BAB II SUJUD - Perpustakaan...

23
14 BAB II RUMAH SINGGAH DAN PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK JALANAN A. Rumah Singgah a. Pengertian Rumah Singgah Dalam pengertian Rumah Singgah secara terminologi rumah berarti bangunan untuk tempat tinggal 1 , sedangkan singgah adalah mampir atau berhenti sebentar di suatu tempat ketika dalam perjalanan 2 . Dari pengertian diatas rumah singgah bisa diartikan sebagai bangunan atau tempat tinggal yang di tempati dalam waktu yang tidak lama. Sedangkan secara etimologi, Rumah Singgah adalah suatu wahana yang di persiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang membantu mereka 3 .Sedangkan menurut M. Hakim Junaidi, Rumah Singgah merupakan suatu shelter yang berfungsi sebagai tempat tinggal, pusat kegiatan dan pusat informasi bagi anak jalanan 4 . Dari pengertian diatas Rumah Singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana resosialisasi kepada anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat setempat 5 . Rumah Singgah merupakan tahap awal bagi seorang anak untuk memperoleh pelayanan selanjutnya, oleh karenanya penting menciptakan Rumah Singgah sebagai tempat yang aman, nyaman, menarik, dan menyenangkan bagi anak jalanan sehingga anak akan selalu di Rumah Singgah. 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 757 2 Ibid, hlm. 843 3 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), Modul Pelatihan Pimpinan Rumah Singgah,), Jakarta 2000, hlm. 96. 4 Hasil Wawancara dengan M. Hakim Junaidi M. Ag (Kepala Rumah Singgah Putra Mandiri) pada Tanggal 10 Januari 2004 5 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), Op. Cit, hlm 96

Transcript of BAB II SUJUD - Perpustakaan...

14

BAB II

RUMAH SINGGAH DAN PEMBINAAN KEAGAMAAN

ANAK JALANAN

A. Rumah Singgah

a. Pengertian Rumah Singgah

Dalam pengertian Rumah Singgah secara terminologi rumah

berarti bangunan untuk tempat tinggal1, sedangkan singgah adalah mampir

atau berhenti sebentar di suatu tempat ketika dalam perjalanan2. Dari

pengertian diatas rumah singgah bisa diartikan sebagai bangunan atau

tempat tinggal yang di tempati dalam waktu yang tidak lama. Sedangkan

secara etimologi, Rumah Singgah adalah suatu wahana yang di persiapkan

sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang membantu

mereka3.Sedangkan menurut M. Hakim Junaidi, Rumah Singgah

merupakan suatu shelter yang berfungsi sebagai tempat tinggal, pusat

kegiatan dan pusat informasi bagi anak jalanan4. Dari pengertian diatas

Rumah Singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana

resosialisasi kepada anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang

berlaku di masyarakat setempat5. Rumah Singgah merupakan tahap awal

bagi seorang anak untuk memperoleh pelayanan selanjutnya, oleh

karenanya penting menciptakan Rumah Singgah sebagai tempat yang

aman, nyaman, menarik, dan menyenangkan bagi anak jalanan sehingga

anak akan selalu di Rumah Singgah.

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 757 2 Ibid, hlm. 843 3 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), Modul Pelatihan Pimpinan Rumah

Singgah,), Jakarta 2000, hlm. 96. 4 Hasil Wawancara dengan M. Hakim Junaidi M. Ag (Kepala Rumah Singgah Putra

Mandiri) pada Tanggal 10 Januari 2004 5 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN), Op. Cit, hlm 96

15

b. Fungsi Rumah Singgah

Adapun Rumah Singgah didirikan mempunyai beberapa fungsi:

1. Tempat pertemuan pekerja sosial dengan anak jalanan untuk

menciptakan persahabatan, mengkaji kebutuhan, dan melakukan

kegiatan

2. Tempat untuk mengkaji kebutuhan dan masalah anak serta

menyediakan rujukan untuk pelayanan lanjutan

3. Perantara antara anak jalanan dengan keluarga, panti, keluarga

pengganti, dan lembaga lainnya

4. Perlindungan bagi anak dari kekerasan/penyalahgunaan seks,

ekonomi, dan bentuk lainnya yang terjadi di jalanan

5. Pusat informasi berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan anak

jalanan seperti data dan informasi tentang anak jalanan, bursa kerja,

pendidikan, kursus ketrampilan, dll

6. Mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak dimana para

pekerja sosial diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak

jalanan dan menumbuhkan keberfungsisosialan anak. Cara-cara

penanganan profesional dilakukan antara lain menggunakan konselor

yang sesuai dengan masalahnya.

7. Jalur masuk kepada berbagai pelayanan sosial dimana pekerja sosial

membantu anak mencapai pelayanan tersebut

8. Pengenalan nilai dan norma sosial pada anak. Lokasi Ruamh Singgah

berada di tengah-tengah lingkunagn masyarakat sebagai upaya

mengenalkan kembali norma, situasi, dan kehidupan bermasyarakat

bagi anak jalanan. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung

jawab, dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah

anak jalanan ini.6

6 Ibid, hlm. 96-97

16

c. Tujuan Rumah Singgah

Tujuan umum Rumah Singgah adalah membantu anak jalanan

mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk

pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Sedangkan tujuan khusus adalah:

1. Membentuk kembali sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai dan

norma yang berlaku di masyarakat

2. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau

kepanti dan lembaga lainnya jika di perlukan

3. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan

anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi warga

masyarakat yang produktif.7

Adapun tujuan Rumah Singgah secara umum dapat di jabarkan

sebagai wahana terhadap pembinaan anak-anak jalanan yang dilandasi

dengan sikap pembentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma-

norma yang berlaku termasuk pembentukan anak atas nilai-nilai atau

norma-norma termasuk nilai-nilai atau norma-norma agama.

d. Prinsip-prinsip Rumah Singgah

Prinsip-prinsip Rumah Singgah disusun sesuai dengan karakteristik

pribadi maupun kehidupan anak jalanan untuk memenuhi fungsi dan

mendukung strategi yang telah disebutkan sebelumnya.

Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Semi institusional, dalam bentuk ini anak jalanan sebagai penerima

layanan boleh bebas keluar masuk baik untuk tinggal sementara

maupun hanya mengikuti kegiatan. Sebagai perbandingan, dalam

bentuk institusional (panti) anak-anak di tempatkan dalam panti dalam

suatu jangka waktu tertentu. Dalam bentuk non institusional (non panti)

anak-anak tinggal dengan orang tuanya dan pemberi pelayanan

mendatangi mereka atau anak mendatangi lemabaga.

7 Ibid, hlm. 96

17

2. Pusat kegiatan, Rumah Singgah merupakan tempat kegiatan, pusat

informasi, dan akses seluruh kegiatan yang dilakukan di dalam maupun

di luar Rumah Singgah

3. Terbuka 24 jam, Rumah Singgah terbuka 24 jam bagi anak. Mereka

boleh datang kapan saja, siang hari maupun malam hari terutama bagi

anak yang baru mengenal Rumah Singgah. Anak-anak yang sedang

dibina, dilatih datang pada jam yang telah ditentukan, misalnya paling

malam jam 22.00 waktu setempat. Hal ini memberikan kesempatan

kepada anak jalanan untuk memperoleh perlindungan kapanpun. Para

pekerja sosial siap dikondisikan untuk menerima anak dalam 24 jam

tersebut, oleh karena itu harus ada pekerja sosial yang tinggal di Rumah

Singgah

4. Hubungan informal (kekeluargaan), Hubungan-hubungan yang terjadi

di Rumah Singgah bersifat informal seperti perkawanan atau

kekeluargaan. Anak jalanan di bimbing untuk merasa sebagai anggota

keluarga besar dimana para pekerja sosial bereperan sebagai teman,

saudara/kakak atau orang tua. Hubungan ini membuat anak merasa

diperlakukan seperti anak lainnya dalam sebuah keluarga dan merasa

sejajar karena pekerja sosial menempatkan diri sebagai teman dan

sahabat. Dengan cara ini diharapkan anak-anak mudah mengadukan

keluhan, masalah, dan kesulitannya sehingga memudahkan penanganan

masalahnya.

5. Bermain dan belajar, di Rumah Singgah anak dibebaskan untuk

bermain, tidur, bercanda, bercengkrama, mandi, belajar kebersihan diri,

dsb. Perilaku yang negatif seperti perjudian, merokok, minuman keras

dan sejenisnya harus dilarang. Dengan cara ini diharapkan anak-anak

betah dan terjaga dari pengaruh buruk. Peraturan dibuat dan di sepakati

bersama anak-anak

6. Persinggahan dari jalanan ke rumah atau ke alternatif lain, Rumah

Singgah merupakan persinggahan anak jalanan dari situasi jalanan

menuju situasi lain yang dipilih dan ditentukan oleh anak, misalnya

18

kembali ke rumah, ikut saudara, masuk panti, kembali bersekolah, alih

kerja di tempat lain, dsb. pengertian singgah adalah sbb:

a. Anak jalanan boleh tinggal sementara untuk tujuan perlindungan,

misalnya karena tidak punya rumah, ancaman /kekerasan dari

orang tua, dll. Biasanya hal ini dihadapi anak yang hidup di

jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal

b. Pada saat tinggal sementara mereka akan memperoleh

penanganan yang terus menerus dari pekerja sosial untuk

menemukan situasi-situasi seperti tertera diatas. Sehingga mereka

tidak tergantung terus kepada Rumah Singgah

c. Anak jalanan datang sewaktu-waktu untuk bercakap-cakap,

istirahat, bermain, mengikuti kegiatan

d. Rumah Singgah tidak memperkenankan anak jalanan untuk

tinggal selamanya, misalnya karena tidak bayar

e. Anak jalanan yang masih tinggal dengan orang tua atau

saudaranya atau sudah mempunyai tempat tinggal tetap sendirian

maupun berkelompok tidak di perkenankan tinggal menetap di

Rumah Singgah kecuali ada beberapa situasi yang bersifat

darurat. Anak jalanan yang sudah mempunyai tempat tinggal

tetap merupakan kondisi yang lebih bagus dibandingkan dengan

mereka yang membutuhkan Rumah Singgah sebagai tempat

tinggal sementara, seperti kelompok anak yang hidup dijalanan.

7. Partisipasi, kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Singgah didasarkan

pada prinsip partisipasi dan kebersamaan. Pekerja sosial dengan anak

memahami masalah, merencanakan, dan merumuskan kegiatan. Anak

dilatih belajar mengatasi masalahnya dan merasa memiliki atau

memikirkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

8. Belajar bermasyarakat, anak jalanan seringkali menunjukan sikap dan

perilaku yang berbeda dengan norma masyarakat karena lamanya

mereka tinggal dijalanan. Rumah Singgah ditempatkan di tengah-

19

tengah masyarakat agar mereka kembali belajar norma dan

menunjukan sikap dan perilaku yang normatif8.

Adapun syarat-syarat menjadi anggota Rumah Singgah antara lain :

1. Laki-laki atau perempuan

2. Usia 6 sampai dengan 18 tahun

3. Masih bersekolah atau tidak

4. Tinggal bersama keluarga atau tidak

5. Mempunyai kegiatan ekonomi atau tidak.

Selain itu terdapat kriteria Rumah Singgah agar dapat disinggahi dengan baik,

yaitu :

A) Rumah Singgah

1. Ada ruang untuk berkumpul sekitar 20-30 anak

2. Satu ruang kegiatan administrasi

3. Satu ruang untuk ketua kelompok anak jalanan

4. Satu ruang untuk menyimpan lemari dan perbekalan anak

5. Teras untuk bermain beserta alat permainan

6. Satu kamar mandi dan WC

7. Tempat jemuran pakaian

B) Perlengkapan

1. Sarana tidur untuk 30 anak

2. Alat pembersih seperti sapu, lap, pel, ember dan sebagainya

3. Alat penerangan

4. Radio, Tape, dan TV

5. Setrika dan kelengkapannya

6. Kompor dan kelengkapannya

7. Papan tulis dan kelengkapannya

C) Perlengkapan Kantor

1. 2 meja dan 2 kursi

2. 1 lemari file

8 Ibid, hlm. 97-99

20

3. 1 lemari arsip

4. Alat tulis kantor

5. Papan tulis

6. Mesin tik atau komputer9

Adapun sasaran anak jalanan yang perlu pembinaan atara lain:

1. Anak yang hidup di jalanan, yakni anak yang sudah putus hubungan dengan orangtuanya dan tidak sekolah maupun masih sekolah.

2. Anak yang bekerja di jalan, yakni anak-anakanak yang berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya dan sudah tidak sekolah maupun masih sekolah.

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, yakni anak yang masih tinggal dengan orang tuanya namun sudah mencari nafkah dijalan dan umumnya masih sekolah10.

B. Pembinaan Agama Islam Pada Anak Jalanan

a. Dakwah ( Pembinaan Agama Islam)

1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab, berarti panggilan , ajakan

dan seruan. Dalam bentuk kata kerjanya (fi’il) adalah da’a, yad’u yang

berarti memanggil, menyeru atau mengajak11. Sedangkan pengertian

dakwah secara umum dalam Islam adalah mengajak umat manusia

dalam hikmah dan kebijaksanaan.Hal ini bertujuan agar umat manusia

mau mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya.

Sedangkan menurut Prof. H.M. Thoha Yahya Omar, dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat12

Dari uraian pengertian da’wah di atas, maka da’wah adalah

suatu usaha dalam rangka proses Islamisasi manusia agar mentaati

9 Mastur AW, Peran masyarakat dalam program Peningkatan Kesejahteraan Sosial

Anak Jalanan Melalui Pendekatan Sistem Menejemen Rumah Singgah, Makalah Seminar Anak Jalanan, Semarang, 2001, hlm. 3-4

10 Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Jakarta, 1999, hlm. 3

11 Abdul Rasyad Saleh, Manajemen Da’wah Islam, PT Bulam Bintang, Jakarta, 1986, hlm.7

12 M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, Fak. Dakwah, IAIN Walisongo, Semarang, 1986, hlm. 3

21

ajaran Islam guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia maupun di

akhirat.

Dakwah merupakn komunikasi anatara manusia dengan pesan-

pesan Al-Islam yang berwujud ajakan, seruan untuk amar ma’ruf, nahi

munkar juga taghyirul munkar. Selain itu dakwah mengandung upaya

pembangunan manusia seutuhnya lahir dan batin (al-islah), sehingga

manusia akan memperoleh kebahagiaan hidup.

Proses aktualisasi nilai imani (perintah dakwah) pada semua

dataran kenyataan manusia memerlukan suatu upaya yang terorganisir

dalam rangka merealisir fungsi kekhalifahan. Yaitu suatu upaya

membebaskan umat manusia dari sistem kehidupan yang dhalim

menuju suatu sisten kehidupan yang adil (tegaknya nilai-nilai)

kebenaran yang di ridhai Allah SWT. Proses ini terdiri dari pengubahan

sistem merasa, berfikir, bersikap serta bertindak individu dan

masyarakat menuju pembangunan dan penciptaan realitas sistem baru

yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Esensi dakwah dalam sistem sosio-kultural adalah mengadakan

dan memberikan arah perubahan.13 Mengubah struktur masyarakat dan

budaya dari kedhaliman ke arah keadilan, kebodohan ke arah kemajuan/

kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah

kemajuan yang semuanya meningkatkan derajat manusia dan

masyarakat ke arah puncak kemanusiaan (takwa). Kenyataan sejarah

membuktikan bahwa kehadiran Islam, terutama pada zaman Nabi,

dakwah telah mampu menggerakan perubahan sosio-kultural secara

mendasar sesuai dengan tingkat peradaban dan masalah yang

berkembang ketika itu.

Dakwah Islam sebagai agent of change memberikan dasar

filosofi “eksistensi diri” dalam dimensi individual, keluarga dan sosio-

kultural sehingga muslim memiliki kesiapan untuk berinteraksi dan

13 Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, PLP2M,

Yogyakarta, 1985, hlm. 17

22

menafsirkan kenyataan-kenyataan yang dihadapi secara mendasar dan

menyeluruh menurut ajaran Islam. Oleh karena itu perubahan sosial

menuju pada arah tertentu maka dakwah Islam memberikan arah dan

corak ideal tatanan masyarakat baru yang akan datang. Aktualisasi

dakwah berarti upaya penataan masyarakat terus menerus di tengah-

tengah dinamika perubahan sosial sehingga tidak satu sudut

kehidupanpun yang lepas dari perhatian dan penggarapannya. Dengan

demikian dakwah Islam senantiasa harus bergumul dengan kenyataan

baru yang pemunculannya kadangkala sulit diperhitungkan sebelumnya.

2. Pembinaan Agama Islam Pada Anak Jalanan

a. Pengertian Pembinaan Agama Islam

Pembinaan mempunyai arti suatu usaha yang dilakukan dengan

sadar, terencana, teratur dan terarah serta tanggung jawab untuk

mengembangkan kepribadian dengan segala aspeknya14. Sedangkan

WJS. Poerwodarminto mengemukakan: bahwa agama adalah segenap

kepercayaan (kepada Tuhan, dewa dan sebagainya) serta dengan

kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan

itu15, sedangkan Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT

kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan oleh seluruh umat

manusia. Dengan demikian pembinaan agama Islam tersebut dapat

artikan berupa bimbingan, informasi, pengawasan dan juga

pengendalian yang pada hakekatnya menciptakan suasana yang

membantu pengembangan nilai-nilai agama Islam yang mencakup

segala segi keperluan hidup manusia, baik kehidupan jasmaniah

maupun rohaniah yang meliputi keimanan, peribadatan dan akhlak.

Dengan demikian, agama berperan untuk meletakkan akal manusia

pada kedudukannya yang wajar dengan tidak mengurangi kemuliaannya

sedikitpun, sambil memberikan kesempatan bagi iman untuk

14 Departemen Agama RI, Pola Pembinaan Mahasiswa IAIN, Jakarta, 1983, hlm. 6 15 HM Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, Duta Grafika, Semarang, 1991, hlm. 10

23

membentuk akal dan menyelamatkan manusia dari kebingungan,

keraguan dan kesesatan16.

Dengan demikian, sesuai dengan pengertian dakwah diatas

pembinaan agama Islam pada anak jalanan merupakan bagian dari

implementasi dakwah. Dimana telah disebutkan dalam ayat suci Al

Qur’an, firman Allah sebagai berikut: “Tujuan umum dakwah adalah

mengajak ummat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir

atau musrik) kepada jalan yang benar yang diridlai Allah SWT. Agar

hidup dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat”17.

Disini anak jalanan perlu bimbingan dan pembinaan, karena kurang

perhatian dari orang tuanya.

b. Dasar dan tujuan pembinaan agama Islam

Pembinaan agama Islam merupakan bagian dari usaha

pendidikan agama secara keseluruhan, seperti kita kita ketahui bahwa

pendidikan Agama Islam adalah: “Usaha-usahausaha secara sistimatis

dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai

dengan ajaran Islam”18.

Dasar dan tujuan pembinaan agama Islam ini dilakukan agar

terdapat keseimbangan antara pembangunan bidang material dengan

pembangunan bidang spiritual. sebagaimana Firman Allah SWT dalam

surat AL-Qashash ayat 77:

16 Departemen Agama RI, Membina Kepribadian Masyarakat Melalui Pengalaman

Agama, Jakarta, 1984, hlm 31. 17 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Al Ikhlas, Surabaya, hlm. 51 18 Departemen Agama RI, Pembinaan Kehidupan Beragama di Lingkungan Generasi

Muda Khususnya di Kalangan Remaja, Jakarta, 1986, hlm.19

24

Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melepaskan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash 77)19

Ayat tersebut memerintahkan kepada manusia agar kita selalu

berbuat baik dan jangan merusak atau membuat kerusuhan dimuka

bumi ini, dan mau mengajarkan kebaikan atau memberi pembinaan

kepada orang lain untuk mentaati dan menuruti segala perintah serta

menjauhi apa yang dilarang agama agar mendapat kebahagiaan di

dunia dan akhirat.

Hal ini dapat dilihat betapa besar perbedaan antara orang yang

beriman yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak

beragama atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada wajah orang

yang hidup beragama terlihat ketentraman batin, sikapnya selalu

tenang. Dan mereka tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan

perbuatannya tidak ada yang akan menyengsarakan atau menyusahkan

orang.

Lain halnya dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan

agama. Mereka biasanya mudah tergganggu oleh keguncangan

jiwanya. Perhatiannya tertuju pada diri dan golongannya, tingkah laku

dan sopan santun dalam hidup, biasanya diukur atau dikendalikan oleh

kesenangan-kesenangan lahiriyahnya saja. Dalam keadaan senang,

segala sesuatu berjalan lancar dan menguntungkan, seorang yang tidak

beragama akan terlihat gembira, senang dan bahkan mungkin lupa

daratan dan suka membuat kerusakan. Tetapi apabila ada bahaya yang

mengancam kehidupannya, susah, banyak problema yang harus

dihadapi, maka kepanikan dan kebingungan akan menguasai jiwanya,

19 Soenarjo , Al Quran dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara / Penterjemah Al-

Qur’an, Jakarta, 1971, hlm. 621

25

bahkan akan memuncak sampai kepada terganggu kesehatan jiwanya,

bahkan lebih jauh mungkin ia akan bunuh diri atau membunuh orang

lain.

Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya

yang mencakup segala unsur-unsur pengalaman, pendidikan dan

keyakinan yang didapat sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan

seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis dimana segala

unsur-unsur pokoknya terdiri dari pengalaman-pengalaman yang

menentramkan batin, maka dalam menghadapi dorongan-dorongan,

baik yang bersifat fisik (biologis), maupun yang bersifat rohani dan

sosial, ia akan selalu wajar, tenang dan tidak menyusahkan atau

melanggar hukum dan peraturan masyarakat diman ia hidup. Akan

tetapi orang yang dalam pertumbuhannya dulu mengalami banyak

kekurangan dan keguncangan batin, maka kepribadian yang kurang

baik itu, dan banyak diantara sikap dan tingkah lakunya banyak akan

merusak atau mengganggu orang lain.

Agama yang di tanamkan sejak kecil kepada anak-anak

sehingga merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan

cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala

keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul20. Karena

keyakinan terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu,

akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari

dalam. Agama memberikan bimbingan hidup dari yang paling kecil

sampai pada masalah yang besar; mulai dari hidup pribadi, keluarga,

masyarakat, dan hubungan dengan Allah, bahkan dengan alam

semesta dan makhluk hidup yang lain. Jika bimbingan-bimbingan

tersebut dijalankan betul-betul, akan terjaminlah kebahagiaan dan

ketentraman batin dalam hidup ini. Tidak ada saling sengketa, adu

domba, tiada kecurigaan dan kebencian dalam pergaulan.

20 Zakiah Darajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, PT Gunung Agung, Jakarta,

1980, hlm.57

26

Diantara peran atau fungsi agama dalam menghadapi masalah

kemanusiaan adalah dapat dilihat dari sejarah kelahiran agama itu

sendiri yang tak lain adalah karena adanya masalah kemanusiaan yang

hendak diluruskan sang pencipta lewat ajaran yang dibawa para Nabi

dan Rosul ditengah umatnya. Maka sejarah para Nabi atau Rosul

adalah sebuah kenyataan yang penuh dengan tantangan dan rintangan

dari perjuangan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka tampil

sebagai pelopor untuk membebaskan kaumnya yang tertindas,

teraniaya, miskin, dan diperbudak atau diekploitasi di bawah

penindasan elit penguasa yang dzalim. Peran dan missi para Nabi dan

Rosul tersebut merupakan sumber inspirasi dan motivasi serta sebagai

suri tauladan bagi para penganutnya yang berkewajiban untuk

meneruskan missi bagi pembebasan umat manusia dari masalah

kemanusiaan, dari generasi ke generasi hingga kini dan masa

mendatang.

Sesungguhnya untuk menyelamatkan generasi yang akan

datang terutama dalam menjaga munculnya kenakalan remaja,

termasuk anak jalanan perlu pembinaan agama. Disini pembinaan

agama Islam memegang peranan penting bagi kehidupan keagamaan

anak, karena anak harus mendapatkan perhatian secara insentif,

terutama dalam hubungan kecintaan agama. Karena apabila anak tidak

mendapatkan sejak dini tentang ajaran agama, maka akan membawa

pengaruh rusaknya mental. Lain halnya dengan orang yang diwaktu

kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu-

bapaknya orang yang tahu beragama, lingkungan sosial dan kawan-

kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan

pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat.

Maka orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan

kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan

ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat

27

merasakan betapa nikmatnya hidup beragama21. Karena kalau

pembinaan agama itu tidak diberikan sejak kecil, maka akan sukarlah

baginya menerima nanti apabila sudah dewasa, dan kepribadiannya

akan jelek. Maka mudahlah orang tersebut mengerjakan sesuatu

menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan

kepentingan orang lain atau hak orang lain. Ia selalu didesak oleh

keinginan-keinginan yang pada dasarnya tidak mengenal batas-batas,

hukum-hukum dan norma-norma, Jika dalam diri sesorang terdapat

kepribadian dan nilai-nilai unsur-unsur agama, maka segala tujuan

akan dipenuhi dengan cara yang tidak melanggar hukum-hukum

agama karena dengan melanggar itu ia akan mengalami kegoncangan

jiwa, sebab tindakannya tidak sesuai dengan keyakinannya. Alangkah

lanyaknya para pendidik, membina anak-anak asuhan mereka dengan

dasar-dasar ini dan bertingkah laku dengan petunjuk-petunjuk ini agar

keselamatan akidah mereka terjamin dari ketergelinciran, kekafiran,

dan penyimpangan22. Dalam Islam dikatakan bahwa anak yang baru

lahir itu dalam keadaan suci, dimana orang tuanya (pendidikan

keluarga) lah yang membentuk dia menjadi yahudi, nasrani atau

majusi.

Keprihatinan dan upaya mengatasi masalah kemanusiaan

adalah merupakan etika yang bersifat universal, karena memang

sesuai dengan fitrahnya manusia senantiasaa berkeinginan suci dan

secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Maka kehadiran

agama adalah untuk memanggil fitrah kemanusiaan itu serta

mengkukuhkannya dengan nilai-nilai ilahiyah lewat wahyu yang

transenden. Karena pandangan inilah maka komitmen terhadap agama

akan senantiasa disuarakan pemeluknya di tengah kemelut masalah

kemanusiaan yang terkadang menyudutkan manusia dalam keadaan

yang serta tidak menentu dan putus harapan. Komitmen agama

21 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1996, hlm. 35 22 Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit, hlm. 148

28

tersebut adalah sebagai bagian dari upaya ikhtiar manusia yang

diamanatkan dan difirmankan Tuhan bagi keselamatan sesama umat

manusia. Dengan demikian, maka pada dasarnya agama memanggil

fitrah manusia dan fitrah manusia membutuhkan agama untuk

menjawab masalah kemanusiaan yang senantiasa dihadapinya

b. Anak Jalanan

1. Definisi Anak Jalanan

Sedangkan definisi anak jalanan ada beberapa pengertian

1. Dalam buku “Modul Pelatihan Pekerja Sosial Rumah Singgah” Anak Jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.23

2. Odi Solahuddin juga mengatakan “Anak Jalanan” adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.24

Jadi anak jalanan adalah anak yang dibawah umur 18 tahun

yang menghabiskan waktunya mencari nafkah di jalanan atau tempat-

tempat umum lainnya guna mempertahankan hidupnya. Dalam istilah

anak jalanan ini bukan asing lagi mengingat istilah ini sering

digunakan. Ada berbagai istilah yang digunakan untuk menyebut anak

jalanan seperti, tekyan (setitik tur lumayan), kere, gelandangan, anak

mandiri dan sebagainya. Sedangkan untuk anak jalanan perempuan

dikenal istilah ciblek (cilik-cilik betah melek atau cilik-cilik iso di

gemblek) dan rendan (kere dandan)25 . Sejauh ini masih terlihat

adanya perbedaan pemahaman atas istilah anak jalanan dikalangan

pemerintah, Organisasi Non-Pemerintah (Ornop) dan masyarakat

umum. Perbedaan ini menyangkut batasan umur, hubungan anak

23 Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, (BKSN), Modul Pelatihan Pekerjaa Sosial

Rumah Singgah, Jakarta 2000, hlm. 23 24 Odi Solahuddin, Anak Jalanan Perempuan, Yayasan Setara, Semarang, 2000, hlm. 5 25 Ibid

29

dengan keluarga, dan kegiatan yang dilakukan dengan memperhatikan

perbedaan-perbedaan yang ada, yang dimaksudkan dengan anak

jalanan disini adalah :

a. Anak jalanan yang berusia antara 6 – 18 tahun

b. Berjenis kelamin lelaki dan perempuan

c. Tinggal maupun tidak tinggal dengan orang tuanya

d. Masih bersekolah maupun sudah putus sekolah

e. Mempunyai pekerjaan secara kontinyu maupun sambilan di jalan26

Adapun ciri fisik dan psikis anak jalanan adalah sebagai berikut :

1. Ciri fisik:

a) Warna kulit kusam

b) Pakaian tidak terurus

c) Rambut kusam

d) Kondisi badan tidak terurus

2. Ciri psikis:

a) Mobilitas tinggi

b) Bersikap acuh tak acuh

c) Penuh curiga

d) Sangat sensitif

e) Kreatif

f) Semangat hidup tinggi

g) Berwatak keras

h) Berani menaggung resiko

i) Mandiri.27

Di samping ciri-ciri tersebut indikator yang dapat digunakan untuk

mengenali anak jalanan sebagai berikut:

a) Usia berkisar antara 6 s/d 18 tahun

26 Departemen RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan,

Jakarta, 1999, hlm. 3 27 Badan Kesejahteraan Sosial (BKSN), Modul Pelatihan Pekerjaa Sosial Rumah

Singgah, Jakarta 2000, hlm. 24

30

b) Intensitas antar hubungan dengan keluarga

masih berhubungan secara teratur minimal bertemu setiap hari.

Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat minim,

maksimal satu kali seminggu

Sama sekali tidak ada komunikasi dengan dengan keluarga

c) Waktu yang dihabiskan dijalanan lebih dari 4 jam

d) Tempat tinggal

Tinggal bersama orang tua

Tinggal berkelompok dengan sesama anak jalanan

Tidak mempunyai tempat tinggal tetap

e) Tempat anak jalanan sering dijumpai

Pasar

Terminal Bus

Stasiun kereta api

Taman-taman kota

Daerah lokalisasi WTS

Perempatan jalan atau di jalan raya

Pusat perbelanjaan atau mall

Kendaraan umum

Tempat pembuangan sampah

f) Aktifitas anak jalanan

Penyemir sepatu

Mengasong

Menjadi calo

Menjajakan koran

Mengelap mobil

Mencuci kendaraan

Menjadi pemulung

Mengamen

Menjadi kuli angkut

Menyewakan payung

31

Menjadi penghubung atau penjual jasa

g) Sumber dana dalam melakukan kegiatan

Modal sendiri

Modal kelompok

Modal majikan / patron

Stimulan / bantuan

h) Permasalahan

Korban eksploitasi pekerjaan dan seks

Rawan kecelakaan lalu lintas

Di tangkap petugas

Konflik dengan anak lain

Terlibat tindakan kriminial

Ditolak masyarakat lingkungannya

i) Kebutuhan anak jalanan

Aman dalam keluarga

Kasih sayang

Bantuan usaha

Pendidikan

Bimbingan ketrampilan

Gizi dan kesehatan

Hubungan harmonis dengan orang tua, keluarga dan

masyarakat28

Jalanan yang dimaksudkan tidak menunjuk pada “Jalanan”

saja, melainkan juga menunjuk pada tempat-tempat lain seperti pasar

pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan stasiun.

2. Pengaruh Sosial dan Moral pada Anak Jalanan

Dari definisi anak jalanan diatas memperlihatkan faktor-faktor

terganggunya keberfungsian sosialnya anak. Konsep keberfungsian sosial

mengacu kepada situasi dan relasi anak-anak masih yang melahirkan

28 Ibid, hlm. 24-25

32

berbagai tugas atau peranan. Seorang anak setidaknya berada dalam situasi

rumah, sekolah, dan situasi lingkungan bermain. Dalam situasi tertentu

seperti belajar, mematuhi orang tua, bermain dan lain-lain. Keadaan

mencari nafkah atau berkeliaran dijalanan dengan menghabiskan waktu

yang sangat besar jelas menyimpang pada keberfungsian sosial.

Indikator yang jelas dari keberfungsian sosial adalah:

keberfungsian melatih diri sendiri, berhubungan dengan orang lain, dan

mengendalikan kesulitan. Indikator ini bisa dikaji dalam kehidupan anak

jalanan. Dengan demikian, dari sudut pandang ini anak jalanan bersalah

karena ada beberapa situasi, relasi dan peranan anak yang tidak dapat

dilakukan olehnya. Ada beberapa hak anak yang tidak terpenuhi, yaitu

pelayanan kesulitan, kehidupan standar seperti pemenuhan kebutuhan

makanan, air bersih, tempat untuk hidup, pendidikan, bermain dan waktu

luang, mempelajari norma-norma perlindungan dari eksploitasi seks,

perlindungan dari narkoba, perlindungan hukum memperoleh informasi

dan bimbingan untuk memainkan peranan pada masyarakat. sesuai tingkat

usia. Dan mendorong anak jalanan untuk kembali tinggal bersama orang

tua atau keluarganya, mengurangi kegiatan anak di jalan, membangun

kesadaran anak atas hak-hak mereka, membangun kesadaran anak

mengenai kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan, penyedian open

hause atau shelter29.

Jalanan adalah tempat terakhir manakala keluarga dan masyarakat

tidak menghendaki seorang anak. Mereka hidup di jalanan di bawah

ancaman berbagai macam resiko. Anak membentuk dan mengembangkan

sikap yang berisi nilai-nilai hidup dijalanan. Seperti sikap curiga pada

orang yang baru dikenal. Menggunakan istilah bahasa sendiri dan

mengembangkan kreatifitas yang lahir dari mekanisme hidup dijalanan.

Pada umumnya nilai-nilai yang dikembangkan berbeda dengan

nilai-nilai yang dapat diterima oleh masyarakat. Terdapat kecendrungan

29 Odi Shalahuddin dan Y. Dedy Prasetio, Eksploitasi Seksual terhadap Anak Berbagi

Pengalaman Penangann, Yayasan Setara, Semarang, 2000, hlm. 19

33

jalanan menjadi lembaga pengganti dan mengundang anak bermasalah

lainnya dalam keluarga untuk pindah dan tinggal dijalanan, tekanan

dijalanan dirasakan lebih ringan jika dibandingkan tekanan dirumah,

karena jalanan lebih memberikan kebebasan pada anak. Keadaan semacam

ini mendorong anak lebih berani meninggalkan orang tua dan memilih

hidup sdi jalanan. Peluang pekerjaan disektor informal yang semakin

meningkat melibatkan partisipasi anak. Oleh karena itu anak lebih merasa

nyaman di jalanan dan enggan pulang kembali ke rumah.

Pelanggaran-pelanggaran tentang hak anak akan berbahaya bagi

proses tumbuh kembang anak karena di jalan anak menghadapi berbagai

ancaman, seperti menjadi korban atau ekploitasi jelas, korban kejahatan

dan sebagainya, usia anak jalanan yang berkisar antara 6 sampai dengan

18 tahun dianggap rawan karena belum mampu berdiri sendiri, emosinya

labil, mudah terpengaruh dan belum mempunyai bekal pengetahuan dan

ketrampilan yang cukup untuk hidup di jalanan. Hal ini berarti anak masih

membutuhkan pendampingan dari berbagai pihak lain. Di jalanan memang

ada anak yang di bawah 5 tahun tapi mereka biasanya di bawa orang tua

atau di sewakan untuk mengemis hingga pada waktu 6 tahun biasanya

dilepas atau mengikuti temannya yang lebih tua.

Komparasi akibat prestasi menjauhkan anak dari masyarakat

umum, maka sangat mungkin tercipta kelompok baru oleh masyarakat

kota dan dengan sendirinya menambah permasalahan anak yang ada di

kota. Namun disisi lain anak, anak akan tumbuh menjadi lost generation

bisa jadi tak hanya menjadi beban masyarakat tetapi juga menimbulkan

dampak sosial yang besar karena mereka memasuki daerah hitam seperti

kriminalitas dan prostitusi30. Dan dalam masyarakat mereka tidak lagi

menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang ada. Karena masa remaja adalah

masa dimana remaja mulai ragu-ragu terhadap kaidah-kaidah akhlak dan

30 St Sulastro, Potret Kehidupan Anak Jalanan, Kompas, Jakarta, 2000, hlm. 12-13

34

ketentuan agama31. Apabila tidak cepat diatasi, maka mereka akan tumbuh

dan berkembang sebagai calon-calon pelaku kriminal dan sampah

masyarakat.

Berdasarkan kondisi dan individu anak jalanan maka di perlukan

penanganan pada tingkat mikro (faktor yang berhubungan dengan anak

dan keluarga) misalnya melalui pembinaan agama pada anak jalanan, dan

makro (faktor yang berhubungan dengan struktur yang ada di masyarakat)

guna memperbaiki kesejahteraan anak, keluarga dan masyarakat .

c. Pembinaan agama Islam pada anak jalanan

Anak menentukan masa depan suatu bangsa oleh karena itu

kualitas hidup mereka harus mendapatkan perhatian serius. Pemerintah

yang tidak memperdulikan masalah anak berarti menghancurkan masa

depannya sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melindungi

anak dalam upaya peningkatan standar hidup yang mencukupi bagi

perkembangan fisik, mental, moral maupun sosial. Masyarakat yang

diwakili organisasi sosial. Lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga

swadaya masyarakat lembaga pendidikan tinggi (universitas) dan

masyarakat penguasa serta lembaga perlindungan hak anak, semestinya

bergandengan tangan dengan pemerintah bahu membahu mengentaskan

anak jalanan melalui pembinaan yang berdasarkan pada nilai-nilai agama.

Dan diharapkan nantinya anak jalanan mampu menjadi generasi penerus

yang berguna bagi bangsa dan agama.

Adapun tujuan pembinaan agama Islam dalam penilitian ini adalah

terbentuknya suatu usaha pembinaan yang mengarah kepada anak yaitu

anak jalanan untuk menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian

yang kuat, sikap mental yang sehat, akhlak yang terpuji serta

melaksanakan perintah agama Islam seperti shalat, puasa, dan kepatuhan

31 Zakiah Darajat, Problema Remaja di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 1974, hlm.

172

35

kepada orang tua. Adapun pembinaan-pembinaan dalam Rumah Singgah

itu adalah Pembinaan Anak, Keberagamaan Anak yang meliputi

kenyakinan, praktek ibadah, penghayatan, pengetahuan agama dan

konsekuensi. Karena perkembangan agama pada masa anak, terjadi

melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, disekolah dan

dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak pengalaman yang bersipat

agama (sesuai dengan ajaran agama), akan semakin banyak unsur agama,

maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan

sesuai dengan ajaran agama32.

Akan tetapi, apabila peran orang tua tidak memperhatikan,

memperbaiki, mengarahkan, dan mendidik diri anak. Maka akan

menyebabkan penyimpangan, rusak akhlak, dan hancurnya kepribadian

(Split personality) anak33.

C. Peran Rumah Singgah dalam Pembinaan Agama Islam pada Anak

Jalanan

Dalam penanganan masalah anak jalanan, haruslah dilakukan secara

terpadu oleh seluruh lapisan masyarakat. Bentuik pola penanganan rumah

singgah terhadap anak jalanan pada dasarnya sama, yaitu untuk diarahkan

pada tercapainya peningkatan kesejahteraan anak sehingga dapat tumbuh

berkembang secara wajar sesuai dengan tahapan usianya.

Pada dasarnya program yang dijalankan rumah singgaha adalah

bersifat umum, akan tetapi bila dilihat dari visi dan misinya yang terkadung di

dalamnya, maka dapat dilihat bahwa lembaga sosial atau rumah singga

tersebut tidak bersifat sektoral, akan tetapi lebih bersifat lintas sektoral. Yang

di dalamnya adalah pembinaan agama Islam yang meluputi sebagai berikut:

a. peningkatan akidah (keimanan) pada anak jalanan

b. Menigkantkan ketekunan beribadah pada anak jalanan

c. Membentuk akhlak mulia pada anak jalanan

32 Zakiah Darajat, Op. Cit, hlm. 55 33 Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit, hlm. 128

36

Peran rumah singgah dalam pembinaan agama Islam sangat penting,

karena sebagai pengganti bimbingan dan pengawasan orang tua. Karena

pembinaan agama Islam pada anak jalanan dapat menumbuhkan dan

membentuk jiwa, jati diri dan budi pekerti yang baik serta patuh terhadap

ajaran agama.