BAB II SUJUD - Perpustakaan...
Transcript of BAB II SUJUD - Perpustakaan...
14
BAB II
RUMAH SINGGAH DAN PEMBINAAN KEAGAMAAN
ANAK JALANAN
A. Rumah Singgah
a. Pengertian Rumah Singgah
Dalam pengertian Rumah Singgah secara terminologi rumah
berarti bangunan untuk tempat tinggal1, sedangkan singgah adalah mampir
atau berhenti sebentar di suatu tempat ketika dalam perjalanan2. Dari
pengertian diatas rumah singgah bisa diartikan sebagai bangunan atau
tempat tinggal yang di tempati dalam waktu yang tidak lama. Sedangkan
secara etimologi, Rumah Singgah adalah suatu wahana yang di persiapkan
sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang membantu
mereka3.Sedangkan menurut M. Hakim Junaidi, Rumah Singgah
merupakan suatu shelter yang berfungsi sebagai tempat tinggal, pusat
kegiatan dan pusat informasi bagi anak jalanan4. Dari pengertian diatas
Rumah Singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana
resosialisasi kepada anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat setempat5. Rumah Singgah merupakan tahap awal
bagi seorang anak untuk memperoleh pelayanan selanjutnya, oleh
karenanya penting menciptakan Rumah Singgah sebagai tempat yang
aman, nyaman, menarik, dan menyenangkan bagi anak jalanan sehingga
anak akan selalu di Rumah Singgah.
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 757 2 Ibid, hlm. 843 3 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), Modul Pelatihan Pimpinan Rumah
Singgah,), Jakarta 2000, hlm. 96. 4 Hasil Wawancara dengan M. Hakim Junaidi M. Ag (Kepala Rumah Singgah Putra
Mandiri) pada Tanggal 10 Januari 2004 5 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), Op. Cit, hlm 96
15
b. Fungsi Rumah Singgah
Adapun Rumah Singgah didirikan mempunyai beberapa fungsi:
1. Tempat pertemuan pekerja sosial dengan anak jalanan untuk
menciptakan persahabatan, mengkaji kebutuhan, dan melakukan
kegiatan
2. Tempat untuk mengkaji kebutuhan dan masalah anak serta
menyediakan rujukan untuk pelayanan lanjutan
3. Perantara antara anak jalanan dengan keluarga, panti, keluarga
pengganti, dan lembaga lainnya
4. Perlindungan bagi anak dari kekerasan/penyalahgunaan seks,
ekonomi, dan bentuk lainnya yang terjadi di jalanan
5. Pusat informasi berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan anak
jalanan seperti data dan informasi tentang anak jalanan, bursa kerja,
pendidikan, kursus ketrampilan, dll
6. Mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak dimana para
pekerja sosial diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak
jalanan dan menumbuhkan keberfungsisosialan anak. Cara-cara
penanganan profesional dilakukan antara lain menggunakan konselor
yang sesuai dengan masalahnya.
7. Jalur masuk kepada berbagai pelayanan sosial dimana pekerja sosial
membantu anak mencapai pelayanan tersebut
8. Pengenalan nilai dan norma sosial pada anak. Lokasi Ruamh Singgah
berada di tengah-tengah lingkunagn masyarakat sebagai upaya
mengenalkan kembali norma, situasi, dan kehidupan bermasyarakat
bagi anak jalanan. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung
jawab, dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah
anak jalanan ini.6
6 Ibid, hlm. 96-97
16
c. Tujuan Rumah Singgah
Tujuan umum Rumah Singgah adalah membantu anak jalanan
mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Sedangkan tujuan khusus adalah:
1. Membentuk kembali sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat
2. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau
kepanti dan lembaga lainnya jika di perlukan
3. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan
anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi warga
masyarakat yang produktif.7
Adapun tujuan Rumah Singgah secara umum dapat di jabarkan
sebagai wahana terhadap pembinaan anak-anak jalanan yang dilandasi
dengan sikap pembentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma-
norma yang berlaku termasuk pembentukan anak atas nilai-nilai atau
norma-norma termasuk nilai-nilai atau norma-norma agama.
d. Prinsip-prinsip Rumah Singgah
Prinsip-prinsip Rumah Singgah disusun sesuai dengan karakteristik
pribadi maupun kehidupan anak jalanan untuk memenuhi fungsi dan
mendukung strategi yang telah disebutkan sebelumnya.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Semi institusional, dalam bentuk ini anak jalanan sebagai penerima
layanan boleh bebas keluar masuk baik untuk tinggal sementara
maupun hanya mengikuti kegiatan. Sebagai perbandingan, dalam
bentuk institusional (panti) anak-anak di tempatkan dalam panti dalam
suatu jangka waktu tertentu. Dalam bentuk non institusional (non panti)
anak-anak tinggal dengan orang tuanya dan pemberi pelayanan
mendatangi mereka atau anak mendatangi lemabaga.
7 Ibid, hlm. 96
17
2. Pusat kegiatan, Rumah Singgah merupakan tempat kegiatan, pusat
informasi, dan akses seluruh kegiatan yang dilakukan di dalam maupun
di luar Rumah Singgah
3. Terbuka 24 jam, Rumah Singgah terbuka 24 jam bagi anak. Mereka
boleh datang kapan saja, siang hari maupun malam hari terutama bagi
anak yang baru mengenal Rumah Singgah. Anak-anak yang sedang
dibina, dilatih datang pada jam yang telah ditentukan, misalnya paling
malam jam 22.00 waktu setempat. Hal ini memberikan kesempatan
kepada anak jalanan untuk memperoleh perlindungan kapanpun. Para
pekerja sosial siap dikondisikan untuk menerima anak dalam 24 jam
tersebut, oleh karena itu harus ada pekerja sosial yang tinggal di Rumah
Singgah
4. Hubungan informal (kekeluargaan), Hubungan-hubungan yang terjadi
di Rumah Singgah bersifat informal seperti perkawanan atau
kekeluargaan. Anak jalanan di bimbing untuk merasa sebagai anggota
keluarga besar dimana para pekerja sosial bereperan sebagai teman,
saudara/kakak atau orang tua. Hubungan ini membuat anak merasa
diperlakukan seperti anak lainnya dalam sebuah keluarga dan merasa
sejajar karena pekerja sosial menempatkan diri sebagai teman dan
sahabat. Dengan cara ini diharapkan anak-anak mudah mengadukan
keluhan, masalah, dan kesulitannya sehingga memudahkan penanganan
masalahnya.
5. Bermain dan belajar, di Rumah Singgah anak dibebaskan untuk
bermain, tidur, bercanda, bercengkrama, mandi, belajar kebersihan diri,
dsb. Perilaku yang negatif seperti perjudian, merokok, minuman keras
dan sejenisnya harus dilarang. Dengan cara ini diharapkan anak-anak
betah dan terjaga dari pengaruh buruk. Peraturan dibuat dan di sepakati
bersama anak-anak
6. Persinggahan dari jalanan ke rumah atau ke alternatif lain, Rumah
Singgah merupakan persinggahan anak jalanan dari situasi jalanan
menuju situasi lain yang dipilih dan ditentukan oleh anak, misalnya
18
kembali ke rumah, ikut saudara, masuk panti, kembali bersekolah, alih
kerja di tempat lain, dsb. pengertian singgah adalah sbb:
a. Anak jalanan boleh tinggal sementara untuk tujuan perlindungan,
misalnya karena tidak punya rumah, ancaman /kekerasan dari
orang tua, dll. Biasanya hal ini dihadapi anak yang hidup di
jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal
b. Pada saat tinggal sementara mereka akan memperoleh
penanganan yang terus menerus dari pekerja sosial untuk
menemukan situasi-situasi seperti tertera diatas. Sehingga mereka
tidak tergantung terus kepada Rumah Singgah
c. Anak jalanan datang sewaktu-waktu untuk bercakap-cakap,
istirahat, bermain, mengikuti kegiatan
d. Rumah Singgah tidak memperkenankan anak jalanan untuk
tinggal selamanya, misalnya karena tidak bayar
e. Anak jalanan yang masih tinggal dengan orang tua atau
saudaranya atau sudah mempunyai tempat tinggal tetap sendirian
maupun berkelompok tidak di perkenankan tinggal menetap di
Rumah Singgah kecuali ada beberapa situasi yang bersifat
darurat. Anak jalanan yang sudah mempunyai tempat tinggal
tetap merupakan kondisi yang lebih bagus dibandingkan dengan
mereka yang membutuhkan Rumah Singgah sebagai tempat
tinggal sementara, seperti kelompok anak yang hidup dijalanan.
7. Partisipasi, kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Singgah didasarkan
pada prinsip partisipasi dan kebersamaan. Pekerja sosial dengan anak
memahami masalah, merencanakan, dan merumuskan kegiatan. Anak
dilatih belajar mengatasi masalahnya dan merasa memiliki atau
memikirkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
8. Belajar bermasyarakat, anak jalanan seringkali menunjukan sikap dan
perilaku yang berbeda dengan norma masyarakat karena lamanya
mereka tinggal dijalanan. Rumah Singgah ditempatkan di tengah-
19
tengah masyarakat agar mereka kembali belajar norma dan
menunjukan sikap dan perilaku yang normatif8.
Adapun syarat-syarat menjadi anggota Rumah Singgah antara lain :
1. Laki-laki atau perempuan
2. Usia 6 sampai dengan 18 tahun
3. Masih bersekolah atau tidak
4. Tinggal bersama keluarga atau tidak
5. Mempunyai kegiatan ekonomi atau tidak.
Selain itu terdapat kriteria Rumah Singgah agar dapat disinggahi dengan baik,
yaitu :
A) Rumah Singgah
1. Ada ruang untuk berkumpul sekitar 20-30 anak
2. Satu ruang kegiatan administrasi
3. Satu ruang untuk ketua kelompok anak jalanan
4. Satu ruang untuk menyimpan lemari dan perbekalan anak
5. Teras untuk bermain beserta alat permainan
6. Satu kamar mandi dan WC
7. Tempat jemuran pakaian
B) Perlengkapan
1. Sarana tidur untuk 30 anak
2. Alat pembersih seperti sapu, lap, pel, ember dan sebagainya
3. Alat penerangan
4. Radio, Tape, dan TV
5. Setrika dan kelengkapannya
6. Kompor dan kelengkapannya
7. Papan tulis dan kelengkapannya
C) Perlengkapan Kantor
1. 2 meja dan 2 kursi
2. 1 lemari file
8 Ibid, hlm. 97-99
20
3. 1 lemari arsip
4. Alat tulis kantor
5. Papan tulis
6. Mesin tik atau komputer9
Adapun sasaran anak jalanan yang perlu pembinaan atara lain:
1. Anak yang hidup di jalanan, yakni anak yang sudah putus hubungan dengan orangtuanya dan tidak sekolah maupun masih sekolah.
2. Anak yang bekerja di jalan, yakni anak-anakanak yang berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya dan sudah tidak sekolah maupun masih sekolah.
3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, yakni anak yang masih tinggal dengan orang tuanya namun sudah mencari nafkah dijalan dan umumnya masih sekolah10.
B. Pembinaan Agama Islam Pada Anak Jalanan
a. Dakwah ( Pembinaan Agama Islam)
1. Pengertian Dakwah
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab, berarti panggilan , ajakan
dan seruan. Dalam bentuk kata kerjanya (fi’il) adalah da’a, yad’u yang
berarti memanggil, menyeru atau mengajak11. Sedangkan pengertian
dakwah secara umum dalam Islam adalah mengajak umat manusia
dalam hikmah dan kebijaksanaan.Hal ini bertujuan agar umat manusia
mau mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya.
Sedangkan menurut Prof. H.M. Thoha Yahya Omar, dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat12
Dari uraian pengertian da’wah di atas, maka da’wah adalah
suatu usaha dalam rangka proses Islamisasi manusia agar mentaati
9 Mastur AW, Peran masyarakat dalam program Peningkatan Kesejahteraan Sosial
Anak Jalanan Melalui Pendekatan Sistem Menejemen Rumah Singgah, Makalah Seminar Anak Jalanan, Semarang, 2001, hlm. 3-4
10 Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Jakarta, 1999, hlm. 3
11 Abdul Rasyad Saleh, Manajemen Da’wah Islam, PT Bulam Bintang, Jakarta, 1986, hlm.7
12 M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, Fak. Dakwah, IAIN Walisongo, Semarang, 1986, hlm. 3
21
ajaran Islam guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia maupun di
akhirat.
Dakwah merupakn komunikasi anatara manusia dengan pesan-
pesan Al-Islam yang berwujud ajakan, seruan untuk amar ma’ruf, nahi
munkar juga taghyirul munkar. Selain itu dakwah mengandung upaya
pembangunan manusia seutuhnya lahir dan batin (al-islah), sehingga
manusia akan memperoleh kebahagiaan hidup.
Proses aktualisasi nilai imani (perintah dakwah) pada semua
dataran kenyataan manusia memerlukan suatu upaya yang terorganisir
dalam rangka merealisir fungsi kekhalifahan. Yaitu suatu upaya
membebaskan umat manusia dari sistem kehidupan yang dhalim
menuju suatu sisten kehidupan yang adil (tegaknya nilai-nilai)
kebenaran yang di ridhai Allah SWT. Proses ini terdiri dari pengubahan
sistem merasa, berfikir, bersikap serta bertindak individu dan
masyarakat menuju pembangunan dan penciptaan realitas sistem baru
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Esensi dakwah dalam sistem sosio-kultural adalah mengadakan
dan memberikan arah perubahan.13 Mengubah struktur masyarakat dan
budaya dari kedhaliman ke arah keadilan, kebodohan ke arah kemajuan/
kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah
kemajuan yang semuanya meningkatkan derajat manusia dan
masyarakat ke arah puncak kemanusiaan (takwa). Kenyataan sejarah
membuktikan bahwa kehadiran Islam, terutama pada zaman Nabi,
dakwah telah mampu menggerakan perubahan sosio-kultural secara
mendasar sesuai dengan tingkat peradaban dan masalah yang
berkembang ketika itu.
Dakwah Islam sebagai agent of change memberikan dasar
filosofi “eksistensi diri” dalam dimensi individual, keluarga dan sosio-
kultural sehingga muslim memiliki kesiapan untuk berinteraksi dan
13 Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, PLP2M,
Yogyakarta, 1985, hlm. 17
22
menafsirkan kenyataan-kenyataan yang dihadapi secara mendasar dan
menyeluruh menurut ajaran Islam. Oleh karena itu perubahan sosial
menuju pada arah tertentu maka dakwah Islam memberikan arah dan
corak ideal tatanan masyarakat baru yang akan datang. Aktualisasi
dakwah berarti upaya penataan masyarakat terus menerus di tengah-
tengah dinamika perubahan sosial sehingga tidak satu sudut
kehidupanpun yang lepas dari perhatian dan penggarapannya. Dengan
demikian dakwah Islam senantiasa harus bergumul dengan kenyataan
baru yang pemunculannya kadangkala sulit diperhitungkan sebelumnya.
2. Pembinaan Agama Islam Pada Anak Jalanan
a. Pengertian Pembinaan Agama Islam
Pembinaan mempunyai arti suatu usaha yang dilakukan dengan
sadar, terencana, teratur dan terarah serta tanggung jawab untuk
mengembangkan kepribadian dengan segala aspeknya14. Sedangkan
WJS. Poerwodarminto mengemukakan: bahwa agama adalah segenap
kepercayaan (kepada Tuhan, dewa dan sebagainya) serta dengan
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
itu15, sedangkan Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan oleh seluruh umat
manusia. Dengan demikian pembinaan agama Islam tersebut dapat
artikan berupa bimbingan, informasi, pengawasan dan juga
pengendalian yang pada hakekatnya menciptakan suasana yang
membantu pengembangan nilai-nilai agama Islam yang mencakup
segala segi keperluan hidup manusia, baik kehidupan jasmaniah
maupun rohaniah yang meliputi keimanan, peribadatan dan akhlak.
Dengan demikian, agama berperan untuk meletakkan akal manusia
pada kedudukannya yang wajar dengan tidak mengurangi kemuliaannya
sedikitpun, sambil memberikan kesempatan bagi iman untuk
14 Departemen Agama RI, Pola Pembinaan Mahasiswa IAIN, Jakarta, 1983, hlm. 6 15 HM Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, Duta Grafika, Semarang, 1991, hlm. 10
23
membentuk akal dan menyelamatkan manusia dari kebingungan,
keraguan dan kesesatan16.
Dengan demikian, sesuai dengan pengertian dakwah diatas
pembinaan agama Islam pada anak jalanan merupakan bagian dari
implementasi dakwah. Dimana telah disebutkan dalam ayat suci Al
Qur’an, firman Allah sebagai berikut: “Tujuan umum dakwah adalah
mengajak ummat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir
atau musrik) kepada jalan yang benar yang diridlai Allah SWT. Agar
hidup dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat”17.
Disini anak jalanan perlu bimbingan dan pembinaan, karena kurang
perhatian dari orang tuanya.
b. Dasar dan tujuan pembinaan agama Islam
Pembinaan agama Islam merupakan bagian dari usaha
pendidikan agama secara keseluruhan, seperti kita kita ketahui bahwa
pendidikan Agama Islam adalah: “Usaha-usahausaha secara sistimatis
dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai
dengan ajaran Islam”18.
Dasar dan tujuan pembinaan agama Islam ini dilakukan agar
terdapat keseimbangan antara pembangunan bidang material dengan
pembangunan bidang spiritual. sebagaimana Firman Allah SWT dalam
surat AL-Qashash ayat 77:
16 Departemen Agama RI, Membina Kepribadian Masyarakat Melalui Pengalaman
Agama, Jakarta, 1984, hlm 31. 17 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Al Ikhlas, Surabaya, hlm. 51 18 Departemen Agama RI, Pembinaan Kehidupan Beragama di Lingkungan Generasi
Muda Khususnya di Kalangan Remaja, Jakarta, 1986, hlm.19
24
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melepaskan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash 77)19
Ayat tersebut memerintahkan kepada manusia agar kita selalu
berbuat baik dan jangan merusak atau membuat kerusuhan dimuka
bumi ini, dan mau mengajarkan kebaikan atau memberi pembinaan
kepada orang lain untuk mentaati dan menuruti segala perintah serta
menjauhi apa yang dilarang agama agar mendapat kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Hal ini dapat dilihat betapa besar perbedaan antara orang yang
beriman yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak
beragama atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada wajah orang
yang hidup beragama terlihat ketentraman batin, sikapnya selalu
tenang. Dan mereka tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan
perbuatannya tidak ada yang akan menyengsarakan atau menyusahkan
orang.
Lain halnya dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan
agama. Mereka biasanya mudah tergganggu oleh keguncangan
jiwanya. Perhatiannya tertuju pada diri dan golongannya, tingkah laku
dan sopan santun dalam hidup, biasanya diukur atau dikendalikan oleh
kesenangan-kesenangan lahiriyahnya saja. Dalam keadaan senang,
segala sesuatu berjalan lancar dan menguntungkan, seorang yang tidak
beragama akan terlihat gembira, senang dan bahkan mungkin lupa
daratan dan suka membuat kerusakan. Tetapi apabila ada bahaya yang
mengancam kehidupannya, susah, banyak problema yang harus
dihadapi, maka kepanikan dan kebingungan akan menguasai jiwanya,
19 Soenarjo , Al Quran dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara / Penterjemah Al-
Qur’an, Jakarta, 1971, hlm. 621
25
bahkan akan memuncak sampai kepada terganggu kesehatan jiwanya,
bahkan lebih jauh mungkin ia akan bunuh diri atau membunuh orang
lain.
Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya
yang mencakup segala unsur-unsur pengalaman, pendidikan dan
keyakinan yang didapat sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan
seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis dimana segala
unsur-unsur pokoknya terdiri dari pengalaman-pengalaman yang
menentramkan batin, maka dalam menghadapi dorongan-dorongan,
baik yang bersifat fisik (biologis), maupun yang bersifat rohani dan
sosial, ia akan selalu wajar, tenang dan tidak menyusahkan atau
melanggar hukum dan peraturan masyarakat diman ia hidup. Akan
tetapi orang yang dalam pertumbuhannya dulu mengalami banyak
kekurangan dan keguncangan batin, maka kepribadian yang kurang
baik itu, dan banyak diantara sikap dan tingkah lakunya banyak akan
merusak atau mengganggu orang lain.
Agama yang di tanamkan sejak kecil kepada anak-anak
sehingga merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan
cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala
keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul20. Karena
keyakinan terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu,
akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari
dalam. Agama memberikan bimbingan hidup dari yang paling kecil
sampai pada masalah yang besar; mulai dari hidup pribadi, keluarga,
masyarakat, dan hubungan dengan Allah, bahkan dengan alam
semesta dan makhluk hidup yang lain. Jika bimbingan-bimbingan
tersebut dijalankan betul-betul, akan terjaminlah kebahagiaan dan
ketentraman batin dalam hidup ini. Tidak ada saling sengketa, adu
domba, tiada kecurigaan dan kebencian dalam pergaulan.
20 Zakiah Darajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, PT Gunung Agung, Jakarta,
1980, hlm.57
26
Diantara peran atau fungsi agama dalam menghadapi masalah
kemanusiaan adalah dapat dilihat dari sejarah kelahiran agama itu
sendiri yang tak lain adalah karena adanya masalah kemanusiaan yang
hendak diluruskan sang pencipta lewat ajaran yang dibawa para Nabi
dan Rosul ditengah umatnya. Maka sejarah para Nabi atau Rosul
adalah sebuah kenyataan yang penuh dengan tantangan dan rintangan
dari perjuangan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka tampil
sebagai pelopor untuk membebaskan kaumnya yang tertindas,
teraniaya, miskin, dan diperbudak atau diekploitasi di bawah
penindasan elit penguasa yang dzalim. Peran dan missi para Nabi dan
Rosul tersebut merupakan sumber inspirasi dan motivasi serta sebagai
suri tauladan bagi para penganutnya yang berkewajiban untuk
meneruskan missi bagi pembebasan umat manusia dari masalah
kemanusiaan, dari generasi ke generasi hingga kini dan masa
mendatang.
Sesungguhnya untuk menyelamatkan generasi yang akan
datang terutama dalam menjaga munculnya kenakalan remaja,
termasuk anak jalanan perlu pembinaan agama. Disini pembinaan
agama Islam memegang peranan penting bagi kehidupan keagamaan
anak, karena anak harus mendapatkan perhatian secara insentif,
terutama dalam hubungan kecintaan agama. Karena apabila anak tidak
mendapatkan sejak dini tentang ajaran agama, maka akan membawa
pengaruh rusaknya mental. Lain halnya dengan orang yang diwaktu
kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu-
bapaknya orang yang tahu beragama, lingkungan sosial dan kawan-
kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan
pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat.
Maka orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan
kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan
ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat
27
merasakan betapa nikmatnya hidup beragama21. Karena kalau
pembinaan agama itu tidak diberikan sejak kecil, maka akan sukarlah
baginya menerima nanti apabila sudah dewasa, dan kepribadiannya
akan jelek. Maka mudahlah orang tersebut mengerjakan sesuatu
menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan
kepentingan orang lain atau hak orang lain. Ia selalu didesak oleh
keinginan-keinginan yang pada dasarnya tidak mengenal batas-batas,
hukum-hukum dan norma-norma, Jika dalam diri sesorang terdapat
kepribadian dan nilai-nilai unsur-unsur agama, maka segala tujuan
akan dipenuhi dengan cara yang tidak melanggar hukum-hukum
agama karena dengan melanggar itu ia akan mengalami kegoncangan
jiwa, sebab tindakannya tidak sesuai dengan keyakinannya. Alangkah
lanyaknya para pendidik, membina anak-anak asuhan mereka dengan
dasar-dasar ini dan bertingkah laku dengan petunjuk-petunjuk ini agar
keselamatan akidah mereka terjamin dari ketergelinciran, kekafiran,
dan penyimpangan22. Dalam Islam dikatakan bahwa anak yang baru
lahir itu dalam keadaan suci, dimana orang tuanya (pendidikan
keluarga) lah yang membentuk dia menjadi yahudi, nasrani atau
majusi.
Keprihatinan dan upaya mengatasi masalah kemanusiaan
adalah merupakan etika yang bersifat universal, karena memang
sesuai dengan fitrahnya manusia senantiasaa berkeinginan suci dan
secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Maka kehadiran
agama adalah untuk memanggil fitrah kemanusiaan itu serta
mengkukuhkannya dengan nilai-nilai ilahiyah lewat wahyu yang
transenden. Karena pandangan inilah maka komitmen terhadap agama
akan senantiasa disuarakan pemeluknya di tengah kemelut masalah
kemanusiaan yang terkadang menyudutkan manusia dalam keadaan
yang serta tidak menentu dan putus harapan. Komitmen agama
21 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1996, hlm. 35 22 Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit, hlm. 148
28
tersebut adalah sebagai bagian dari upaya ikhtiar manusia yang
diamanatkan dan difirmankan Tuhan bagi keselamatan sesama umat
manusia. Dengan demikian, maka pada dasarnya agama memanggil
fitrah manusia dan fitrah manusia membutuhkan agama untuk
menjawab masalah kemanusiaan yang senantiasa dihadapinya
b. Anak Jalanan
1. Definisi Anak Jalanan
Sedangkan definisi anak jalanan ada beberapa pengertian
1. Dalam buku “Modul Pelatihan Pekerja Sosial Rumah Singgah” Anak Jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.23
2. Odi Solahuddin juga mengatakan “Anak Jalanan” adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.24
Jadi anak jalanan adalah anak yang dibawah umur 18 tahun
yang menghabiskan waktunya mencari nafkah di jalanan atau tempat-
tempat umum lainnya guna mempertahankan hidupnya. Dalam istilah
anak jalanan ini bukan asing lagi mengingat istilah ini sering
digunakan. Ada berbagai istilah yang digunakan untuk menyebut anak
jalanan seperti, tekyan (setitik tur lumayan), kere, gelandangan, anak
mandiri dan sebagainya. Sedangkan untuk anak jalanan perempuan
dikenal istilah ciblek (cilik-cilik betah melek atau cilik-cilik iso di
gemblek) dan rendan (kere dandan)25 . Sejauh ini masih terlihat
adanya perbedaan pemahaman atas istilah anak jalanan dikalangan
pemerintah, Organisasi Non-Pemerintah (Ornop) dan masyarakat
umum. Perbedaan ini menyangkut batasan umur, hubungan anak
23 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, (BKSN), Modul Pelatihan Pekerjaa Sosial
Rumah Singgah, Jakarta 2000, hlm. 23 24 Odi Solahuddin, Anak Jalanan Perempuan, Yayasan Setara, Semarang, 2000, hlm. 5 25 Ibid
29
dengan keluarga, dan kegiatan yang dilakukan dengan memperhatikan
perbedaan-perbedaan yang ada, yang dimaksudkan dengan anak
jalanan disini adalah :
a. Anak jalanan yang berusia antara 6 – 18 tahun
b. Berjenis kelamin lelaki dan perempuan
c. Tinggal maupun tidak tinggal dengan orang tuanya
d. Masih bersekolah maupun sudah putus sekolah
e. Mempunyai pekerjaan secara kontinyu maupun sambilan di jalan26
Adapun ciri fisik dan psikis anak jalanan adalah sebagai berikut :
1. Ciri fisik:
a) Warna kulit kusam
b) Pakaian tidak terurus
c) Rambut kusam
d) Kondisi badan tidak terurus
2. Ciri psikis:
a) Mobilitas tinggi
b) Bersikap acuh tak acuh
c) Penuh curiga
d) Sangat sensitif
e) Kreatif
f) Semangat hidup tinggi
g) Berwatak keras
h) Berani menaggung resiko
i) Mandiri.27
Di samping ciri-ciri tersebut indikator yang dapat digunakan untuk
mengenali anak jalanan sebagai berikut:
a) Usia berkisar antara 6 s/d 18 tahun
26 Departemen RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan,
Jakarta, 1999, hlm. 3 27 Badan Kesejahteraan Sosial (BKSN), Modul Pelatihan Pekerjaa Sosial Rumah
Singgah, Jakarta 2000, hlm. 24
30
b) Intensitas antar hubungan dengan keluarga
masih berhubungan secara teratur minimal bertemu setiap hari.
Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat minim,
maksimal satu kali seminggu
Sama sekali tidak ada komunikasi dengan dengan keluarga
c) Waktu yang dihabiskan dijalanan lebih dari 4 jam
d) Tempat tinggal
Tinggal bersama orang tua
Tinggal berkelompok dengan sesama anak jalanan
Tidak mempunyai tempat tinggal tetap
e) Tempat anak jalanan sering dijumpai
Pasar
Terminal Bus
Stasiun kereta api
Taman-taman kota
Daerah lokalisasi WTS
Perempatan jalan atau di jalan raya
Pusat perbelanjaan atau mall
Kendaraan umum
Tempat pembuangan sampah
f) Aktifitas anak jalanan
Penyemir sepatu
Mengasong
Menjadi calo
Menjajakan koran
Mengelap mobil
Mencuci kendaraan
Menjadi pemulung
Mengamen
Menjadi kuli angkut
Menyewakan payung
31
Menjadi penghubung atau penjual jasa
g) Sumber dana dalam melakukan kegiatan
Modal sendiri
Modal kelompok
Modal majikan / patron
Stimulan / bantuan
h) Permasalahan
Korban eksploitasi pekerjaan dan seks
Rawan kecelakaan lalu lintas
Di tangkap petugas
Konflik dengan anak lain
Terlibat tindakan kriminial
Ditolak masyarakat lingkungannya
i) Kebutuhan anak jalanan
Aman dalam keluarga
Kasih sayang
Bantuan usaha
Pendidikan
Bimbingan ketrampilan
Gizi dan kesehatan
Hubungan harmonis dengan orang tua, keluarga dan
masyarakat28
Jalanan yang dimaksudkan tidak menunjuk pada “Jalanan”
saja, melainkan juga menunjuk pada tempat-tempat lain seperti pasar
pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan stasiun.
2. Pengaruh Sosial dan Moral pada Anak Jalanan
Dari definisi anak jalanan diatas memperlihatkan faktor-faktor
terganggunya keberfungsian sosialnya anak. Konsep keberfungsian sosial
mengacu kepada situasi dan relasi anak-anak masih yang melahirkan
28 Ibid, hlm. 24-25
32
berbagai tugas atau peranan. Seorang anak setidaknya berada dalam situasi
rumah, sekolah, dan situasi lingkungan bermain. Dalam situasi tertentu
seperti belajar, mematuhi orang tua, bermain dan lain-lain. Keadaan
mencari nafkah atau berkeliaran dijalanan dengan menghabiskan waktu
yang sangat besar jelas menyimpang pada keberfungsian sosial.
Indikator yang jelas dari keberfungsian sosial adalah:
keberfungsian melatih diri sendiri, berhubungan dengan orang lain, dan
mengendalikan kesulitan. Indikator ini bisa dikaji dalam kehidupan anak
jalanan. Dengan demikian, dari sudut pandang ini anak jalanan bersalah
karena ada beberapa situasi, relasi dan peranan anak yang tidak dapat
dilakukan olehnya. Ada beberapa hak anak yang tidak terpenuhi, yaitu
pelayanan kesulitan, kehidupan standar seperti pemenuhan kebutuhan
makanan, air bersih, tempat untuk hidup, pendidikan, bermain dan waktu
luang, mempelajari norma-norma perlindungan dari eksploitasi seks,
perlindungan dari narkoba, perlindungan hukum memperoleh informasi
dan bimbingan untuk memainkan peranan pada masyarakat. sesuai tingkat
usia. Dan mendorong anak jalanan untuk kembali tinggal bersama orang
tua atau keluarganya, mengurangi kegiatan anak di jalan, membangun
kesadaran anak atas hak-hak mereka, membangun kesadaran anak
mengenai kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan, penyedian open
hause atau shelter29.
Jalanan adalah tempat terakhir manakala keluarga dan masyarakat
tidak menghendaki seorang anak. Mereka hidup di jalanan di bawah
ancaman berbagai macam resiko. Anak membentuk dan mengembangkan
sikap yang berisi nilai-nilai hidup dijalanan. Seperti sikap curiga pada
orang yang baru dikenal. Menggunakan istilah bahasa sendiri dan
mengembangkan kreatifitas yang lahir dari mekanisme hidup dijalanan.
Pada umumnya nilai-nilai yang dikembangkan berbeda dengan
nilai-nilai yang dapat diterima oleh masyarakat. Terdapat kecendrungan
29 Odi Shalahuddin dan Y. Dedy Prasetio, Eksploitasi Seksual terhadap Anak Berbagi
Pengalaman Penangann, Yayasan Setara, Semarang, 2000, hlm. 19
33
jalanan menjadi lembaga pengganti dan mengundang anak bermasalah
lainnya dalam keluarga untuk pindah dan tinggal dijalanan, tekanan
dijalanan dirasakan lebih ringan jika dibandingkan tekanan dirumah,
karena jalanan lebih memberikan kebebasan pada anak. Keadaan semacam
ini mendorong anak lebih berani meninggalkan orang tua dan memilih
hidup sdi jalanan. Peluang pekerjaan disektor informal yang semakin
meningkat melibatkan partisipasi anak. Oleh karena itu anak lebih merasa
nyaman di jalanan dan enggan pulang kembali ke rumah.
Pelanggaran-pelanggaran tentang hak anak akan berbahaya bagi
proses tumbuh kembang anak karena di jalan anak menghadapi berbagai
ancaman, seperti menjadi korban atau ekploitasi jelas, korban kejahatan
dan sebagainya, usia anak jalanan yang berkisar antara 6 sampai dengan
18 tahun dianggap rawan karena belum mampu berdiri sendiri, emosinya
labil, mudah terpengaruh dan belum mempunyai bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup untuk hidup di jalanan. Hal ini berarti anak masih
membutuhkan pendampingan dari berbagai pihak lain. Di jalanan memang
ada anak yang di bawah 5 tahun tapi mereka biasanya di bawa orang tua
atau di sewakan untuk mengemis hingga pada waktu 6 tahun biasanya
dilepas atau mengikuti temannya yang lebih tua.
Komparasi akibat prestasi menjauhkan anak dari masyarakat
umum, maka sangat mungkin tercipta kelompok baru oleh masyarakat
kota dan dengan sendirinya menambah permasalahan anak yang ada di
kota. Namun disisi lain anak, anak akan tumbuh menjadi lost generation
bisa jadi tak hanya menjadi beban masyarakat tetapi juga menimbulkan
dampak sosial yang besar karena mereka memasuki daerah hitam seperti
kriminalitas dan prostitusi30. Dan dalam masyarakat mereka tidak lagi
menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang ada. Karena masa remaja adalah
masa dimana remaja mulai ragu-ragu terhadap kaidah-kaidah akhlak dan
30 St Sulastro, Potret Kehidupan Anak Jalanan, Kompas, Jakarta, 2000, hlm. 12-13
34
ketentuan agama31. Apabila tidak cepat diatasi, maka mereka akan tumbuh
dan berkembang sebagai calon-calon pelaku kriminal dan sampah
masyarakat.
Berdasarkan kondisi dan individu anak jalanan maka di perlukan
penanganan pada tingkat mikro (faktor yang berhubungan dengan anak
dan keluarga) misalnya melalui pembinaan agama pada anak jalanan, dan
makro (faktor yang berhubungan dengan struktur yang ada di masyarakat)
guna memperbaiki kesejahteraan anak, keluarga dan masyarakat .
c. Pembinaan agama Islam pada anak jalanan
Anak menentukan masa depan suatu bangsa oleh karena itu
kualitas hidup mereka harus mendapatkan perhatian serius. Pemerintah
yang tidak memperdulikan masalah anak berarti menghancurkan masa
depannya sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melindungi
anak dalam upaya peningkatan standar hidup yang mencukupi bagi
perkembangan fisik, mental, moral maupun sosial. Masyarakat yang
diwakili organisasi sosial. Lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga
swadaya masyarakat lembaga pendidikan tinggi (universitas) dan
masyarakat penguasa serta lembaga perlindungan hak anak, semestinya
bergandengan tangan dengan pemerintah bahu membahu mengentaskan
anak jalanan melalui pembinaan yang berdasarkan pada nilai-nilai agama.
Dan diharapkan nantinya anak jalanan mampu menjadi generasi penerus
yang berguna bagi bangsa dan agama.
Adapun tujuan pembinaan agama Islam dalam penilitian ini adalah
terbentuknya suatu usaha pembinaan yang mengarah kepada anak yaitu
anak jalanan untuk menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian
yang kuat, sikap mental yang sehat, akhlak yang terpuji serta
melaksanakan perintah agama Islam seperti shalat, puasa, dan kepatuhan
31 Zakiah Darajat, Problema Remaja di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 1974, hlm.
172
35
kepada orang tua. Adapun pembinaan-pembinaan dalam Rumah Singgah
itu adalah Pembinaan Anak, Keberagamaan Anak yang meliputi
kenyakinan, praktek ibadah, penghayatan, pengetahuan agama dan
konsekuensi. Karena perkembangan agama pada masa anak, terjadi
melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, disekolah dan
dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak pengalaman yang bersipat
agama (sesuai dengan ajaran agama), akan semakin banyak unsur agama,
maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan
sesuai dengan ajaran agama32.
Akan tetapi, apabila peran orang tua tidak memperhatikan,
memperbaiki, mengarahkan, dan mendidik diri anak. Maka akan
menyebabkan penyimpangan, rusak akhlak, dan hancurnya kepribadian
(Split personality) anak33.
C. Peran Rumah Singgah dalam Pembinaan Agama Islam pada Anak
Jalanan
Dalam penanganan masalah anak jalanan, haruslah dilakukan secara
terpadu oleh seluruh lapisan masyarakat. Bentuik pola penanganan rumah
singgah terhadap anak jalanan pada dasarnya sama, yaitu untuk diarahkan
pada tercapainya peningkatan kesejahteraan anak sehingga dapat tumbuh
berkembang secara wajar sesuai dengan tahapan usianya.
Pada dasarnya program yang dijalankan rumah singgaha adalah
bersifat umum, akan tetapi bila dilihat dari visi dan misinya yang terkadung di
dalamnya, maka dapat dilihat bahwa lembaga sosial atau rumah singga
tersebut tidak bersifat sektoral, akan tetapi lebih bersifat lintas sektoral. Yang
di dalamnya adalah pembinaan agama Islam yang meluputi sebagai berikut:
a. peningkatan akidah (keimanan) pada anak jalanan
b. Menigkantkan ketekunan beribadah pada anak jalanan
c. Membentuk akhlak mulia pada anak jalanan
32 Zakiah Darajat, Op. Cit, hlm. 55 33 Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit, hlm. 128