BAB III Purwa - Perpustakaan...

22
34 BAB III PEMIKIRAN DANAH ZOHAR DAN IAN MARSHALL TENTANG KECERDASAN SPIRITUAL A. Riwayat Hidup Danah Zohar dan Ian Marshall serta Karya-karyanya Danah Zohar dan Ian Marshall adalah pasangan suami istri yang aktif menulis buku dan memandu lokakarya internasional. Mereka sekarang tinggal di Oxford, Inggris bersama kedua anaknya. Danah Zohar sendiri dilahirkan dan mengenyam pendidikan di Amerika. Zohar adalah seorang fisikawan, filosof dan eduaktor management yang sering menjadi pembicara di konferensi internasional mengenai bisnis, pendidikan dan kepemimpinan. Zohar juga telah mengadakan in-house presentation di banyak organisasi seperti Volvo, Shell, British Telecom, Motorola, Philips, Skondia Insurance, UNESCO, The Young President's Organization, dan The European Cultural Foundation. Semasa mudanya Zohar mengidolakan para pemimpin negerinya yang selalu membicarakan cita-cita dan nilai-nilai. Mereka adalah John F. Kennedy, Martin Lutter King dan Bobby Kennedy. Keluarga Zohar merupakan keluarga kelas menengah yang mapan. Sejak masih muda dia sudah bergelut dengan pencarian makna, jalan hidup dan visi yang dapat meletakkan perbuatan yang dia jalani ke dalam kerangka makna yang lebih luas. Gelar B.Sc Physics dan Philosophy diperolehnya di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada tahun 1966. Kemudian dia menyelesaikan karya doktoralnya di Harvard University dalam bidang psikologi dan teologi dari tahun 1966 sampai 1969. Zohar belajar lagi Hebrew University, Yerusalem pada tahun 1969 sampai 1971. Sekarang Zohar menjadi anggota dari Cranfield School of Management. Dia juga mengajar di Oxford Strategic Leadership Programme di Oxford University. Saat ini Zohar menjadi dosen yang terpandang di dunia.

Transcript of BAB III Purwa - Perpustakaan...

34

BAB III

PEMIKIRAN DANAH ZOHAR DAN IAN MARSHALL TENTANG

KECERDASAN SPIRITUAL

A. Riwayat Hidup Danah Zohar dan Ian Marshall serta Karya-karyanya

Danah Zohar dan Ian Marshall adalah pasangan suami istri yang aktif

menulis buku dan memandu lokakarya internasional. Mereka sekarang tinggal

di Oxford, Inggris bersama kedua anaknya. Danah Zohar sendiri dilahirkan

dan mengenyam pendidikan di Amerika. Zohar adalah seorang fisikawan,

filosof dan eduaktor management yang sering menjadi pembicara di

konferensi internasional mengenai bisnis, pendidikan dan kepemimpinan.

Zohar juga telah mengadakan in-house presentation di banyak organisasi

seperti Volvo, Shell, British Telecom, Motorola, Philips, Skondia Insurance,

UNESCO, The Young President's Organization, dan The European Cultural

Foundation.

Semasa mudanya Zohar mengidolakan para pemimpin negerinya yang

selalu membicarakan cita-cita dan nilai-nilai. Mereka adalah John F. Kennedy,

Martin Lutter King dan Bobby Kennedy. Keluarga Zohar merupakan keluarga

kelas menengah yang mapan. Sejak masih muda dia sudah bergelut dengan

pencarian makna, jalan hidup dan visi yang dapat meletakkan perbuatan yang

dia jalani ke dalam kerangka makna yang lebih luas. Gelar B.Sc Physics dan

Philosophy diperolehnya di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada

tahun 1966. Kemudian dia menyelesaikan karya doktoralnya di Harvard

University dalam bidang psikologi dan teologi dari tahun 1966 sampai 1969.

Zohar belajar lagi Hebrew University, Yerusalem pada tahun 1969 sampai

1971. Sekarang Zohar menjadi anggota dari Cranfield School of Management.

Dia juga mengajar di Oxford Strategic Leadership Programme di Oxford

University. Saat ini Zohar menjadi dosen yang terpandang di dunia.

35

Dr. Ian Marshall adalah seorang psikiater dan psikoterapis yang

berorientasi jungian.1 Dia meraih gelarnya dalam bidang psikologi dan filsafat

di Oxford University lalu mengambil gelar medisnya di University of London.

Marshall adalah psikiater, psikoterapis dan penulis beberapa makalah

akademis mengenai sifat pikiran. Sehari-harinya Marshall bekerja sebagai

seorang konselor.

Danah Zohar dan Ian Marshall secara berpasangan ataupun sendirian

telah menerbitkan buku-buku dan karya-karya ilmiah lainnya. Diantaranya :

1. SQ : Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence (London :

Blommsbury, 2000) diterjemahkan oleh Mizan dengan judul SQ,

Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan

Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Dalam buku ini diuraikan tentang

kecerdasan jenis ketiga yang dimiliki oleh manusia yaitu kecerdasan

spiritual (SQ). Melalui data-data ilmiah dibuktikan bahwa kecerdasan

spiritual adalah kemampuan internal bawaan otak. Sejak lahir manusia

memiliki potensi untuk cerdas secara spiritual karena melalui kerja syaraf-

syaraf yang ada di otak, manusia memiliki kemampuan untuk memiliki

kesadaran akan siapa dirinya, kesadaran akan nilai, makna hidup, dan

tujuan terdalam dalam kehidupan.

2. Spiritual Capital : Wealth We can Live by Using Our Rational, Emotional

and Spiritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture

(London : Blommsbury, 2004) diterjemahkan oleh Mizan dengan judul

Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Buku ini

menunjukkan bagaimana SQ (kecerdasan spiritual) diberi tempat didalam

dunia bisnis. Bisnis dengan SQ tetap berorientasi profit, tapi bukan hanya

1 Suatu paham yang mengikuti pemikiran Carl Gustav Jung. Jung adalah salah satu dari

murid Sigmund Freud yang kecewa terhadap pandangan gurunya yang hanya memberi penekanan secara berlebihan pada seksualitas. Carl Jung mengajukan teorinya mengenai ketidaksadaran kolektif (collective unconscious). Menurutnya ketaksadaran tidak hanya terdiri atas komponen instingtual, tetapi juga spiritual. Jiwa tidak hanya mengandung the personal unconscious tetapi juga the collective unconscious, simpanan pengalaman yang dihimpun oleh nenek moyang kita selama jutaan tahun, "sejarah tak tertulis" dari kemanusiaan sepanjang masa. Lihat Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2001), hlm. xix

36

bagi diri sendiri, melainkan bagi seluruh stakeholder : karyawan, pemilik,

mitra kerja, keluarga, masyarakat, bahkan alam dan seluruh kehidupan di

bumi.

3. The Quantum Self: Human Nature and Consciousness Defined by the Nezu

Physics (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins,

1990).

4. The Quantum Society : Mind, Physics & A New Social Vision (London ;

William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins, 1993). Buku ini

merupakan rangkaian dari buku The Quantum Self. Kedua buku ini

menjadi best seller. Dalam buku ini diuraikan tentang bahasa dan prinsip

quantum fisika kedalam sebuah pemahaman baru tentang kesadaran

manusia, psikologi dan organisasi sosial.

5. Who's Afraid of Schrodinger's Cat ? A Dictionary of the New Scientific

Ideas (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury, 1997).

6. Rewiring the Corporate Brain : Using the New Science to Rethink How

We Structure and Lead Organizations (San Francisco : Berrett Koehler,

1997).

7. Up My Mother's Flgpole (A Humorous Autobiography) (England : Stein

and Day, N.Y. Penguin, 1974).

8. Through the Time Barrier (London : William Heineman, 1982).2

B. Konsep Kecerdasan Spiritual

Sejak awal abad ke-20 kecerdasan manusia diidentikkan dengan IQ

(intelligence quotient). Kecerdasan ini merupakan hasil pengorganisasian

syaraf yang memungkinkan manusia berfikir logis, rasional dan taat asas.

Selama ratusan tahun orang mengukur kecerdasan manusia hanya dengan

kadar intelektualnya, jadi semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggi

pula kecerdasannya. Barulah pada pertengahan tahun 1990-an, Daniel

Goleman mempopulerkan penelitian dari para neurolog dan psikolog yang

2 Riwayat hidup Danah Zohar dan Ian Marshall dapat dijumpai dihampir semua buku-

buku karyanya diantaranya : SQ : Spiritual Intellegence (London : Bloomsbury, 2000), Spiritual Capital (London : Bloomsbury, 2004), The Quantum Self, (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins, 1990). Juga dapat dijumpai di web-site : www.Danahzohar.com

37

menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) sama pentingnya dengan

kecerdasan intelektual. Kecerdasan ini membuat kita mampu berfikir asosiatif

dan mengenali pola-pola emosi, termasuk memahami dan memiliki kepekaan

emosi. Emosi merupakan faktor penting dalam kecerdasan manusia. Jika

emosi kita sehat dan matang serta tidak ada kerusakan pada bagian otak yang

terkait, maka kita dapat menggunakan beberapa IQ yang kita miliki secara

lebih efektif. EQ memberi kita rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan

untuk menanggapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat, sehingga dalam

situasi apapun kita dapat bersikap dengan tepat. EQ merupakan prasyarat yang

harus kita miliki agar bisa mengoptimalkan IQ.

Menjelang akhir tahun 1990-an riset neurologis menunjukkan secara

ilmiah bahwa otak memiliki jenis kecerdasan yang ketiga. Jenis kecerdasan

inilah yang kita gunakan untuk mengakses makna yang terdalam, nilai-nilai

fundamental dan kesadaran akan adanya tujuan abadi dalam hidup kita.

Kecerdasan ketiga ini dipopulerkan oleh pasangan suami isteri Danah Zohar

dan Ian Marshall, keduanya telah lama menyelidiki tentang kecerdasan yang

ketiga ini, yang mereka sebut sebagai spiritual quotient (SQ) yaitu kecerdasan

spiritual. Menurut mereka spiritual quotient adalah kecerdasan untuk

menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan

untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih

luas dan kaya.3 Lebih lanjut dikatakan bahwa SQ adalah landasan yang

diperlukan untuk menfungsikan IQ dan SQ secara efektif. Bahkan menurut

mereka SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita (the ultimate intelligence).4

Jadi SQ memungkinkan seseorang berfikir secara kreatif, berwawasan jauh

kedepan dan mampu membuat bahkan mengubah aturan. Pendek kata, jika

kita menginginkan IQ dan EQ seseorang berkembang optimal maka kita mulai

dengan mengasah kecerdasan spiritualnya.

Pada dasarnya kita, manusia adalah makhluk spiritual, karena dalam

hidup kita selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan-

3 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2001), hlm. 4.

4 Ibid.

38

pertanyaan mendasar atau pokok. Misalnya mengapa saya dilahirkan ? Apa

makna hidup saya ? Buat apa saya melanjutkan hidup saat saya lelah, depresi

atau saat merasa kalah ? Apakah yang dapat membuat semua itu berharga ?

Sebenarnya dalam hidup, kita diarahkan, bahkan ditentukan oleh suatu

kerinduan yang sangat manusiawi untuk menemukan makna dan nilai dari apa

yang kita perbuat dan alami. Kita merasakan suatu kerinduan untuk melihat

hidup kita dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna, baik dalam

keluarga, masyarakat, karier, agama maupun alam semesta itu sendiri.

Kebutuhan akan makna inilah yang melahirkan imajinasi simbolis, evolusi

bahasa dan pertumbuhan otak manusia yang sangat pesat.

Istilah spiritual yang digunakan oleh Zohar dan Marshall tidak

berhubungan dengan agama atau sistem keyakinan yang terorganisasi lainnya.

Istilah spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti sesuatu yang

memberikan kehidupan atau vitalitas pada sebuah sistem. Spiritualitas di sini

dipandang sebagai peningkatan kualitas kehidupan di dunia, alih-alih sebagi

penitikberatan ala pendeta pada nilai-nilai akhirati. Bagi umat manusia hal

yang memberinya kehidupan, bahkan yang juga memberinya definisi yang

unuk adalah kebutuhan kita untuk menempatkan upaya kita dalam satu

kerangka makna dan tujuan yang lebih luas. Yang spiritual dalam diri manusia

membuat kita bertanya mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan dan

membuat kita mencari cara-cara bertindak yang secar fundamental lebih baik.

Unsur ini membuat kita ingin agar hidup dan upaya kita menciptakan

perubahan di dunia.5

IQ dan EQ secara terpisah atau bersama-sama tidak cukup untuk

menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga

kekayaan jiwa serta imajinasinya, karena mereka bekerja didalam batasan,

berbeda dengan SQ yang memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah

aturan dan situasi. Perbedaan penting antara SQ dan EQ terletak pada daya

ubahnya. Dijelaskan oleh D. Goleman sebagaimana dikutip oleh Zohar dan

5 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005), hlm. 136.

39

Marshall bahwa kecerdasan emosional memungkinkan kita untuk

memutuskan dalam situasi apa kita berada lalu bersikap secara tepat dalam

situasi tersebut. Hal ini berarti kita bekerja didalam batasan situasi, dan

membiarkan situasi tersebut mengarahkan kita. Akan tetapi kecerdasan

spiritual memungkinkan kita bertanya apakah kita memang ingin berada pada

situasi tersebut, ataukah kita lebih suka mengubah situasi tersebut atau

memperbaikinya. Ini berarti diri kita bekerja dengan batasan situasi kita, yang

memungkinkan kita untuk mengarahkan situasi itu. Lebih lanjut Menurut

Zohar dan Marshall, SQ mengintegrasikan semua kecerdasan manusia. SQ

menjadikan manusia makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual,

emosional dan spiritual, tetapi merupakan hal yang mungkin ketiga

kecerdasan tersebut (IQ, EQ, dan SQ) berfungsi secara terpisah karena ketiga

memilikinya wilayah kekuatan masing-masing.6

Untuk memahami IQ, EQ dan SQ secara utuh, kita harus memahami

sistem-sistem berfikir yang ada dan pengorganisasian syaraf masing-masing,

yang semua itu berpusat di otak. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, otak

merupakan organ tubuh yang paling kompleks. Otak memproduksi pikiran

sadar yang menakjubkan yaitu kesadaran akan diri dan lingkungan, serta

kemampuan untuk melakukan pilihan bebas dalam kehidupan. Otak juga

menghasilkan dan menstruktur pemikiran kita, memungkinkan kita punya

perasaan, dan menjembatani kehidupan spiritual, memberikan kesadaran akan

makna, nilai dan konteks yang sesuai untuk memahami pengalaman. Otak

memberi kita kemampuan dalam peradaban, persentuhan, penglihatan,

penciuman, dan berbahasa. Ia merupakan tempat penyimpanan memori kita.

Ia pengendalian detak jantung, laju produksi keringat, laju pernapasan dan

berbagai fungsi lain. Otak menjadi jembatan antara kehidupan batin dan dunia

lahiriah kita, ia mampu menjalankan semua itu karena bersifat kompleks,

luwes, adaptif dan mampu mengorganisasi diri.7 Sejalan dengan pendapat di

atas Taufiq Pasaik mengemukakan bahwa otak adalah satu-satunya bagian

6 Ibid., hlm. 5. 7 Ibid., hlm. 36

40

tubuh yang paling berkembang dan secara otomatis dapat mempelajari dirinya

sendiri. Menurutnya ada dua alasan mengapa otak merupakan organ yang

paling penting yaitu, pertama secara biologis ia adalah pusat bagi semua

aktivitas tubuh baik itu kegiatan sadar maupun tidak sadar. Ia layaknya CPU

(Central Processing Unit) dalam sebuah sistem komputer. Kedua, secara

simbolis ia diposisikan pada bagian tubuh teratas dan menempati posisi paling

tinggi dari semua organ tubuh. Ia disimpan dalam batok kepala yang berlapis-

lapis dan sangat kuat, juga direndam dalam cairan (cerebrospinalis)8 yang

diproduksinya sendiri yang membuatnya tahan gempa dan goyangan.9

Lapisan luar otak manusia adalah neo-cortex, dan lapisan ini hanya

dimiliki oleh manusia, tidak dimiliki oleh makhluk lain. Otak neo-cortex

manusia mampu berhitung, belajar aljabar, mengoperasikan komputer,

mempelajari bahasa Inggris, memahami rumus-rumus fisika, melakukan

perhitungan angka-angka yang rumit sekalipun. Dengan mempergunakan otak

neo-cortex, manusia mampu menciptakan pesawat terbang hingga bom nuklir.

Melalui penggunaan otak neo-cortex ini maka lahirlah IQ, kemampuan

intelektual. Hal ini berkaitan dengan kesadaran akan ruang, kesadaran akan

sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika, IQ mampu bekerja

pengukur kecepatan, mengukur hal-hal baru, menyimpan dan mengingat

kembali informasi objektif serta berperan aktif dalam menghitung angka dan

lain-lain.10 Kemampuan intelektual didorong oleh kemampuan otak untuk

berfikir seri. Berfikir atau berproses jenis ini membutuhkan jaringan titik ke

titik secara akurat. Keunggulan berfikir seri adalah tepat dan dapat dipercaya.

Akan tetapi jenis pemikiran yang melandasi Sains Newtonian ini bersifat linier

dan deterministik, jika A pasti B, karena itu jenis pemikiran ini tidak

membuka kemungkinan terjadinya nuansa dan ambiguitas. Ia selalu dalam

8 Merupakan suatu cairan tubuh yang mengisi ventrikel (rongga otak) dan canalis

centralis (saluran dalam sumsum punggung). Lihat Wildan Yatim, Kamus Biologi, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1999), hlm. 41

9 Taufiq Pasaik, Revolusi IQ/EQ/SQ : Antara Neurosains dan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan Pustaka, 2003), cet. 3, hlm. 41.

10 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta : Arga, 2004), cet. 5, hlm. 60.

41

satu keadaan on atau off, ini atau itu.11 Menurut James Carse sebagaimana

dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, pemikiran seri adalah finite game

(permainan terbatas). Ia hanya bekerja didalam batas-batas yang telah

ditentukan. Pemikiran ini tidak berguna ketika kita ingin menggali wawasan

baru atau berurusan dengan hal-hal tak terduga.12

Lapisan otak lebih dalam dari neo-cortex adalah lymbic system (lapisan

tengah), lapisan ini terdiri dari talamus, amigdala, hippocampus, hipotalamus,

nucleus kaudatus, putamen. Pada otak tengah ini terletak pengendali emosi

dan perasaan kita, kecerdasan ini telah dianalisa dengan baik oleh Daniel

Goleman dalam bukunya "Emotional Intelligence" atau lebih dikenal dengan

sebutan EQ.13 Jenis pemikiran yang melandasi kecerdasan ini adalah model

berfikir asosiatif struktur otak yang digunakan untuk berfikir asosiatif dikenal

dengan sebutan jaringan syarat (neural network). Berbeda dengan jalur syarat

(neural tract) yang membangun pola berfikir seri dengan sifatnya yang pasti,

taat aturan, setiap neuron dalam jaringan syarat (neural network) bertindak

dan menerima tindakan dari neuron-neuron yang lain secara simultan.

Jaringan ini mampu mengembangkan dirinya sendiri melalui interaksinya

dengan pengalaman. Ia dapat mempelajari cara-cara baru melalui pengalaman

yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ia juga merupakan jenis pemikiran

yang dapat mengenali nuansa dan ambiguitas.

Selain kedua jenis pemikiran di atas, manusia memiliki jenis pemikiran

ketiga yang bersifat kreatif dan intuitif. Dengannya kita memahami akan

kesatuan (keutuhan) dalam menangkap suatu situasi atau dalam melakukan

reaksi terhadapnya. Pemahaman ini pada dasarnya bersifat holistik atau

kemampuan untuk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur

yang terlibat. Kita mempelajari bahasa menggunakan sistem berfikir seri dan

asosiatif, tetapi menciptakan bahasa adalah tugas sistem berfikir jenis ketiga.

Jenis berfikir ketiga yang dimiliki oleh manusia ini dikenal dengan sebutan

jenis berfikir menyatukan (unitive thinking). Kemampuan ini merupakan ciri

11 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 44 12 Ibid. 13 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., hlm. 61

42

utama kesadaran dan merupakan kunci dalam memahami argumen neurologis

dari SQ. 14

Dari uraian di atas terlihat bahwa kecerdasan emosi bukanlah sebuah

kecerdasan statis, dia dapat tumbuh dan berkembang seumur hidup dengan

belajar. Cerdas tidaknya emosi seseorang sangat tergantung pada proses

pembelajaran, pengasahan dan pelatihan yang dilakukan sepanjang hayat.

Berbeda dengan IQ yang bersifat tetap, artinya seseorang yang memiliki IQ

rendah tidak dapat direkayasa untuk menjadi seorang yang jenius. Untuk bisa

hidup sukses dan bahagia seseorang tidak cukup hanya memiliki IQ dan EQ.

masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya, yaitu

kecerdasan spiritual. Artinya, IQ memang penting kehadirannya dalam

kehidupan manusia, yaitu agar manusia bisa memanfaatkan teknologi demi

efisiensi dan efektivitas. Juga peran EQ yang memegang begitu penting dalam

membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya dalam

meningkatkan kinerja seseorang. Namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-

nilai kebenaran, maka keberhasilan itu hanya akan menghasilkan Hitler-hitler

baru atau Fir'aun-fir'aun kecil di muka bumi.

Secara garis besar, ketiga kecerdasan dasar manusia menurut Danah

Zohar dan Ian Marshall akan disajikan dalam bagan berikut ini.15

Aspek IQ EQ SQ

Struktur Jalur syaraf Jaringan syaraf Osilasi 40 Hz

Cara berfikir Serial Asosiatif Unitif

Tipe berfikir Rasional Emosional Spiritual

Sifat Otomatis, kaku Fleksibel Dapat berubah

Kelebihan/kekurangan Akurat, tepat,

dapat dipercaya

Tidak akurat,

fleksibel

Sangat akurat

Dasar filosofis Newtonian Humanisme Filosofi ketimuran

berkesadaran

14 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 46 15 Taufik Pasiak, op.cit., hlm 136

43

Proses belajar Tidak bisa

belajar

Dapat belajar Dapat belajar

Proses psikologi Prapersonal Personal Transpersonal

Kecerdasan spiritual atau SQ adalah kecerdasan yang berkaitan dengan

hal-hal transenden, hal-hal yang tak terbatas. Ia melampaui kekinian dan

pengalaman manusia. Ia adalah bagian terdalam dan terpenting dari manusia.

Dalam sains, terutama neuroanatomi dan neurokimia membuktikan bahwa SQ

berbasis pada otak manusia. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall ada

beberapa bukti ilmiah yang membuktikan keberadaan SQ dalam diri manusia

yaitu :

1. Osilasi 40 Hz

Otak manusia tidak sekedar massa sel syaraf material. Karena,

seperti sel-sel jantung yang mengandung muatan listrik, sel-sel otak juga

bermuatan listrik. Komunikasi antar sel syaraf melalui ujung-ujung selnya,

terjadi karena ada pelepasan muatan listrik. Getaran syaraf karena

tersentuh muatan listrik dari ujung satu ujung sel syaraf itu dapat direkam.

Berbagai riset tentang sifat dan fungsi osilasi 40 Hz di seluruh

bagian otak telah dilakukan oleh Rodolfo L Linas dan kolega-koleganya di

fakultas kedokteran Universitas New York. Penelitian L linas ini diilhami

oleh semangat untuk memahami persoalan hubungan antara pikiran dan

tubuh (mind body problem). Dengan menggunakan alat MEG16 (magneto

encephalography) L Linas menunjukkan bahwa osilasi 40 Hz dijumpai di

seluruh bagian otak dalam berbagai sistem dan tingkatan.17 Gelombang

atau isolasi 40 Hz terjadi ketika otak, tanpa pengaruh rangsangan inderawi

16 Merupakan versi perbaikan dari EEG. EEG sendiri adalah suatu alat atau teknik untuk

mengukur atau merekam aktifitas listrik kulit otak, pada sebuah tengkorak yang utuh. Dasar pemeriksaan ini adalah adanya aliran listrik pada permukaan otak (kulit otak). Pengaliran listrik ini berbeda-beda pada setiap waktu tergantung pada aktifitas si pemilik otak. Perubahan itulah yang direkam oleh alat ini dalam bentuk kertas esefalogram. Gelombang-gelombang yang berupa garis-garis tidak lurus melukiskan frekuensi gelombang per detik. Jadilah gelombang delta, teta, alfa, dan beta. Dalam Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 333.

17 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 65

44

sama sekali berinteraksi secara seragam. Reaksi ini dapat terjadi karena

ada hubungan langsung antara talamus18 dan kulit otak yang tidak dipicu

oleh rangsangan indra. Artinya, hubungan talamus dan kulit otak

berlangsung secara intrinsik diantara mereka sendiri. Hubungan intrinsik

ini adalah basis dari kesadaran manusia. Menurut L Linas dan Pare

sebagaimana dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall bahwa kesadaran

bukanlah dampak ikutan dari input inderawi, melainkan ditimbulkan

secara intrinsik dan diperkuat (atau dikontekskan) oleh input inderawi.

Pendeknya, otak memang diciptakan sebagai alat bantu berfikir yang

berfungsi secara sadar dan dirancang untuk memiliki dimensi

transenden.19

Lebih lanjut Zohar mengatakan bahwa kesadaran hadir bersama otak

karena sel-sel syarat memiliki proto kesadaran atau kesadaran awal

manusia yang bersifat abadi. Proto kesadaran dalam kombinasi tertentu

dapat menghasilkan kesadaran dan osilasi 40 Hz merupakan faktor yang

diperlukan untuk mengkombinasikan keping-keping proto kesadaran

menjadi kesadaran. Kesadaran kita ini merupakan salah satu unsur penting

dalam kecerdasan spiritual.20

2. The Binding Problem

Riset neurolog Austria, Wolf Singer pada tahun 1990-an tentang

problem ikatan (the binding problem) menunjukkan bahwa ada proses

syarat dalam otak manusia yang berkonsentrasi pada usaha

mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita.

Secara fisik otak terdiri atas sejumlah sistem pakar yang berdiri sendiri,

ada yang memproses warna, suara, gerak dan sebagainya. Tetapi ketika

kita memandang misalnya ruang kerja kita, maka semua sistem pakar

yang ada mengirimkan jutaan item data, sehingga kita dapat menangkap

18 Talamus berasal dari kata Yunani, thalamos yang berarti kamar dalam. Talamus

merupakan switchboardnya otak manusia. Seperti halnya switchboard pesawat telepon yang menyalurkan setiap pesan yang masuk, talamus bertanggung jawab untuk menyalurkan informasi yang masuk ke bagian-bagian penting otak. Lihat Rita Atkinson, Pengantar Psikologi, (Jakarta : Erlangga, 1983), hlm. 55. Lihat pula Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 70.

19 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 67 20 Ibid., hlm. 76

45

data yang berbeda-beda itu sebagai satu keutuhan. Inilah yang dikenal

dengan problem ikatan (binding problem). Penelitian Singer tentang

isolasi syarat penyatu memberi dasar pada kecerdasan spiritual (SQ).21

3. Bahasa manusia

Neurolog dan antropolog biologi Harvard, Terrance Deacon

mengemukakan bahwa bahasa yang pada hakekatnya adalah simbolik

merupakan kekhasan manusia yang berkembang pada belahan frontal-

lobe22 otak manusia. Adanya frontal-lobe ini memungkinkan manusia

untuk berimajinasi secara simbolik dan memungkinkan manusia berfikir

tentang makna dan nilai. Dengan demikian frontal-lobe ini adalah

landasan bagi keberadaan kecerdasan spiritual (SQ) kita.23

4. Titik Tuhan (God Spot)

Bukti ilmiah keempat tentang keberadaan SQ dalam diri manusia

adalah penemuan seorang ahli syaraf pada tahun 1990 yaitu Michael

Persinger, dia telah berhasil membuktikan tentang peningkatan aktivitas di

daerah lobus temporal24 ketika seseorang mengalami hal-hal yang bersifat

spiritual. Hal ini diperkuat oleh V.S Ramachandran dan timnya

menemukan lokus bagi spiritualitas dalam otak manusia, dia menemukan

bagian otak yang bertanggung jawab terhadap respon-respon spiritual dan

mistis manusia. Mereka menamai bagian lobus temporal yang berkaitan

dengan religius atau spiritual itu sebagai "titik tuhan" (god spot) atau

modul Tuhan (god module).25

21 Ibid., hlm. 53 22 Otak besar (cerebrum) dibagi menjadi empat bagian yaitu lobus frontal (di depan,

dahi), lobus occipital (di belakang kepala), lobus temporal (di seputar telinga), dan lobus pariental (di puncak kepala). Lobus frontal bertanggung jawab untuk berfikir, perencanaan dan penyusunan konsep. Juga bertanggung jawab dalam pengaturan gerakan alat-alat bicara. Bagian ini berperan sangat penting untuk menatap masa depan. Dalam Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 68.

23 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 11 24 Bagian dari otak besar (cerebrum) yang bertanggung jawab atas persepsi suara dan

bunyi. Melalui penelitian Vilyanur Ramachandran seorang dokter Amerika keturunan India bersama dengan timnya, ditemukan bahwa lobus temporal merupakan pusat respon-respon spiritual dan mistis manusia. Disinilah terjadinya pemaknaan dari apa yang didengar dan dicium. Mereka menyebutkan god spot. Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 68

25 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 81

46

Lobus temporal berkaitan dengan sistem limbik, pusat emosi

dan memori otak. Dua bagian penting dari sistem limbik adalah

amigdala26 yaitu struktur yang berada dibagian tengah dari area

limbik. Yang kedua adalah hippocampus yang berperan penting

untuk merekam pengalaman didalam memori. Penelitian Persinger

sebagaimana dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall menunjukkan

bahwa ketika pusat memori didalam otak dirangsang, terjadi

peningkatan aktivitas di lobus temporal. Sebaliknya aktivitas lobus

temporal akan menimbulkan pengaruh emosional yang kuat. Berkat

peran hippocampus, pengalaman spiritual dibagian lobus temporal

yang berlangsung beberapa detik saja dapat memiliki pengaruh

emosional yang lama dan kuat disepanjang hidup pelakunya.

Pengalaman ini dapat mengubah arah hidup (life-tranforming)

pelakunya.27

Adanya lobus temporal menurut Taufiq Pasiak mengingatkan

sinyal al-Qur'an perihal Nabi Ibrahim yang hanif, yang tidak

menganut agama formal, namun memiliki religiusitas yang tinggi.28

Jadi, salah satu titik temu kemanusiaan adalah religiusitas yang

ada pada semua orang yang sudah terpatri (hard wired) dalam otak

masing-masing.29 Menurut Errich Fromm sebagaimana dikutip oleh

Taufiq Pasiak, bahwa aktivitas khusus lobus temporal menjadi bukti

bahwa religiusitas memang sudah menyatu dengan diri manusia.

Manusia tidak bisa menghilangkan sifat religiusitasnya, walaupun dia

tidak menganut agama formal (agama institusional).30

26 Amigdala merupakan salah satu struktur emosi otak yang penting. Struktur ini

bertumpu pada batang otak dan bersama hippocampus merupakan asal dari kulit otak dalam evolusi perkembangan makhluk hidup. Ia sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kegiatan emosi manusia. Amigdala memiliki spesialisasi di bidang penataan emosi. Lihat Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (Jakarta : Gramedia, 1996), hlm. 19.

27 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 82. 28 Taufiq Pasiak, op.cit., hlm. 280. 29 Ibid. 30 Ibid. hlm. 281.

47

Dari uraian di atas terlihat bahwa naluri ber-Tuhan pada manusia

tidak hanya bersifat konseptual normatif, tetapi juga teknis-konkret.

Untuk mengenal Tuhan, manusia tidak hanya diberi software berupa

ajaran-ajaran agama, tetapi juga hadware, dalam hal ini lobus temporal

otak. Perangkat keras ketuhanan itu akan berfungsi secara lebih baik

bila perangkat lunaknya juga dihidupkan. Dalam hal ini Danah Zohar

dan Ian Marshall berpendapat bahwa, tingginya aktivitas "titik Tuhan"

tidak dengan sendirinya menjamin SQ tinggi. Untuk mencapai SQ

tinggi, seluruh bagian otak, seluruh aspek diri dan seluruh segi

kehidupan harus diintegrasikan.

Adanya "titik Tuhan" tidak lantas berarti bahwa Tuhan itu

bertempat, karena dimensi tempat adalah terbatas, sementara Tuhan

tidak terbatas dan berbatas. Tempat Tuhan lebih dimaksudkan sebagai

jejak-jejak tuhan yang ada dalam tubuh manusia, seperti halnya kasus

"melihat" Tuhan yang dialami oleh Dr. Michael Persinger, neuro-

psikolog dari Kanada ketika otaknya dipasangi kabel-kabel magnetik

perekam aktivitas bagian-bagian otak. Walaupun Pesinger bukan

seorang yang religius, tetapi dengan perangsangan magnetik pada lobus

temporal-nya ia "melihat" Tuhan. Pesinger tentu tidak melihat Tuhan

dalam pengertian objektif, bahwa Tuhan itu terindrai, tetapi adanya

perasaan mistis yang dialaminya.

C. Cara Meningkatkan dan Memanfaatkan SQ

Kecenderungan besar yang terjadi pada zaman ini adalah banyaknya

manusia yang tidak tahu lagi bagaimana seharusnya mengenali diri sendiri

dan menjalani kehidupan di dunia ini secara benar dan lebih bermakna. Kita

sedang mengalami krisis spiritual yang ditandai dengan hidup tak bermakna.

Carl Gustav Jung menyebut krisis spiritual sebagai penyakit eksistensial

(existential illness), dimana eksistensi diri kita mengalami penyakit alienasi

(keterasingan diri), baik dari diri sendiri, lingkungan sosial, maupun

48

teralienasi dari Tuhannya. Kondisi psikologis seperti itu dirumuskan oleh

Danah Zohar dan Ian Marshall sebagai bentuk keterputusan diri, baik dari diri

sendiri, dari orang lain di sekelilingnya, bahkan dari Tuhannya.31

Dalam krisis spiritual seluruh makna dan nilai kehidupan kita jadi

dipertanyakan. Kita mungkin menjadi tertekan atau depresi. Dalam keadaan

seperti ini biasanya manusia memilih mengerjakan hal-hal yang tidak

bermanfaat sebagai tempat pelarian sementara. Krisis semacam ini

menyakitkan, namun jika dihadapi dengan berani, yaitu dengan memberi

kesempatan pada kita untuk mengingat hal-hal yang membuat kita menjadi

seperti itu dan selanjutnya memperbaikinya serta mengubah diri kita akan bisa

keluar dari krisis tersebut. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall ada tiga

sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual yaitu:

a. Dia tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama

sekali.

b. Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proposional atau

dengan cara yang negatif atau destruktif.

c. Pertentangan atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.32

Misalnya saja penderita schizophrenia mengalami gangguan karena tidak

dapat mengintegrasikan dirinya dan dunianya. Pengalaman, emosi, dan

persepsinya tampil diluar konteks. Artinya sebab pokoknya terletak pada

rendahnya kecerdasan spiritual yang menyebabkan pasien schizophrenia tidak

mampu menjalin hubungan dan memanfaatkan energi-energi dari pusat yang

memberi daya hidup dan mengintegrasikan seluruh pengalaman hidupnya.

Untuk menjadi cerdas secara spiritual, kita harus faham bahwa ada

banyak cara atau jalan yang bisa kita tempuh, dan dari semua tersebut tidak

ada jalan yang paling baik, semua sah dan penting. Menurut Danah Zohar dan

Ian Marshall jalan yang dimaksud disini adalah menemukan makna diri kita

yang paling dalam dan integritas kita yang paling kuat, bertindak berdasarkan

motivasi kita yang paling dalam dan menjalankan tindakan ini demi keluarga,

31 Sukidi, Kecerdasan Spiritual, Mengapa SQ Lebih Penting Daripada IQ dan EQ, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 8

32 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 166

49

masyarakat dan bangsa. Ia adalah pengembaraan kita dalam kehidupan,

hubungan kita, pekerjaan kita, tujuan kita dan cara kita menjalani semua itu.

Mengikuti jalan dengan kecerdasan spiritual atau dengan hati, berarti bersikap

teguh dan mengabdi.33 Di dunia ini dibutuhkan banyak orang tua, dokter,

guru, pengusaha, dan sebagainya yang cerdas secara spiritual. Setiap jalan ini

membutuhkan variasi SQ-nya sendiri. Semua pekerjaan atau profesi akan

lebih efektif jika dikerjakan dengan SQ yang tinggi sehingga semua

kehidupan dapat dijalani dengan lebih bermakna.

Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ) menurut Danah Zohar

dan Ian Marshall ada enam jalan yang dapat diterapkan seseorang dalam

menjalani kehidupannya, yaitu:

1. Jalan Tugas

Jalan ini berkaitan dengan rasa dimiliki, kerjasama dan diasuh oleh

komunitas. Di jalan ini kita harus berusaha mengungkapkan motivasi yang

mendasari tindakan kita dan bertindak dengan motivasi yang lebih

mendalam dan lebih benar. Cara yang paling bodoh secara spiritual untuk

melangkah di jalan ini adalah bertindak berdasarkan motivasi bayang-

bayang narsisisme, motivasi untuk menarik diri sepenuhnya dari

kelompok dan dari berhubungan dengan orang lain, menarik diri dari

hubungan kreatif dengan lingkungan dan terbenam sepenuhnya dengan

dirinya sendiri. Cara lain yang bodoh secara spiritual di jalan tugas adalah

mengikuti aturan atau ketentuan kelompok semata-mata karena takut,

kebiasaan, bosan atau semata-mata ikut orang banyak atau berdasarkan

motif kepentingan diri atau rasa bersalah.

Langkah yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kecerdasan

spiritual yang lebih tinggi adalah keinginan memahami diri sendiri dan

menjalani kehidupan yang lebih kreatif. Langkah berikutnya adalah

33 Ibid., hlm. 197

50

mengungkapkan motif-motif yang mendasari tindakan kita dan

membersihkannya, kemudian kita harus berani melakukan perubahan.34

2. Jalan Pengasuhan

Jalan ini berkaitan dengan kasih sayang, pengasuhan dan

perlindungan. Untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual di jalan ini

adalah kita harus lebih terbuka kepada orang lain. Kita harus belajar untuk

bisa menerima dan mendengarkan dengan baik diri kita dan orang lain.

Orang yang hanya terpaku pada cinta tingkatan ego, tidak memiliki

perspektif luas sehingga tidak menyadari kebutuhan dasar atau keberadaan

orang lain adalah ciri orang yang berjalan dengan spiritual yang bodoh.

Contoh pemakai jalan ini yang bodoh secara spiritual adalah pengasuh

yang terlalu bersemangat, guru yang tidak memberi murid-muridnya

untuk melakukan sesuatu sendiri, orang tua yang khawatir membiarkan

anaknya melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut. Mereka

tidak cukup mempercayai kemampuan perkembangan orang yang ingin

mereka bantu. Pengasuhan semacam ini justru akan menjadikan orang

yang mereka bantu menjadi manja, mementingkan diri sendiri dan

mengabaikan kebutuhan orang lain.35

3. Jalan Pengetahuan

Jalan pengetahuan berkaitan dengan pemahaman terhadap masalah

praktis umum, pencarian filosofis yang paling dalam akan kebenaran,

hingga pencarian spiritual tentang pengetahuan mengenai Tuhan dan

seluruh cara-Nya dan penyatuan terakhir dengan-Nya melalui

pengetahuan. Jalan ini ditempuh orang-orang yang termotivasi oleh

kecintaan belajar atau kebutuhan yang besar untuk memahami sesuatu.

Jalan yang bodoh secara spiritual dalam melangkah di jalan pengetahuan

adalah menjadi orang yang sok ilmiah, dia terlalu asyik dan puas hanya

dengan sekeping kecil pengetahuan atau masalah intelektual. Jalan lain

yang juga bodoh secara spiritual adalah keinginan yang begitu besar untuk

34 Ibid., hlm. 200 35 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 204

51

memiliki kekuasaan yang dijanjikan pengetahuan, dia rela menjual

jiwanya kepada setan untuk dapat memilikinya.

Untuk menuju SQ yang lebih tinggi melalui jalan ini adalah dengan

memulainya dari perenungan, melalui pemahaman menuju kearifan. Cara

memecahkan masalah apapun, praktis maupun intelektual ditempuh

dengan cara yang cerdas secara spiritual yaitu dengan menempatkannya

dalam suatu perspektif yang lebih luas, sehingga terlihat lebih jelas.

Perspektif yang paling dalam dari semuanya itu berasal dari pusat, dari

makna dan nilai tertinggi yang mengendalikan situasi atau masalah.36

4. Jalan Perubahan Pribadi (Kreativitas)

Inti tugas psikologis dan spiritual yang dihadapi orang yang

melangkah di jalan perubahan adalah integrasi personal dan transpersonal,

yaitu kita harus mengarungi ketinggian dan kedalaman diri kita sendiri

dan menyatukan bagian-bagian diri kita yang terpisah menjadi pribadi

yang mandiri dan utuh. Dengan menempuh jalan ini kita akan menjadi

orang yang lebih kreatif.37

5. Jalan Persaudaraan

Tugas spiritual bagi orang yang berjalan di jalan ini adalah menjalin

hubungan dengan sisi yang lebih dalam dari semua manusia, menekankan

kasih sayang dan empati, dan berusaha sebaik-baiknya untuk

meminimalkan konflik yang ada. Orang yang berjalan di jalan ini akan

berusaha menempuh kehidupannya dengan keadilan. Keadilan menuntut

kemampuan untuk melihat dan menerima emosi positif dan negatif,

kegagalan dan keberhasilan orang lain. Keadilan menuntut rasa

keseimbangan, penghormatan, menyadari bahwa setiap orang itu berbeda-

beda dan konflik merupakan bagian nyata dari kehidupan.

Orang yang bodoh secara spiritual dalam jalan ini adalah orang yang

tidak mempercayai dirinya sendiri, orang yang memilih dikucilkan dari

lingkungannya, dia tidak berusaha berkomunikasi atau berempati dengan

36 Ibid. hlm. 210 37 Ibid. hlm. 215

52

orang lain, dia hanya tertarik pada urusannya sendiri tanpa memperhatikan

orang lain dan lingkungannya. Dia menilai kekuasaan demi keuntungan

pribadi, bersikap kompetitif sedemikian rupa sehingga tidak mengenal

kerjasama. Dia hanya suka berteman dengan orang-orang yang sama

dengan dirinya.38

6. Jalan Kepemimpinan yang Penuh Persaudaraan

Semua kelompok manusia membutuhkan pemimpin untuk

memberikan fokus, tujuan, taktik, dan arah untuk menjadi pemimpin yang

efektif seseorang harus memiliki sikap ramah dan percaya diri, dia harus

mampu berhubungan baik dengan setiap anggota dalam kelompoknya.

Seorang yang benar-benar hebat tidak akan mengabdi kepada sesuatu

apapun kecuali Tuhan. Yang paling penting, seorang pemimpin berusaha

menciptakan atau membangkitkan dalam diri para pengikutnya semacam

makna yang dapat membimbing diri mereka, memberi kesadaran bahwa

kita masing-masing adalah hamba Tuhan, seorang abdi dari begitu banyak

potensialitas didalam inti eksistensi.

Para pemimpin yang sadar akan kedudukan mereka sebagai seorang

abdi dalam pengertian ini mengetahui bahwa mereka mengabdi bukan

hanya kepada keluarga, komunitas, bisnis atau bangsa, bahkan bukan

hanya inti dan nilai-nilai sebagaimana dipahami pada umumnya. Para

pemimpin ini mengabdi pada kerinduan mendalam yang tersimpan di

dalam jiwa. Pemanfaatan, penggunaan secara keliru dan penyalahgunaan

kekuasaan sangat menentukan apakah seorang individu akan berjalan di

jalan yang secara spiritual bodoh atau cerdas.

Cara yang secara spiritual bodoh untuk melangkah di jalan ini

adalah memanfaatkan kekuasaan untuk mengabdi pada diri sendiri,

mencapai tujuan sendiri, cita-cita sendiri. Para politisi yang korup,

penguasa yang picik adalah contoh-contoh nyata dari pemakai jalan ini.39

38 Ibid. hlm. 221 39 Ibid. hlm. 226

53

Uraian di atas adalah enam jalan yang ditawarkan Danah Zohar dan Ian

Marshall supaya kita dapat meningkatkan kecerdasan spiritual kita. Tapi tak

satupun diantara kita yang benar-benar cerdas secara spiritual, benar-benar

sempurna, benar-benar utuh, benar-benar menerima pencerahan, hingga pada

sampai batas tertentu, yaitu kita dapat melangkah di atas semua enam jalan

spiritual itu dengan begitu kita telah menemukan cara kreatif untuk hidup

dengan segala adat istiadat, mengetahui cara mencintai secara mendalam dan

tanpa mementingkan diri kita, melayani sesama kita dan menjadi pemimpin

yang penuh pengabdian dengan mengabdi kepada Tuhan.

Dalam bukunya "SQ : Spiritual Intelligence", Danah Zohar dan Ian

Marshall mengemukakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki SQ tinggi ada

sembilan tapi dalam SC : Spiritual Capital, mereka menambahkan bahwa

secara total ada dua belas ciri khas seorang manusia yang memiliki kecerdasan

spiritual. Kedua belas ciri tersebut yaitu:

a. Kesadaran diri, mengetahui apa yang kita yakini dan mengetahui nilai

serta hal apa yang sungguh-sungguh memotivasi kita. Kita sadar akan

tujuan hidup kita yang paling dalam.

b. Spontanitas, menghayati dan merespons setiap momen yang kita alami dan

apa yang terkandung dari setiap momen tersebut.

c. Terbimbing oleh visi dan nilai, bertindak berdasarkan prinsip dan

keyakinan yang dalam dan hidup sesuai dengannya.

d. Holisme (kesadaran akan sistem atau konektivitas), kesanggupan untuk

melihat pola-pola, hubungan-hubungan dan keterkaitan-keterkaitan yang

lebih luas.

e. Kepedulian, sifat ikut merasakan dan empati yang dalam terhadap

lingkungan.

f. Merayakan keragaman, menghargai perbedaan orang lain dan situasi-

situasi yang asing dan tidak mencercanya.

g. Independensi terhadap lingkungan (field independence), kesanggupan

untuk berbeda dan mempertahankan keyakinan kita sendiri.

54

h. Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental, mengapa?

Kebutuhan untuk memahami segala sesuatu mengetahui intinya. Dasar

untuk mengkritisi apa yang ada.

i. Kemampuan untuk membingkai ulang. Berpijak pada problem atau situasi

yang ada untuk mencari gambaran yang lebih besar dan konteks lebih

luas.

j. Memanfaatkan kemalangan secara positif. Kemampuan untuk menghadapi

dan belajar dari kesalahan-kesalahan, untuk melihat problem-problem

sebagai kesempatan.

k. Rendah hati, mengetahui tempat kita yang sesungguhnya di dunia ini.

Dasar bagi kritik diri dan penilaian yang kritis.

l. Rasa keterpanggilan, terpanggil untuk melayani sesuatu yang lebih besar

dibanding diri kita. Berterima kasih kepada mereka yang telah menolong

kita dan berharap bisa membalas sesuatu untuknya.40

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa SQ merupakan kecerdasan

tertinggi manusia (the ultimate intelligence). Dia adalah kecerdasan yang kita

pakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi

kita serta bagaimana kita menggunakan makna, nilai, tujuan dan motivasi

tersebut dalam proses berfikir kita, dalam keputusan-keputusan yang kita buat

dan segala sesuatu yang kita pikir patut dilakukan.

Dengan SQ kita dapat menggunakan IQ dan EQ yang kita miliki dengan

lebih optimal karena SQ memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan semua

kecerdasan kita, sehingga SQ mampu menjadikan kita makhluk yang benar-

benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual

merupakan kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber

terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri. Jadi SQ adalah kecerdasan jiwa,

dia memberi kita kemampuan bawaan untuk membedakan yang benar dan

salah, yang baik dan jahat. Disinilah letak kemanusiaan manusia yang tinggi

akan mendorong kita untuk berbuat kebaikan, kebenaran, keindahan, dan

kasih sayang dalam hidup kita. SQ membuat kita menjadi utuh, membuat kita

40 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital,op.cit, hlm. 136.

55

bisa mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktivitas dan keberadaan

kita, bagaimana pribadi kita dan apa artinya kita memiliki suatu jiwa.

Dengannya kita bisa berkembang lebih dari sekedar melestarikan apa yang

kita ketahui atau yang telah ada, tetapi membawa kita pada apa yang tidak kita

ketahui dan apa yang mungkin. Intinya SQ membawa kita menjadi pribadi

yang adaptif, kreatif, imajinatif, dan sadar diri.