SKENARIO

16
SKENARIO Seorang anak perempuan 10 tahun datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lutut kiri, demam, jantung terasa berdebar-debar. Hal ini dialami sejak tiga hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisis ditemukan : sianosis (-), nadi 140 kali/menit, reguler tekanan darah 120/60 mmHg, suhu 38º C, DVS normal. Pemeriksaan toraks ditemukan peningkatan aktivitas ventrikel kiri, thrill teraba di apeks, a. Femoralis terababounding, batas-batas jantung membesar, bunyi S1 dan S2 murni, intensitas normal, terdengar bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks. Tidak terdapat jari tabuh. Tanda-tanda radang di lutut kiri. KLARIFIKASI KATA SULIT Setelah membaca dan memahami skenario di atas dengan seksama, kelompok kami menemukan beberapa kata-kata sulit yaitu : DVS Thrill A. Femoralis teraba bounding Bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks Jari tabuh Klarifikasi : DVS adalah Desakan Vena Sentral Thrill adalah sensasi getaran superfisial yang teraba pada kulit di atas daerah turbulensi. [1] A. Femoralis teraba bounding artinya bahwa derajat denyut arteri mencapai derajat 4 (bounding = meloncat). [2] Sistem gradasi mengenai amplitudo denyut yang paling banyak diterima :[3] 0 Tidak ada 1 Melemah 2 Normal 3 Meningkat 4 Meloncat (bounding) Bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks : bising jantung derajat 2-3 dari skala 1 sampai 6. [4] Punctum maksimum (pm) artinya terdengar paling keras di apeks kordis. Derajat 2 : bising yang lemah tapi mudah didengar, penjalaran terbatas. Derajat 3 : bising yang cukup keras, tidak disertai penjalaran bising, penjalaran sedang sampai luas. [5] Jari tabuh atau clubbing yaitu hilangnya sudut antara kuku dan falang terminal. Clubbing berkaitan dengan sejumlah gangguan klinis seperti : [6] * Tumor intratoraks * Jalan pintas campuran dari vena ke arteri * Penyakit kronis paru * Fibrosis hati kronis Clubbing ditemukan pada sianosis sentral dan menunjukkan kelainan kardiopulmoner yang berat. [7]

description

laporan

Transcript of SKENARIO

Page 1: SKENARIO

SKENARIO 

            Seorang anak perempuan 10 tahun datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lutut kiri,

demam, jantung terasa berdebar-debar. Hal ini dialami sejak tiga hari yang lalu. Pada pemeriksaan

fisis ditemukan : sianosis (-), nadi 140 kali/menit, reguler tekanan darah 120/60 mmHg, suhu 38º C,

DVS normal. Pemeriksaan toraks ditemukan peningkatan aktivitas ventrikel kiri, thrill teraba di apeks,

a. Femoralis terababounding, batas-batas jantung membesar, bunyi S1 dan S2 murni, intensitas

normal, terdengar bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks. Tidak terdapat jari tabuh. Tanda-

tanda radang di lutut kiri.KLARIFIKASI KATA SULIT

            Setelah membaca dan memahami skenario di atas dengan seksama, kelompok kami

menemukan beberapa kata-kata sulit yaitu :      DVS

      Thrill

      A. Femoralis teraba bounding

      Bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks

      Jari tabuh

Klarifikasi :      DVS adalah Desakan Vena Sentral

      Thrill adalah sensasi getaran superfisial yang teraba pada kulit di atas daerah turbulensi. [1]      A. Femoralis teraba bounding artinya bahwa derajat denyut arteri mencapai derajat 4 (bounding =

meloncat). [2]Sistem gradasi mengenai amplitudo denyut yang paling banyak diterima :[3]

0          Tidak ada

1          Melemah

2          Normal

3          Meningkat

4          Meloncat (bounding)      Bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks : bising jantung derajat 2-3 dari skala 1 sampai

6. [4]  Punctum maksimum (pm) artinya terdengar paling keras di apeks kordis.

Derajat 2   :  bising yang lemah tapi mudah didengar, penjalaran terbatas.

Derajat 3 : bising yang cukup keras, tidak disertai penjalaran bising, penjalaran sedang sampai luas. [5]      Jari tabuh atau clubbing yaitu hilangnya sudut antara kuku dan falang terminal. Clubbing

berkaitan dengan sejumlah gangguan klinis seperti : [6]* Tumor intratoraks

* Jalan pintas campuran dari vena ke arteri

* Penyakit kronis paru

* Fibrosis hati kronis

Clubbing ditemukan pada sianosis sentral dan menunjukkan kelainan kardiopulmoner yang berat. [7]

KATA KUNCI

Berikut ini adalah beberapa kata atau kalimat kunci yang diidentifikasi dari skenario:    Perempuan 10 tahun

    Nyeri dan bengkak lutut kiri

    Demam

    Palpitasi

    Akut (3 hari lalu)

    Sianosis (-)

Page 2: SKENARIO

    Takikardia

    Tekanan darah 120/60 mmH

    DVS normal

    Thrill teraba di apeks

    A. Femoralis teraba bounding,

    Kardiomegali

    S1 dan S2 murni

    Bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks

    Tidak terdapat jari tabuh

PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1.      Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ yang terlibat?

2.      Bagaimana patomekanisme nyeri, bengkak, dan demam?

3.      Bagaimana patomekanisme palpitasi?

4.      Mengapa nyeri dan bengkak yang dialami pasien tidak simetris?

5.      Apa hubungan jenis kelamin dan umur pada gejala?

6.      Mengapa thrill teraba di apeks?

7.      Bagaimana mekanisme bising sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks?

8.      Bagaimana mekanisme a. Femoralis teraba bounding?

9.      Bagaimana mekanisme dan makna aktivitas ventrikel kiri meningkat?

10.  Bagaimana mekanisme dan penyebab takikardia?

11.  Bagaimana hubungan batas-batas jantung yang membesar dengan gejala-gejala yang dialami?

12.  Apakah diagnosis banding untuk skenario di atas?

JAWABAN PERTANYAAN

1.      Anatomi jantung [8] :Jantung terletak dalam ruang mediastinum inferius rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium

yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan yaitu : lapisan dalam (perikardium visceralis) dan lapisan

luar (perikardium paritetalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas,

yang mengurangi gesekan antara gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke

depan pada strenum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dan ke bawah pada diafragma.

Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil tempatnya. Perikardium visceralis melekat secara

langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau

neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung.

Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah yang merupakan lapisan

otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang disebut

endokardium.

Page 3: SKENARIO

Jantung Aspectus Anterior [9]Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteri pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung (basis cordis). Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu anulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup maupun otot). Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah secara anatomi : vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria plmonalis, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.

 Katup Mitral [10]

Jantung memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan

jantung ke anterior, di bawah sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung

dapat dipalpasi di garis midklavikula pada ruang interkostal keempat atau kelima.

Fisiologi Jantung :

Page 4: SKENARIO

      Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait.

Gelombang rangsangan listrik yang tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju

miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut depolarisasi, dan diikuti

pemulihan kembali disebut repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik dandiastolik. Sistolik

merupakan sepertiga dari siklus jantung. Aktivitas listrik sel yang dicatat melalui elektrode intrasel

memperlihatkan bentuk khas yang disebut potensial aksi. [11]       Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam

sirkulasi paru dan sistemik. Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut curah

jantung. Curah jantung rata-rata adalah 5 L/menit. Tetapi, curah jantung bervariasi untuk memenuhi

kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer sesuai ukuran tubuh, yang diindikatori oleh index

jantung (diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3

L/menit/m2permukaan tubuh. [12]

Histologi Jantung : [13]      Secara mikroskopis, dinding jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium, miokardium dan

lapisan terakhir epicardium.

Endokardium   : Terdapat perbedaan ketebalan antara lapisan endokardium atrium dan ventrikel, pada

atrium endokardiumnya tipis sedang pada ventrikel tipis. Dari dalam ke luar, lapisan ini terdiri atas

lapisan endotel, subendotel, elastikomuskuler dan subendokardial.    Lapisan endotel berhubungan dengan endotel pembuluh darah yang masuk keluar jantung, sel

endotel ini adalah sel squamosa berbentuk agak bulat, dapat juga poligonal.    Lapisan subendotel merupakan lapisan tipis anyaman penyambung jarang yang mengandung

serat kolagen, elastis dan fibroblas.    Lapisan elastikomuskular terdiri dari anyaman penyambung elastis yang lebih padat dan otot

polos.    Lapisan endokardial berhubungan dengan miokardium yang terdiri dari anyaman penyambung

jarang yang mengandung vena, saraf dan sel purkinye yang merupakan bagian dari sistem impuls

konduksi jantung. Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat otot jantung, memiliki diskus

interkalaris, diameternya lebih besar dari otot jantung, memiliki sedikit miofibril yang letaknya di

perifer, sitoplasma memiliki butir glikogen.

Mikroskopik Endokardium Ventrikel [14]Endokardium ini meliputi juga permukaan bagian lain selain atrium dan ventrikel, yaitu :

-          Katup atrioventrikuler

-          M. papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung

Page 5: SKENARIO

-          Korda tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m. papillaris dengan katup

jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium pada saat ventrikel berkontraksi, hal ini

untuk mencegah darah mengalir kembali ke atrium.

Miokardium : Miokardium merupakan bagian paling tebal dari dinding jantung yang terdiri dari lapisan otot jantung.

Atrium tipis dan ventrikel tebal. Ventrikel kanan << ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz

streinfen) : Fascia adheren dan Gap junction.

Epikardium : Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari jaringan ikat fibroelastis dan mesotel. Epikardium terdiri

dari perikardium, kavum perikard, perikardium viseralis, dan perikardium parietalis.

1.      Patomekanisme nyeri :

Infeksi β-Streptococci Grup A terhadap tubuh merangsang timbulnya respon imun. Respon imun yang

muncul bisa respon selular maupun humoral. Respon selular berupa peningkatan sel T

sitotoksik. Respon humoral bisa berupa pelepasan antibodi anti-sterptococci misalnya ASTO, anti-

DNAase antibodi [15]. Pada sendi artikular terdapa antigen penyebab artritis yang kemudian bertemu

dengan APC yang terdiri dari sel sinoviosit, sel makrofag, dan sel dendritik yang kemudian akan

mengekspresikan HLA-DR. antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh CD4+. APC + HLA-

DR + CD4+ membentuk trimolekul kompleks yang mengekskresi reseptor IL-2 pada permukaan

CD4+ yang teraktivasi. Selain itu, juga disekresi  berbagai limfokin, gamma IFN, TNF-beta, IL-3, IL-4,

GM-CSE yang meningkatkan fagositosis makrofag, produksi antibody untuk sel B. Antibodi dan antigen

yang sesuai membentuk kompleks imun yang akan berdifusi ke dalam ruang sendi. Deposisi kompleks

imun aan mengaktivasi komplemen C5a yang akan meningkatkan pemeabilitas vaskuler dan menarik

lebih banyak PMN. Fagositosis kompleks imun oleh makrofag akan membebaskan radikal bebas

oksigen, leukotrien, prostaglandin, dan bradikinin . Bradikinin inilah yang berperan sebagai

mediator nyeri. Akibatnya, terjadi erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen (O3) dapat

menyebabkan viskositas cairan sendi menurun, di samping itu juga merusak kolagen dan proteoglikan

rawan sendi.

Patomekanisme bengkak : proses inflamasi yang terjadi di jaringan sendi yang melalui mekanisme di

atas juga akan menimbulkan peningkatan ukuran jaringan yang mengalami inflamasi disertai

perubahan warna (merah), peningkatan suhu, nyeri, dan functio laesa (kehilangan fungsi).

Patomekanisme demam : Infeksi β-Streptococci Grup A terhadap tubuh menginduksi pembentukan

pirogen yang mempengaruhi monosit, limfosit B, makrofag, dan sel lainnya mengeluarkan sitokin

pirogen endogen yaitu IL-1, IL-2, IL-6, TNF-α, dan IFN yang menginduksi pusat pengatur antipiretik di

hipotalamus. Hipotalamus berespon dengan pelepasan mediator prostaglandin E-2 yang menaikkan

patokan suhu ke level demam dan setelah itu tubuh akan memproduksi panas dan timbullah

demam [16].

2.      Patomekanisme palpitasi :

Ketika terjadi kelainan di jantung kiri menimbulkan penurunan curah jantung sehingga suplai darah

teroksigenasi ke jaringan tubuh juga menurun. Akibatnya terjadinlah hipoksia jaringan. Sebagai

kompensasinya, stroke volume dan denyut jantung ditingkatkan sehingga sirkulasi menjadi

hiperdinamik dan terjadi palpitasi [17].

3.      Nyeri dan bengkak yang dialami pasien hanya terjadi di lutut kiri karena pada saat dibawa ke rumah

sakit, pasien masih berada dalam keadaan demam reumatik akut (jika dikaitkan dengan DD yang

diambil kelompok kami) karena baru terjadi sejak  tiga hari yang lalu. Tidak menutup kemungkinan

akan menyerang sendi-sendi yang lain seperti sendi siku, sendi paha, sendi panggul, dan sendi-sendi

interfalang bila tidak segera diterapi. Khas dari demam reumatik adalah radang sendi jarang yang

Page 6: SKENARIO

menetap lebih dari seminggu sehingga terlihat sembuh sempurna. Proses migrasi artritis

membutuhkan waktu 3-6 minggu sehingga disebut poliartritis migrans. [18]

4.      Hubungan jenis kelamin dengan gejala yang dialami pasien pada kasus di atas yaitu :

Dari data-data penelitian ditemukan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi klinis

tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya gejala chorea jauh

lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit

jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa, gejala sisa berupa

stenosis mitral lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering

ditemukan pada laki-laki.[19]Hubungan umur dengan gejala yang dialami pasien pada kasus di atas yaitu :

Penyakit jantung reumatik paling sering mengenai anak berumur antara 5-10 tahun dengan puncak

sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak usia 3-5 tahun dan sangat jarang ditemukan

pada sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi ini dikatakan sesuai dengan

insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah. [20]

5.      Salah satu manifestasi klinis dari demam reumatik/penyakit jantung reumatik adalah karditis. Karditis

ini biasanya mengenai endokard, miokard, dan perikard. Endokard yang terkena utama adalah katup-

katup jantung dan 50% mengenai katip mitral. Pada keadaan dini DR akut, katup-katup yang terkena

akan merah, edema, dan menebal, dengan vegetasi yang disebut sebagai Verruceae. Setelah agak

tenang, katup-katup yang terkena akan menjadi tebal, fibrotik, pendek, dan tumpul yang menimbulkan

stenosis. Endokarditis biasanya terdeteksi bila terdapat bising jantung.

Thrill adalah sensasi getaran superfisial yang teraba pada kulit di atas daerah turbulensi  dan

menunjukkan bising (murmur) yang kuat. Apabila telah terjadi stenosis mitral (akibat endokarditis)

maka sensasi getaran akibat bising jantung tersebut akan teraba paling keras di apeks kordis.

6.      Mekanisme bising sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks :

Bising jantung timbul bila ada energi turbulen di dalam dinding jantung dan pembuluh darah.

Sumbatan terhadap aliran atau adanya aliran dari diameter kecil ke diameter yang lebih besar akan

menimbulkan turbulensi. Turbulensi menyebabkan arus berlawanan (eddies) yang memukul dinding

dan menimbulkan getaran yang didengar pemeriksa sebagai bising. Bising derajat 2 adalah bising

yang lemah tapi mudah didengar, penjalaran terbatas. Bising derajat 3 adalah bising yang cukup

keras, tidak disertai penjalaran bising, penjalaran sedang sampai luas [21]. Bising terdengar paling

keras di apeks karena yang mengalami stenosis atau hambatan aliran darah adalah katup mitral yaitu

dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang secara anatomis berada di hemitoraks sinistra, sama dengan

apeks cordis yang dibangun oleh ventrikel kiri.

7.      A. Femoralis teraba bounding artinya bahwa derajat denyut arteri mencapai derajat 4 (bounding =

meloncat) [22]. Sistem gradasi ini berdasarkan amplitudo denyut arteri dimana skala 2 adalah normal.

Amplitudo yang besar yaitu derajat 4 disebabkan oleh keadaan hiperkinetik sirkulasi sistemik seperti

demam dan takikardi.

8.      Aktivitas ventrikel kiri meningkat ditandai dengan adanya stenosis mitral yang menimbulkan bising

jantung. Bising terdengar paling keras di apeks karena yang mengalami stenosis atau hambatan aliran

darah adalah katup mitral yaitu dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang secara anatomis berada di

hemitoraks kiri, sama dengan apeks cordis yang dibangun oleh ventrikel sinistra.

9.      Mekanisme takikardia :

Page 7: SKENARIO

Demam berarti terjadi peningkatan suhu tubuh. Kenaikan suhu ini meningkatkan kecepatan

metabolisme nodus sinus (SA node) yang juga memberikan konduksi tinggi ke seluruh jantung

sehingga meningkatkan eksitabilitas dan kecepatan irama sehingga timbullah takikardia.

10.  Hubungan tanda-tanda pembesaran jantung dengan gejala yang dialami :

Infeksi β-Streptococci Grup A terhadap tubuh akan menimbulkan demam reumatik/penyakit jantung

reumatik melalui mekanisme yang telah dijelaskan di atas. Salah satu manifestasi klinisnya adalah

karditis. Karditis ini biasanya mengenai endokard, miokard, dan perikard; bisa sendiri-sendiri,

kombinasi, atau ketiga-tiganya yang disebut pankarditis. Endokard yang terkena utama adalah katup-

katup jantung dan 50% mengenai katup mitral. Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis

sehingga terdapat kardiomegali (pembesaran jantung) dan gagal jantung [23]

11.  Diagnosis banding untuk kasus pada skenario 3 di atas yaitu :      Demam Reumatik/Penyakit Jantung Reumatik

      Endokarditis

      Stenosis Mitral

      Miokarditis

INFORMASI TAMBAHAN [24]Tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium yang khas untuk demam

reumatik/penyakit jantung reumatik. Banyak penyakit lain yang memberikan gejala yang sama atau

hamper sama dengan penyakit ini. Yang perlu diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi yang sering

disertai demam serta reaksi fase akut. Bila terdapat kenaikan bermakna titer ASTO akibat infeksi

Streptococcus sebelumnya (yang sebenarnya tidak menimbulkan demam reumatik), maka seolah-olah

kriteria Jones telah terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi Streptococcus serta pemeriksaan yang

teliti terhadap kelainan sendinya harus dilakukan dengan cermat agar tidak terjadi diagnosis

berlebihan.

Reumatoid Artritis serta Lupus Eritematosus Sistemik juga dapat memberikan gejala yang mirip

dengan demam reumatik.

Diagnosis banding lannya ialah purpura Henoch-Schoeniein, reaksi serum, hemoglobinopati,

anemia sel sabit, artritis pasca infeksi, artritis septik, leukimia, dan endokarditis bakterial subakut.

 Diagnosis Banding Demam Reumatik, Artritis Reumatoid serta

Lupus Eritemstosus Sistemik [25] TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

Page 8: SKENARIO

1.      Memahami perbedaan masing-masing penyakit jantung pada anak.

2.      Memahami mekanisme timbulnya penyakit jantung anak.

3.      Memahami faktor-faktor yang berperan dalam proses patologis yang terjadi di jantung yang

menimbulkan penyakit jantung pada anak.

4.      Memahami hal-hal yang berhubungan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada penderita

penyakit jantung anak.

5.      Memahami hubungan antara gejala penyakit jantung anak dan gejala lainnya yang relevan dengan

diagnosis penyakit kardiovaskuler tertentu.

6.      Menentukan jenis pemeriksaan dan prosedur diagnostik tertentu yang menunjang diagnosis penyakit

jantung anak.

7.      Memahami prosedur tindakan dan terapi pada penderita di UGD akibat penyakit jantung anak.

8.      Memahami kemungkinan komplikasi yang timbul dari penyakit jantung anak.

9.      Memahami prognosis penyakit-penyakit jantung anak.

KLASIFIKASI INFORMASI  [1]Demam reumatik akut adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik yang dapat sembuh

sendiri, oleh sebab yang jelas, dan menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat. Penyakit

jantung reumatik adalah penyakit yang terjadi sesudah infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A.

Penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu, lesu, anoreksia, lekas

tersinggung, dan berat badan tampak menurun. Anak terlihat pucat karena anemia, epistaksis, dan

artralgia. Terdapat peningkatan C-reactive protein dan leukositosis serta meningkatnya LED, titer

ASTO meninggi, dan pada EKG dijumpai pemanjangan interval P-R. Manifestasi spesifik berupa artritis

(poliartritis migrans), karditis, eritema marginatum, nodul subkutan, dan chorea.

ANALISA DAN SINTESIS SEMUA INFORMASI

Pasien dalam skenario di atas datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lutut kiri,

demam, jantung terasa berdebar-debar dialami sejak tiga hari yang lalu, sianosis (-), nadi 140

kali/menit, reguler tekanan darah 120/60 mmHg, suhu 38º C, DVS normal, peningkatan aktivitas

ventrikel kiri, thrill teraba di apeks, a. Femoralis teraba bounding, batas-batas jantung membesar,

bunyi S1 dan S2 murni, intensitas normal, terdengar bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks,

tidak terdapat jari tabuh, dan terdapat tanda-tanda radang di lutut kiri. memberikan sedikit petunjuk

untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Ada beberapa diagnosis banding yang sempat dimunculkan

Page 9: SKENARIO

seperti demam reumatik/PJR, stenosis mitral, endokarditis, dan miokarditis. Akan tetapi, setelah

membandingkan semua gejala dan tanda yang biasa timbul dari semua DD di atas, kami

menetapkan Demam Reumatik/Penyakit Jantung Reumatik sebagai diagnosis yang paling tepat

untuk pasien pada skenario 3 sebab penyakit tersebut telah menunjukkan semua gejala dan tanda

pada skenario di atas berdasarkan tanda khas dari penyakit ini. 

DIFFERENTIAL DIAGNOSE

DEMAM REUMATIK/PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

1.      Definisi Penyakit [26]Demam reumatik akut adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik yang dapat sembuh

sendiri, oleh sebab yang jelas, dan menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat.

Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang terjadi sesudah infeksiStreptococcus beta

hemolyticus grup A seperti tonsilitis, faringitis, dan otitis media.

2.      Epidemiologi [27]Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang oleh DR akut, tetapi DR ini banyak

terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi

epidemiologik pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tetapi pada saat wabah

DR tahun 1980 di Amerika pasien-pasien anak yang terserang juga dari kelompok ekonomi menengah

ke atas. Setelah perang dunia kedua dilaporkan bahwa di Amerika dan Eropa insiden DR menurun,

tetapi DR masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang.

Ternyata insiden yang tinggi dari karditis adalah pada anak muda dan kelainan katup jantung

adalah sebagai akibat kekurangan kemampuan untuk melakukan pencegahan sekunder DR dan PJR.

Dilaporkan bahwa DR adalah penyebab utama penyakit jantung untuk usia 5-30 tahun. DR dan PJR

adalah penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia di bawah 45 tahun, juga dilaporkan 25-

40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur.

Pada penelitian di bawah ini terlihat insiden DR dan PJR di Eropa dan Amerika menurun, sedangkan

di negara tropis dan subtropis masih terlihat peningkatan yang agresif, seperti kegawatan karditis dan

payah jantung yang meningkat. Majed 1992 melaporkan insiden DR di beberapa negara sebagai

berikut :

Page 10: SKENARIO

Insiden DR di Beberapa Negara [28] 

1.      Etiologi dan Faktor Predisposisi [29]Demam reumatik, seperti halnya penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyabab

penyakit, dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan sangat erat dengan infeksi saluran napas

bagian atas olehStreptococcus beta hemolyticus grup A. Berbeda dengan glomerulonefritis yang

berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun saluran napas, demam reumatik agaknya

tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit.

Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit

jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.

Faktor-faktor pada individu :

1. Faktor genetik. Banyak demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terjadi pada satu

keluarga maupun anak-anak kembar.

2. Jenis kelamin. Dari data-data penelitian ditemukan tidak ada perbedaan jenis kelamin,

meskipun manifestasi klinis tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis

kelamin. Misalnya gejala chorea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.

Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan

jenis kelamin. Pada orang dewasa, gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering didapatkan

pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.

Page 11: SKENARIO

3. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama

maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan

dengan orang kulit putih. Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-

tahun setelah serangan jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa

stenosis mitral organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat,

hanya 6 bulan-3 tahun setelah serangan pertama.

4. Umur. Penyakit jantung reumatik paling sering mengenai anak berumur antara 5-10 tahun

dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak usia 3-5 tahun dan

sangat jarang ditemukan pada sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.

Distribusi ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah.

5. Keadaan gizi dan lain-lain. Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum

dapat ditentukan sebagai faktor predisposisi untuk DR. Hanya telah diketahui bahwa penderita

anemia sel sabit jarang yang menderita DR/PJR.

Faktor-faktor lingkungan :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk.

2. Iklim dan geografi. DR adalah penyakit kosmopolit, terbanyak ditemukan di daerah beriklim

sedang, tetapi data-data terakhir menunjukkan bahwa daerah tropis mempunyai insidens yang

lebih tinggi.Di daerah dataran tinggi, insidens DR lebih tinggi daripada di dataran rendah.

3. Cuaca. Perubahan cuaca mendadak seringkali menyebabkan insidens infeksi saluran

pernapasan bagian atas meningkat, sehingga insidens DR juga meningkat.

1.      Patogenesis [30]Meskipun pengetahuan tetntang DR/PJR serta penelitian terhadap kuman Streptococcus beta

hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya yang pasti belum

diketahui. Pada umumnya, para ahli sependapat bahwa DR termasuk dalam penyakit autoimun.

Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel, yang

terpenting di antaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforin

nukleotidase, DNAase, serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang

timbulnya antibodi.

DR diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini.

Kaplan mengungkapkan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus

Page 12: SKENARIO

dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus; hal inilah yang

menyebabkan reaksi autoimun.

Pada penderita yang sembuh dari infeksi Streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-

antibodi; beberapa di antaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNAase misalnya dapat

menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala

chorea sebagai manifestasi tunggal DR, saat kadar antibodinya sudah normal kembali.

Respon Imun Spesifik terhadap Mikroba Ekstraselular dan Toksinnya : Produksi Antibodi,

Aktivasi sel CD4+   [31]

1.      Manifestasi Klinis

DR/PJR  yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan menjadi suatu

penyakit DR/PJR [32].

Manifestasi Klinis dari Gejala Mayor DR/PJR dari Berbagai Negara [33]

Page 13: SKENARIO

Perjalanan klinis DR/PJR dapat dibagi dalam 4 stadium [34].Stadium I : berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A. Keluhan biasanya

demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare. Pada pemeriksaan fisis ditemukan eksudat di

tonsil yang menyertai tanda-tanda inflamasi, kelenjar getah bening submandibular seringkali

membesar.

Stadium II :   disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksiStreptococcus beta hemolyticus grup A dengan

permulaan gejala DR, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali chorea yang dapat timbul

6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III :  fase akut DR, saat timbulnya pelbagai menifestasi klinis DR/PJR.

Gejala peradangan umum : penderita mengalami demam yang tidak tinggi   tanpa pola tertentu,

lesu, anoreksia, lekas tersinggung, dan berat badan tampak menurun. Anak terlihat pucat karena

anemia, epistaksis, dan artralgia. Terdapat peningkatan C-reactive protein dan leukositosis serta

meningkatnya LED, titer ASTO meninggi, dan pada EKG dijumpai pemanjangan interval P-R.

Manifestasi Spesifik : artritis (poliartritis migrans), karditis, eritema marginatum, nodul subkutan,

dan chorea.

Stadium IV : stadium inaktif. Pada stadium ini penderita DR tanpa kelainan jantung atau penderita PJR tanpa gejala sisa tidak menunjukkan gejala apa-apa. 

[1] Swartz, Buku Ajar Diagnostik Fisik, (Jakarta, 1995), hal. 202.[2] Ibid, hal. 222.[3] Ibid.[4] Staf Pengajar IKA FK UI, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, (Jakarta, 2005), hal. 673.[5] Ibid.[6] Swartz, Op.cit, hal. 166.[7] Ibid, hal. 163.

[8] Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, (Jakarta, 2006), hal. 517-518.[9] Putz, Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 21,( Jakarta, 2005), hal. 53.[10] Alkatiri, Bahan Kuliah Valvular Disease, (Makassar, 2007), hal. 14.[11] Ibid, hal. 530.[12] Ibid, hal. 536.[13] Hastuti, Bahan Ajar Histologi Kardiovaskuler, (Makassar, 2007), hal. 5-13.[14] Ibid, hal. 8.[15] USM, A Compilation of Pathogenesis and Pathophysiology, (Malaysia, 2003), hal. 61.

Page 14: SKENARIO

[16] Ibid, hal. 74.[17] Ibid, hal. 92.[18] Tim Penyusun IPD, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi IV, (Jakarta, 2006), hal. 1577.[19] Staf Pengajar IKA FK UI, Op.cit, hal. 737.[20] Ibid, hal. 736.[21] Ibid. hal. 673.[22] Swartz, Op. cit, hal. 222.[23] Tim Penyusun IPD, Op.cit, hal. 1577.[24] Staf Pengajar IKA FK UI, Op.cit., hal. 745-746.[25] Ibid, hal. 746.[26] Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga, (Jakarta, 2002), hal. 451.[27] Tim Penyusun IPD, Op.cit., hal. 1576.[28] Ibid.[29] Price, Op.cit, hal. 580.[30] Ibid, hal. 737-738.[31] Ibid, hal. 309.[32] Tim Penyusun IPD, Op.cit, hal. 1577.[33] Ibid.[34] Staf Pengajar IKA FK UI, Op.cit, hal. 740-744.[35] Tim Penyusun IPD, Op.cit, hal. 1576.[36] Mansjoer, Op.cit, hal. 452.[37] Staf Pengajar IKA FK UI, Op.cit, hal. 744.[38] Ibid, hal. 746-749.[39] Ibid.[40] Ibid.[41] Ibid.[42] Mansjoer, Op.cit, hal. 451.[43] Tim Penyusun IPD, Op.cit, hal. 1578.[44] Mansjoer, Op.cit,[45] Tim Penyusun IPD, Op.cit.[46] Ibid, hal. 1575.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri, Hakim, 2007, Bahan Kuliah Valvular Disease, Bagian Ilmu Penyakit Dalam  Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Baratawidjaja, Karnen Garna, 2006, Imunologi Dasar Edisi Ke-7, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Hastuti, Triani, 2007, Bahan Ajar Histology Kardiovaskuler, Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mansjoer, Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1, Media Aesculapius, Penerbit FK UI, Jakarta.

Putz R., R. Pabst, 2005, Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2005, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Swartz, Mark H., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Page 15: SKENARIO

Tim Penyusun IPD, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Universiti Sains Malaysia, 2003, A Compilation of Pathogenesis and Pathophysiology, USM Press, Malaysia.

Wiechmann, Allan dan Pillow, Jonathan, 2005, University of Oklahoma Health Sciences Center Interactive Histology Atlas, Oklahoma.