resisten dan intoleransi terhadap
Ganciclovir, telah dicatat kurang lebih pada 10% penderita dengan AIDS yang sudah mendapat
Gaciclovir selama > 3 bulan. Dosis pemberiannya telah diteliti yaitu, 60 mg/kg/hari dengan
didapatkan efek samping tercatat lebih sedikit dibanding dengan dosis 90 – 120 mg/kg/hari.
Infeksi Kongenital
Penelitian tahap ke II dengan ganciclovir (12 mg/kg/24 jam untuk total 6 minggu)
memperlihatkan peningkatan pendengaran atau stabilisasi pada 5 dari 30 bayi. Penelitian acak dari
infeksi CMV kongenital simptomatik menampakkan kemajun.
Prognosis
Prognosis pada infeksi CMV yang didapat, secara umum baik untuk penderita yang
sebelumnya kondisinya baik. Pasien yang berkembang menjadi sindrom Guillain-Barre, sembuh
dengan sempurna. Infeksi CMV yang dikarenakan transfusi darah mempunyai prognosis baik pada
penderita yang tidak imunokompromais, kecuali pada bayi kecil preterm yang menerima darah dari
donor dengan antibodi CMV positif.
Pasien dengan CMV mononucleosis biasanya sembuh total, sekalipun beberapa memiliki
gejala yang berkepanjangan. Sebagian besar pasien immunokompromais juga sembuh, tetapi dari
pengalaman, pasien dengan pneumonitis berat, mempunyai tingkat kefatalan tinggi bila terjadi
hipoksemia. Infeksi CMV mungkin merupakan peristiwa akhir pada individu dengan kerentanan
terhadap infeksi yang meningkat, seperti pasien dengan AIDS.
Infeksi Kongenital
Prognosis pada infeksi kongenital CMV sulit diprediksi. Penderita dengan lingkar kepala
kurang pada saat lahir atau dengan kalsifikasi serebral pada saat 2 bulan pertama kehidupan
biasanya mempunyai retardasi psikomotor sedang sampai berat.
Prognosis untuk pertumbuhan normal pada penyakit cytomegalo simptomatik sangat kecil.
Lebih dari 90% dari anak-anak ini menunjukkan adanya kerusakan fungsi saraf sentral dan
pendengaran pada tahun-tahun sesudahnya. Pada bayi dengan infeksi subklinis, penampakan lebih
baik. Yang perlu diperhatikan adalah perkembangan berikutnya dari kehilangan pendengaran
sensorineural (5 – 10%), chorioretinitis (3 – 5%), dan manifestasi lain seperti abnormalitas
perkembangan, mikrosefal, dan defisit neurologi.
Pencegahan
Penggunaan komponen darah bebas CMV, terutama untuk bayi prematur, dan bila mungkin,
pemanfaatan organ dari donor bebas CMV untuk transplantasi yang merupakan hal penting untuk
mencegah infeksi CMV dan pada pasien resiko tinggi.
Wanita hamil dengan seropositif mempunyai resiko rendah melahirkan bayi simptomatik.
Jika mungkin, wanita hamil harus melakukan tes serologi CMV.
Mereka yang CMV seronegatif, harus diberitahu untuk mencuci tangan dengan baik dan menjaga
kebersihan lainnya dan mencegah kontak dengan sekresi oral dengan orang lain.
Vaksinasi tidak dapat diharapkan dapat memberikan pencegahan yang lebih baik dibanding
infeksi alamiah sebelumnya, dimana dapat mencegah infeksi kongenital.
a. Imunoprofilaksis Pasif
Pemanfaatan IVIG dan CMV IVIG untuk profilaksis terhadap infeksi, pada penderita dengan
transplantasi tulang belakang dan organ padat mengurangi resiko gejala penyakit tetapi tidak
melindungi dari infeksi. Manfaat dari profilaksis lebih nyata pada saat resiko mendapat infeksi
CMV primer besar, seperti pada transplantasi tulang belakang.
Regimen yang direkomendasikan IVIG (1000 mg/kg) atau CMV IVIG (500 mg/kg)
diberikan intravena sebagai dosis tunggal dimulai dari 72 jam setelah transplantasi dan sekali
seminggu sampai hari ke 90 – 120 setelah operasi.
b. Imunisasi Aktif
Keuntungan imunisasi sifatnya substansial, seperti terlihat bahwa hampir semua penyakit
berat mengikuti infeksi primer, terutama pada infeksi kongenital, infeksi yang didapat dari
transfusi, dan infeksi pada penerima transplantasi. Kelompok yang perlu mendapat vaksin CMV
termasuk wanita seronegatif pada usia subur dan penerima transplantasi seronegatif.
Vaksin hidup seperti prototipe rantai Towne sifatnya imunogenik, tetapi imuniotas
berkurang cepat. Virus vaksin tidak tampak transmissible. Vaksin tidak melindungi penerima
transplantasi ginjal dari infeksi CMV, tetapi terlihat bisa mengurangi virulensi dari infeksi
primer. Dalam penelitian tentang efikasi vaksin pada wanita dewasa normal, vaksin rantai
Towne tidak memberi proteksi terhadap infeksi alami. Tipe vaksin lainnya, seperti vaksin
subunit dan rekombinan, sedang diteliti pada percobaan klinik.
KEPUSTAKA
1. Stagno S. Cytomegalovirus. Dalam Behrman RE, et al. Nelson textbook of pediatrics; ed
17. Philadelphia : WB Saunders Company. 2004; 1066- 1069.
2. Boppana, Suresh B. et al. Neuroradiographic findings in the newborn period and long term
outcome in children with symptomatic Congenital Cytomegalovirus infection. Pediatrics.
1997; 409- 414.
3. URL:file:///F:/Cytomegalovirus%20(CMV)%20Infection.htm . (2002)
4. Boppana, Suresh B. et al. Intrauterine transmission of cytomegalovirus to infants of women
with preconceptional immunity. N Engl J Med, 2001;344: 1366- 1371.
5. URL:file://F:\emedicine%20-%20Cytomegalovirus%20Infection%20%20Article%20by
%20Ma.. (2004)
6. Pickering, Larry K. Red book: 2003 Report of the Committee on Infectious Disease; ed 26.
AmericanAcademy of Pediatrics. 2003; 259- 262.
Stagno S. Cytomegalovirus. Dalam Remington Jack S. et al. Infectious diseases of the fetus & newborn infant; ed 4. WB Saun