Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada...

24
BAB II KONSEP HADIAH DAN HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan Islam Menurut M. Ngalim Purwanto Hadiah adalah alat pendidikan represif yang menyenangkan, diberikan kepada anak yang memiliki prestasi tertentu dalam pendidikan, memiliki kemajuan dan tingkah laku yang baik sehingga dapat dijadikan tauladan bagi teman – temannya. 1 Hadiah ini diberikan kepada siswa yang mempunyai prestasi dalam pelajaran, ketrampilan, maupun yang lain, begitu pula dalam masalah akhlak, ini sengaja diberikan agar ia menjadi suri tauladan bagi teman – temannya. Dari pendapat di atas dapat di ambil suatu definisi bahwa hadiah adalah alat pendidikan yang menyenangkan diberikan kepada siswa yang telah menjalankan kegiatan positif yang selalu diharapkan oleh siswa, agar ia lebih giat lagi belajarnya dan mencapai prestasi yang lebih baik lagi dari apa yang telah dicapai saat ini, disamping itu untuk memotivasi teman – temannya yang mempunyai prestasi baik. Pada dasarnya metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakekatnya adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik atau mengajar. 2 Berkaitan dengan konsep hadiah dan hukuman sebagaimana firman Allah SWT: 1 Ngalim Purwanto, MP. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 1995), Hlm 182. 2 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), hlm. 98 13

Transcript of Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada...

Page 1: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

BAB II

KONSEP HADIAH DAN HUKUMAN

DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan Islam

Menurut M. Ngalim Purwanto Hadiah adalah alat pendidikan represif

yang menyenangkan, diberikan kepada anak yang memiliki prestasi tertentu

dalam pendidikan, memiliki kemajuan dan tingkah laku yang baik sehingga

dapat dijadikan tauladan bagi teman – temannya.1

Hadiah ini diberikan kepada siswa yang mempunyai prestasi dalam

pelajaran, ketrampilan, maupun yang lain, begitu pula dalam masalah akhlak,

ini sengaja diberikan agar ia menjadi suri tauladan bagi teman – temannya.

Dari pendapat di atas dapat di ambil suatu definisi bahwa hadiah

adalah alat pendidikan yang menyenangkan diberikan kepada siswa yang telah

menjalankan kegiatan positif yang selalu diharapkan oleh siswa, agar ia lebih

giat lagi belajarnya dan mencapai prestasi yang lebih baik lagi dari apa yang

telah dicapai saat ini, disamping itu untuk memotivasi teman – temannya yang

mempunyai prestasi baik.

Pada dasarnya metode mengandung implikasi bahwa proses

penggunaannya bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode

itu adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Jadi penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakekatnya adalah

pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik atau mengajar.2

Berkaitan dengan konsep hadiah dan hukuman sebagaimana firman

Allah SWT:

1 Ngalim Purwanto, MP. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 1995), Hlm 182.

2 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), hlm. 98

13

Page 2: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

14

Artinya :“Barang siapa yang melakukan kebaikan seberat dzarrahpun,

niscaya dia akan melihat (balasannya), dan barang siapa yang melakukan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya.” (Q.S. al-Zalzalah : 7-8).3

Dengan menyimak ayat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

balasan yang pertama adalah apa yang dikenal dengan istilah hadiah / ganjaran

(reward), sedangkan balasan yang kedua adalah hukuman (punishment), di

mana ayat ini juga menjelaskan bahwa hadiah dan hukuman merupakan

pedoman dari Allah SWT, dan Islam mengakui hal tersebut sebagai salah satu

hukum yang berlaku dalam kehidupan manusia atau masyarakat.

Hadiah di dalam al-Qur’an biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk

uslub, di antaranya ada yang mempergunakan lafadz ‘ajr (أجر) dan tsawab (

seperti dalam surat al-Baqarah : 62, al-‘Ankabut : 58, dan ,(ثواب

al-Bayyinah: 8.4

Dafid. L Sills mendefinisikan hadiah ialah : “reward is one educations

tools with given to the pupil as appreciation toward accomplish men was he

reached”.5 Hadiah ialah salah satu alat pendidikan yang diberikan pada murid

sebagai penghargaan terhadap prestasi yang dicapainya.

Sedangkan al-Ghazali mengartikan Hadiah ialah :

عليه یكرم ان فينبغي ,محمود وفعل جميل خلق الصبي من ظهر مهما ثم

6الناس اظهر بين ویمدح به یفرح بما عليه ویجازي

3 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Depag RI, 1971), hlm. 1087 4 Muhammad Fuad Abdi al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadz al-Qur’an, (Beirut:

Daar al-Fikr, 1992), hlm. 17-18, 205-206 5 Dafids L. Sills, International Ensyclopedia of The Social Sciences, (London : Collier

Macmillan, 1972), hlm. 320 6 Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz III, (Beirut: Darr al-Kutub al-

Ilmiyyah, t.th.), hlm. 78

Page 3: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

15

Artinya :“sewaktu-waktu anak telah nyata budi pekerti yang baik dan perbuatan yang terpuji, maka seyogyanya ia dihargai dan dibalas dengan sesuatu yang menggembirakan dan dipuji di depan orang banyak (diberi hadiah)”.

Yang perlu dingat dan digaris bawahi hadiah identik dengan tujuan

baik, sedang suap lebih identik dengan tujuan jelek. Meskipun beberapa studi

menunjukkan, bahwa untuk meningkatkan motivasi, pemberian hadiah lebih

efektif dibandingkan dengan cara lainnya; memberi sanksi, mengomeli,

memarahi dan lain sebagainya, tetapi sebagian orang tua kurang setuju dengan

hal itu. Dikhawatirkan anak terlalu mengharap hadiah yang akan diberikan,

sehingga hanya bekerja bila ada hadiah. Memang inilah yang menjadi

tantangan bagi para pendidik atau orang tua, oleh karena itu diusahakan

bagaimana caranya supaya dapat menghilangkan pemberian hadiah tidak

sesering mungkin terutama dalam bentuk materi, berikan hadiah sewajarnya

dan jangan terlalu berlebihan.7

Dari penjelasan tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa

yang dimaksud Hadiah dalam Pendidikan Islam adalah suatu pemberian yang

diberikan kepada anak didik karena anak telah melakukan kebaikan dan juga

merupakan pembinaan yang dipandang sebagai proses sosial dapat melahirkan

anak yang berwatak sosial, yang meraih watak kemanusiaannya yang

memiliki bekal nilai-nilai dan yang mematuhi perintah serta larangan moral

dan sosial yang merupakan syarat bagi tercapainya kehidupan anak yang baik

dan stabil.

Berkaitan dengan hukuman (punishment) ada beberapa pandangan

bahkan ada yang berpendapat dan percaya tentang hukuman itu sendiri dan

juga sebaliknya. Untuk itu perlu ditegaskan pula apa yang dimaksud dengan

hukuman dalam pembahasan ini, sebagaimana Hadiah yang telah disinggung

di atas.

7 Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak, (Jakarta: Dahara Prize, 1989), hlm.

21-22

Page 4: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

16

Dalam al-Qur’an hukuman juga biasanya disebutkan dalam berbagai

bentuk uslub, di antaranya ada yang mempergunakan lafadz ‘iqab (عقاب),

adzab ( عذاب), rijz (رجز), ataupun berbentuk pernyataan (statement). Kata

adzab seperti dalam surat at-Taubah : 74, Ali Imron : 21, kata rijz seperti

dalam surat al-A’raf : 134 dan 165, dan kata ‘iqab seperti dalam surat al-

Baqarah : 61 dan 65, Ali Imron : 11.8

Hukuman dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan pada

waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan

yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja menjatuhkan orang lain. Secara

umum disepakati bahwa hukuman adalah ketidaknyamanan (suasana tidak

menyenangkan) dan perlakuan yang buruk atau jelek.9

Elizabeth B. Hurlock mendefinisikan hukuman ialah : “punishment

means to impose a penalty on a person for a fault offense or violation or

retaliation”.10 Hukuman ialah menjatuhkan suatu siksa pada seseorang karena

suatu pelanggaran atau kesalahan sebagai ganjaran atau balasannya.

Abdullah Nasih Ulwan berpendapat hukuman ialah “hukuman yang

tidak ditentukan oleh Allah untuk setiap perbuatan maksiat yang di dalamnya

tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang

khusus dikeluarkan negara dengan hukuman yang diterapkan oleh kedua

orang tua dalam keluarga dan para pendidik di sekolah. Karena baik hudud

atau hukuman ta’zir keduanya sama bertujuan untuk memberi pelajaran baik

bagi si pelaku ataupun orang lain, semua itu adalah sebagai cara yang tegas

dan cepat untuk memperbaikinya.12

Berdasarkan pengertian di atas, adanya hukuman disebabkan oleh

adanya pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Jadi, yang dimaksud

menghukum yaitu memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan atau

8 Muhammad Fuad abdi al-Baqi, Op. cit., hlm. 572-578 9 Abdurrahman Mas’ud, Reward and Punishment dalam Pendidikan Islam, Jurnal Media,

(Edisi 28, Th. IV, November, 1999), hlm. 23 10 Elizabeth Bergner Hurlock, Op. cit., hlm. 396 11 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid II, (Jakarta: Pustaka

Amani, 1999), hlm. 308 12 Ibid, hlm. 311

Page 5: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

17

pembalasan dengan sengaja pada anak didik dengan maksud supaya anak

tersebut jera. Perlu dijelaskan di sini bahwa pembalasan bukan berarti balas

dendam, sehingga anak benar-benar insyaf dan sadar kemudian berusaha

untuk memperbaiki atas perbuatan yag tidak terpuji.

Sedangkan Athiyah al-Abrasyi berpendapat bahwa :

الزجر ال واإلصالح اإلرشاد . . . اإلسالمية التربية في منها الغرض ان

13 واإلنتقام

Artinya :“maksud hukuman dalam pendidikan Islam ialah … sebagai tuntutan dan perbaikan, bukan sebagai hardikan dan balas dendam.”

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hukuman

memiliki tujuan perbaikan, bukan menjatuhkan hukuman pada anak didik

dengan alasan balas dendam. Maka dari itu seorang pendidik dan orang tua

dalam menjatuhkan hukuman haruslah secara seksama dan bijaksana.

Kalau dilihat secara ringkas mengenai kedudukan hukuman dalam

masyarakat Islam yang bersumber dari al-Qur’an, menurut Abdurrahman

Shaleh Abdullah. Islam mengenal tiga kategori hukuman yaitu hudud, qishas

dan ta’zir.14 Adapun dalam pembahasan ini, hukuman yang dimaksud besifat

edukatif atau mendidik dan dalam masyarakat Islam dikenal dengan sebutan

hukuman ta’zir. Kata “ta’zir” menurut kamus istilah fiqih adalah bentuk

masdar dari kata kerja “azzara” yang artinya menolak, sedang menurut istilah

hukum syara’ berarti pencegahan dan pengajaran terhadap tindak pidana yang

tidak mempunyai hukum had, kafarat dan qishas.15 Maka dari itu hukuman

haruslah mengandung unsur-unsur pendidikan baik diputuskan oleh hakim

maupun yang dilakukan orang tua dan para pendidik terhadap anaknya.

Dari beberapa uraian tentang pengertian hukuman tersebut, dapatlah

penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman dalam pendidikan,

13 Muhamaad Athiyah al-Abrasyi, Tarbiyyah al-Islamiyah wa Falsafatuha, (Mesir: As-

Syirkham, 1975), hlm. 115 14 Abdurrahman Shaleh Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut al-Qur’an

serta Implementasinya, (Bandung : Diponegoro, 1991), hlm. 236 15 Muhammad Abdul Mujib, dkk., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1994),

hlm. 384

Page 6: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

18

khususnya pendidikan Islam adalah sebagai tindakan edukatif berupa

perbuatan orang dewasa atau pendidik yang dilakukan dengan sadar pada anak

didiknya dengan memberi peringatan dan pelajaran kepadanya atas

pelanggaran yang diperbuatnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai

keislaman. Sehingga anak didik menjadi sadar dan menghindari segala macam

pelanggaran dan kesalahan yang tidak diinginkan atau dengan berhati-hati

dalam setiap melakukan sesuatu.

B. Dasar serta Tujuan Hadiah dan Hukuman

Istilah hadiah dan hukuman sudah lama dikenal manusia, lantaran hal

itu pada awalnya bukanlah ciptaan manusia, dan memang sudah ada sejak

manusia pertama Adam as lahir ke dunia yang fana ini. Hanya dengan adanya

pergantian zaman dan peralihan dari satu generasi ke generasi lain, ditambah

dengan kegiatan dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam, maka bentuk

dari ganjaran dan hukuman berbeda. Istilah yang digunakan sama hanya

penerapannya yang berbeda, namun demikian Islam telah memberikan dan

menunjukkan batasan dan pengertian yang jelas dan umum antara hadiah dan

hukuman tersebut, melalui berbagai dalil dan bukti.16

Hukuman pada dasarnya merupakan akibat dari suatu perbuatan

manusia sendiri, sebagaimana firman Allah SWT:

Atinya :“Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka,

dengan adzab yang pedih di dunia dan di akhirat dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” Q.S. at-Taubat : 74)17

16 Abdurrazak Husain, Hak dan Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Fikahati, 1992),

hlm. 102-103 17 Soenarjo, dkk., Op.cit., hlm. 291

Page 7: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

19

Sedangkan dalam hadits diterangkan sebagai berikut ;

عليه اهللا صلى اهللا رسول قال :قال جده عن ابيه عن شعيب، وابن عمر عن

وهم عليها واضربوهم نين،س سبع ابناء وههم بالصالة اوالدآم مروا" وسلم

18 داود ابو رواه) ." المضاجع في بينهم وفرقوا عشر، ابناء

Artinya :“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda: “suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika melalaikannya ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, dijelaskan bahwa barang siapa

mengerjakan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, maka akan

mendapatkan hukuman sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuatnya.

Secara rasional, ibadah (seperti shalat, shaum dan ibadah lainnya)

berperan mendidik pribadi manusia yang kesadaran dan pikirannya terus-

menerus berfungsi dalam pekerjaannya.19 Dari hadits di atas dapat diambil

pengertian bahwa anak harus diperintahkan mengerjakan shalat ketika berusia

tujuh tahun, dan diberi hukuman pukul apabila anak menolak mengerjakan

shalat jika sudah berusia 10 tahun, tujuan diberikannya hukuman pukul ini

supaya anak menyadari kesalahannya.

Makna dari kata ( واضربو) dalam hadits tersebut adalah memberikan

hukuman pukulan secara fisik, karena anak meninggalkan shalat. Di samping

itu, pukulan yang diberikan harus mengenai badannya dan tidak boleh

mengenai wajahnya. Oleh karena itu pukulan tersebut harus diberikan kepada

anak ketika sudah berumur 10 tahun, karena pada usia 10 tahun ke atas ini

seorang anak sudah dianggap mempunyai tanggung jawab (baligh).20

Hukuman dengan memukul adalah hal yang diterapkan oleh Islam

sebagaimana hadits Nabi di atas. Dan ini dilakukan pada tahap terakhir,

18 Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, Sunan Abu Daud, Juz I, (Indonesia: Maktabah

Dahlan, t.th.), hlm. 133 19 Muhammad Ali Quthb, Auladuna Fi Dlau-it Tarbiyah al-Islamiyah : Sang Anak dalam

Naungan Pendidikan Islam, (Kairo : Maktabah Qur’an, 1993), hlm. 89 20 Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq, A’unul Ma’bud, Syarah Sunan Abu Daud, Juz

II, (Beirut : Daar al-Fikr, t.th.), hlm. 161

Page 8: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

20

setelah nasehat dan cara lain tidak bisa. Tata cara yang tertib ini menunjukkan

bahwa pendidik tidak boleh menggunakan yang lebih keras jika ynag lebih

ringan sudah bermanfaat, sebab pukulan adalah hukuman yang paling berat

dan tidak boleh menggunakannya kecuali jika dengan jalan lain tidak bisa dan

perlu diketahui pula bahwa Rasulullah SAW sama sekali belum pernah

memukul seorangpun dari isteri-isterinya.

Adapun tujuan hukuman dalam pendidikan ialah : memperbaiki tabi’at

dan tingkah laku anak kearah kebaikan dan anak akan menyesali erta

menyadari perbuatan salah yang telah di lakukannya. Selain itu hukuman di

anggap sebagai alat pendidikan yang istimewa kedudukannay, karena

hukuman membuat anak didik menderita, dengan penderitan tersebut anak

akan merasa jera, sehingga anak akan memilih mematuhi peraturan daripada

melanggar peraturan.

Menurut Emile Durkeim dalam dunia pendidikan ada teori pencegahan.

Dalam teori ini hukuman merupakan suatu cara untuk mencegah berbagai

pelanggaran terhadap peraturan. Pendidikan menghukum si anak selain agar

anak tidak mengulangi kesalahannya juga untuk mencegah agar anak lain

tidak menirunya.21

Sedangkan Asma Hasan Fahmi mengungkapkan tujuan hukuman

dalam pendidikan Islam sebagai berikut :

“tujuan hukuman mengandung arti positif, karena ia ditujukan untuk memperoleh perbaikan dan pengarahan, bukan semata-mata untuk membalas dendam, oleh karena itu orang Islam sangat ingin mengetahui tabi’at dan perangai anak-anak sebelum menghukum mereka, sebagaimana mereka ingin sekali mendorong anak-anak ikut aktif dalam memperbaiki kesalahan mereka sendiri, dan untuk ini mereka melupkan kesalahan anak-anak dan tidak membeberkan rahasia mereka.”22

Berdasarkan penjelasan tujuan hukuman di atas maka dapat diambil

pengertian bahwa tujuan hukuman dalam pendidikan Islam untuk perbaikan

kesalahan yang dilakukan anak-anak yang sama serta membutuhkan motivasi

21 Emile Durkheim, Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Erlangga, 1990), hlm. 116

22 Asma Hasan Fahmi, Sejarah Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 140

Page 9: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

21

dalam berpikir dan bertindak sehingga akan tercapai tujuan yang diinginkan.

Sedagkan tujuan pokok hukuman dalam syari’at Islam adalah pencegahan,

pengajaran dan pendidikan, arti pencegahan ialah menahan si pembuat

kejahatan supaya tidak ikut-ikutan berbuat kesalahan.

Kata hadiah biasanya dikenal dengan istilah ‘ajr atau tsawab,

sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an, yang menunjukkan bahwa apa yang

diperbuat oleh seseorang dalam kehidupan ini atau di akhirat kelak karena

amal perbuatan yang baik.23 Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya :“Karena itu Allah memberikan mereka pahala di dunia dan pahala

yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Ali Imron : 148)24

Kelebihan hadiah di akhirat berasal dari sumbernya yang unggul. Hal

ini diilustrasikan mengapa Nabi Muhammad SAW hanya mengharap balasan

dari Allah semata. Maka dengan adanya kenyataan seperti ini pelajar menurut

sistem pendidikan Islam harus diberi motivasi sedemikian rupa dengan

hadiah/ganjaran.25

Dalam surat yang sama pula Ali Imron : 159 bertemulah pujian yang

tinggi dari Tuhan terhadap Rasulnya, karena sikapnya yang lemah lembut,

tidak lekas marah pada umatnya yang tengah dituntun dan dididiknya iman

mereka agar sempurna. Sudah demikian kesalahan beberapa orang yang

meninggalkan tugasnya karena tamak akan harta, tetapi Rasulullah tidak

langsung marah-marah, melainkan dengan jiwa besar mereka dipimpin. Dalam

ayat ini Tuhan menegaskan sebagai pujian terhadap Rasulnya bahwasanya

23 Abdurrahman Shaleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta :

Rineka Cipta, 1994), hlm. 221 24 Soenarjo, dkk., Op.cit., hlm. 100 25 Abdurrahman shaleh, Op.cit., hlm. 223

Page 10: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

22

sikap lemah lembut itu dikarenakan dalam dirinya telah dimasukkan Tuhan

berupa rahmat, rasa belas kasihan, cinta kasih itu telah ditanamkan Tuhan ke

dalam diri beliau, sehingga rahmat itulah yang mempengaruhi sikap beliau

dalam memimpin. Tentunya masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan

tentang pujian baik secara khusus ditujukan kepada beliau atau untuk seluruh

umat manusia.26

Hadiah bila diterapkan dalam pendidikan tentunya akan memiliki

kesan positif, yaitu sebagai motivasi bagi anak didik, untuk itu perlu

dibedakan antara hadiah dan suap. Dengan adanya hadiah anak didik akan

terus melakukan pekerjaannya dengan baik dan tentunya ingin melakukan

yang terbaik lagi. Karena dengan memberikan dorongan dan menyayangi anak

adalah sangat penting. Dalam hal ini, harus diperhatikan keseimbangan antara

dorongan yang berbentuk materi dengan dorongan yang spiritual, sebab

tidaklah benar jika pemberian dorongan tersebut hanya terbatas hadiah-hadiah

yang sifatnya materi saja. Hal ini dimaksudkan agar si anak tidak menjadi

orang yang selalu meminta balasan atas perbuatannya.

Sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bahan

petimbangan dalam memberikan hadiah berupa benda yaitu :

1. Hadiah tersebut harus benar-benar berhubungan dengan prestasi yang

dicapai.

2. Hadiah tersebut disesuaikan dengan kebutuhan siswa yag menerima.

3. Hadiah tersebut sebaiknya tidak terlalu mahal.27

Adapun tujuan diberikannya hadiah telah dijelaskna dalam al-Qur’an,

yaitu tentang hadiah yang diberikan untuk membalas orang yang beriman dan

beramal shaleh agar mereka mempertinggi keimanan dan ketaqwaannya.

Sebagaimana firman Allah SWT:

26 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz IV, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1987), hlm. 129 27 Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1993), hlm. 165

Page 11: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

23

Artinya :“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal

shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha terhadap-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang-orang yang takut terhadap Tuhannya.”28

Dalam pemberian hadiah belum tentu selalu diberikan pada anak

terpandai terutama di sekolah, karena memang anak yang pandai selalu

menunjukkan hasil yang baik dan hal tersebut tidak perlu selalu diberi hadiah,

sebab jika begitu hadiah akan berubah fungsi menjadi upah. Di satu sisi ada

anak yang biasa-biasa saja tetapi mau berusaha meningkatkan prestasinya

itulah yang perlu diberikan hadiah, karena dengan begitu ia akan semakin giat

untuk selalu meningkatkan prestasi dan selalu akan berusaha untuk melakukan

yang terbaik.

Menurut ahli psikologi, seperti penganut teori kondisional mengatakan

bahwa “ hadiah merupakan pendorong utama dalam proses belajar mengajar”.

Teori empiristik juga memandang bahwa “ hadiah membantu anak dalam

belajar, sebab tatkala kita memberi hadiah kepada anak sesungguhnya kita

membantu anak untuk berperilaku baik, lalu kita menarik anak pada

pengalaman yang ingin kita ajarkan”. Teori-teori belajar menekankan bahwa

berbagai hadiah dapat menimbulkan respon positif pada anak dan dapat

menciptakan kebiasaan relatif kokoh dalam dirinya.29

28 Soenarjo, dkk., Op.cit., hlm. 1085 29 Ahmad Ali Budaiwi, Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak,

(Jakarta : Gema Insani Press, 2002), hlm. 40

Page 12: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

24

Dengan kata lain, anak didik menjadi lebih keras kemauannya untuk

berbuat yang lebih baik lagi, jadi yang terpenting di sini bukanlah karena hasil

yang dicapai seseorang melainkan dengan hasil tersebut bertujuan membentuk

kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak.30

Untuk itu perlu dibedakan antara hadiah, suap dan upah. Suap yang

berarti pemberian dengan terpaksa, sedangkan upah bersifat sebagai ‘ganti

rugi’. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pemberian hadiah

dalam pendidikan Islam adalah sebagai dorongan atau motivasi bagi anak

didik untuk melakukan sesuatu, karena dengan pemberian hadiah akan

terkesan posiif yang membekas dalam dirinya dan timbul suatu keinginan kuat

untuk selalu melakukan sesuatu yang terbaik dan lebih baik tentunya. Karena

hadiah mempunyai peran sebagai dorongan dalam meguatkan perilaku yang

positif dalam diri anak didik.

C. Macam serta Fungsi Hadiah dan Hukuman

Untuk menentukan hadiah apakah ynag layak dan baik diberikan

kepada anak merupakan sesuatu hal yang sangat sulit. Karena hadiah sebagai

alat pendidikan banyak sekali macamnya, hadiah pada dasarnya dapat berupa

materi dan non materi, yang berupa materi seperti barang atau benda dan yang

non materi tentunya lebih banyak lagi seperti pujian, perhatian, penghargaan

dan lain sebagainya.

1. Macam Hadiah

a. Pujian yang baik (memberi kata-kata yang menggembirakan)

b. Berdoa

c. Menepuk pundak

d. Memberi pesan

e. Menjadi pendengar yang baik

f. Mencium buah hati dengan penuh cinta dan kasih sayang31

30 Ngalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1995), hlm. 182 31 Muhammad bin Jamil Zainu, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini, (Jakarta : Mustaqim,

2002), hlm. 142-144

Page 13: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

25

g. Hadiah dapat juga berupa benda yang menyenangkan dan berguna

bagi anak-anak seperti: pensil, buku tulis, makanan ringan, permainan

dan lain sebagainya.32

Hadiah yang berbentuk materi dalam prakteknya telah banyak

dilakukan oleh pendidik atau guru yakni pemberian hadiah berupa barang-

barang yang diperkirakan dapat mengandung nilai bagi siswa. Perlu

diingat bahwa dalam memberikan hadiah yang berupa benda ini dari para

pendidik atau guru dituntut pertimbangan yang lebih cermat dibandingkan

dengan pemberian hadiah dalam bentuk lain. Untuk itu seorang guru harus

sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda itu mudah

benar berubah fungsi menjadi upah bagi siswa.

Pada dasarnya anak dalam semua usia suka pada pujian yang

ditujukan pada dirinya, pujian tidak hanya memberikan kepada perasaan

puas akan tetapi yang lebih penting adalah menimbulkan perasaan aman,

menolongnya untuk menerima kenyataan suatu kelompok. Oleh karena itu,

patokan yang paling penting ialah pujian, pujian hanya menyangkut usaha

anak untuk melakukan sesuatu dan pujian hanya menyangkut hasil yang

dicapai anak, bukan menyangkut watak dan kepribadiannya. Misalnya bila

anak membersihkan lantai, komentar yang wajar ialah “betapa ia bekerja

keras dan betapa lantai kini tampak menjadi bersih.” Sama sekali tidak

pada tempatnya untuk mengatakan kepadanya “kau anak yang baik”. Kata-

kata pujian harus merupakan suatu cermin yang menampakkan pada anak

berupa gambaran yang realistis tentang apa yang dibuatnya dan juga

prestasinya, sebaliknya bukan menyajikan gambaran muluk-muluk tentang

kepribadiannya. Untuk semua alasan ini pujian adalah hadiah yang paling

baik yang bisa diberikan karena perbuatan baik.

Durkheim mengatakan bahwa pada umumnya hadiah secara

eksklusif berupa ucapan penghargaan dan pujian secara terbuka, sebagai

32 Ngalim Purwanto, MP., Op.cit., hlm. 183

Page 14: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

26

ungkapan rasa hormat dan kepercayaan tinggi seorang yang telah berbuat

sesuatu yang baik secara istimewa sekali.33

Selanjutnya perhatian, yang dimaksud hadiah berupa perhatian di

sini ialah si pendidik senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan

mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan

memperhatikan. Kesiapan mental dan sosial, di samping selalu bertanya

tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya,

hendaknyaa para pendidik selalu memperhatikan dan senantiasa mengikuti

serta mengamati anak-anaknya dalam segala segi kehidupan dan

pendidikan yang universal.34

Menurut Elizabeth, fungsi hadiah dalam pendidikan ialah :

a. Hendaknya hadiah mempunyai nilai mendidik. Dan anak merasa

bahwa hal itu baik, hadiah mengisyaratkan bahwa perilaku mereka itu

baik.

b. Hadiah berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang

disetujui secara sosial. Karena anak akan bereaksi secara positif

terhadap persetujuan yang dinyatakan dengan penghargaan, di masa

mendatang mereka berusaha untuk berperilaku dengan cara yang akan

lebih banyak memberikan hadiah.

c. Hadiah berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara

sosial, dan tiadanya hadiah melemahkan keinginan untuk mengulangi

perilaku itu. Hadiah harus digunakan untuk membentuk asosiasi yang

menyenangkan dengan perilaku yang diinginkan.35

Dengan demikian hendaklah para pendidik atau orang tua dalam

dalam memberikan hadiah harus benar-benar punya arti tersendiri atas apa

yang telah diperbuat oleh anak didik dan harus memiliki fungsi untuk

memperkuat pendapat/keyakinan individu bahwa perbuatan tersebut benar.

Yang dalam psikologi dikenal dengan istilah “reinforcement”

(penguatan). Sehingga dengan pemberian hadiah yang dilakukan secara

33 Emile Durkheim, Op.cit., hlm. 148 34 Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., hlm. 275 35 Elizabeth Bergner Hurlock, Op.cit., hlm. 396

Page 15: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

27

terus menerus lama-kelamaan tidak akan berfungsi efektif lagi , untuk itu

berilah hadiah dengan sewajarnya dan sebijaksana mungkin, supaya

mempunyai nilai positif bagi anak didik maupun pendidik.

2. Macam Hukuman

Hukuman yang dapat diterapkan pada anak dapat dibedakan

menjadi beberapa pokok bagian yaitu :

a. Hukuman bersifat fisik seperti : menjewer telinga, mencubit dan

memukul. Hukuman ini diberikan apabila anak melakukan kesalahan,

terlebih mengenai hal-hal yang harus dikerjakan anak.

b. Hukuman verbal seperti : memarahi, maksudnya mengingatkan anak

dengan bijaksana dan bila para pendidik atau orang tua memarahinya

maka pelankanlah suaranya.

c. Isyarat non verbal seperti : menunjukkan mimik atau raut muka tidak

suka. Hukuman ini diberikan untuk memperbaiki kesalahan anak

dengan memperingatkan lewat isyarat.

Seperti sabda Nabi :

عبد عن یسار، بن سليمن عن شهاب، ابن عن مالك، عن القعنبي، حدثنا

فجأته :م .ص اهللا رسول یف رد عباس بن الفضل آان :قال عباس، بن اهللا

اهللا رسول فجعل :اليه وتنظر اليها ینظر الفضل فجعل تستفتيه ختعم إمرأة

36 داود ابو رواه) األخر الشق الى الفضل وجه یصرف م.ص

“Kami diberitahu oleh al-Qa’naby, dari Malik dia berkata, Fadhl bin Abbas pernah dibonceng Rasulullah, lalu ada seorang wanita dari Khutsum meminta fatwa kepada beliau, pada waktu itu Fadhl memandangnya, begitu juga sebaliknya wanita itu memandang Fadhl, dan Nabi memalingkan muka ke lain pihak”. (H.R. Abu Daud)

36 Abu Daud Sulaiman Ibnu al-Asy’ats as-Sijistani, Sunan Abu Daud, Jilid I, (Beirut :

Daar al-Fikr, t.th.,) hlm. 552

Page 16: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

28

d. Hukuman sosial seperti : mengisolasi dari lingkungan pergaulan agar

kesalahan tidak terulang lagi dengan tidak banyak bicara dan

meninggalkannya agar terhindar dari ucapan buruk.

سعيد عن ایوب، عن علية بن اسمعيل ثنا حد شيبة، ابي بن بكر ابو ثنا حد

ص اهللا رسول إن :وقال فنهاه خذف، مغفل بن اهللا لعبد قریبا أن جبير، بن

تكسر ولكنها عدوا، والتنكأ صيدا التصيد إنها :وقال الخذف، عن نهى م.

!تحذف ثم عنه، نهى م.ص اهللا رسول أن ثك أحد :فقال .العين وتفقأ السن

37 مسلم رواه) .ابدا أآلمك ال

“Kami diberitahu oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, kami diberitahu oleh Ismail bin Ulaiyah dari Ayyub, dari Said bin Jubair, bahwasanya tetangga Abdullah bin Mughaffal melempar dengan kerikil, lalu dilarang oleh Abdullah katanya: “bahwa Rasul melarang orang yang membidik dengan kerikil (melempar dengan kerikil)”. Lalu ia tetap mengulanginya lagi, dan dikatakan kepadanya: “telah kukatakan kepadamu, bahwa Rasulullah melarang melempar dengan kerikil tetapi kamu masih tetap ngoto!, maka aku tidak akan mengajakmu berbicara (tidak menegur lagi)”. (H.R. Muslim)

Menghukum merupakan sesuatu yang “tidak disukai” namun perlu

diakui bersama bahwa hukuman itu memang diperlukan dalam pendidikan

karena berfungsi menekan, menghambat atau mengurangi bahkan38

menghilangkan perbuatan yang menyimpang.39

Akan tetapi sebaiknya hukuman dijatuhkan sesaat setelah kesalahan

tersebut dilakukan, bukan menundanya. Karena menunda memberikan

hukuman hingga waktu lama atau sebentar dapat menghilangkan arti penting

yang terkandung dibalik sanksi dan hukuman yang dijatuhkan tersebut.

Dari uraian di atas tentang macam hukuman kiranya dapat disimpulkan

bahwasanya hukuman itu dapat diterapkan dalam pendidikan, terutama

hukuman yang bersifat pedagogis. Menghukum bilamana perlu dan jangan

37 Abu al-Husain Muslim, Shahih Muslim, Bab Karoha al-Khadhaf, Juz III, (Beirut-

Libanon : Daar al-Kitab al-Ilmiyah, t.th.,) hlm. 154 38 Izzat Iwadh Khalifah, Kiat Mudah Mendidik Anak, (Jakarta : Pustaka Qlami, 2004),

Hlm. 119 39 Suharsimi Arikunto, Op.cit., hlm. 168

Page 17: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

29

terus menerus serta hindarilah hukuman jasmania atau badan jikalau benar-

benar tidak terpaksa.

Hukuman pukulan berupa psikis antara lain; terlalu banyak perintah,

larangan, teguran dan tidak mengindahkan keinginan anak, sehingga banyak

menyebabkan gangguan terhadap ketegangan anak. Menjadikan anak kurang

mempunyai inisiatif dan spontanitas, tidak percaya diri sendiri dan dipilihnya

selalu tanggung jawab.40 Sedangkan dalam proses belajar itu perlu adanya

motivasi untuk berbuat sesuatu, sedang bila kita untuk berbuat dengan cara

tertentu, timbul kecenderungan yang kuat untuk memastikan tentang

kebenaran dari keinginan kita tersebut.

Ingat bahwa perbuatan salah mencerminkan kekurang terampilan dan

kelemahan. Untuk itu, ini masih bisa disembuhkan selama anak masih

mempunyai percaya diri terhadap kemampuannya, jangan langsung

menghukum akibat kesalahan yang diperbuatnya. Justru Anda sebagai

pendidik dituntut untuk memusatkan perhatian terhadap minat anak terhadap

sesuatu yang telah dikerjakan dengan baik.

Dengan demikian selagi anak masih bisa dididik dengan lembut dan

penuh kasih sayang, maka jangan sekali-kali orang tua melayangkan

tangannya. Kita tahu bahwa hukuman dalam pendidikan anak merupakan

metode terburuk yang sedapat mungkin kita hindari, akan tetapi dalam kondisi

itu harus dipergunakan. Oleh karena itu, hukuman harus dianggap sebagai

metode yang bertujuan untuk memperbaiki anak yang melakukan kesalahan.

D. Syarat Penerapan Hadiah dan Hukuman

Masalah hadiah dan hukuman berhubungan erat dengan topik

menimbulkan minat anak didik terhadap proses belajar mengajar. Banyak para

pendidik atau guru yang menggunakan hadiah dan hukuman sebagai cara

untuk mendorong anak didik untuk belajar. Alasan mereka dalam hal ini

adalah bahwa anak memerlukan rasa harga diri dan keberhasilan untuk

melanjutkan kemajuannya, dan untuk menjadikannya mengetahui bahwa

40 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hl. 84

Page 18: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

30

kelengahan dan keburukan hasil perbuatan ada akibatnya.41 Di antara cara

untuk membuat anak didik merasakan keberhasilannya adalah kita puji dia,

atas perbuatan yang patut dipuji, dan di antara cara untuk mengingatkannya

adalah dengan menggunakan hukuman, dan hukuman itupun harus dimulai

dari yang paling ringan dulu, hukuman fisik baru boleh dilakukan sebagai

alternatif terakhir. Dianjurkan bagi para pendidik, guru maupun orang tua

yang percaya akan cara ini harus mengetahui tentang hakekat yang

berhubungan dengan hadiah dan hukuman. Salah satu sarana untuk

menghindarkan anak dari sifat jahat adalah dengan pendekatan psikologis,

bersikap seperti anak dan mengajak bicara dengan bahasa yang mudah di

pahami olehnya.42

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai acuan dasar dalam

memberikan hadiah, sehingga mampu memotivasi perilaku baik anak didik

sebagai berikut :

1. Untuk memberi hadiah yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-

betul muridnya.

2. Hadiah yang diberikan anak jangan sampai menimbulkan cemburu atau iri

hati anak yang lain.

3. Memberikan hadiah hendaklah hemat.

4. Jangan memberikan hadiah dengan menjanjikan terlebih dahulu sebelum

anak melakukan sesuatu.

5. Pendidik harus berhati-hati memberikan hadiah, jangan sampai hadiah

yang diberikan berubah fungsi menjadi upah.43

Hadiah tidak harus berupa uang, maka dari itu pujian, perhatian,

penghargaan dan lainnya itu akan lebih berkesan. Dengan keberhasilan anak

didik dalam proses belajar mengajar itupun sudah merupakan hadiah, sehingga

anak didik merasa puas dan lega terhadap dirinya. Hal itu akan membawa

kemajuan dan berkelanjutan. Dan dalam memberikan hadiah hendaknya

41 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), Cet. 2 hlm. 30 42 Husain Mazhariri,Pintar Mendidik Anak, (PT. Lentera Basritama, 1999), hlm;260 43 Ngalim Purwanto, Op.cit., hlm. 184

Page 19: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

31

disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari aspek yang menunjukkan

keistimewaan prestasi.44

Sehingga dapat dikatakan, pemberian hadiah yang berbentuk materi

haruslah sesuatu yang menarik dan digemari anak, hadiah haruslah

secukupnya, bersifat wajar dalam batas-batas tertentu serta tidak berlebih-

lebihan, tidak terus menerus, karena dengan seringnya memberi hadiah akan

berakibat tidak baik yang menjadikan anak manja dan hanya bekerja untuk

suatu hadiah. Hendaknya hadiah langsung diberikan setelah melakukan

perbuatan itu, sehingga terjadi hubungan jelas antara perbuatan dan hadiah

yang diperoleh karenanya.

Demikian pula hadiah yang diterapkan para pendidik baik di rumah atau

di sekolah berbeda-beda. Dari segi jumlah dan tata caranya, tidak sama

dengan hadiah yang diberikan pada orang umum.

Hukuman yang bersifat pendidikan (pedagogis), harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih dan saying.

b. Harus didasarkan pada alasan “keharusan”.

c. Harus menimbulkan kesan di hati anak.

d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.

e. Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.45

Adapun hukuman berupa fisik, Athiyah al-Abrasyi memberikan kriteria

yaitu :

a. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada anak didik di bawah umur 10

tahun.

b. Alat pemukulnya bukan benda-benda yang membahayakan, misalnya lidi,

tongakt kecil dan lain sebagainya.

c. Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali, dan

d. Hendaknya diberi kesempatan untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan

memperbaiki kesalahan yang pernah mereka kerjakan.46

44 Zakiah Daradjat, Opcit., hlm. 30-31 45 Arma’i Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers,

2002), hlm. 131

Page 20: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

32

Sedangkan Rasulullah SAW menetapkan hukuman sebagai metode

memberikan batas-batas dan persyaratan sehingga tidak keluar dari maksud

dan tujuan pendidikan Islam yaitu :

1. Pendidik tidak menggunakan hukuman kecuali setelah menggunakan

semua metode

2. Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan

3. Menunjukkan kesalahan dengan kerahamatan

4. Menunjukkan kesalahan dengan isyarat dan kecaman

5. Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan47

Begitu juga yang dikatakan oleh Muhaimin dan Abdul Majid yang

dikutip oleh Arma’i Arief dalam bukunya “Pengantar Ilmu dan Metodolgi

Pendidikan Islam”. bahwa hukuman yang diberikan anak haruslah

mengandung makna edukasi, merupakan jalan atau solusi terakhir dari

beberapa pendekatan dan metode yang ada, dan diberikan setelah anak didik

mencapai usia 10 tahun sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan

oleh abu Daud tentang perintah shalat.48

Sedangkan Abdullah Nasih Ulwan berpendapat bahwa metode yang

dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman pada anak ialah :

a. Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Bukhari:

رضي مالك بن أنس سمعت :قال تياحن ابي عن شعبة، ثنا حد أدم، ثنا حد

. واتنفر وال وبشروا والتعسروا، یسروا :م .ص النبي قال :قال عنه اهللا

49 البخاري رواه

“Kami diberitahu Adam, kami diberitahu Syu’bah, dari Abi Tayyakh, ia berkata: saya mendengar Annas bin Malik ra berkata, Nabi SAW bersabda: Permudahkanlah dan jangan kalian persulit, dan berilah kabar gembira dan janganlah kalian berlaku tidak simpati”. (H.R. Bukhari)

46 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Loc. cit. 47 Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., hlm. 316-324 48 Arma’i Arief, Op.cit., hlm. 132 49 Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut-Libanon: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992),

hlm. 31

Page 21: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

33

b. Menjaga tabi’at anak yang salah dalam menggunakan hukuman.

c. Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari

yang paling ringan hingga yang paling keras.50

E. Urgensi Hadiah dan Hukuman

Hadiah dan hukuman sangatlah urgen untuk disertakan dalam proses

mendidik anak agar senantiasa termotivasi untuk melakukan kegiatan positif,

dan meninggalkan hal-hal yang negatif. Oleh karena itu ada beberapa

pendapat para tokoh pendidikan Islam tentang urgensi hadiah dan hukuman,

yaitu:

1. Al Qabasi

Al Qabasi juga mengakui adanya hukuman dengan pukulan.

Namun dia menetapkan beberapa syarat supaya pukulan itu tidak

melenceng dari tujuan preventif dan perbaikan kepada penindasan dan

balas dendam. Syarat – syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Pertama, guru tidak boleh melakukan pukulan kecuali karena

suatu dosa. Kedua, guru harus melakukan pukulan yang selaras dengan

dosa yang dilakukan anak. Ketiga, pukulan berkisar dari satu hingga tiga

kali. Jika orang yang diserahi untuk mendidik anak ingin memukul

sebanyak satu hingga sepuluh kali, dia perlu minta izin kepada walinya.

Keempat, boleh melakukan lebih dari sepuluh pukulan jika usia anak

mendekati dewasa dan sulit dididik, berakhlak kasar, dan tidak dapat

disadarkan dengan sepuluh pukulan. Kelima, guru sendiri yang melakukan

pemukulan, tidak boleh ewakilkannya kepada anak yang lain, sebab hal itu

akan menimbulkan pertengkaran atau sikap saling melindungi. Keenam,

pukulan itu hanya sekedar menimbulkan rasa sakit dan tidak boleh

menimbulkan luka yang berbahaya.

Dari pemaparan di atas, kita mengetahui bahwa sebenarnya Al Qabasi

tidak menyetujui hukuman dengan pukulan kecuali jika guru telah

50 Abdurrazak Husain, Op.cit., hlm. 102

Page 22: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

34

melaksanakan seluruh sarana pemberian nasihat, peringatan dan ancaman.

Anak boleh dipukul jika seluruh sarana itu di upayakan. Jika guru

memukul lebih dari tiga kali, dia perlu meminta izin kepada wali si anak.

2. Al Ghozali

Menurut Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip dari buku imbalan

dan hukuman pengaruhnya bagi anak karangan Ahmad Ali Budaiwi

berpendapat bahwa, apabila anak menampilkan akhlak terpuji dan

perbuatan baik, selayaknya dia dihargai dan dibalas dengan sesuatu yang

menyenangkannya serta di puji dihadapan orang lain.

Dalam hal ini , Al Ghazali mengikuti manhaj Nabi SAW. Yang suka

memuji para sahabatnya guna memotivasi mereka.Selain itu dia juga

mengarahkan bahwasanya menegur dan mencela anak secara

berkesinambungan dan mengungkit- ungkit kesalahan yang dilakukannya

dapat membuat anak menjadi pembangkang, sehingga berkembanglah di

dalam dirinya perasaan acuh ( cuek ). Akibatnya, dia akan senantiasa

mengulangi kerakahannya. Meskipun orang tua menasihatinya secara

terus menerus, nasihat itu tidak lagi bernilai bagi anak.

3. Ibnu Jama’ah

Menurut Ibnu Jama’ah sebagaimana yang dikutip dalam buku karangan

Ali Budaiwi yang berudul Imbalan dan Hukuman pengaruhnya bagi

pendidikan anak menegaskan bahwa, pada waktu tertentu, guru dapat

menuntut siswa mengukang mahfudzat dan menguji penguasaan mereka

akan kaidah penting dan masalah pelik yang telah di ajarkan. Guru dapat

menguji mereka dengan pertanyaan – pertanyaan spontan atau yang

diingatnya saat itu. Jika ada siswa yang menjawab dengan tepat, maka

guru jangan sungkan – sungkan menperlihatkan kekaguman, pujian, dan

sanjungan kepada siswa tersebut dihadapan teman – temannya supaya

mereka pun terdorong untuk terus meningkatkan diri.

Ibnu jama’ah memandang bahwa sanksi kependidikan itu dapat

dibedakan dengan empat bentuk kekerasan. Jika siswa melakukan

Page 23: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

35

perilaku yang tidak dapat diterima, guru dapat mengikuti tahap – tahap

berikut ini ;

Pertama, melarang perbuatan itu di depan siswa yang melakukan

kesalahan tanpa menggunakansindiran,atau menghinanya tanpa

menyebutkannama pelakunya, atau menerangkan ciri – ciri yang mengarah

ke individu tertentu.

Kedua, jika anak tidak menghentikan perbuatannya, guru dapat

melarangnya secara sembunyi – sembunyi’ misalnya cukup dengan

isyarat tangan. Hal ini dilakukan kepada anak yang memahami isyarat.

Ketiga, jika anak tidak juga meghentikannya , guru dapat

melarangnya secara tegas dan keras, jika keadaannya enuntut drmikian,

agar anak itu dan teman – temannya menjauhkan diri dari perbuatan

semacam itu,dan setiap rang yang mendengai memperoleh pelajaran.

Keempat, jika anak tak kunjung enghentikannya, guru boleh

megusirnya dan boleh tidak mempedulikannya hingga dia kenbali dari

perilakunya yang salah, teritama jika guru mengkhawatirkan perbuatannya

itu akan ditiru oleh teman – temannya.

Dia juga menambahkan bahwa sanksi itu merupakan bimbingan

dan pengarahan perilaku serta upaya pengendaliannya dengan kasih

sayang. Sanksi perlu diberkan dengan landasan pendidikan yang baik dan

ketulusan dalam bekerja, bukan berlandaskan dendam, kebencian dan

pengarahan.51

4. Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun mengemukakan masalah hadiah dan hukuman dalam

bukunya Al muqaddimah, yaitu pada bab “ kekerasan pada siswa dapat

membahayakan “. Dia mengkritik para ulama Zamannya yang mendidik

siswa dengan kasar dan keras. Ibnu Khaldun mengisyaratkan pentingnya

kita memahami jiwa siswa dan mencermati dimensi psikologisnya,

51 A.Ali Budaiwi,Imbalan dan hukuman pengruhnya bagi pendidikan anak, (Jakarta :

Gema Insani, 2002), Hlm. 28

Page 24: Shobirin BAB II - Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/... · tidak ada had atau kafarat”.11 Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang khusus dikeluarkan

36

sehingga kita dapat mengarahkan mereka dan meluruskan kesalahannya.

Dia juga mengingatkan bahwa perlakuan buruk terhadap siswa pasti akan

membuahkan berbagai bentuk penyimpangan psikologis dan perilaku yang

muncul sebagai akibat dari ketegasan, kekerasan, dan kekasaran dalam

mendidik siswa.

Menurutnya, barang siapa yang mendidik dengan kekerasan dan

paksaan, siswa akan melakukan suatu perbuatan secara terpaksa pula,

menimbulkan ketidak gairahan jiwa, lenyapnya aktivitas’ mendorong

siswa untuk malas,berdusta, dan berkata buruk.52

Pedoman dan petunjuk praktis bagi para orang tua, guru dan para

pendidik dalam memberikan pengajaran dan pendidikan yang benar dan

lurus bagi anak-anaknya, sesungguhnya dapat mencontoh pada akhlak

Rasulullah dan sikap serta tindakan para sahabat terhadap kaum Muslimin

pada waktu itu, yang seharusnya memberi inspirasi kepada kita semua

dalam mendidik dan mengajar anak-anak.

Demikianlah kiranya tahapan yang harus diperhatikan bagi para

pendidik. Sesungguhnya para pendidik tidak boleh melalaikan metode

yang efektif dalam membuat anak menjadi jera. Sehingga para pendidik

harus berlaku bijaksana dan sewajar mungkin dalam memberikan/

menerapkan hadiah dan hukuman pada anak didik. Islam mengakui bahwa

setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orang tualah yang

menjadikan ia sebagai nasrani dan majusi, demikian tergantungnya anak

oleh para pendidik (orang tua). Perlu diingat, karena hadiah dan hukuman

dalam pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dari konsep tujuan

pendidikan Islam itu sendiri.

52 Op cit Hlm.29