SGD 1 Pemeriksaan fisik

49
PEMERIKSAAN FISIK SENSORI PERSEPSI I. PEMERIKSAAN FISIK PADA MATA Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata. Sebelum melakukan pengkajian, perawat harus meyakinkan tentang tersedianya sumber penerangan/ lampu yang baik dan ruang gelap untuk tujuan tertentu. Pasien harus diberi tahu sebelumnya sehingga ia dapat bekerjasama. Untuk mempermudah pengkajian, perawat dapat berdiri atau duduk dihadapan pasien. Dalam setiap pengkajian, selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri dan selalu ingat bahwa normalnya mata berbentuk bulat/sferik. Dalam pengkajian mata, inspeksi merupakan teknik yang paling penting yang dilakukan sebelum palpasi. Peralatan yang perlu dipersiapkan bergantung pada tujuan pengkajian yang dilakukan. Secara umum dapat dipersiapkan oftalmoskop dan penutup mata.

Transcript of SGD 1 Pemeriksaan fisik

Page 1: SGD 1 Pemeriksaan fisik

PEMERIKSAAN FISIK SENSORI PERSEPSI

I. PEMERIKSAAN FISIK PADA MATA

Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang

diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi

mata. Sebelum melakukan pengkajian, perawat harus meyakinkan tentang tersedianya

sumber penerangan/ lampu yang baik dan ruang gelap untuk tujuan tertentu. Pasien harus

diberi tahu sebelumnya sehingga ia dapat bekerjasama. Untuk mempermudah pengkajian,

perawat dapat berdiri atau duduk dihadapan pasien. Dalam setiap pengkajian, selalu

bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri dan selalu ingat bahwa normalnya mata

berbentuk bulat/sferik. Dalam pengkajian mata, inspeksi merupakan teknik yang paling

penting yang dilakukan sebelum palpasi.

Peralatan yang perlu dipersiapkan bergantung pada tujuan pengkajian yang dilakukan.

Secara umum dapat dipersiapkan oftalmoskop dan penutup mata.

Gambar 1. Anatomi mata

Page 2: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada mata meliputi :

A. Inspeksi

1. Struktur mata interna dan eksterna

Pemeriksaan struktur mata eksternal dan internal mata meliputi:

Kelopak mata

Pemeriksaan kelopak mata terhadap kemungkinan kelemahan, infeksi, tumor,

edema, atau kelainan. Minta pasien membuka dan menutup matanya. Gerakan

harus lancer dan simetris. Periksa kelopak mata terhadap adanya xantelasma (plak

kekuningan ). Meskipun tidak spesifik untuk hiperkolesterolemia, plak kekuningan

ini biasanya berhubungan dengan kelainan lipid. Perhatikan distribusi dari bulu

mata. Bila mata terbuka, biasanya kelopak mata atas hanya menutupi tepian atas

iris. Bila mata ditutup, kelopak-kelopak mata seharusnya saling menutup sempurna,

jarak antara kelopak mata ata dan bawah disebut fisura palpebra.

Konjungtiva

Konjungtiva hendaknya diamati terhadap adanya tanda radang (yaitu

melebarnya pembuluh darah), pigmentasi tidak biasa, nodi, pembengkakan atau

pendarahan. Kedua konjungtiva harus diperiksa. Konjungtiva tarsal dapat dilihat

dengan membalikkan kelopak mata. Minta pasien tetap membuka matanya dan

melihat ke bawah. Anda menahan sejumlah buku mata dari kelopak mata atas.

Kelopak mata ituditarik lepas dari bola mata dan ujung sebuah tangkai aplikator

ditekan pada tepian atas lempeng tarsal. Lempeng tarsal kemudian dengan cepat

meebalikkan tangkai aplikator, menggunakannya sebagai titik tumpu. Ibu jari

sekarang dapat digunapakn untuk memegang kelopak mata yang dibalik, tangkai

aplikator dapat diangkat. Setelah inspeksi konjungtiva tarsalis, mintalah pasien

untuk melihat ke atas untuk mengembalikan kelopak mata ke posisi normal.

Konjungtiva normal seharusnya berwarna merah muda. Perhatikan jumlah

pembuluh darah. Normalnya hanya terlihat sedikit pembuluh darah. Mintalah pasien

untuk melihat ke atas, dan tariklah kelopak mata bawah ke bawah. Bandingkan

vaskularisasinya.

Sklera

Inspeksi sclera bertujuan untuk melihat adanya nodul, hyperemia, dan

perubahan warna. Sclera normal seharusnya berwarna putih. Pada individu berkulit

galap, sclera mungkin berwarna sedikit agak seperti lumpur.

Page 3: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Kornea

Kornea harus jernih dan tanpa keruhan atau kabut. Cincin keputihan pada

perimeter kornea mungkin adalah arkus senilis. Pada pasien yang berusia di atas

40 tahun, penemuan ini biasanya merupakan fenomena penuaan yang normal.

Apabila ditemukan pada pasien di bawah usia 40 tahun, mungkin menderita

hiperkolesterolemia. Cincin kuning-kehijauan yang abnormal dekat limbus,

kebanyakan ditemukan si superior dan inferior, adalah cincin Kayser-Fliescher.

Cincin ini sangat spesifik dan merupakan tanda yang sangat sensitoif dari penyakit

Wilson, yang merupakan degenerasi hepatolentikular akibat kelainan yang

diturunkan dari metabolisme tembaga. Cincin Kayser- Fleischer disebabkan oleh

penimbunan tembaga pada kornea.

Pupil

Kedua pupil ukurannya harus sama (isokor), dan bereaksi terhadap cahaya

dan akomodasi. Pada sekitar 5% individu normal, ukuran pupil tidak sama

(anisokoria).anisokoria mungkin merupakan indikasi dari penyakit neurulogik.

Pembesaran pupil atau midriasis, berhubungan dengan obat-obatan

simpatomimetik, glaucoma, atau obat tetes mata yag menyebabkan dilatasi.

Konstriksi pupil, atau miosis, terlihat dengan obat-obatan parasimpatomimetik,

peradangan iris, dan terapi obat untuk glaucoma. Banyak pengobatan yang dpat

menyebabkan anisokoria. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan

apakah pasien menggunakan tetes mata atau dalam pengobatan.

Abnormalitas pupil seringkali merupakan tanda dari peyakit neurologic. Kondisi

yang dikenal sebagai Pupil Miotonik Adie adalah dilatasi pupil 3-6 mm, yang hanya

sedikit berkontraksi terhadap cahaya dan akomodasi. Pupil ini sering berhubungan

dengan berkurang sampai tidakadnya reflex tendo pada ekstremitas. Lebih sering

terjadi pada waita usia 25-45 tahun, dan penyebabnya tidak diketahui. Pupil Argyll

Robertson adalah pupil yang mengecil 1-2 mm, yang bereaksi terhadap akomodasi,

tetapi tidak bereaksi terhadap cahaya. Tampaknya berhubungan dengan neurisifilis.

Sindrom Horner adalah paralisis simpatik dari mata yang disebabkan oleh

pemutusan pada rantai simpatik servikal.

Iris

Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan vaskularitas. Normalnya,

pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang.

Page 4: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Kamera oculi anterior

Dengan memberikan sinar secara oblik menembus mata, perkiraan kasar

kedalaman kamera okuli anterior dapat dibuat. Jika terlihat bayangan berbentuk

bulan sabit pada bagian iris yang jauh, kamera okuli anterior mungkin dangkal.

Pendangkalan kamera okuli anterior mungkin akibat penyempitan ruangan antara

iris dan kornea. Adanya kamar yang dangkal membawa seseorang pada kondisi

yang disebut Glaukoma sudut tertutup. Istilah glaucoma merujuk pada kompleks

gejala yang terjadi dalam tingkat penyakit yang berbeda. Penemuan klinis pada

semua jenis glaucoma adalah peningkatan tekanan intraocular. Tekanan ini dapat

diukur dengan tonometer Schiotz.

Aparatus lakrimal

Pada umumnya, hanya sedikit yang dapat terlihat pada apparatus lakrimalis,

kecuali pungtum. Jika ada epifora, mungkin ada obstruksi aliran keluar melalui

pungtum. Jika terdapat kelembaban yang berlebihan, periksalah apakah ada

sumbatan duktus nasolakrimalis dengan menekan sakus lakrimalis secara lembut,

berlawanan dengan cincin orbita interna. Jika ada sumbatan, dapat dikeluarkan

materi-materi melalui pungtum.

(H.Swartz, 1995:101-103)

Cara inspeksi mata

a) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang, dan

visus.

b) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara sebagai

berikut :

Anjurkan pasien melihat ke depan.

Bandingkan mata kanan dan kiri.

Anjurkan pasien menutup kedua mata.

Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian piggir

kelopak mata, catat setiap ada kelainan, mis: kemerahan.

Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada tidaknya

bulu mata, sertaamati posisi bulu mata.

Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat ila ada dropping kelopak

mata atas atau sewaktu mata membuka (ptosis).

c) Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut :

Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan.

Page 5: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Amati konjungtiva untuk mengetahui ada atau tidaknya kemerahan, keadaan

vaskularisasi, serta lokasinya.

Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari.

Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila

didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya

anemic.

Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara membuka

atau membalik kelopak mata atas dengan prawat berdiri di belakang pasien.

Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang paa keadaan tertentu

warnanya dapat menjadi ikterik.

d) Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan

mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah

sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut pinpoint, sedangkan pupil yang

melebar atau dilatasi isebut midriasis.

(Priharjo,Robert, 2006:52-53)

Cara inspeksi gerakan mata

a) Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan

b) Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus)

yaitu gerakan ritmis bola mata, mula – mula lambat bergerak ke satu arah,

kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula.

c) Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat),

amplitudo (luas/sempit), dan durasinya (hari/minggu).

d) Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu

mengalami deviasi.

e) Luruskan jari telunjuk Anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15 – 30 cm.

f) Beri tahu pasien utnuk mengikuti gerakan jari Anda dan pertahankan posisi

kepala pasien. Gerakkan jari Anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi 6

otot mata.

(Priharjo,Robert, 2006:53-55)

Page 6: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Gambar 2. Inspeksi gerakan mata

2. Tajam penglihatan (visus)

Tajam penglihatan diungkapkan dalam suatu rasio, seperti 20/20. Angka pertama

adalah jarak baca pasien terhadap peraga. Angka kedua adalah jarak terbacanya

peraga oleh mata normal. Istilah OD (Oculus Dexter) berarti mata kanan: OS (Oculus

Sinister) berarti mata kiri. OU (Oculi Unitas) berarti kedua mata.

Memakai Kartu Snellen Standar

Jika tersedia kartu Snellen standar, pasien harus berdiri sejauh 6 meter dari

kartu tersebut. Jika pasien memakai kaca mata, biarkan dipakai terus selama

pemeriksaan. Pasien diminta untuk menutum mata dengan telapak tangan dan

membaca baris terkecil yang mungkin. Jika yang dapat terbaca ialah baris 6/60,

maka visus mata pasien adalah 6/60. Ini berarti bahwa pada jarak 6 meter pasien

dpat membaca apa yag dapat dibaca orang normal pada jarak 60 meter. Jika pada

jarak 6 m pasie tidak dapatmembaca baris 6/60, maka ia didekatkan pada kartu

sampai baris itu terbaca. Jika pasien baru dapat membaca pada jarak 1 m, maka

tajam penglihatan pasien adalah 1/60.

Gambar 3. Kartu Snellen untuk pemeriksaan visus.

Page 7: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Memakai Kartu Tajam Penglihatan Saku

Jika kartu Snellen standar tidak tersedia, maka kartu tajam penglihatan ukuran

saku dapat dipakai. Kartu ini dilihat pada jarak 35 cm. pasien diminta membaca

baris terkecil yang masih dapat dibaca. Jika kedua jenis kartu ini tidak tersedia,

maka dapat dipakai materi cetak apa saja. Pemeriksa harus ingat bahwa

kebanyakan pasien berusia di atas 40 tahun memerlukan kaca baca. Meskipun

pemeriksa tidak dapat memastikan tajam penglihatan, ia pasti dapat menetapkan

apakah pasien masih dapat melihat. Dalam hal ini pasien diminta untuk menutup

satu mata dan membaca baris terkecil yang terbaca pada halaman cetak tertentu.

Menilai Pasien dengan Penglihatan Buruk

Pasien dengan penglihatan buruk sekali dan tidak dapat membaca salah satu

baris cetak, harus diuji dengan kemampuan membaca jari-jari tangan. Pengukuran

tajam penglihatan ini dilakukan dengan menunjukkan jari-jari tangan di depan mata

pasien, sedangkan salah satu mata ditutup. Pasien ditanyakan jumlah jari yang

terlihat. Jika pasien tetap belum dapat melihat, maka penting untuk dinilai apakah

memang masih ada persepsi terhadap cahaya. Hal ini dilakukan dengan menutup

satu mata dan menyoroti mata yang terbuka dengan cahaya. Pemeriksa

menanyakan apakah pasien dapat melihat lampu menyala atau dimatikan. NLP (No

Light Perception) adalah istilah yang dipakai apabila seseorang tidak dapat

menangkap cahaya.

Memeriksa Pasien yang Tidak Dapat Membaca

Bagi mereka yang tidak dapat membaca, seperti anak kecil atau buta huruf,

pemakaian huruf “E” dalam macam-macam ukuran dan arah akan sangat

bermanfaat. Pemeriksa meminta pasien menunjukkan arah huruf itu : ke atas, ke

bawah, ke kanan, ke kiri.

(H.Swartz, 1995:96-97)

Gambar 4. Kartu Snellen

Page 8: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Visus 1/300 : Pada jarak 1 m mata masih dapat melihat grakan tangan

pemeriksa yang pada mata normal masih dapat dilihat dari

jarak 300 m.

Visus 1/∞ : Mata hanya dapat membedakan gelap dan terang.

Visus 0 : Mata tidak dapat membedakan gelap dan terang.

(Priharjo,Robert, 2006:55)

3. Lapang pandang

Uji lapang pandang berguna untuk menetapakan ada tau tidaknya lesi pada jalur

penglihatan. Terdapat banyak teknik dalam melakukan pemeriksaan lapang pandang.

Salah satunya adalah uji lapang pandang konfrontasi. Pada teknik ini pemeriksa

membandingkan penglihatan perifernya dengan penglihatan perifer pasien.

Menilai Lapang Pandang dengan Uji Konfrontasi

Pemeriksa brdiri atau duduk1 m di depan dan setinggi tatap mata pasien.

Pasien diminta menutup mata kanannya sedangkan pemeriksa menutup mata

kirinya, masing-masing melihat hidung yang dihadapinya. Pemeriksa menjulurkan

satu atau dua jari pada masing-masing tangan secara serentak dan menanyakan

pasien berapa jari tangan yang dilihatnya. Tangan digerakkan dari kuadran atas ke

kuadran bawah dan pemeriksaan diulang kembali. Pemeriksaan diulang dengan

mata sebelah. Jari-jari harus terlihat oleh pasien dan pemeriksa secara

bersamaan. Agar lebih menguntungkan si pasien dan pemeriksa, tangan diangkat

sedikit lebih dekat pada pemeriksa. Hal ini member pasien lapangan pandangan

yang lebih luas. Jika pemeriksa dapat melihat jari-jari itu, maka pasien pasti juga

melihatnya, kecuali ada gangguan pengliatan berupa kurang luasnya lapangan

pandangan. Karena lesi sepanjang jalur visual berkembang secara berangsur maka

pasien mungkin tidak sadar adanya perubahan lapangan pandangan sampai

penyakitnya telah lanjut. Lapangan .konfrontasi yang dilakukan oleh ahli penyakit

dalam, mungkin merupakan bukti objektif pertama bahwa si pasien mempunyai lesi

yang mengenai jalur pengliatan. Daerah tampa pengliatan disebut skotoma.

Pengliatan sentral normal meluas lebih kurang 30 ke segala arah pada fiksasi

sentral. Bintik buta (blind spot) adalah skotoma fisiologik yang terletak lebih kurang

15-20 temporal terhadap fiksasi sentral, yang sesuai dengan papilla nervus optikus.

Tidak terdapat unsure sensorik seperti sel batang dan kerucut pada papilla nervis

optisi

Page 9: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Kelainan Lapang Pandang

Terdapat skotoma patologik yang dapat ditentukan pada uji lapangan.

Skotoma dapat berasal dari penyakit mata primer seperti glaucoma, atau dari lesi

dalam susunan saraf pusat seperti tumor. Hilangnya pengliatan total pada satu

mata di sebut mata buta, akibat penyakit mata, lesi pada nervus optikusnya, atau

akibat lesi dari konteks oksipital yang terkait. Hemianopsia merujuk pada tiadanya

pengliatan pada setengah lapangan. Kerusakan lapangan yang bilateral ada kedua

lapangan temporal disebut hemianopsia itemporal. Terjadi akibat lesi pada nervus

optikus setinggi kiasma optikum. Tumor hipofisis adalah penyebab umum .

Hemianopsia homonim terjadi akibat kerusakan pada traktus optikus, radiasi

optic, atau korteks oksipital. Istilah “hormonim” menunjukkan hilangnya pengliatan

padsa lapangan sama. Seorang pasien dengan hermianopsia homonym kiri tidak

dapatmelihat belahan kiri lapangan dapa kedua mata. Keadaan ini terjadi oleh

kerusakan pada traktus optikus kanan. Hermianopsia hormonom adalah bentuk

hilangnya lapangan pandangan yang paling sering pada pasien dengan “stoke”.

Kuadrananopsia adalah hilangnya pengliatan pada satu kuadran. Seorang

pasien dengan kuadrantanopsia homonym atas kiri mempunyai kerusakan pada

radiasi optic bawah kanan atau daerah oksipital bawah kanan. Pasien dengan

penglihatan terowongan memiliki pandangan lapangan yang menetap pada semua

jarak suatu fenomen fisiologik yang tidak muginkn. Kelainan lapang padangan jenis

in adalah khas pada histeri

Pemeriksaan Nistagmus Optokinetik

Kadang-kadang seorang pasien dengan masalah psikiatrik merasa dirinya

buta. Suatu cara uji yang ampuh untuk meniadakan kemungkinan ini ialah

nistagmus optokinetik (OKN). Nistagmus optokinetik adalah gerakan mata yang

cepat dank e kiri dan kanan yang terjadi bila mata berusaha berfiksasi pada

sasaran yang bergerak. Adanya nistagmus optokinetik menunjukkan utuhnya jalur

optic fsiologik dari retina ke korteks oksipital. Nistagmus optokinetik dapat

ditimbulkan ke mata pasien dengan meminta pasien berfiksasi pada angka-angka

pita pengukur yang anda tarik dengan cepat. Karena nistagmus optokinetik bersifat

involunte, suatu respon positif merupakan bukti bagus bahwa pasien pura-pura

buta.

(H.Swartz, 1995:97-99)

Page 10: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Cara inspeksi lapang pandang

a. Berdiri di depan pasien.

b. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak

diperiksa.

c. Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik

pandang, misalnya hidung anda.

d. Gerakkan jari Anda pada suatu garis vertikal / dari samping dekatan ke mata

pasien secara perlahan – lahan.

e. Anjurkan pasien untuk memberi tahu sewaktu mulai melihat jari anda.

f. Kaji mata sebelahnya

(Priharjo,Robert, 2006:54)

Gambar 5. Inspeksi lapang pandang

4. Gerakan mata

Gerak mata dipengaruhi oleh kontraksi dan relaksasi otot-otot ekstraokular. Hal

ini berakibat bergeraknya mata ke atas atau ke bawah, atau dari sisi ke sisi dan juga

konvergensi.

Pemeriksaan Kesesuaian Mata

Page 11: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Kesesuaian mata dengan mudah diketahui dengan mengevaluasi lokasi

cahaya yang dipantulkan oleh kornea. Lampu senter diarahkan tepat dari depan

pasien. Jika pasien memandang lurus jauh ke depan, pantulan cahaya akan

tampak tepat di pusat masing-masing kornea. Jika cahaya jatuh pada pusat satu

kornea dan menyimpang dari pusat pada kornea lain, maka terdapat mata

berdeviasi. Keadaan mata yang berdeviasi atau mata juling, disebut strabismus,

atau tropia. Strabismus adalah ketidakseimbangan mata sehingga objek yang

diamati tidak diproyeksikan secara bersamaan pada fovea masing-masing mata.

Esotropia adalah deviasi mata kearah nasal, eksotropia adalah deviasi mata kearah

temporal, heterotropia adalah deviasi mata ke atas. Tropia alternans adalah istilah

yang dipakai untuk memeriksa keadaan dimana masing-masing mata berdeviasi.

Melakukan Uji Tutup

Uji tutup berguna untuk menetapkan apakah mata lurus (normal) atau ada

mata berdeviasi. Pasien diminta untuk melihat pada sasaran jauh. Satu matanya

ditutup dengan karton 7,5 x 12,5 cm. pemeriksa harus mengqamati mata yang tidak

tertutupi. Jika mata yang tidak ditutupi itu bergerak sewaktu berfiksasi pada titik

dikejauhan itu, maka mata itu tidak lurus sebelum mata sebelahnya ditutupi. Jika

mata itu tidak bergerak, maka ia lurus. Uji ini kemudiandilanjutkan dengan mata

sebelahnya.

Menilai Posisi Utama Pandangan Mata

Penyebab penting timbulnya mata berdeviasi adalah otot ekstraokular yang

paresis (lemah), atau paralisis. Paralisiss otot-otot ini ditentikan dengan memeriksa

enam posisi utama pandangan mata. Pegang dagu pasien dengan tangan kanan

dan memintanya mengikuti tangan kiri anda sewaktu menulis huruf “H” besar di

udara. Jari telunjuk kiri anda diletakkan lebih kurang 25 cm di depan hidung pasien.

Dari garis tengah, gerakkan jari itu 30 cm ke kanan pasien dan berhenti, kemudian

20 cm ke atas dan berhenti, ke bawah sejauh 40 cm dan berhenti, dan kemudian

secara perlahan kembali ke garistengan. Lintasi garis tengah dan ulangi gerakan

serupa pada sisi yang sebelah. Inilah keenam posisi utama pandangan mata. Anda

perhatikan gerakan kedua mata, yang harus mengikuti jari itu secara mulus. Perlu

pula diperhatikan gerakan paralel kedua mata ke segala arah.

Kadang-kadang bila menatap kesisi ekstrim, mata akan bergerak ritmik yang

disebut nistagmus titik akhir. Terjadi gerak cepat ke arah tatapan, yang diikuti gerak

baling yang lambat. Uji ini membedakan nistagmus titik akhir dari nistagmus

Page 12: SGD 1 Pemeriksaan fisik

patologik, yang menghasilkan gerakan cepat selalu kea rah yang sama, tidak

tergantung arah pandangan. Bayangan yang jatuh pada retina akan

diinterpretasikan oleh otak dengan cara fusi, diplopia atau supresi. Pada anak-anak,

strabismus menghasilkan diplopia yang berakibat kekacauan, kemudian supresi

dari bayangan dan akhirnya ambliopia. Ambliopia adalah hilangnya tajam

penglihatan, sekunder terhadap supresi. Ambliopia masih reversible sampai retina

telah berkembang sempurna, pada usia lebih dari 7 tahun. Ambliopia adalah

fenomena yang hanya timbul pada anak-anak. Seorang dewasa yang mendapat

strabismus sekunder terhadap apapun penyebabnya tidak dapat mensupresi

bayangan mata yang berdeviasi dan akan berakibat diplopia.

Menilai Refleks Cahaya Pupil

Pemeriksa meminta pasien melihat jauh, sementara ia menyinari mata pasien

dengan baerkas cahaya terang. Sumber cahaya harus dating dari sisi,

memanfaatkan hidung sebagai penghalang mata mengenai mata sebelah.

Pemriksa harus mengamati respon pupil langsung dan konsensual. Pemeriksa

kemudian melakukan uji pada mata yang sebelah. Uji cahaya berayun merupakan

modifikasi untuk menguji reflex cahaya pupil. Tes ini berfungsi untuk

mengungkapkan perbedaan dalam respon terhadap stimulus aferen di antara mata.

Dalam tes ini pasien berfiksasi pada sasaran jauh sementara pemeriksa dengan

cepat mengayun lampu dari satu mata ke matalain, mengamati adanya konstriksi

dari pupil. Dalam keadaan tertentu terjadi dilatasi parodoksikal dari pupil yang

terkena cahaya. Keadaan ini dikenal sebagai pupil Marcus Gunn, berhubungan

dengan kerusakan cabang aferen pada mata yang disinari. Contoh paling ekstrim

mata dengan fenomena Marcus Gunn adalah mata buta. Bila berkas cahaya jatuh

pada mata buta, tidak terjadi respon langsung maupun respon konsensual. Bila

bahaya dipindahkan pada mata lain yang normal, akan terjadi respon langsung

maupun konsensual karena jalur aferen maupun eferen adalah normal. Bila cahaya

kembali diarahkan pada mata yang buta, tidak ada impulsyang diterima retina

(aferen) dan pupil matabuta tidak akan berkonstriksi, ia akan berdilatasi. Terdapat

berbagai derajat kerusakan pupil Marcus Gunn, bergantung pada keterlibatan

nervus opticus.

Menilai Refleks Dekat

Page 13: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Reflex dekat diuji dengan meminta pasien berturut-turut melihat sasaran jauh

kemudian sasaran yang diletakkan kurang lebih 12,5 cm dari hidung. Bila

memandangi sasara dekat, mata akan berkonvergensi dan pupil akan mengecil.

(H.Swartz, 1995:99-101)

5. Pengenalan Warna

Pemeriksaan menggunakan kartu tes ishihara/ benang wol berwarna. Pasien

membaca angka berwarna dalam kartu ishihara. Atau mengambil benang wol sesuai

perintah. Interpretasi dari pemeriksaan pengenalan warna adalah normal dan buta

warna.

Cara pemeriksaan buta warna :

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan Ishihara Color Test merupakan

test untuk mendeteksi defisiensi warna. Buku ini diciptakan oleh, Dr. Shinobu Ishihara,

professor dari  Universitas Tokyo, dan telah dipublikasikan sejak 1917 hingga kini

menjadi alat test buta warna yang berlaku secara internasional.

Test ini terdiri dari gambar yang membentuk angka, disebut dengan gambar

isihara. Setiap gambar tersusun secara acak yang memuat lingkaran dari kumpulan titik

yang membentuk angka dan ukuran tertentu. Dalam setiap pola titik yang membentuk

angka akan dengan mudah ditebak bila klien tiidak mengidap buta warna dan akan sulit

dibedakan bila seseorang tersebut mengalami buta warna terutama untuk defisiensi

warna merah dan hijau. Tes secara keseluruhan terdiri atas 38 gambar, namun kita

akan segera menyadari seseorang dengan buta warna hanya dengamemperlihatkan

beberapa gambar saja. Pada pengetesan pertama, 24 gambar akan memberi diagnosis

yang lebih tepat mengenai derajat cacat buta warna.

Syarat Pelaksanaan :

1. Pemeriksa tidak mengalami buta warna.

2. pasien yang hendak diperiksa.

3. Pencahayaan yang cukup (hal ini karena sel batang lebih sensitive terhadap cahaya

juka dibandingkan dengan sel kerucut sehingga warna tidak dapat dibedakan

dengan baik pada keadaan gelap).

4. Alat test berupa bukku ishihara.

Kelainan yang paling sering mucul adalah cacat warna merah dan hijau namun

terkadang cacat biru dan kuning juga kerap terjadi.

Page 14: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Interpretasi : 12

Interpretasi : 2

Interpretasi : 5

Gambar 6. cuplikan gambar pada buku ishihara

Page 15: SGD 1 Pemeriksaan fisik

B. Palpasi

Palpasi pada mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata

dan mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti

diperlukan alat Tonometri yang memerlukan keahlian khusus.

Cara palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata

Beri tahu pasien untuk duduk.

Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.

Lakukan palpasi pada kedua bola mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata

terasa keras

(Priharjo,Robert, 2006:56)

C. Pengkajian Tingkat Mahir (Pengkajian Funduskopi)

Pengkajian mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir. Pengkajian ini

dikerjakan untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan alat oftalmoskop.

Untuk dapat melakukan hal ini, diperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata yang

memadai serta keterampilan khusus dalam menggunakan alat oftalmoskop.

(Priharjo,Robert, 2006:56)

Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk melihat anatomi interna

dari mata. Ada dua cakram pada oftalmoskop : satu untuk mengatur lubang cahaya (dan

filter), dan satu lagi untuk merubah lensa untuk mengoreksi kesalahan refraktif baik dari

pemeriksa maupun pasien.

Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah lubang kecil, lubang besar,

dan filter bebas-merah. Lubang kecil adalah untuk pupil yang tidak berdilatasi, lubang

besar untuk pupil yang berdilatasi, dan filter bebas merah menyingkirkan sinar merah dan

dirancang untuk melihat pembuluh darah serta perdarahan.

Gambar 7. Oftalmoskop

Page 16: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Cara kerja pengkajian funduskopi1. Atur posisi pasien duduk di kursi.

2. Beri tahu pasien tentang tindakan yang dikerjakan.

3. Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka pendek, misalnya

tropikamid (bila tidak ada kontraindikasi)

4. Atur cahaya ruangan agak redup.

5. Duduk di kursi di hadapan pasien.

6. Beri tahu pasien untuk melihat secara tetap pada titik tertentu dan anjurkan untuk

tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip.

7. Bila pasien atau pemeriksa memakai kacamata hendaknya dilepas dulu.

8. Pegang oftalmoskop, atau lensa pada angka nol, nylakan dan arahkan pada pupil

mata pada jarak sekitar 30 cm sampai pemeriksa menemukan red reflex yang

merupakan pancaran dari cahaya retina. Bila letak oftalmoskop tidak tepat, red reflex

tidak akan muncul. Red reflex juga tidak muncul pada berbagai gangguan misalnya

katarak

9. Bila red reflex sudah ditemukan, dekatkan oftalmoskop secara perlahan ke mata

pasien. Bila pasien myopia, atur control kea rah negative (merah). Bila pasien

hiperopia atur control kea rah positif (hitam).

10. Amati fundus secara sistematis yang diawali dengan mengamati pembuluh darah

besar. Catat bila ditemukan kelainan. Lanjutkan pengamatan dengan

membandingkan ukuran arteri dan vena 4:5. Kemudian amati warna macula yang

normalnya tampak lebih terang daripada retina. Berikutnya amati warna, batas, dan

pigmentasi diskus optikus. Normalnya diskus optikus berbentuk melingkar berwarna

merah muda agak kuning, batasan terang dan tetap dengan jumlah pigmen yang

bervariasi. Lalu amati warna retina, kemungkinan ada darah, dan setiap ada kelainan.

11. Bandingkan mata kanan dan kiri.

12. Catat hasil pengkajian dengan jelas.

13. Setelah pengkajian selesai, teteskan pilokarpin 2% untuk menetralisasi dilatasi pada

mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi tropikamid).

14. Tunggu/pastikan pasien dapat melihat seperti semula.

(Priharjo,Robert, 2006:57)

Page 17: SGD 1 Pemeriksaan fisik

II. PEMERIKSAAN FISIK PADA TELINGA

Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai memberan

timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang

pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe

dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui Rissener yang mendorong

endolimfe dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak

sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong kearah luar.

Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na menjadi

aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan ransangan ke

pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis

(Koesora,2009).

Gambar 8. Anatomi telinga

Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kelainan pada telinga/fungsi

pada telinga yaitu terdiri dari 4 tes:

1. Tes Bisik

Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan

1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi Anda pada jarak sekitar 4,5-6 meter.

2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.

3. Bisikkan suatu bilangan (misalnya., tujuh enam).

Page 18: SGD 1 Pemeriksaan fisik

4. Beri tahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar.

5. Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang sama.

6. Bandingkan kemampuan mendengar pada telingan kanan dan kiri pasien.

Gambar 9. Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan

Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan dapat juga dikerjakan dengan

menggunakan arloji.

Cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan arloji

1. Pegang sebuah arloji disamping telinga pasien

2. Minta pasien menyatakan apakah mendengar detak arloji.

3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta pasien menyatakan

bila tidak dapat mendengar lagi detak arloji tersebut. Normalnya detak arloji masih

dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm dari telinga.

4. Bandingkan telinga kanan dan kiri.

2. Tes Bisik Modifikasi

Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik

modifikasi digunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang berpendengaran

normal dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari sejumlah besar populasi.

Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS.

Cara melakukan tes bisik modifikasi, yaitu :

1. Lakukan dalam ruangan kedap suara.

2. Bisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik konvensional

karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik konvensional.

Page 19: SGD 1 Pemeriksaan fisik

3. Perlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan kepala kita atau

pemeriksa berada di belakang penderita sambil melakukan masking (menutup

telinga penderita yang tidak diperiksa dengan menekan tragus penderita ke arah

meatus akustikus eksternus).

4. Pendengaran penderita normal bilamana penderita masih bisa mendengar 80% dari

semua kata yang kita bisikkan.

3. Tes Garputala

Gambar 10. Garputala

Tes garputala yaitu tes fungsi pendengaran dengan menggunakan garputala. Tes

garputala ini terdiri dari tes:

A. Tes Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang

dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a. Garputala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak

lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus).

Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garputala dipindahkan ke

depan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih

dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat

mendengarnya

b. Garputala 512 Hz di bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala

didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah

bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada

Page 20: SGD 1 Pemeriksaan fisik

dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika

pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya

tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus

lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

1. Normal : tes rinne positif

2. Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)

3. Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

a. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

b. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

c. Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi

I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa

maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,

tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum

pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah

tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid

pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan

garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

(Koesora,2009)

GgGambar 11. Tes Rinne

B. Tes Weber

Tujuan melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara

kedua telinga pasien. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh

tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala.

Page 21: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Cara melakukan tes weber yaitu membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya di

letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar

atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1

telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama

tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.

Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani misal otitis media purulenta

pada telinga kanan serta adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani, bila ada bunyi

segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:

a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai

ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:

1. Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah

kanan.

2. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan

lebih hebat.

3. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka

di dengar sebelah kanan.

4. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada

sebelah kanan.

5. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

(Koesora,2009)

Gambar 12. Tes Weber

C. Tes Swabach

Page 22: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Tujuan melakukuan tes ini adalah membandingkan daya transport melalui tulang

mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus.

Dasar pemeriksaan :

Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh: getaran yang

datang melalui udara dan getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo

temporale

Cara Kerja :

Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala

probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah

dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat tidak mendengar suara

garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala

orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi

pembanding dua kemungkinan dapat terjadi: akan mendengar suara, atau tidak

mendengar suara.

(Koesora,2009)

3. Tes Audiometri

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur

(uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman

pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan

anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran

seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat

ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi

seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengaran atau seseorang yag akan

bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan

pasien yang kooperatif.

Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :

a. Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat

menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi yaitu antara 250-500,

1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang

dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang

Page 23: SGD 1 Pemeriksaan fisik

diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk mengukur ketajaman pendengaran

melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang,

sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan

membaca audiogram kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran

seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran

normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran

untuk nada muri.

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi

20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami

percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan

dalam Desibel

Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai

berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada

stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri

dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala

skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan

adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction

menggambarkan SNHL.

b. Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata

terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi,

untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur

hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya pada tes ini alat uji

pendengarannya menggunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita.

Page 24: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang

dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke

telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada

piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan

melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setiap kata

yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena

intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk menebaknya. Pemeriksa

mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada

tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah

intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi

kata-kata yanag diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran

yaitu :

a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang

dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut

persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).

b. Kemampuan maksimal pendengaran untuk mendiskriminasikan setiap satuan

bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai

diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi

maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara

dapat berapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni

pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat

nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Kriteria orang tuli pada tes ini adalah:

Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB

Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB

Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB

Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Tujuan tes audiometric adalah

1. Mediagnostik penyakit telinga

2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakapan sehari-hari,

atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan,

apakah butuh alat pembantu mendengar atau pendidikan khusus, ganti rugi

(misalnya dalam bidang kedokteran kehakiman dan asuransi).

Page 25: SGD 1 Pemeriksaan fisik

3. Skrining anak balita dan SD

4. Memonitor untuk pekerja-pekerja ditempat bising

(Koesora,2009)

Gambar 13. Tes Audiometri

III. PEMERIKSAAN FISIK PADA KULIT

Kulit merupakan system tubuh yang paling besar. Pada dasarnya kulit terdiri dari tiga

bagian, yaitu bagian luar (epidermis), bagian tengah (dermis), dan bagian dalam (lapisan

lemak subkutan) yang juga disebut hypodermis. Secara umum, kulit berfungsi untuk

melindungi jaringan di bawahnya, sebagai persepsi sensori, pengatur suhu tubuh dan tekanan

darah, sintesis vitamin, serta sebagai tempat pengeluaran/sekresi keringat.

(Priharjo,Robert,2006)

Gambar 14. Anatomi kulit

a. Inspeksi dan Palpasi

Page 26: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Agar data yang diperoleh dalam pengkajian benar-benar tepat, pengkajian harus

dilakukan dengan pencahayaan yang memadai. Kulit harus dikaji secara menyeluruh dan

tidak terbatas pada lokasi abnormal saja. Dalam pelaksanaannya, kulit dapat dikaji

bersama-sama sewaktu mengkaji bagian tubuh yang lain. Perawat sering kali dapat

mendeteksi adanya gangguan kulit karena adanya kesempatan untuk mengadakan kontak

dengan pasien. Pengkajian kulit juga dapat dilakukan sewaktu perawat membantu pasien

dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri. Bagi pasien yang harus tirah baring atau yang

menglami gangguan mobilitas, perawat secara teratur juga harus mengkaji kondisi kulit

untuk mengamati adanya tanda-tanda luka tekan/dekubitus. (Priharjo,Robert,2006)

Tampilan umum kulit dikaji dengan mengamati warna, suhu, kelembaban, kekeringan

tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularisasi, mobilitas dan kondisi rambut serta kuku.

Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan elastisitas kulit harus dinilai dengan palpasi.

Warna kulit bervariasi antara orang yang satu dengan lainnya, berkisar dari warna

gading hingga coklat gelap. Kulit bagian tubuh yang terbuka, khususnya dikawasan yang

beriklim panas dan banyak cahaya matahari, cenderung lebih berpigmen dari pada bagian

tubuh lainnya. Efek vasodilatasi yang ditimbulkan oleh demam, sengatan matahari dan

inflamasi akan menimbulkan bercak merah muda atau kemerahan pada kulit. Pucat

merupakan keadaan tidak adanya atau berkurangnya tonus serta vaskularitas kulit yang

normal dan paling jelas terlihat pada konjungtiva. Warna kebiruan pada sianosis

menunjukkan hipoksia seluler dan mudah terlihat pada ekstremitas , dasar kuku, bibir serta

membrane mukosa. Ikterus , yaitu kulit yang menguning, berhubungan langsung dengan

kenaikan kadar bilirubin serum dan acapkali terlihat pada sclera serta membrane mukosa.

Selanjutnya yang di inspeksi pada kulit adalah Hygiene kulit, penilaian atas kebersihan

yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang. Dan kelainan-kelainan yang

bisa nampak pada inspeksi. Pada palpasi, pertama-tama dirasakan kehangatan kulit,

(dingin-hangat-demam), kemudian kelembabannya, pasien dehidrasi terasa kering dan

pasien hipertyroidisme berkeringat terlalu banyak. Texture kulit dirasakan halus, lunak,

lentur, pada kulit normal. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat

kembali ke keadaan semula, menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi. Krepitasi

teraba ada gelembung-gelembung udara dibawah kulit akibat fraktura tulang-tulang iga

atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa berada dibawah kulit

dada. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh dijaringan tubuh lebih daripada jumlah

semestinya. Misal, Pitting edema, bila menjadi cekung setelah penekanan pada tempat-

tempat pretibial, saklrum, jari-jari, kelopak mata. Dan untuk non pitting edema tidak

Page 27: SGD 1 Pemeriksaan fisik

menjadi cekung setelah penekanan, pada mixedema (hipotyroid). (Brunner &

Suddarth,2001)

Gambar 15. Pemeriksaan palpasi

b. Pemeriksaan Sensitibilitas

Pemeriksaan fisik pada kulit juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan sensitibilitas,

pemeriksaan sensibilitas ini merupakan pemeriksaan yang tidak mudah. Kita bergantung

kepada perasaan penderita, jadi bersifat subjektif. Selain itu, reaksi seseorang terhadap

rangsangan dapat berbeda-beda, malah pada satu orangpun reaksi tersebut dapat

berbeda, tergantung pada keadaannya, apakah ia sedang lelah, atau pikirannya terpusat

pada hal yang lain.

Agar didapat hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut: selama

pemeriksaan diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan perhatiannya

dapat dipusatkan pada pemeriksaan.

Pemeriksaan:

Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluha

mengenai sensabilitas. Bila ada suruh ia menunjukkan lokasinya. Dari bentuk daerah yang

terganggu dapat diduga apakah ganggguan bersifat sentral, perifer, atau berbentuk

dermatom. Dermatom merupakan daerah kulit yang disarafi oleh akar posterior dan

ganglionnya. Pada pasien histeri daerah yang terganggu tidak sesuai dengan pola

anatomic, umumnya batas gangguan amat tegas, serinng berbentuk kaus dan melibatkan

seluruh jenis sensibilitas.

Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktu-

waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin; dan juga factor-faktor yang dapat mencetuskan

kelainan ini. Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah-daerah kulit yang kurang

Page 28: SGD 1 Pemeriksaan fisik

merasa, sama sekali tidak merasa atau daerah yang bertambah perasaannya.

Bertambahnya perasaan dapat disebabkan oleh iritasi pada reseptor atau serabut saraf

atau karena fenomena pelepasan (release). Kata disestesia digunakan untuk menyatakan

adanya perasaan yang berlainan dari rangsangan yang diberikan, misalnya bila pasien

diraba ia merasa seolah-olah dibakar atau semutan. Kata parestesia merupakan perasaan

abnormal yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa-dingin, panas, semutan,

ditusuk-tusuk, rasa-berat, rasa ditekan atau rasa gatal.

Pada pemeriksaan sensabilitas eksteroseptif, perlu diperiksa rasa raba, rasa nyeri,

dan rasa suhu.

Rasa raba : sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain

dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau

pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang

simetris. Thigmentesia berarti rasa raba halus. Bila rasa raba hilang disebut

thigmanesthrsia.

Rasa nyeri : dapat dibagi menjadi:

a. rasa-nyeri-tusuk (rasa nyeri cepat): rasa nyeri yang mempunyai sifat yang tajam,

seperti bila tertusuk jarum.

b. rasa-nyeri-tumpul (rasa nyeri lamban): rasa nyeri yang timbul bila testis dipijat.

Reseptor rasa-nyeri tidak mempunyai bentuk tertentu dan terdiri dari serabut-serabut

saraf yang tidak berselubung, ia terdapat pada epidermis kulit dan pada selaput

lender. Pada beberapa tempat jumlah serabut-serabut ini berdekatan misalnya pada

lidah, bibir, kemaluan dan ujung jari.

Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum atau

peniti. Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa-nyeri

dan bukan rasa-disemtuh atau rasa-raba. Kita periksa seluruh tubuh, dan bagian-

bagian yang simetris dibandingkan. Bila bagian yang simetris dibandingkan, tusukan

harus sama kuat.

Rasa suhu : ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin.

Rangsangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri. Rasa suhu

diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa

dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat

digunakan air yang bersuhu sekitar 10-200C dan untuk panasyang bersuhu 40-500C.

Page 29: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-

bagian yang simetris. Bagian yang simetris ini harus diusahakan agar berada dalam

kondisi yang sama.

Bila kita memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisah atau yang agak menurun

kesadarannya, maka pemeriksaan rasa-tusuk masih dapat dilakukan, sedang yang lainnya

(rasa raba dan rasa suhu) perlu ditangguhkan. Pada anak, pemeriksaan ini biasanya

dilakukan dan kita nilai dari reaksi atau tangisan si anak (bayi). (Lumbantobing,2008)

IV. PEMERIKSAAN FISIK PADA HIDUNG

Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung.

Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar , bagian dalam, kemudian sinus-sinus. Pasien

dipersiapkan dalam posisi duduk bila memungkinkan. Peralatan yang dipersiapkan antara lain

otoskop, speculum hidung, cermin kecil, dan sumber penerangan/ lampu.

Gambar 16. Anatomi Hidung

a. Inspeksi dan Palpasi

Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus-sinus :

1. Duduk menghadap pasien.

2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping, dan sisi atas.

Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini.

Page 30: SGD 1 Pemeriksaan fisik

3. Amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung.

4. Amati kesimetrisan lubang hidung.

5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan

ketidaknormalan kulit atau tulang hidung.

6. Kaji mobilitas septum nasi.

7. Palpasi sinus maksilaris , frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan adanya nyeri tekan.

Untuk dapat melakukan inspeksi hidung bagian dalam, ada beberapa peralatan

yang diperlukan antara lain otoskop, speculum hidung, cermin kecil dan lampu. Tidak

disarankan bagi peserta didik keperawatan untuk melakukan praktik ini kecuali di bawah

pengawasan instruktur yang berpengalaman.

Cara inspeksi hidung bagian dalam :

1. Duduk menghadap pasien.

2. Pasang lampu kepala.

3. Atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung.

4. Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara lembut dengan

ibu jari anda, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.

5. Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi.

6. Amati bagian konka nasalis inferior.

7. Pasang ujung speculum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat

diamati.

8. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala sedikit

menengadah.

9. Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga hidung mudah diamati.

10. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga hidung serta

selaput lendir pada rongga hidung (warna , sekresi, dan bengkak).

11. Bila sudah selesai, lepas speculum secara perlahan-lahan.

Pengkajian hidung bagian dalam yang dilakukan di bawah bimbingan instruktur ahli,

dapat pula menggunakan otoskop. Dianjurkan menggunakan otoskop yang dilengkapi

dengan speculum hidung dan kaca pembesar. Pengkajian kepatenan jalan napas

dilakukan terutama bila dicurigai adanya sumbatan atau deformitas pada rongga hidung

bagian bawah.

Cara pengkajian kepatenan jalan napas :

1. Duduk di hadapan pasien

Page 31: SGD 1 Pemeriksaan fisik

2. Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung pasien, minta pasien

menghembuskan udara dari lubang hidung yang tidak ditutup dan rasakan hembusan

udara tersebut. Normalnya udara dapat dihembuskan dengan mudah dan dapat

dirasakan dengan jelas.

3. Kaji lubang hidung sebelahnya.

Kepatenan jalan napas juga dapat dikaji dengan menggunakan sebuah cermin yang

diletakkan di bawah hidung, pasien dianjurkan untuk menghembuskan udara dengan mulut

tertutup, kemudian kondensasi udara pada cermin diamati. Normalnya sisi kanan dan kiri

seimbang.

V. PEMERIKSAAN FISIK PADA LIDAH

Lidah adalah bagian dan tubuh yang terletak di rongga mulut. Lidah ini terdiri atas

otottetapi tidak ada tulang di dalamnya. Dia mampu bergerak sendiri, tidak seperti lengan

atau tungkai yang ada tulangnya. Lidah merupakan salah satu dan panca indera. Berfungsi

sebagai alat untuk mengecap, dan juga untuk berbicara. Menurut Ayurveda, lidah ini erat

sekali kaitannya dengan organ tubuh bagian dalam. Oleh karena organ bagian dalam sulit

dilihat dan diperiksa dan luar, maka dengan memeriksa lidah ataü jihva dapat juga

membantu menegakkan diagnosis yang tepat. Hal ini dimungkinkan karena energi vital

berada serta bergerak pula di seluruh bagian lidah. Gerakan prima ini sesuai dengan

keadaan organ di bagian dalam tubuh. Perubahan warna, penebalan atau penipisan bagian

tertentu dan lidah menunjukkan adanya kelainan atau gangguan pada organ tertentu dalam

tubuh. Jika dilihat dan segi bentuk, maka ujung lidah merupakan cerminan keadaan di tubuh

bagian atas. Bagian tengah dan pangkal lidah sebagai refleksitubuh bagian yang lebih di

bawahnya. Oleh sebab itu, perubahan yang terjadi pada ujung lidah pada umumnya

menunjukkan adanya gangguan pada organ tubuh bagian atas, terutama di daerah dada.

Makin ke belakang, pada pangkal lidah menandakan adanya gangguan pada organ.

Page 32: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Gambar 17. Anatomi lidah

Warna Lidah

Warna lidah yang normal adalah merah muda,namun sering kali warna lidah seseorang

tidah merah muda,warna patologis yang sering diobsevasi adalah pucat, merah, merah tua,

merah keunguan, dan biru.

1. Pucat jika warna lidah pucat, itu menunjukkan adanya sirkulasi atau produksi darah yang

tidak baik. Karena terkait dengan sirkulasi udara, kemungkinan terjadi masalah dengan

hati, pasalnya salah satu fungsi hati adalah sebagai filter darah.

2. Kekuningan jika warna lidah anda kekuningan, berarti ada infeksi bekteri, baik dari dalam

tubuh maupun luar tubuh, jika warna kekuningan menuju kehijauan berarti infeksi

bakterinya semakin parah.

3. Merah jika lidah anda berwarna merah, itu menandakan adanya panas dalam, jika warna

merah hanya ada pada ujung lidah, itu menandakan adanya panas pada jantung. Jika

warna merah hanya ada pada sisi lidah, baik sisi kanan maupun kiri, itu menunjukkan

adanya panas dalam hati atau kandung empedu. Jika warna merahnya lebih tua maka

penyakitnya sudah parah.

4. Ungu jika warna lidah anda ungu, itu menunjukkan adanya statis darah atau darah tidak

lancer, warna ungu disini ada 2 yaitu merah ungu dan biru ungu. Merah ungu adalah

kelanjutan lidah merah dan berati adanya panas dan statis darah. Biru ungu adalah

kelanjutan lidah pucat, berati adanya dingin dan statis darah pada penderita.

5. Biru jika lidah berwarna biru, berati terjadi keadaan yang sama dengan jika lidah berwarna

biru keunguan, yakni adanya dingin dan statis darah namun kondisinya lebih parah.

Bentuk Lidah

Page 33: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Bentuk lidah memberi indikasi keadaan darah dalam tubuh bentuk lidah yang ideal

adalah yang sesuai dengan bentuk rahang,artinya berada dalam lengkung rahang yang

sempurna,dan memiliki bentuk yang tidak terlalu tebal namun juga tidak terlalu tipis idealnya

sekitar 1 cm. Dibawah ini beberapa bentuk lidah yang tidak normal:

1. Tipis : Jika lidah berbentuk tipis, apalagi disertai warna pucat, itu menunjukkan adanya

defiensi (kekurangan) darah. Hal itu berhubungan dengan hati, semakin tipis bentuk

lidah, berarti semakin menahun penyakit yang diderita.

2. Tebal : Jika bentuk lidah tebal, itu menunjukkan sirkulasi dalam tubuh tidak normal,

sirkulasi ini meliputi, sirkulasi air, nutrisi dan darah. Jadi, jika ketika lidah berbentuk

tebal, kemungkinan ada masalah pada ginjal, limpa dan hati.

3. Kaku : Jika lidah kaku, itu menunjukkan adanya angin dalam tubuh. Karena bagian

dalam tubuh kemasukan angin, maka itu menyebabkan lidah menjdi kaku.

4. Panjang : Jika lidah panjang, berarti ada kecenderungan panas dalam tubuh, terutama

didalam jantung, sebaliknya jika lidah berbentuk pendek dan disertai warna pucat itu

menandakan adanya dingin dalam tubuh.

5. Retak : Jika retak-retak transversal menunjukkan defiensi lambung, bila retak-retak

terdapat pada sisi lidah didekat pertengahan, berarti adanya defiensi menahun pada

limpa. Retak memanjang pada garius tengah yang mendekati ujung lidah, berati adanya

gangguan pada jantung.

Pemeriksaan pada lidah :

a. Inspeksi Lidah

Pemeriksaan fisik lidah didahului dengan pemeriksaan mukosa.

Periksa mukosa apakah ada massa?

Apakah lidahnya lembab?

Apakah ada lesi berbentuk massa pada sisi atau permukaan bawah lidah?

Minta pada pasien untuk mengangkat lidahnya ke atap mulut sehingga permukaan

bawah lidah mudah diperiksa. Pada orang-orang yang lebih tua, vena-vena besar pada

aspek ventral lidah dapat menjadi berkelok-kelok. Varikosis ini tidak pernah berdarah dan

tidak mempunyai arti klinis.

Periksa pada lidah pasien apakah ada Candidiasis. Candidiasis yang dikenal pula

sebabagi moniliasis atau thrush, adalah suatu infeksi jamur oportunistik yang lazim

berkaitan dengan pemakaian antibiotik berspektrum luas. Infeksi sering menyerang rongga

mulut, saluran cerna, perineum atau vagina. Lesinya terlihat sebagai membran putih yang

melekat secara longgar, dan dibawahnya terdapat mukosa yang merah menyala.

Page 34: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Candidiasis oral tidak lazim ditemukan pada rang yang sehat yang tidak mendapat terapi

antibiotik. Adanya candidiasis pada orang seperti itu mungkin merupakan manifestasi dini

AIDS. Candidiasis merupakan infeksi oral yang paling sering ditemukan pada pasien AIDS.

Selain memeriksa lidah pasien apakah ada candidiasis, periksa juga apakah pada

lidah pasien terdapat leukoplakia. Leukoplakia bentuk baru yang disebut leukoplakia

berambut oral kelihatannya berkaitan dengan perkembangan AIDS selanjutnya. Lesi putih

yang menonjol ini kelihatannya berombak-ombak atau “berambut” dan ukurannya berkisar

mulai dari beberapa milimeter sampai 2-3 cm. Penyakit ini paling sering ditemukan pada

tepi lateral lidah tetapi dapat dijumpai pula pada mukosa pipi.

b. Pemeriksaan Saraf Kranialis XII

Minta pada pasien untuk menjulurkan lidahnya. Apakah lidah tersebut berdeviasi ke

satu sisi? Kelumpuhan nervus hipoglosus atau saraf kranialis kedua belas membuat otot-

otot lidah pada sisi yang terkena tidak dapat berkontraksi dengan normal. Oleh karena itu,

sisi kontralateral “mendorong” lidah ke sisi lesi.

c. Palpasi Lidah

Setelah melakukan inspeksi lidah dengan cermat, pemeriksaan dilanjutkan dengan

palpasi yang seksama.

Palpapsi lidah dilakukan dengan meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya ke

dalam sepotong kasa.

Lidah itu kemudian dipegang oleh tangan kiri pemeriksa ketika sisi-sisi lidah

diinspeksi dan dipalpasi dengan tangan kanan.

Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah dapat diperiksa tanpa menimbulkan refleks

muntah. Sangat penting untuk mempalpasi tepi lateral lidah, karena lebih dari 85% dari

semua kanker lidah timbul didaerah ini.

Semua lesi putih harus dipalpasi. Apakah ada tanda-tanda indurasi (pengerasan)?

Indurasi atau ulserasi sangat mengarah kepada karsinoma. Setelah palpasi lidah, lidah

tersebut dikeluarkan dari kasa dan kasanya dibuang.

Sewaktu mempalpasi mulut pasien, pemeriksa harus memegang pipi pasien,

merupakan tindakan pencegahan kalau-kalau pasien berusaha berbicara atau menggigit

jari pemeriksa.

d. Palpasi Dasar Mulut

Dasar mulut harus diperiksa denga palpasi bimanual. Ini dilakukan dengan

meletakkan satu jari di bawah lidah dan jari lain di bawah dagu untuk memeriksa adanya

penebalan atau massa.

Page 35: SGD 1 Pemeriksaan fisik

Kelainan pada Lidah

Kelainan yang terjadi pada lidah manusia adalah sebagai berikut. Diantaranya adalah :

Glositis, atau peradangan lidah. Bisa akut ataupun kronis. Dengan gejala berupa adanya

ulkus dan lender yang menutupi lidah. Peradangan ini biasa timbul pada pasien yang

mengalami gangguan pencernaan ataupun infeksi pada gigi. Lidah lembek dan pucat,

dengan bekas – bekas gigitan pada pinggirnya. Biasanya, glositis kronis menghilang,

apabila kesehatan badan membaik dan memelihara higien mulut yang baik.

Lekoplakia, ditandai oleh adanya bercak–bercak putih yang tebal pada permukaan lidah

(juga pada selaput lender pipi dan gusi). Hal ini biasanya terlihat pada perokok.

Cara Memelihara Lidah

Cara memelihara agar lidah tetap berfungsi adalah sebagai berikut:

1. Jangan dibiasakan makan dan minim yang masih panas, karena akan berpengaruh

pada lidah.

2. Menggosok gigi secara teratur untuk mengatasi terjadinya infeksi pada gigi.

3. Kurangi merokok bagi perokok berat agar tidak terjadi bercak – bercak putih pada lidah.

Page 36: SGD 1 Pemeriksaan fisik

DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC

H.Swartz,Mark. 1995. Diagnostik Fisik. EGC:Jakarta

Koesora.2009.Pemeriksaan Tes Pendengaran.

http://pemeriksaantespendengaran.blogspot.com/ (akses 29 november 2010)

Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.Jakarta:EGC

Lumbantobing.2008.Neurologi Klinik.Jakarta: balai penerbit FKUI

http://www.mediacollege.com/lighting/colour/colourblind.html (diakses pada 11 Desember 2010)