Sinusitis
-
Upload
elfha-monita -
Category
Documents
-
view
229 -
download
8
Transcript of Sinusitis
Identitas Pasien
Nama : Tn. R B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 17 tahun
Alamat : Cikalong
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Tanggal berobat : 07/ 06/ 2010
Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri kepala sejak 3 hari SMRS.
Keluhan Tambahan :
Keluar cairan dari hidung berwarna kekuningan dan berbau.
Sakit di daerah pipi.
Demam menggigil.
Telinga kanan berbunyi.
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pelajar laki-laki berusia 17 tahun datang ke RS Islam Pondok Kopi
dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 hari sebelum datang ke RS. Nyeri kepala
dirasakan oleh pasien saat bangun pada pagi hari, terasa nyut-nyutan. Riwayat trauma
(+), perdarahan dari hidung saat jatuh sewaktu bermain bola 2 bulan yang lalu, hasil
rontgen kepala menunjukkan tulang hidung patah. Setelah jatuh pasien tidak pernah
mengeluhkan nyeri kepala. Pasien juga mengeluhkan keluar cairan dari hidung sejak 2
minggu sebelum datang ke RS. Awalnya cairan berwarna jernih tapi 2 hari terakhir
cairan berubah menjadi berwarna kekuningan dan berbau, darah (-). Rasa sakit juga
dirasakan di daerah pipi pasien. Pasien juga mengeluhkan demam menggigil sejak 2
hari sebelum datang ke RS. Demam terus menerus tapi tidak terlalu tinggi. Nyeri
kerongkongan (-), batuk (-), Pasien sudah minum obat warung (Neozep) tapi
dirasakan tidak ada perbaikan. Pagi ini setelah bangun tidur, telinga sebelah kanan
pasien berbunyi, sakit (-), sekret (-), darah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Sakit gigi (-).
Bersin-bersin di pagi hari (-).
Gatal-gatal setelah memakan seafood, obat, dsb (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang menderita keluhan seperti pasien.
DM (-)
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-).
Berkendara sepeda motor (-).
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
- Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
- Nadi : 84 x / menit, kuat, reguler.
- Pernapasan : 20 x / menit
- Suhu : 37,8 °C
Kepala : normocephal
Mata : sklera ikterik (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)
Thorax : simetris, retraksi (-/-), massa (-/-), scar (-/-)
Abdomen : cembung (-), cekung (-), massa (-), scar (–)
Ekstremitas : udem (-/-)
Kulit : skar (-)
Pemeriksaan Fisik THT
Telinga
Telinga kanan Telinga kiri
Heliks sign (-)
Tragus sign (-)
aurikula Heliks sign (-)
Tragus sign (-)
Lapang
Tidak hiperemis
Udem (-)
Serumen (-)
CAE Lapang
Tidak hiperemis
Udem (-)
Serumen (-)
Intak
Hiperemis (-)
Refleks Cahaya(+)
Membran
tympani
Intak
Hiperemis (-)
Refleks
Cahaya(+)
(-) Rinne (-)
Tidak ada lateralisasi Weber Tidak ada
lateralisasi
Sama dgn pemeriksa Swabach Sama dgn
pemeriksa
Kesimpulan pemeriksaan garpu tala :
Fungsi pendengaran pasien normal.
Hidung
Kavum nasi : kanan sempit, kiri lapang
Mukosa : edema (+/+), hiperemis (+/+), sekret (+/+)
kekuningan dan berbau (+), darah (-)
Konkha : hipertrofi (+/+)
Septum : deviasi (+) ke kanan
Nasofaring : hiperemis (-), massa (-)
Sinus Paranasal : - inspeksi : pembengkakan pada wajah (–)
- palpasi : nyeri tekan pada kedua pipi (++/+)
nyeri tekan pada bagian atas orbita (-/-)
Transiluminasi : tidak dilakukan
Faring
Arkus faring : simetris
Mukosa : edema (-)
Dinding faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1, kripta (-/-), detritus (-/-)
Uvula : di tengah
Laring : tidak dilakukan
Leher
Trakea : di tengah
Kel Tiroid : pembesaran (-)
KGB : pembesaran (-/-)
Resume
Seorang pelajar laki-laki berusia 17 tahun datang ke RS Islam Pondok Kopi
dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 hari sebelum datang ke RS. Nyeri kepala dirasakan
oleh pasien saat bangun pada pagi hari, terasa nyut-nyutan. Riwayat trauma (+),
perdarahan dari hidung saat jatuh sewaktu bermain bola 2 bulan yang lalu, hasil rontgen
kepala menunjukkan tulang hidung patah. Setelah jatuh pasien tidak pernah
mengeluhkan nyeri kepala. Pasien juga mengeluhkan keluar cairan dari hidung sejak 2
minggu sebelum datang ke RS. Awalnya cairan berwarna jernih tapi 2 hari terakhir
cairan berubah menjadi berwarna kekuningan dan berbau, darah (-). Rasa sakit juga
dirasakan di daerah pipi pasien. Pasien juga mengeluhkan demam menggigil sejak 2
hari sebelum datang ke RS. Demam terus menerus tapi tidak terlalu tinggi. Nyeri
kerongkongan (-), batuk (-), Pasien sudah minum obat warung (Neozep) tapi dirasakan
tidak ada perbaikan. Pagi ini setelah bangun tidur, telinga sebelah kanan pasien
berbunyi, sakit (-), sekret (-), darah (-). Riwayat penyakit dahulu seperti sakit gigi,
bersin – bersin di pagi hari, dan gatal – gatal setelah memakan seafood atau obat
disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit keluarga yang sama seperti pasien tidak ada.
Riwayat kebiasaan seperti merokok dan berkendaraan sepeda motor juga disangkal oleh
pasien. Hasil pemeriksaan, keadaan umum yaitu sakit ringan, kesadaran pasien yaitu
composmentis, dengan tanda – tanda vital yaitu tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84
kali per menit dengan kualitas nadi yaitu kuat dan reguler, pernapasan 20 kali per
menit, suhu yaitu 37,8oC. Pada pemeriksaan sekitar kepala dan muka didapatkan hasil
yaitu kepala normochepal, kedua sklera mata tidak ikterik, bibir tidak kering, sianosis
dan pucat. Pada pemeriksaan di bagian thorax yaitu pergerakan kedua bagian dada
simetris. Pada pemeriksaan di bagian abdomen yaitu dalam batas normal, tidak
cembung, tidak cekung, tidak terdapat massa. Ekstremitas tidak udem. Pada kulit tidak
terdapat scar. Pada pemeriksaan telinga yaitu pada kedua aurikula didapatkan Heliks
sign dan Tragus sign negatif. Pada kedua liang telinga didapatkan hasil yaitu lapang,
tidak hiperemis, tidak udem, dan tidak terdapat serumen. Pada kedua membran tympani
yaitu intak, tidak hiperemis, dan refleks cahaya positif. Tes rinne negatif pada kedua
telinga. Pada tes weber hasilnya yaitu tidak ada lateralisasi. Pada pemeriksaan Swabach
hasilnya yaitu dalam batas normal, sama dengan pemeriksa. Pada pemeriksaan hidung,
cavum nasi bagian kanan kanan sempit, sedangkan bagian kiri lapang. Mukosa pada
kedua lubang hidung udem, hiperemis, dan terdapat sekret yang berwarna kekuningan
dan berbau, tidak terdapat darah. Konkha pada kedua lubang hidung yaitu hipertrofi.
Terdapat deviasi septum ke arah kanan. Pada nasofaring tidak hiperemis dan tidak
terdapat massa. Pada pemeriksaan sinus paranasal, pada inspeksi tidak terdapat
pembengkakan pada wajah, namun saat palpasi terdapat nyeri tekan pada kedua pipi
terutama pada pipi bagian kanan, dan tidak terdapat nyeri tekan pada bagian atas orbita.
Pada pemeriksaan bagian faring didapatkan arkus faring simetris, mukosa tidak udem,
dinding faring tidak hiperemis, pada tonsil tidak terdapat kripta dan detritus, T1-T1,
sedangkan uvula di tengah. Pada pemeriksaan di bagian leher didapatkan hasil trakea di
tengah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening.
Usulan Pemeriksaan Penunjang
Foto sinus paranasal 3 posisi (AP, Lateral,waters).
CT scan kepala (jika dengan foto SPN tidak didapatkan hasil yang menunjang).
Diagnosis Kerja :
Suspek Sinusitis maxilaris duplek
Dengan predisposisi septum deviasi dan dengan komplikasi tinnitus.
Penatalaksanaan :
Umum : Makan 4 sehat 5 sempurna
Istirahat yang cukup
Tidak merokok
Khusus : Amoxicillin clavulanat 2 dd 1
Dexamethasone 0,5 mg 2 dd 1
Ceftirizin 1 dd 1
Ambroxol 2 dd 1
SINUSITIS
Pendahuluan
Sinusitis merupakan penyakit yang telah dikenal luas oleh orang awam dan
merupakan penyakit yang sering dikeluhkan. Keberhasilan terapi pada sinusitis
tergantung dari berbagai faktor. Hal ini memerlukan manajemen penatalaksanaaan
yang teliti,agar penyakit ini tidak berlanjut menimbulkan komplikasi. Anamnesis
yang teliti, pemeriksaaan fisik, pemeriksaan penunjang yang memadai, pengetahuan
tentang mikrobiologi sinus dan pengenalan terhadap faktor predisposisi merupakan
hal yang penting.
Anatomi
Sinus paranasalis berkembang sebagai suatu rongga berisi udara di sekitar
rongga hidung yang dibatasi oleh tulang wajah dan kranial. Terdapat 8 sinus
paranasalis yaitu 4 disebelah kanan dan 4 disebelah kiri, yaitu sinus frontalis, sinus
etmoidalis anterior dan posterior, sinus maksilaris serta sinus spheinodalis.
A.Sinus Maksila
Merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume
6-8 ml, hingga mencapai maksimal 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk
segitiga. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infudibulum ethmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring
dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase
kurang baik, lagi pula drainase juga harus melalui infidibulum yang sempit.
Infidibulum adalah bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan akibat
radang atau alergi dapat menghalangi drainase sinus maksila, selanjutnya menyebabkan
sinusitis.
B. Sinus Frontal
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari yang
lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Sinus frontal biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum
atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus.
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
C. Sinus Ethmoid
Dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-
sinus lainnya. Berdasarkan letaknya, sinus ethmoid dibagi menjadi sinus ethmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus ethmoid posterior yang bermuara
di meatus superior.
Di bagian terdepan sinus ethmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel ethmoid yang terbesar
disebut bula ethmoid. Di daerah ethmoid anterior ada sebuah penyempitan yang
disebut infidibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan
di infidibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
D. Sinus Sphenoid
Sinus sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersphenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar
hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan
fossa serebri posterior di daerah pons.
Fisiologi
Sinus paranasalis merupakan rongga berisi udara yang dilapisi mukosa
epithelium pseudostratified bersilia diselingi sel-sel goblet. Silia tersebut menyapu
cairan mukus ke arah ostia. Penyumbatan ostia sinus akan mengakibatkan
penimbunan mukus sehingga terjadi penurunan oksigenase sinus dan tekanan udara
sinus. Penurunan oksigenase sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob.
Tekanan pada rongga sinus yang menurun akan menimbulkan rasa nyeri di daerah
sinus terutama sinus frontal dan sinus maksilaris.
Fungsi sinus paranasal :
a. Menghasilkan dan membuang mukus
b. Mengatur tekanan intranasal
c. Resonansi suara
d. Memanaskan dan melembabkan udara inspirasi
e. Bertindak sebagai shock absorben kepala untuk melindungi organ-organ yang
sensori.
f. Membantu pertumbuhan dan bentuk muka
g. Mempertahankan keseimbangan kepala.
Definisi
Sinusitis adalah suatu inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasalis.
Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis
ethmoid, sinusistis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan ethmoid.
Klasifikasi sinusitis dibuat berdasarkan :
1. Gejala kliniknya ( akut, subakut, kronik )
2. Lokasi anatomi yang terkena.
3. Organisme yang bertanggung jawab ( virus, bakteri, jamur )
4. Ekstra sinus yang terkena
5. Faktor yang memperberat/penyebab spesifik, misal : atopi, imunosupresi, atau
obstruksi osteomeatal.
Menurut Spector dan Benstein (1998) klasifikasi sinusitis adalah :
1. Sinusitis Akut : Gejala berlangsung selama 3-4 minggu, gejala yang ditimbulkan
meliputi infeksi saluran pernafasan atas yang menetap, adanya rhinorea yang
purulen, post nasal drip, anosmia, sumbatan hidung, nyeri fasial, sakit kepala,
demam dan batuk.
2. Sinusistis Kronik : Gejala timbul lebih dari 4 minggu. Beberapa penderita tidak
memberikan gejala yang khas sehingga umumnya ditemukan kelainan CT atau
MRI.
3. Sinusitis Rekuren : Bila episode sinusitis akut berulang hingga 3-4 kali dalam satu
tahun dan kemungkinan disebabkan oleh infeksi yang berbeda pada setiap
episodenya.
Etiologi
Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur. Sinusitis virus
biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas.
Menurut beberapa penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis
akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Hemophylus influenzae (20-40%)
dan Moraxella catarrhalis (4%). Selain itu juga ditemukan dalam frekuensi yang
makin menurun antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, Neisseria
flavus, Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli. Pada anak, M.Catarrhalis
lebih banyak ditemukan (20%).
Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya
bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri negatif gram dan anaerob seperti
Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteriodes dan Veillonella.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terbentuknya sinusitis adalah obstruksi mekanik, seperti
deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di
dalam rongga hidung. Selain itu rhinitis kronis serta rhinitis alergi juga menyebabkan
obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan
media untuk tumbuhnya bakteri. Faktor predisposisi yang lain adalah lingkungan
berpolusi, udara dingin serta kering yang dapat mengakibatkan perubahan pada
mukosa serta kerusakan silia.
A. Lokal maupun regional
Kegagalan transpor mukosilier karena udara yang dingin atau
kering, serta beberapa obat-obatan.
Infeksi gigi terutama bagian apikal, merupakan penyakit regional
yang paling sering menyebabkan sinusitis yang supuratif.
Adanya gangguan di hidung atau trauma wajah ( mid – face )
Kelainan septum yang berat, akan menyebabkan obstruksi
mekanik.
Khoanal atresia akan menyebabkan drainase hidung terganggu.
Edema karena infeksi traktus respiratorius bagian atas yang akan
menyebabkan obstruksi ostium sinus dan menyebabkan bakteri
masuk ke sinus sehingga menghasilkan sinusitis yang supuratif
Barotrauma atau perubahan tekanan akibat perjalanan di udara,
berenang atau menyelam, dapat menyebabkan edema ostium sinus.
Juga saat berenang, bakteri dapat masuk melalui air ke hidung dan
sinus.
Polip hidung, benda asing maupun tampon hidung dapat
menyebabkan gangguan ventilasi sinus.
Tumor hidung.
Sindroma imotil atau diskinesia silia.
B. Sistemik
Malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes melitus yang
tidak terkontrol, diskrasia darah, kemoterapi, dan faktor lain yang
menyebabkan penurunan status metabolik.
Infeksi nosokomial dan adanya defisiensi imun yang berat.
Patofisiologi
Sinus paranasalis yang merupakan bagian dari saluran pernapasan bagian atas,
langsung berhubungan dengan nasopharynx. Sinus-sinus ini normalnya steril dari
mikroba. Karena pada nasopharynx banyak terdapat flora normal, sehingga bila
terjadi obstruksi dapat menyebabkan infeksi bakteri pada sinus.
Penyakit-penyakit yang mengobstruksi drainase dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan sinus paranasalis untuk berfungsi normal. Ostia sinus akan
tersumbat, dan menyebabkan kongesti mukosa. Sistem transport mukosiliaris menjadi
rusak, sehingga terjadi stagnasi dari sekresi dan kerusakan epitel, yang diikuti dengan
menurunnya tekanan oksigen dan pertumbuhan bakteri yang cepat.
Jadi, patofisiologi dari sinusitis berhubungan dengan tiga faktor yaitu patensi
dari ostia sinus, fungsi silia, kualitas dari sekresi nasal. Berikut tabel yang
memperlihatkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan patologi sinusitis :
Ostial patency Cilliary funstion MucusEdema:
Allergens
Infection
(viral/bacterial)
Polyps:
Atopy
Cystic fibrosis
Chronic infection
Structural factors:
Septal deviation
Hallers cell
Concha bulosa
Nasal packs
Nasal tube
Decreased cilliary beat
frequency
Cilliotoxins ( viral / bacterial )
Cold air
Loss of metachronous
coordination
Scarring
Synecchia
Loss of cilliated cell
Airway irritant/pollutant
Increased intranasal airflow
Inflammatory mediators
Viral / bacterial - mediated cell
death
surgical
Changes in quantityAllergens
Airway irritant / pollutant
Goblet cell metaplasia
Changes in quality
Abnormal water -electrolyte
transport
Dehydration
Cystic fibrosis
Pada deviasi septum akan menyebabkan cavum nasi menjadi sempit sehingga
dapat menutup lubang atau ostium dari sinus paranasal sehingga drainase sekret pada
sinus akan terhambat. Dengan terhambatnya drainase sekret pada sinus, hal itu akan
menyebabkan terbentuknya suatu lingkungan yang ideal pada sinus sebagai tempat
bakteri untuk berkembang biak yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
sinusitis.
Secara singkat, patofisiologinya adalah sebagai berikut :
deviasi septum
cavum nasi sempit
menutup lubang atau ostium dari sinus paranasal
drainase sekret sinus terhambat
bakteri berkembang biak (causa etiologi)
sinusitis
Manifestasi Klinik
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari. Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama,
yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, namun dapat pula
terbagi gejalanya menjadi :
1. Sinusitis akut : nyeri yang berhubungan dengan lokasi sinus yang terkena, nasal
obstruksi, nasal discharge dapat berupa mukopurulen berwarna kuning kehijauan,
gejala sistemik seperti panas, malaise, lethargi.
2. Sinusitis kronik : nasal discharge yang mukopurulen, nasal obstruksi yang jelas,
nyeri dan gejala sistemik jarang ada.
Pembagian berdasarkan sinus yang terkena:
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, nyeri bisa
merambat ke dahi dan bahkan ke gigi. Nyeri dapat bertambah hebat bila
penderita mengejan atau membungkuk.
Sinusitis frontalis menyebabkan nyeri di sekitar alis mata, makin siang makin
sakit kemudian menurun, nyeri juga bisa menyebar di seluruh kepala.
Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta
sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri
bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman, dan hidung
tersumbat.
Sinusitis sfenoidalis, ciri khasnya adalah sakit kepala di ubun-ubun, atau
kadang bisa menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Gejala lainnya adalah: tidak enak badan, demam, letih, lesu, batuk, yang
mungkin semakin memburuk pada malam hari dan hidung meler atau hidung
tersumbat.
Sinusitis sphenoid dan ethmoid, dapat menyebabkan gejala nyeri di verteks,
occipital atau parietal, juga nyeri di nasal atau retrobulbar serta dapat menjalar ke
leher dan bahu. Infeksi dapat menyebar ke sinus lain karena ostium dari semua sinus
terletak dalam daerah sempit meatus media pada kompleks osteomeatal. Proses
inflamasi yang melibatkan semua sinus disebut pansinusitis.
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan :
a. Edema mukosa dan eritem.
b. Tampak mukopurulen discharge.
c. Nyeri palpasi di lokasi sinus yang terkena seperti di pipi atau muka.
d. Periorbital edema.
e. Pada anak-anak, adakah nafas berbau.
f. Nasofaring : obstruksi adenoid, tumor, khoanal atresia, post nasal
discharge.
g. Telinga, hidung dan tenggorokan : otitis media atau otitis media serosa
h. Gigi : karies
Pemeriksaan Penunjang
- Transiluminasi, untuk sinus maksilaris dan frontalis. Bila pada
pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin
berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat
neoplasma di dalam antrum.
- Nasal endoskopi dapat melihat sinus dan mencari faktor predisposisi lokal.
- Sinoskopi dengan kultur, biposi ataupun lavage dapat dilihat melalui
anterior maxila puncture.
- Radiologi, posisi yang rutin dipakai adalah posisi Waters (untuk melihat
adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan ethmoid), P-A (untuk
menilai sinus frontal), dan posisi lateral (untuk menilai sinus frontal,
sfenoid, dan ethmoid). Tampak penebalan mukosa dan air fluid level
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa:
a. Antibiotika minimal 10 hari, biasanya dapat sampai 3 minggu atau lebih.
b. Dekongestan topikal dan sistemik, untuk oksigenase dan drainase pus
sinus dengan cara mengurangi edema mukosa.
c. Antihistamin, tidak dianjurkan pada pasien tanpa predisposisi alergi.
d. Analgesik
e. Humidifikasi, dapat berupa uap hangat atau dingin.
f. Mukolitik atau ekspektoran, untuk sekresi yang banyak.
g. Irigasi nasal dengan saline seperti prosedur proetz.
h. Terapi pembedahan
Untuk drainase sinus. Irigasi sinus terutama untuk sinus maksilaris, dilakukan
bila tampak mukopurulen pada pasien imunosupresi, sinusitis akut yang tidak sembuh
dengan terapi antibiotika.
Diagnosis Banding
1. Headache, Cluster
2. Headache, Migrain
3. Headache, Tension
4. Otitis Media
Komplikasi
Komplikasi akut
Orbital :
- Preseptal selulitis
- Orbital selulitis tanpa abses
- Orbital selulitis dengan sub atau ekstraperiosteal abses
- Orbital selulitis dengan intraperiosteal abses
- Trombosis sinus kavernosus
Intrakranial :
- Abses ekstradural, subdural, intraserebral
- Meningitis
- Ensefalitis
- Trombosis sinus kavernosus atau sinus sagitalis
Tulang :
- Osteitis / osteomielitis (Pott’s Puffy Tumour)
Komplikasi Kronik
Mococele/pyocele
Prognosis
Sinusitis biasanya memberikan prognosis yang baik bila sudah diberikan pengobatan
yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke lima.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004.
2. Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997.
3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan.
McGrawl-Hill. 2003.
4. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi ke dua.
Thieme. New York:1994.
5. Newlands, Shawn D. Bailey, Biron J. et al.. Textbook of Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 3rd edition. Volume 1. Lippincot: Williams & Wilkins. Philadelphia.
273-9. 2000.