Sindrom Nefritik Akut Case 1

29
23 TINJAUAN PUSTAKA (SINDROM NEFRITIK AKUT) A. Definisi Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan kelainan klinis yang timbul mendadak berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria < 2 gram/hari, hematuria serta silinder eritrosit) 1-3 . Hal ini terjadi karena reaksi peradangan mencederai dinding kapiler sehingga sel darah merah dapat lolos ke dalam urine, dan menyebabkan perubahan hemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR 4 . B. Epidemiologi Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang jelas termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1 : 10.000. Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya mencapai jumlah 4 - 5 kali lebih banyak. Umumnya menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 -7 tahun Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus (GNAPS) tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu terhitung 10 . 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. 5 Selama 2-3 dekade terakhir insidensi GNAPS di Amerika Serikat menurun seperti di

Transcript of Sindrom Nefritik Akut Case 1

Page 1: Sindrom Nefritik Akut Case 1

23

TINJAUAN PUSTAKA

(SINDROM NEFRITIK AKUT)

A. Definisi

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan kelainan klinis yang

timbul mendadak berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan

urinalisis (proteinuria < 2 gram/hari, hematuria serta silinder eritrosit)1-3. Hal ini

terjadi karena reaksi peradangan mencederai dinding kapiler sehingga sel darah merah dapat

lolos ke dalam urine, dan menyebabkan perubahan hemodinamik sehingga terjadi penurunan

GFR4.

B. Epidemiologi

Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang

jelas termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1 :

10.000. Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya

mencapai jumlah 4 - 5 kali lebih banyak. Umumnya menyerang semua usia,

namun terutama laki-laki usia 3 -7 tahun Glomerulonefritis Akut Pasca

Streptococcus (GNAPS) tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal

ginjal, yaitu terhitung 10 . 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat.5

Selama 2-3 dekade terakhir insidensi GNAPS di Amerika Serikat menurun

seperti di negara-lain seperti Jepang, Eropa Tengah, dan Britania Raya.

Diperkiraan kejadian penyakit ini di seluruh dunia adalah sekitar 472.000

kasusu/tahun dengan 404.000 dilaporkan terjadi pada anak-anak, dan 456.000

kasus ditemukan di negara-negara berkembang.6

GNAPS dapat muncul secara sporadik maupun epidemik terutama

menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4 -12 tahun dengan

puncak usia 5 -6 tahun. Lebih sering pada laki-laki dari pada wanita dengan rasio

2 : 1.5 Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988

melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak

di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan

Page 2: Sindrom Nefritik Akut Case 1

24

Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan

terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).7-8

GNAPS merupakan penyakit ginjal supuratif tersering dengan manifestasi

klinis berupa penyakit yang ringan hingga asimtomatis, hanya sedikit sekali

dengan manifestasi klinis yang berat, dengan rasio 3: 1. Mengingat insiden

GNAPS dengan manifestasi klinis yang jelas jarang ditemukan, maka diagnosis

dan terapi merupakan masalah penting untuk dibahas.5

C. Etiologi

Etiologi dari SNA sangat banyak antara lain 1) Faktor Infeksi: GNAPS,

Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain misal endokarditis

bakterialis subakut. 2) Penyakit multisistemik antara lain : Lupus eritematosus

sistemik, purpura Henoch Schnolein, vaskulitis, 3) Penyakit Ginjal Primer :

Nefropati IgA, nefritis herediter (Sindrom Alport).3,9

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) yang merupakan

contoh klasik penyebab SNA, dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus

dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi Streptokokus.

GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß

hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas, 5,10-11

kadang juga disebabkan tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada

glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit/ pioderma, walaupun galur 53, 55,

56, 57 dan 58 dapat pula berimplikasi.8 Protein streptokokus galur nefritogenik

yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag),

nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase

dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).8 Terdapat periode antara infeksi

Streptococcus dengan manifestasi klinis SNA yang menunjukkan adanya

mekanisme imunologis dalam proses penyakit ini. Masa laten bervariasi yaitu

berkisar antara 1 -2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 - 3 minggu untuk

infeksi kulit.5,10-11

Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah sutu proses kompleks imun

dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam

Page 3: Sindrom Nefritik Akut Case 1

25

darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun

yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat

melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui

aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.10-12

D. Patogenesis dan Gambaran Histologis

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti.13 Faktor genetik

diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan

HLADR. Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus

antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya

kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini

terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang akan menarik

neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk

merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya

autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan

pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam

ginjal.7-8,13 Semakin meningkatnya kerusakan pada glomerulus menyebabkan

semakin meningkatnya kebocoran kapiler sehingga protein dan sel darah merah

dapat lolos dari filtrasi dan terdeteksi dalam urine.7

Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai 2

minggu. Setelah itu anak akan merasa lebih baik, diuresis lancar, oedema dan

hipertensi hilang, Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kembali normal. Penyakit ini

dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi kronik. Kronisitas

dihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis berupa

hiperselularitas lobulus. Pasien sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan

pertama setelah awitan nefritis. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan eritrosit

dan protein urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan.1,10

Kadar C3 akan kembali normal pada 95% pasien setelah 8-12 minggu, edem

membaik dalam 5-10 hari, tekanan darah kembali normal setelah 2-3 minggu,

walaupun dapat tetap tinggi sampai 6 minggu. Gross hematuria biasanya

Page 4: Sindrom Nefritik Akut Case 1

26

menghilang dalam 1-3 minggu, hematuria mikroskopik menghilang setelah 6

bulan, namun dapat bertahan sampai 1 tahun. Proteinuria menghilang 2-3 bulan

pertama atau setelah 6 bulan. Pearlman dkk, di Minnesota menemukan 17% dari

61 pasien dengan urinalisis rutin abnormal selama 10 tahun pemantauan.

Ketidaknormalan tersebut meliputi hematuria atau proteinuria mikroskopik

sendiri-sendiri atau bersama-sama. Dari 16 spesimen biopsi ginjal tidak satupun

yang menunjukkan karakteristik glomerulonefritis kronik. Penelitian Potter dkk,

di Trinidad, menjumpai 1,8% pasien dengan urin abnormal pada 4 tahun pertama

tetapi hilang 2 tahun kemudian dan 1,4% pasien dengan hipertensi. Hanya sedikit

urin dan tekanan darah yang abnormal berhubungan dengan kronisitas GNAPS.

Nissenson dkk, mendapatkan kesimpulan yang sama selama 7-12 tahun penelitian

di Trinidad. Hoy dkk, menemukan mikroalbuminuria 4 kali lebih besar pada

pasien dengan riwayat GNAPS, sedangkan Potter dkk di Trinidad, menemukan

3,5% dari 354 pasien GNAPS mempunyai urin abnormal yang menetap dalam 12

-17 tahun pemantauan. Penelitian White dkk, menemukan albuminuria yang nyata

dan hematuria masing-masing pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama 6-18

tahun pemantauan. Kemungkinan nefritis kronik harus dipertimbangkan bila

dijumpai hematuria bersama-sama proteinuria yang bertahan setelah 12 bulan.8,13-

14

Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan

kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel

mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks

dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit,

serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif

endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit

ini.13 Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang

halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding

kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G

dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop

imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau

Page 5: Sindrom Nefritik Akut Case 1

27

humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-

Ab kompleks.8,13

E. Patofisiologi

Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis

kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan

penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya

sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses

imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus.

Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem

komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen

5a (C5a) dan mediator-mediator infamasi lainnya. Sitokin dan faktor pemicu

imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon infamasi dengan manifestasi

proliferasi sel dan edema glomerular.3,15-18

Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan

koefsien ultrafltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti

penurunan ekskresi atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat

penimbunan natrium dengan air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma

dan volume cairan ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria,

hipertensi, edema dan bendungan sirkulasi. Edema terjadi pada 85% pasien SNA

pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di

daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi edema anasarka. Derajat berat

ringannya edema yang terjadi tergantung pada beberapa faktor yaitu luasnya

kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat hipoalbuminemia.

Hematuri makrokospis terjadi sekitar 30- 50% pada penderita SNA pasca

streptokokus. Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola, teh

ataupun keruh dan sering dengan oliguri. Hipertensi merupakan tanda kardinal

ketiga bagi SNA pasca infeksi streptokokus, dilaporkan 50 . 90% dari penderita

yang dirawat dengan glomeluronefritis akut. Ledingham mengungkapkan

hipotesis terjadinya hipertensi mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut

yaitu, gangguan keseimbangan natrium, peranan sistem renin angiotensinogen dan

Page 6: Sindrom Nefritik Akut Case 1

28

substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Bendungan

sirkulasi banyak terjadi pada penderita yang dirawat di rumah sakit. Manifestasi

klinis yang tampak dapat berupa dyspneu, orthopneu, batuk dan edema paru.5,10-

Gambar 1. Patogenesis dan Patofisiologi Sindrom Nefritik Akut Pasca

Infeksi Streptococcus.19

Pada pemeriksaan laboratorium, Silinder eritrosit merupakan tanda

kerusakan parenkim masih aktif. Konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP)

meningkat, pada pasien-pasien berat terutama yang berubah menjadi rapidly

progressive glomerulonephritis (RPGN). Penentuan konsentrasi FDP dalam urin

Page 7: Sindrom Nefritik Akut Case 1

29

sangat penting untuk menentukan prognosis sindrom nefritik akut pasca infeksi

streptokokus. Biakan urin pada setiap penyakit ginjal apapun juga, karena infeksi

saluran kemih sering kali tersembunyi dan tidak memberikan keluhan. Pada

sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tidak jarang dijumpai kelainan

urin yang menyerupai infeksi: lekosituri dan silinder lekosit walaupun tidak

terbukti secara bakteriologis menderita infeksi sekunder. Beberapa sumber

menyebutkan kadang-kadang terjadi glukosuri.3,5,10-12,15

F. Gambaran Klinis

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimptomatik. Kasus klasik atau

tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua

minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari

setelah infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross

hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien

yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam,

malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.8

Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien

GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak

tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam

waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa

gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan

edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispneu.

Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju

filtrasi glomerulus (LFG).8

G. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan faal ginjal sering digunakan ureum, kreatinin serum,

dan penjernihan kreatinin menentukan derajat faal Laju Filtrasi Glomerulus

(LFG). Kombinasi dari ketiga para meter ini sangat penting. Seperti diketahui,

ureum serum tidak tepat untuk memperkirakan faal LFG karena: (a) ureum tidak

hanya difiltrasi oleh glomerulus tetapi akan direbsorpsi juga oleh tubulus ginjal,

(b) konsentrasi ureum tergantung dari diet protein dan katabolisme protein.

Page 8: Sindrom Nefritik Akut Case 1

30

Walaupun demikian penentuan ureum serum penting untuk menentukan derajat

katabolisme protein. Serum kreatinin lebih tepat dari ureum serum untuk

memperkirakan faal LFG karena konsentrasi serum kretinin semata-mata

tergantung dari masa otot-otot dan faal LFG. Masa otot-otot relatif konstan

sehingga serum kreatinin semata-mata tergantung dari faal LFG. Beberapa

kerugian dari nilai penjernihan kreatinin: (a) sering ditemukan kenaikan semu dari

pasien (b) sering terdapat kesalahan selama penampungan urin 24 jam. Pada

gangguan faal tubulus terutama ekskresi elektrolit. Pada pasien dengan oliguri

atau anuri tidak jarang ditemukan hiperkalemi.19

Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia ringan normokorm dan

normositer karena retensi natrium dan hemodilusi. Pada sediaan darah tepi

dijumpai sistosit, fragmentasi eritrosit disertai tanda-tanda mikroangiopati. Laju

endapan darah meninggi walaupun tidak mempunyai arti diagnosis maupun

prognosis. Jumlah lekosit dan trombosit masih dalam batas normal. Pada pasien

berat terutama RPGN sering dijumpai gangguan perdarahan yang mempunyai

hubungan dengan trombositopenia atau gangguan faal trombosit (trombopati).

Pada beberapa pasien mungkin terdapat penurunan protein serum terutama

albumin akibat retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstraseluler.

Hiperlipidemi ringan dan sementara, mekanismenya tidak diketahui.

Hiperlipidemi ini tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan albumin

seperti pada sindrom nefrotik.19

Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan pengecatan gram/methyline

blue dan biakan dari bahan pemeriksaan hapus tenggorokan atau pus (impetigo)

untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Hasil biakan positif ditemukan hanya

25% dari pasien-pasien yang tidak mendapat antibiotik selama infeksi akut oleh

streptokokus. Perlu dicatat, bahwa hasil biakan positif belum dapat memastikan

etiologi glomerulonefritis akut mungkin hanya merupakan infeksi sekunder.

Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari

setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien

yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit

jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti

Page 9: Sindrom Nefritik Akut Case 1

31

antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya

meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah

terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan

gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi

streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.19,8 Kenaikan titer anti

streptolisin O (ASO) hanya ditemukan pada 80% pasien-pasien yang tidak

mendapat antibiotik selama fase dari infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASO

dapat dijumpai pada beberapa keadaan seperti pembawa kuman (karier),

hiperkolesterolemi, dan infeksi streptokokus yang baru tetapi bukan bersifat

nefritogenik.3,5,10 Pemeriksaan penunjang pencitraan dengan ultrasonografi

diperoleh adanya pembesaran ringan ginjal bilateral dengan beberapa kasus yang

menunjukkan adanya peningkatan ekogenesitas. Foto toraks sering ditemukan

gambaran kongesti vena sentral di area hilus sesuai dengan peningkatan volume

ekstraseluler.5,10-12

Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu

pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat

nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering

meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal

penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang

mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.8 Penurunan kadar

komplemen terjadi akibat adanya deplesi komplemen

H. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis sindroma nefritik akut dibuat berdasarkan adanya: (i) oliguri (ii)

edema (iii) hipertensi serta (iv) kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari 2

gram/hari dan hematuri serta silinder eritrosit. Namun pada beberapa kepustakaan

disebutkan proteinuri masif dapat terjadi pada 2,5% penderita GNAPS usia muda,

bahkan dapat menyerupai suatu gambaran proteinuri pada sindrom nefrotik.19

Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi

streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakit-

penyakit parenkim ginjal baik primer maupun sekunder, seperti glomerulonefritis

Page 10: Sindrom Nefritik Akut Case 1

32

akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus eritematosus, purpura

Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan granulomatosis Wegener. Pada

Tabel 1 berikut diuraikan secara singkat gambaran histologis serta patogenesis

masing-masing diagnosa banding dari SNA pasca infeksi streptokokus.5,10,12,19

Tabel 1. Klasifikasi dan Perbedaan beberapa Etiologi Glomerulonefritis 19

Berdasarkan bentuk kliniknya maka SNA dibedakan menjadi dua jenis

yaitu SNA dengan hipokomplemenemia dan SNA dengan normokomplemenemia.

1) SNA hipokomplemenemia ditandai dengan Hematuria (makroskopik atau

mikroskopik), proteinuria, selinderuria (terutama selinder eritrosit), dengan atau

tanpa edema, hipertensi, oliguria yang timbul secara mendadak disertai

merendahnya kadar sejumlah komplemen. SNA dengan hipokomplemenemia

dapat dibedakan lagi berdasarkan gejalanya yaitu a) SNA hipokomplemenemia

asimptomatik : hanya menunnjukkan kelainan urinalis minimal (hematuria

mikroskopik, selinder eritrosit, proteinuria trace atau tanpa gejala lain. b)SNA

Page 11: Sindrom Nefritik Akut Case 1

33

dengan hipokomplementemia simptomatik Kelainan urinalisis yang nyata dengan

gejala-gejala yang nyata.20

Penyebab SNA dengan hipokomplementemia antara lain 1) GNAPS:

Dicurigai sebagai penyebab SNA tanpa gejala bila pada anamnesis dijumpai

riwayat kontak dengan keluarga yang menderita GNAPS (pada suatu epidemi).

Kelainan urinalis minimal, ASTO > 200 IU, Titer C3 rendah (<80 mg/dl).

Dicurigai sebagai penyebab SNA dengan gejala bila ditemukan riwayat ISPA atau

infeksi kulit, dengan atau tanpa disertai oliguria. Lembab pada muka sewaktu

bangun tidur, kadangkadang ada keluhan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik

dapat dijumpai edema, hipertensi, kadang-kadang gejala-gejala kongesti vaskuler

(sesak, edema paru, kardiomegali), atau gejala-gejala gabungan sistem saraf pusat

(penglihatan kabur, kejang; penurunan kesadaran). Hasil urinalisis menunjukkan

hematuria, protenuria (+2) selinderuria. Gambaran kimia darah menunjukkan

kadar BUN, kreatinin serum, dapat normal atau meningkat, elektrolit darah (Na,

K, Ca, P, Cl) dapat normal atau terganggu. Kadar kolesterol biasanya normal,

sedang kadar protein total dan albumin dapat normal atau sedikit merendah, kadar

globulin biasanya normal. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan biakan apusan

tenggorok /keropeng kulit positif untuk kuman Streptococus B hemoliticus atau

ASTO > 200 IU. Hematuria, proteinuria dan selinderuria. Kadar CH50 dan C3

merendah (<80 mg/dl), yang pada evaluasi lebih lanjut menjadi normal 6 – 8

minggu dari onset penyakit. Kadar C4 biasanya normal. 2). Endokarditis

bakterialis subakut Dicurigai sebagai penyebab SNA bila pada anamnesis

didapatkan riwayat panas lama, adanya penyakit jantung kongenital/didapatkan

riwayat panas lama, adanya penyakit jantung kongenital/didapat, yang diikuti oleh

kemih berwarna seperti coca cola (hematuria makroskopik). Pada pemeriksaan

fisik ditemukan panas, rash, sesak, kardiomegali, takikardi, suara bising jantung,

hepatosplenomegali artritis/artralgia jarang dijumpai. Pada urinalisis dapat

ditemukan hematuria, proteinuria atau kelainan pada sedimen urine berupa

hematuria mikroskopik, lekosituria, selinderuria. Fungsi ginjal lazimnya

mengalami gangguan (BUN dan kreatinin serum). Gambaran darah tepi berupa

lekositosis, LED meningkat, CRP (+), titer komplemen (C3, C4) turun, kadang-

Page 12: Sindrom Nefritik Akut Case 1

34

kadang ditemukan pula peningkatan titer faktor rematoid, kompleks imun dan

krioglobulin dalam serum. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan di atas

disertai hasil kultur darah (+) terhadap kuman penyebab infeksi dan pada

ekokardiografi dijumpai vegetasi pada katup jantung. 3) Shunt nefritis: Diagnosis

dibuat berdasarkan adanya riwayat pemasangan shunt atrioventrikulo

atrial/peritoneal untuk penanggulangan hidrosefalus, panas lama, muntah, sakit

kepala, gangguan penglihatan, kejang-kejang, penurunan kesadaran. Pada

pemeriksaan fisik dijumpai hidrosefalus dengan shunt yang terpasang, suhu tubuh

meninggi, hipertensi, edema, kadangkadang dengan asites dan tanda-tanda

peningkatan tekanan intrakranial. Urinalisis menunjukkan hematuria, proteinuria,

selinderuria. Fungsi ginjal biasanya terganggu. Kadar total protein dan albumin

serum biasanya rendah. Kadar total protein dan albumin serum biasanya rendah.

Kadar elektrolit darah dapat terganggu. CRP (+), titer komplemen (C3,C4)

rendah. Kultur yang diperoleh dari shunt terinfeksi (+). 4). Lupus eritematosus

sistemik (LES) Diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan keluhan yang dijumpai

pada anamnesis dapat berupa panas lama, berat badan turun, anoreksia, nausea,

muntah, sakit kepala, depresi, psikosis, kejang, sakit ruam pada kulit. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan alopesia, butterfly rash, discoid lupus,

fotosensitifity, ulkus pada mulut/nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri

abdomen, asites, splenomegali. Pemeriksaan laboratorium: Darah tepi: Anemia

normositik normokhrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia, waktu

protrombin/waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Immunoserologis

Uji Coomb (+). Sel Le (+). Persisten. Keterlibatan ginjal ditandai dengan

sindroma nefritis akut dengan atau tanpa disertai gagal ginjal akut atau sindroma

nefrotik. Diagnosis: dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas,

dengan gambaran biopsi ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif

fokal ringan sampai yang berat berupa proliferatif difusa.20

Penyebab SNA dengan normokomplenemia antara lain:

1. Purpura Henoch-Schonlein (PHS) Diagnosa PHS sebagai penyebab, SNA

ditegakkan berdasarkan riwayat ruam pada kulit, sakit sendi dan gangguan,

gastrointestinal (mual, muntah, nyeri abdomen, diare berdarah atau melena)

Page 13: Sindrom Nefritik Akut Case 1

35

dan serangan hematuria. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai edema, dan

hipertensi, ruam pada daerah bokong dan bagian ekstensor dan ekstremitas

bawah, arthralgia/arthritis, nyeri abdomen. Pada urinalisis dijumpai hematuria,

proteinuria dan silinderuria. BUN kreatinin serum dapat normal atau

meningkat dapat terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif yang

ditunjukkan dengan meningkatnya kadar ureum dan kreatinin serum. Kadar

protein tolal, albumin, kolesterol dapat normal, atau menyerupai gambaran

sindroma nefrotik. ASTO biasanya meningkat sedangkan IgM normal.

Trombosit, waktu protombin dan tromboplastin normal. Pada PHS dengan

kelainan ginjal berat biopsi ginjal perlu dilakukan untuk melihat morfologi

dari glomeruli pengobatan dan untuk keperluan prognosis.

2. Netropati IgA Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila

timbulnya serangan hematuria makroskopis secara akut dipicu oleh suatu

episode panas yang berhubungan dengan ISPA. Hematuria makroskopik

biasanya bersifat sementara dan akan hilang bila ISPA mereda, namun akan

berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan

ISPA. Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala

kecuali hematuria mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan

pada urinalisis. Edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak

ditemukan. Kadar IgA serum, biasanya meningkat pada 10,2% dari jumlah

kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C2, C4) dalam serum

biasanya normal. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan biopsi ginjal.20

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang direkomendasi pada penderita SNA post

streptokokus adalah terapi simtomatik yang berdasar pada derajat keparahan

penyakit secara klinis. Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik.8

Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai

berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan

tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau

oliguria menetap. Tujuan utama dari pengobatan adalah mengendalikan hipertensi

Page 14: Sindrom Nefritik Akut Case 1

36

dan edema. Selama fase akut, penderita dibatasi aktivitasnya dengan pemberian

diet 35 kal/kg berat badan perhari, pembatasan diet protein hewani 0,5-0,7

gram/kg berat badan perhari, lemak tak jenuh, dan rendah garam yaitu 2 gram

natrium perhari. Asupan elektrolit pun harus dibatasi. Natrium 20 meq perhari,

rendah kalium yaitu kurang dari 70-90 meq perhari serta kalsium 600 . 1000 mg

perhari. Restriksi cairan secara ketat dengan pembatasan cairan masuk 1 liter

perhari, guna mengatasi hipertensi.8

Pengobatan hipertensi dapat dengan menggunakan diuretik kuat, atau bila

hipertensi tetap tidak teratasi pilihan obat selanjutnya adalah golongan calcium

channel blocker, ACE inhibitor atau bahkan nitroprusid intravena bagi hipertensi

maligna. Pada beberapa kasus berat dengan kondisi hiperkalemi dan sindrom

uremia yang berat diindikasikan untuk hemodialisa19. Pasien hipertensi dapat

diberi diuretik atau anti hipertensi.2,3 Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik

130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi.10,21

Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100

mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM),

nifedipin oral atau sublingual.14 Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien

hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi

berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4

jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid

1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik >

120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2

mg/kgBB iv. Pilihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6

jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6

jam bila diperlukan.8,14

Terapi steroid intravena terutama diindikasikan untuk glomerulonefritis

tipe kresentik dengan luas lesi lebih dari 30% glomerulus total. Metil prednisolon

500 mg intravena perhari terbagi dalam 4 dosis selama 3-5 hari. Namun beberapa

referensi menyebutkan tidak diindikasikan untuk pemberian terapi steroid dalam

jangka panjang.5,10 Antibiotika diindikasikan untuk pengobatan infeksi

streptokokus. Pilihan obat yang direkomendasikan adalah penicillin G oral 4 x

Page 15: Sindrom Nefritik Akut Case 1

37

250 mg selama 7-10 hari atau injeksi benzatin penisilin 50.000 IU/KgBB IM atau

eritromisin oral 40 mg/KgBB selama 10 hari bila alergi penisilin.8,22

Gambar 2. Dosis Benzatin Penisilin untuk GNAPS27

Pada umumnya terdapat 4 kemungkinan perjalanan penyakit dari sindrom

nefritis akut pasca infeksi streptokokus, yaitu kematian selama masa akut dapat

disebabkan infeksi sekunder terutama infeksi paru (pneumonia), bendungan paru

akut, ensefalopati hipertensif, dan hiperkalemi. Angka kematian biasanya kurang

dari 5% berkat kemajuan terapi misalnya pemberian obat-obat antihipertensi yang

poten/kuat, hemodialisis/peritoneal dialisis, dan transplantasi ginjal.3,23 Sebagian

pasien glomerulonephritis akut (5. 10%) memperlihatkan tipe perjalanan penyakit

yang cepat dan progresif disertai oliguri dan anuri, dapat meninggal dalam waktu

2-3 bulan, yang disebut juga dengan sindrom Rapidly Progressive

Glomerulonephritis (RPGN). Tipe perjalanan penyakit ini terutama mengenai

pasien-pasien dewasa. Gejala klinis oliguri dan anuri yang timbul sementara, tidak

selalu menunjukan prognosis yang buruk.19

J. Prognosis

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS

antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu,

pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan

gambaran histologis glomerulus.18,9 Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik

dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada

dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna

Page 16: Sindrom Nefritik Akut Case 1

38

dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi

ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-

2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam

beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.8 Angka kematian

pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %.Melihat GNAPS masih sering dijumpai

pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan

kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan

tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS

berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian

hari.13

Pada umumnya prognosis dapat diramalkan hanya berdasarkan kelainan-

kelainan histopatologis berupa proliferasi ekstra kapiler yang ekstensif meliputi

lebih dari 75% glomeruli. Kelainan laboratorium yang mencurigakan perjalanan

penyakit yang progresif seperti kenaikan circulating brinogen dan atau FDP urin,

disamping oliguri dan anuri yang berlangsung lama, selama beberapa minggu.

Terjadi glomerulonefritis kronis, bila selama perjalanan penyakit ditemukan satu

atau lebih tanda klinis, atau proteinuri dengan atau tanpa hematuri asimtomatik

yang menetap selama bertahun-tahun akan berubah menjadi kronis, dan akhirnya

gagal ginjal kronis. Frekuensi perjalanan penyakit ini rendah, antara 5-10%.

Sebagian dari pasien-pasien masih mempunyai kelainan-kelainan histopatologis

tanpa gejala klinis dan dapat hidup normal. Penyembuhan klinis disertai

penyembuhan laboratorium biasanya berangsur-angsur dan akhirnya terjadi

penyembuhan sempurna. Bentuk perjalanan penyakit ini paling sering ditemukan

terutama pada pasien anak-anak (80 . 85%). Gejala-gejala klinis seperti edema

paru akut, hipertensi, edema dan oliguri, segera hilang setelah terjadi diuresis,

biasanya setelah beberapa hari/minggu. Kelainan sedimen urin terutama hematuri

mikroskopis baru hilang setelah beberapa bulan, bahkan hingga beberapa tahun.1

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: Sindrom Nefritik Akut Case 1

39

1. Messina LM, Pak LK, Tierney LM.. Glomerulonephropathies. In: Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA, editors. 2004. Lange current medical diagnosis & treatment. 43rd ed. Philadelphia: Lange Medical Books/McGraw Hill.p.882-90.

2. Brady HR, O.Meara YM, Brenner BM. Glomerular disease. In: Dennis LK, Fauci AS, Branwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. 2005. Harrison.s principles of internal medicine, 16th ed. New York: Mc Graw Hill;.p.1674-88.

3. Enday S. 1997. Nefrologi klinik, edisi II. Bandung: ITB.p.145-63.4. Kumar V, Cotran R.S, dan Robbins S.L., 2007. Buku Ajar Patologi Ronnins.

Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC.5. Travis L. Acute poststreptococcal glomerulonephritis. (http:// www.eMedicine

acute poststreptococcal glomerulonephritis, 26 Juli 2012).6. Bhima R. 2001., Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis.

(http://emedicine.medscape.com/article/980685-overview#a0104, 26 Juli 2012).

7. Price S, Wilson L, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 6. Jakarta: EGC

8. Lambanbatu S., 2003. Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi Streptococcus pada Anak. (http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/5-2-4.pdf, 26 Juli 2012).

9. Dugdale D. Acute Nephritic Syndrome. Available at http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000495.htm Accessed on 26th Jul 2012

10. Geetha D. Glomerulonephritis, Poststreptococcal. (http:// www.eMedicine glomerulonephritis, poststreptococcal, 26 Juli 2012).

11. Maureen H. Acute poststreptococcal glomerulonephritis. Available from: http://www.lifesteps.com/gm/atoz/ency/acute_poststreptococcal_glomerulonephritis.jsp, 26 Juli 2012).

12. Vinen CS, Oliveira DBG. 2003. Acute glomerulonephritis. Postgraduated Medical Journal. 79:206-13.

13. Noer MS. 2002. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h. 345-53.

14. White AV, Hoy AW, McCredie DA. 2001. Chilhood poststreptococal glomerulonephritis as a risk factor for chronic renal disease in later life. MJA. 174:492- 631.

15. Smith JF. Acute poststreptococcal glomerulonephritis. (http://www. chclibrary.org/, 26 Juli 2012).

Page 18: Sindrom Nefritik Akut Case 1

40

16. Fransisco L. 1993. Papper.s clinical nephrology. 3rd ed. Boston: Little,Brown and Company Inc. p.142-50.

17. Tomson CRV. 1997. Key topics in renal medicine. Oxford: BIOS Scienti!c Publisher Limited.p.139-43.

18. Glassock RJ, Cohen AH, Adler SG. 2000. Primary glomerular diseases. In: Brenner B, Rector F, editors. The kidney. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders Co;.p.1392-402.

19. Rena,A Suwitra K. Case Report : Seorang Penderita Sindrom Nefritik Akut Pasca Infeksi Streptococcus. (http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/seorang%20penderita%20sindrom%20nefritik%20 kut%20pasca.pdf, 26 Juli 2012).

20. Schwartz, M.W. 1996. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta:EGC21. Rodriguez-Iturbe B. 2000. Postinfectius glomerulonephritis. Am J Kidney

Dis;35(1):46-8.22. Krause V, Johnson F, Kearns T, 2010. Northern Teritory Guidelines for Acute

Post-Streptococcal Glomerulonephritis. (http://www.health.nt.gov.au/library/scripts/objectifyMedia.aspx?file=pdf/10/84.pdf&siteID=1&str_title=Acute%20PostStreptococcal%20Glomerulonephritis.pdf, 26 Juli 2012).

23. Ponticelli C. 1999. Can prolonged treatment improve the prognosis in adults with focal segmentalglomerulosclerosis? Am J Kidney Dis;34:618.