Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

60
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RS HASAN SADIKIN BANDUNG Sari Pustaka : / November 2011 Oleh : Vidi Permatagalih Subdivisi : Pediatric Intensive Care Unit Pembimbing : dr. Enny Harliany Alwi, SpA(K), M. Kes Dr. dr. Dadang Hudaya Somasetia, SpA(K), M. Kes dr. Dzulfikar Djalil LH, SpA(K), M.Kes dr. Stanza Uga Peryoga, SpA Hari / tanggal : Senin, 7 November 2011 SEPSIS PADA ANAK DENGAN IMUNOKOMPROMAIS PENDAHULUAN Sepsis yang dicetuskan oleh infeksi dapat berkembang menjadi syok septik dan kematian masih tetap merupakan masalah besar dalam bidang pediatrik. 1 Penelitian oleh Watson dkk, pada tahun 1995, melaporkan lebih dari 42.000 anak dengan sepsis berat dengan mortalitas 10,3% di Amerika Serikat (AS). 2 Menurut data WHO tahun 2006 didapatkan bahwa penyakit utama yang menyebabkan kematian pada anak adalah pneumonia, diare, dan sepsis neonatus. 3 Sedangkan pada tahun 2005 WHO mengumumkan kematian global anak sebanyak 80% disebabkan lima infeksi berat yaitu, pneumonia, malaria, campak, sepsis dan diare. 4 Sepsis dapat timbul sebagai komplikasi infeksi lokal atau dapat mengikuti kolonisasi dan invasi mukosa oleh patogen yang virulens. Anak usia 3 bulan sampai 3 tahun merupakan usia dengan faktor risiko bakteriemia yang biasanya berkembang menjadi sepsis. 1 Anak yang berisiko tinggi terhadap sepsis dan komplikasinya adalah bayi, anak dengan trauma serius, anak 1

description

referat

Transcript of Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Page 1: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RS HASAN SADIKIN BANDUNGSari Pustaka : / November 2011Oleh : Vidi PermatagalihSubdivisi : Pediatric Intensive Care UnitPembimbing : dr. Enny Harliany Alwi, SpA(K), M. Kes

Dr. dr. Dadang Hudaya Somasetia, SpA(K), M. Kes dr. Dzulfikar Djalil LH, SpA(K), M.Kes dr. Stanza Uga Peryoga, SpA

Hari / tanggal : Senin, 7 November 2011

SEPSIS PADA ANAK DENGAN IMUNOKOMPROMAIS

PENDAHULUAN

Sepsis yang dicetuskan oleh infeksi dapat berkembang menjadi syok septik dan kematian

masih tetap merupakan masalah besar dalam bidang pediatrik.1 Penelitian oleh Watson dkk,

pada tahun 1995, melaporkan lebih dari 42.000 anak dengan sepsis berat dengan mortalitas

10,3% di Amerika Serikat (AS).2 Menurut data WHO tahun 2006 didapatkan bahwa penyakit

utama yang menyebabkan kematian pada anak adalah pneumonia, diare, dan sepsis neonatus.3

Sedangkan pada tahun 2005 WHO mengumumkan kematian global anak sebanyak 80%

disebabkan lima infeksi berat yaitu, pneumonia, malaria, campak, sepsis dan diare.4

Sepsis dapat timbul sebagai komplikasi infeksi lokal atau dapat mengikuti kolonisasi

dan invasi mukosa oleh patogen yang virulens. Anak usia 3 bulan sampai 3 tahun merupakan

usia dengan faktor risiko bakteriemia yang biasanya berkembang menjadi sepsis.1 Anak yang

berisiko tinggi terhadap sepsis dan komplikasinya adalah bayi, anak dengan trauma serius,

anak yang mendapat terapi antibiotik lama, anak dengan malnutrisi, dan masalah medikal

kronis, termasuk anak dengan sistem imun yang tertekan seperti pada anak dengan sindroma

imunodefisiensi didapat pada infeksi HIV (Aquired Immunodeficiency Syndrome=AIDS) dan

imunodefisiensi kongenital/primer, anak yang menerima transplantasi, kemoterapi

imunosupresif pada keganasan, atau pemberian kortikosteroid.1

Penyakit dan infeksi akan berkembang bila sistem imun inang gagal dalam

melindungi tubuh terhadap bakteri patogen. Pada anak normal, sistem imun yang timbul akan

dapat mempertahankan diri dari rangkaian respon imun terhadap bakteri dan dapat mencegah

timbulnya penyakit. Sementara pada anak yang mengalami gangguan sistem imun, akan

mengalami kesulitan atau bahkan kegagalan dalam mempertahankan diri dari infeksi. Hal ini

bergantung pada derajat disfungsi imun yang dialami anak sehingga gagal membentuk respon

1

Page 2: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

pertahanan diri terhadap infeksi.5 Kerusakan/kegagal sistem imum seluler dan humoral timbul

sebagai konsekuensi dari imaturitas, keganasan, transfusi, sepsis, syok, infeksi virus,

tuberkulosis dan malaria. Pasien-pasien dengan imunodefisiensi primer ataupun didapat

merupakan faktor risiko mendapat infeksi oportunistik dan manifestasi yang tidak biasa dari

berbagai penyakit.6 Pada makalah ini akan dibahas mengenai faktor predisposisi, tatalaksana

sepsis pada anak dengan status imun yang rendah termasuk pada anak dengan infeksi HIV.

DEFINISI

Imunodefisiensi adalah kegagalan antibodi humoral atau respon imun yang diperantarai sel.

Bila disebabkan karena defek pada limfosit T atau B, maka disebut imunodefisiensi primer.

Bila kondisi ini disebabkan karena hilangnya/berkurangnya antibodi dan/atau limfosit maka

disebut imunodefisiensi sekunder.7,8

Imunokompromais adalah suatu keadaan yang menunjukka ketidakmampuan tubuh untuk

memberikan respon imun yang fisiologis/normal.7

ETIOLOGI

Keadaan imunokompromais dapat disebabkan oleh defiensi imun kongenital atau pun didapat

(Primary Immuno Deficiencies=PIDs dan Aquired Immune Deficiencies). Pada PID sangat

sulit ditentukan insidensinya karena terkadang timbul dengan manifestasi berat saat lahir

sehingga menyebabkan kematian pada usia bayi dini.8 Sementara sebagian juga

bermanifestasi pada saatn remaja atau dewasa 10 sampai 20 tahun kemudian.9

Pada AID, defisiensi imun disebabkan penekanan fungsi imun yang menyebabkan

peningkatan kerentanan terhadap infeksi dari penyakit yang mendasarinya. Namun yang

paling banyak menyebabkan AID ini adalah infeksi HIV pada anak dan AID ini lebih sering

didapatkan dibandingkan dengan PID (Tabel 1).8

PATOFISIOLOGI RESPON IMUN PADA SEPSIS

Fenomena klinis terjadinya sepsis sangatlah kompleks. Ada beberapa hal yang terjadi pada

sepsis. Perubahan tersebut terjadi pada berbagai tingkat selular, humoral dan fungsi organ.

Aktivasi sel yang berespon terhadap bakteri atau komponen bakteri akan menyebabkan

dikeluarkannya berbagai mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan vasodilatasi

ataupun bisa juga langsung berinteraksi dengan sistem koagulasi yang nantinya akan

menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata.10-12

Sistem Imunitas2

Page 3: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Sepsis merupakan reaksi tubuh terhadap infeksi, dan hampir selalu merupakan reaksi

terhadap infeksi jamur atau bakteri. Organisme yang infeksius atau produknya akan

mengaktifkan sistem imunitas, termasuk diantaranya neutrofil, monosit, dan makrofag yang

selanjutnya akan menstimulasi dilepaskan mediator inflamasi yaitu sitokin. Sistem

komplemen merupakan sekelompok protein plasma yang biasanya dalam keadaan tidak aktif.

Protein-protein tersebut diaktivasi diaktivasi baik secara langsung maupun oleh adanya

antibodi patogen (organisme yang masuk ke dalam tubuh) sehingga menyebabkan

terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Protein komplemen mengaktivasi reaksi “cascade”

untuk membentuk sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme. Sekali teraktivasi,

sistem komplemen akan menyebabkan aktivasi leukosit, menyebabkan degranulasi sel mast

(yang akan melepaskan histamin dan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah dan vasodilatasi), sehingga dapat menyebabkan terjadinya syok.11,12,13

Gambar 1 Respons Imun Terhadap Zat PatogenSumber: Hotchkiss dkk, 2003.13

Sel fagosit (neutrofil, monosit, makrofag) akan mengenali mikroorganisme secara

langsung dengan bantuan komplemen atau antibodi. Sel fagosit akan mencerna

mikroorganisme dan melepas metabolit aktif dan mediator inflamasi yang kemudiannya akan

menyebabkan proses inflamasi, vasodilatasi dan perembesan kapiler. Mikroorganisme bisa

juga secara langsung menyebabkan kerusakan sel yang selanjutnya melepaskan mediator-

mediator inflamasi. Beberapa kerja dari mediator-mediator inflamasi dapat dilihat pada tabel

2.11,12

3

Page 4: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Tabel 1. Efek Mediator Inflamasi

Mediator Sumber Efek utamaHistamin Sel mast, basofil,

trombosit Vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

Serotonin  Trombosit Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, agregasi trombosit

Prostaglandin   Leukosit, trombosit, sel endotelial

Vasodilatasi (kecuali tromboksan, menyebabkan vasokonstriksi)

Leukotrien Leukosit Vasokonstriksi, bronkospasme, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

Platelet activating factor (PAF)

Leukosit, trombosit, sel endotelial

Agregasi dan degranulasi trombosit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, adhesi leukosit

Nitric oxide (NO)  Sel endotelial, makrofag, trombosit

Vasodilatasi

Sitokin Makrofag, limfosit  Vasodilatasi, demam, letargi, menarik leukositKinin (Bradikinin)  Circulates in plasma

inactive Meningkatkan permeabilitas kapiler, vasodilatasi

Sistem Komplemen Cascade of inactive plasma proteins

Aktivasi leukosit, fagositosis.C3a dan C5a meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan vasodilatasi

Sumber: Daniels R dkk, 2007.12

Inflamasi

Inflamasi merupakan respons protektif tubuh yang terdiri dari 3 fase:12

1. Vasodilatasi: peningkatan aliran darah, menyebabkan fagositosis, antibodi dan faktor

pembekuan dialirkan ke daerah terinfeksi. Sebagian besar mediator inflamasi akan

menyebabkan vasodilatasi masif, sehingga akan terjadi takikardia, hipotensi, dan

gangguan perfusi organ. Pada fase awal hal ini tampak sebagai oliguria, penurunan

kesadaran, dll. Vasodilatasi juga dapat menyebabkan hipotermia.

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan protein plasma masuk

ke daerah terinfeksi. sehingga isi pembuluh darah masuk ke dalam rongga

ekstravaskular dan terjadi edema jaringan dan berkurangnya isi pembuluh darah.

Ditambah dengan vasodilatasi akan berakibat terjadinya takikardia, hipotensi dan

syok. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah juga terjadi pada kapiler paru yang

menyebabkan terjadinya edema paru dan adanya infiltrat yang kemudian akan

menimbulkan hipoksemia arteri, menurunkan komplains paru, dan peningkatan usaha

nafas.

3. Migrasi leukosit ke daerah terinfeksi.

4

Page 5: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Gambar 2 Efek Mediator Inflamasi pada Vasodilatasi.Sumber: Daniel R, 2007.12

Sepsis merupakan hasil dari kumpulan interaksi antara mikroorganisme yang

menginfeksi tubuh dengan imunitas dari inang, inflamasi dan respon koagulasi. Respon inang

dan karakteristik organisme yang menginfeksi mempengaruhi keluaran pada pasien-pasien

dengan sepsis dan pada disfungsi organ terjadi respon infeksi yang tidak adekuat. Pertahanan

tubuh dapat dikategorikan berdasarkan respon innate dan adaptif.14 Sistem imunitas innate

merupakan responder pertama terhadap invasi mikroorganisme dan sangat vital dalam

pertahanan tubuh. Contoh sel yang termasuk imunitas innate ini adalah monosit, sel dendritik,

neutrophil recognize pathogen termasuk toll like receptors (TLRs). 15,16 Imunitas innate ini

juga berespon secara cepat dengan adanya reseptor pengenalan (pattern-recognition

receptors) seperti TLR yang berinteraksi dengan molekul mikroorganisme. Ikatan antara

epitop TLR dengan mikroorganisme akan merangsang sinyal intraseluler, meningkatkan

transkripsi molekul proinflamasi seperti TNF-α dan interleukin 1β, sebagaimana dengan

sitokin antiinflamasi seperti interleukin 10. Sitokin proinflamasi akan menyebabkan up-

regulated adhesi dalam neutrofil dan sel endotelial. Walaupun neutrofil aktif akan membunuh

bakteri, neutrofil ini juga menyebabkan kerusakan pada endotel dengan melepaskan mediator

yang dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler.13,14 begitu sel-sel ini

terakitvasi, dengan segera akan memproduksi sitokin proinflamasi, sel-sel dalam sistem imun

innate harus dapat mengenali patogen dan mempresentasikan pada sistem imun adaptif.

Contohnya monosit, akan mempresentasikan antigen pada permukaan sel major

histocopatibility complex kelas II seperti human leukocyte antigen (HLA-DR). Berkurangnya

HLA-DR berhubungan dengan imunoparalisis.15

Tabel 3. Karakteristik Respon Imun Pro dan Anti-inflamasi terhadap Sepsis

5

Page 6: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Respon Proinflamasi Respon AntiinflamasiKarakteristik Sitokin TNF-α

IL-1βIL-6*IL-8IL-17IFNIL-2

IL-10TGFβIL-1rasTNFr

Fungsi Imunitas InnateFagosit, pembunuhan intraseluler, presentasi antigen

Meningkat Menurun

Tipe sel Adaptif Th1, Th17 Th2, Treg

Sumber: Muszinsky JA, Hall MA. 2011.15

Gambar 3 Respon Inang Terhadap SepsisSumber: Poll TV, Opal M. 2008.17

6

Page 7: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Gambar 4 Respon Inflamasi terhadap SepsisSumber: Russel JA. 200614

Sistem imun adaptif terdiri dari limfosit yang akan menstimulasi perkembangan sel

highly pathogen-spesific effector.15 Mikroorganisme akan merangsang respon imun humoral

dan selular. Sel B akan melepaskan imunoglobulin yang akan berikatan dengan

mikroorganisme yang kemudian akan memfasilitasi pengiriman melalui antigen-presenting

cell pada sel NK dan neutrofil yang akan membunuh mikroorganisme. Subgrup sel T akan

termodifikasi selama terjadinya sepsis. Sel Thelper (CD4+) dapat dibagi lagi menjadi Th1

dan Th2. Th1 akan mensekresi sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan interleukin 1β dan Th2

akan mensekresi sitokin antiinflamasi seperti interleukin 4 dan interleukin 10, bergantung

pada organisme yang menginfeksi, banyaknya infeksi dan faktor lain. Imunosupresi inang

pada sepsis selama ini diketahui merupakan penyebab kematian pada sepsis dengan risiko

tinggi sekuele seperti anergi, limfopenia, hipotermi dan infeksi nosokomial. Sindroma

disfungsi organ multipel dapat disebabkan pergeseran antiinflamasi dan apoptosis, epitel dan

sel endotelial.14 Pada awalnya, sepsis dapat ditandai dengan peningkatan mediator inflamasi,

namun bila sepsis berlanjut akan terjadi pergeseran menjadi supresi antiinflamasi.13 Sitokin

proinflamasi sangat penting pada keadaan sepsis. Selama sepsis, dilepaskan juga mediator

antiinflamasi terutama pada kondisi pasien bertahan terhadap sepsis dengan dilepaskannya

interleukin (IL). Prduksi dari IL ini dapat menyebabkan anergi dan memperlambat respon

inang terhadap invasi kuman18 dan dapat menyebabkan deaktivasi monosit.19 Hal ini disebut

imunoparalisis, immunodeficiency window, atau compensatory inflammatory response

syndrome (CARS).18,19 Hal ini sering disebabkan oleh pelepasan hormon stres seperti

katekolamin atau kortikosteroid. Selain itu, pelepasan TNF dini akan menyebabkan apoptosis

limfosit pada pencernaan, yang akan menyebabkan imunosupresi lebih lanjut.19

7

Page 8: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Gambar 4. Respon Inflamasi Dinamik terhadap Sepsis. Pada saat onset sepsis, pasien akan mengalami pelepasan proinflamasi yang dikenal sebagai SIRS. Hal ini akan diikuti oleh CARS yang ditandai dengan respon imun innate yang hiporesponsif dalam beberapa jam berikutnya. Kemudian, pada beberapa jam selanjutnya, sistem imun pasien akan mengalami status homeostasis imunologik. Bila fenotip antiinflamasi berlanjut maka akan terjadi imunoparalisis.

Sumber: Muszinsky JA, Hall MW. 2011.15

FAKTOR PREDISPOSISI SEPSIS

Pada umumnya predisposisi sepsis timbul bila terjadi ketidakseimbangan antara invasi

mikroorganisme dan kapasitas sistem imun pasien untuk mempertahankan diri dari invasi

ini.5,20 Hal ini dapat timbul karena berbagai faktor seperti perubahan yang mempengaruhi

inang, patogen atau yang mempengaruhi lingkungan sekitar. Mekanisme pertahanan inang

terdiri dari imunitas innate dan adaptif. Imunitas innate merupakan imunitas yang mengawali

proteksi melawan infeksi dan bersifat non spesifik, sedangkan imunitas adaptif berkembang

lebih lambat dan memediasi pertahanan melawan infeksi yang berulang dan bersifat spesifik.

Beberapa komponen yang termasuk dalam imunitas innate adalah barier epitel, fagosit,

komplemen dan sel pembunuh alami (Natural Killer Cell=sel NK). Terdapat dua tipe

imunitas adaptif yaitu humoral dan selular yang memberikan proteksi terhadap organisme

seluler dan ekstraseluler.5,21 Sebanyak 99% organisme dapat dilawan dengan barier fisik yang

8

Page 9: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

baik, sekitar 1% dapat dilawan oleh sistem imunitas innate dan sisanya dilawan oleh imunitas

adaptif.11 Dasar molekular dan seluler pada keadaan imunodefisiensi dapat dilihat dari dua

aspek yaitu dengan mencari defek spesifik dari imunitas innate atau adaptif dan aspek yang

melihat dari segi klinis pasien yang memperlihatkan gejala tertentu yang menunjukkan defisit

imun tertentu (Tabel 4,5).20

Pemberian antibiotik yang tepat sebagai profilaksis diketahui berguna dalam

mencegah infeksi pada pasien dengan imunokompromais. Namun, penggunaan antibiotik

spektrum luas dapat berhubungan dengan timbulnya pola resistensi baru. Bila terjadi

resistensi, pasien yang terinfeksi kolonisasi bakteri dapat tidak menimbulkan gejala tetapi

keadaan defek lingkungan sekitar dapat menimbulkan sepsis.20 Terdapat tiga faktor utama

yang memisahkan tubuh dengan lingkungan luar yaitu kulit, sistem pencernaan dan sistem

pernapasan yang terutama dibatasi oleh epitel. Epitel ini mengandung sekret dan substansi

yang berfungsi sebagai antibakteri dan barier fisik ini juga mengandung kolonisasi bakteril

komensal.5,20 Penggunaan antibiotik spektrum luas dapat mempengaruhi flora normal pada

inang yang menyebabkan kolonisasi organisme yang berpotensi virulens. Sedangkan

pemberian obat anti kanker dapat menyebabkan kerusakan pada membran gastrointestinal

sehingga dapat menyebabkan berbagai organisme patogen dapat masuk ke dalam peredaran

darah.20

Tabel 4. Penyebab Utama Peningkatan Risiko Infeksi pada Pasien Imunokompromais

IMUNODEFISIENSI PRIMER

Defisiensi antibodi (Defek sel B)

X-linked agammaglobulinemia

Common Variable Immunodeficiency Defisiensi selektif imunoglobulin ADefisiensi IgG sub kelasSindroma hiper IgMCell Mediated Deficiency (Defek sel T)

Thymic displasia (Sindroma DiGeorge)

Defek reseptor sel TDefek produksi sitokin

9

Page 10: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Defek aktivasi sel TLimfositopenia CD8Defek Campuran sel B dan sel T

Severe Combined ImmunodeficiencyCombined Immunodeficiency

Sindrom Omenn Trombositopenia dan ezcema (Sindroma Wiskott-Aldrich) Ataksia telangiektasia Sindroma hiper IgE

Defek FagositDefisiensi adhesi leukositSindroma Chediak-HigasiDefisiensi MieloperoksidasePenyakit Granulomatosis KronikLeukopeniaNeutropeniaa kongenital (sindroma Kostman)Sindroma Scwachman-DiamonPenyakit Sistem KomplemenIMUNODEFISIENSI SEKUNDERHIVKeganasanTransplantasi Sumsum tulang dan stem sellTransplantasi Organ SolidLuka BakarPenyakit Sickles selFibrosis kistikDiabetes MelitusObat-obatan ImunosupresifAspleniaImplantasi benda asingMalutrisi

Sumber: Michaels MG, Green M, 20085

Tabel 5. Organisme berhubungan dengan infeksi pada imunokompromais sekunder

Kondisi OrganismeSplenektomi, autosplenektomi, asplenia Organisme encapsulated: s. Pneumonia, N.

Meningitides, H. InfluenzaeParasit: malaria

HIV/AIDS Bakteri: s. pneumoniae, salmonella, psedomonas, mycobacteriaViruses: HSC, CMV, Varicella-Zoster, EBV, RSV, adenovirus, parainfluenzae virusJamur: candida(terutama pada anak), cryptococcus, histoplasma.Pneumocystis carinii, toxoplasma, cryptosporidia

Kemoterapi berhubungan dengan neutropenia Gram positif dan negatif bakteri HSV candida, jamur Transplantasi sumsum tulang Gram positif dan negatif bakteri HSV candida, jamurTransplantasi organ Transplantasi ginjal—gram negatif

Tranplantasi hati – organisme enterikEnterococcus resisten vancomisin – assending colangitis

Kateter indwelling dan shunt Bakteri gram postif, terutama koagulase positif stapilococcus.

10

Page 11: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Sumber: Lieh-Lai MW, McGeorge KAL, Bautista MCA, Reid C, 200122

Defek kualitatif dan kuantitatif dapat mempengaruhi komponen innate dan adaptif.

Defek yang terjadi dapat mengenai komponen darah. Pasien dengan neutropenia sangat

diketahui berisiko tinggi sepsis, baik karena infeksi bakteri ataupun jamur. Selain itu

seseorang dapat rentan terhadap infeksi karena adanya disfungsi organ spesifik seperti pada

keadaan disfungsi limpa atau pada keadaan asplenia serta pada keadaan gagal hepar atau

gagal ginjal. Rusaknya epitel sistem pernapasan atau gastrointestinal juga dapat

menyebabkan masuknya organisme patogen.20

Tabel 6. Predisposisi Sepsis pada Pasien dengen Imunokompromais

Defek PatogenRusaknya barier fisik

Yang berhubungan dengan kateter vena

Mukositis Oral

Spesies StaphylococcusBasil gram negatifStreptococcus viridansSpesies CandidaHerpes simpleksCapnocytophagiaStomatococcus

Granulositopenia Staphylococcus aureusStaphylococcus koagulase negatifStreptococcus viridansEnterococcusBasil gram negatif enterik non enterikSpesies AspergillusFusarium

Kerusakan Imunitas Seluler Virus HerpesRespiratory Sincytial virusVirus influenzaVirus parainfluenzaMikobakteriaSpesies fungalToksoplasmaPneumocystis

Kerusakan Imunitas Humoral Streptococcus pneumoniaHaemophillus influenzae

Defek Komplemen Defisiensi C5, C6, C7 atau C8 Defisiensi C3

Neisseria meningitidisS. pneumoniaS. aureus

Fungsi Organ terganggu Hipofungsi limpa S. pneumonia

H. influenzaeN. meningitides

11

Page 12: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Penyakit hepar kronis Sindrom nefrotik

Gram negatif basil enterikS. pneumonia

Sumber: Allen UD, 200520

FAKTOR PREDISPOSISI SEPSIS PADA ANAK DENGAN KANKER DAN

IMUNODEFISIENSI DIDAPAT NON-HIV

Penerima Donor Organ Solid

Pada keadaan ini infeksi yang penting adalah infeksi oleh CMV terutama yang menerima

donor hepar. Penerima transplan juga sangat rentan terhadap infeksi oleh Epstein-Barr Virus

(EBV), virus herpes simpleks atau virus herpes tipe 6. Penerima transplan anak dapat

mempunyai risiko tinggi infeksi oleh EBV karena terjadi gangguan limfoproliferatif setelah

transplantasi yang sering terjadi bila donor adalah seropositif tapi penerima adalah

seronegatif. Infeksi bakteri dan jamur juga sangat penting pada keadaan ini terutama pada

pasien yang dirawat di rumah sakit lama, kolonisasi bakteri yang telah ada sebelumnya,

perawatan intensif, kateter intravaskuler dan ventilasi mekanik. Kolonisasi jamur pada

penerima transplan dapat meningkatkan risiko bakteri invasif.5,20

Pasien yang menerima Terapi Imunomodulator/Imunosupresif

Pasien-pasien yang mengalami imunodefisiensi bukan karena infeksi sangat bervariasi

berdasarkan penyakit dasar dan tingkat keparahan defisiensi imun yang dialami pasien. Pada

pasien-pasien ini risiko sepsis berhubungan dengan defek imun spesifik yang diderita pasien

baik itu yang memerlukan tindakan pemberian obat-obatan atau yang memerlukan tindakan

operasi. Beberapa contoh agen imunosupresif adalah terapi pada penderita kanker,

kortikosteroid, azathioprine, inhibitor calcineurin, antibodi anti sel T spesifik dan antibodi

monoklonal anti-sitokin. Pemberian obat-obatan ini sebenarnya ditujukan untuk menekan

atau menghilangkan efek pada komponen respon imun yang spesifik, tetapi ternyata

pemberian agen ini justru dapat mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi karena penekanan

terhadap sistem imun.20 Seperti pada pemberian kortikosteroid dapat meningkatkan risiko

sepsis dengan menghilangkan kemampuan fagositosis dan kemampuan bakterisidal dan

fungisidal yang menyebabkan infeksi sistemik.23

Pasien Kanker dan Penerima Donor Stem Cell

Telah diketahui penderita kanker dapat mengalami neutropenia yang meningkatkan risiko

sepsis dibandingkan yang tidak mengalami neutropeni. Namun, risiko ini bergantung pada

12

Page 13: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

penyakit keganasan yang mendasari dan intensitas pemberian kemoterapi. Dikatakan bahwa

pada pasien dengan neutropenia, risiko rendah sepsis diindikasikan bila absolute neutrophil

count (ANC) > 100 sel/mm3, penemuan radiologis toraks normal dan tidak terdapat

keterlibatan hepar atau ginjal. Pada pasien yang menerima stem cell transplan mempunyai

risiko yang tidak jauh berbeda dengan yang menerima transplan organ solid. Respon immun

pada penerima transplan ini dapat memperlihatkan pengembalian respon imun yang

progresif, namun dapat juga terlambat sehingga memerlukan pemberian imunosupresi. Risiko

sepsis pada pasien ini bergantung pada kecepatan respon imun yang kembali dan tingkat

perlu tidaknya pemberian imunosupresif.5,20

Pasien Sakit Kritis

Kedaan sakit kritis sering melibatkan aktivasi urutan reaksi inflamasi yang harus dihentikan

agar pasien dapat bertahan. Pada respon terhadap suatu stres, sitokin proinflamatori seperti

tumor necrosis factor-α (TNF-α); interferon; dan interleukin-1 (IL-1), IL-6 dan IL-12

diproduksi bersama agen antiinflamasi seperti IL-10 dan reseptor TNF. Produksi IL-10

berhubungan dengan downregulation dari ekspresi molekul kompleks histokompatibilitas

mayor kelas II (Human Leucocyte Antigen (HLA)-DR) pada permukaan monosit, tapi bukan

sel B. Bila akibat downregulation ini berkepanjangan maka akan timbul kondisi yang

dinamakan imunoparalisis. Tertekannya fungsi monosit/makrofag akan menurunkan klirens

kompleks imun, gagalnya kemampuan presentasi antigen (antigen-presenting) dan

berkurangnya fungsi natural killer (NK). Imunoparalisis ditentukan dalam pemeriksaan

laboratorium dengan berkurangnya ekspresi antigen HLA-DR pada monosit darah perifer dan

penurunan produksi TNF-α sebagai respon terhadap paparan lipopolisakarida (LPS).

Imunoparalisis sering terlihat pada pasien trauma, pasien yang menjalani prosedur bedah

saraf dan pada pasien yang menjalani operasi by-pass kardiopulmonal.6

Pasien-pasien yang mengalami sakit kritis mengalami risiko tinggi terhadap infeksi

sistemik. Hal ini didasarkan bahwa pada pasien-pasien ini menjalani perawatan intensif

dengan tindakan yang invasif sehingga merusak barier fisik pasien, seperti pemasangan

kateter, ventilasi mekanik, pemasangan kateter intravena, tindakan operasi atau tindakan

13

Page 14: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

invasif lainnya.6,21 Penyebab keadaan imunosupresif pada pasien dengan imunokompromais

adalah: 21

1. Perubahan sub populasi limfosit sehingga predominasi oleh Th2.

2. Anergi~ kurangnya reaksi terhadap perangsangan immun.

3. Hilangnya sel-sel imunitas adapatif karena apoptosis.

4. Efek imunosupresif langsung dari sel-sel apoptosis.

5. Hilangnya jaringan limfoid.

6. Berkurangnya ekspresi MHC kelas II (HLA DR) pada makrofag.

7. Efek Obat.

8. Produksi sitokin antiinflamatori.

9. Sebab lain termasuk neuroendokrin, metabolik dan perubahan hormonal .

Perhitungan jumlah total limfosit diukur pada 22 anak turun drastis mencapai nadir

pada saat enam jam setelah anestesi untuk suatu operasi besar dengan penyembuhan

sempurna sampai 48 jam. Walaupun kebanyakan anak dengan disfungsi imun akan sembuh

dalam beberapa waktu, tatalaksana kondisi yang mendasari atau penghentikan pemberian

imunosupresan pada anak yang lain tidak memberikan penyembuhan. Fenomena ini

berhubungan dengan gagal organ multipel dan kematian. Sebagai contoh, hitung limfosit

absolut kurang dari 1000 sel/µL selama tujuh hari berhubungan dengan peningkatan risiko

kematian sebanyak enam kali lipat pada satu penelitian. Pada pasien neutropenia dengan

sepsis, granulocyte stimulating factor (G-CSF) mengurangi kecenderungan kematian; namun

pada pasien tanpa neutropenia hanya satu penelitian clinical trial yang menunjukkan

keuntungan. Selama keadaan imunoparalisis, interferon yang merupakan aktivator mayor

monosit berkurang.6

FAKTOR PREDISPOSISI SEPSIS PADA ANAK DENGAN INFEKSI HIV

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sindrom klinis yang merupakan akibat

dari infeksi HIV-1 (dan jarang disebabkan HIV-2), yaitu retrovirus RNA tergantung pada

transkriptasi berbalik (reserve transcriptase) untuk replikasi. Setelah replikasi virus HIV, sel

T pembantu akan mengalami apoptosis yang menyebabkan defisiensi sangat berat imunitas

seluler dan humoral. Infeksi HIV pada anak kebanyakan disebabkan transmisi dari ibu ke

anak, maka imunodefisiensi didapat timbul pada host yang mempunyai sistem imun yang 14

Page 15: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

murni dan yang mempunyai imunitas natural yang sedikit. Hal ini menjelaskan mengapa

progresifitas infeksi HIV yang pendek untuk menjadi AIDS pada anak yang terinfeksi HIV

perinatal dibandingkan pada anak yang terinfeksi HIV yang terjadi setelah usia dua tahun.

Terapi antiretrovirus dapat secara efektif mengembalikan disfungsi imun ini.6,24,25 Defek yang

berhubungan dengan fungsi limfosit, aktivitas sel pembunuh, aktivitas bakterisital netrofil

dan defek produksi imunoglobin spesifik antigen, selain akan meningkatkan fraksi total

globulin, juga akan meningkatkan predisposisi terhadap sepsis bakterial terutama bakteri

berkapsul seperti Streptococcus pneumonia.26

Banyaknya kematian yang berhubungan dengan AIDS pada kelompok usia anak

(490.000 tahun 2003) memperlihatkan dengan jelas bahwa anak-anak yang mendapat infeksi

HIV perinatal mengalami progresifitas cepat menjadi AIDS dibandingkan dengan penderita

dewasa. Progresifitas yang cepat menjadi AIDS menggambarkan terdapatnya infeksi saat

kurang matangnya sistem imun yang telah menginvasi sistem imun maternal.26

Infeksi pernapasan merupakan sebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak

dengan infeksi HIV dan pada anak yang mendapat entiretroviral atau yang tidak terdiagnosis,

PJP atau pneumonia bakterial merupakan kondisi yang paling pertama terlihat. Penyebabnya

adalah PJP timbul pada usia 2-6 bulan dan walaupun jumlah CD4 yang rendah meningkatkan

risiko PJB, tapi jumlah CD4 yang normal juga tidak memberikan proteksi terhadap PJP. Di

negara berkembang angka PJP mempunyai rentang antara 10% pada bayi dengan infeksi HIV

yang dirawat di Rumah Sakit (RS) dengan pneumonia dan 38% memerlukan ventilasi

mekanik. Insidensi pneumonia karena S. Pneumonia yang didapat di komunitas diperkirakan

40 kali lebih besar pada anak dengan infeksi HIV dan bakteriemia ditemukan 15% kasus,

sekitar dua kali lebih sering pada anak dengan infeksi HIV. Peningkatan juga ditemukan pada

pnemonia karena H. Influenza tipe B setelah PJP.24,25,26 Di negara-negara berkembang bila

tidak terdapat fasilitas untuk diagnostik, tetap harus memberikan antibiotik empiris dengan

segera. Resistensi terhadap preparat sulfa menjadi kendala pada pasien yang gagal

memberikan respon terhadap terapi kotrimoksazol, tetapi sampai saat ini terapi kotrimoksazol

masih efektif pada sebagian besar pasien dengan pneumocystis. Pemberian kontrimoksazol

saat terapi antiretroviral terbukti meningkatkan ketahanan.26

Anak dengan infeksi HIV mempunyai risiko relatif yang tinggi terhadap infeksi virus

pada sistem pernapasan bawah termasuk RSV. Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada

anak dua puluh kali lebih sering pada anak dengan infeksi HIV dan tinggi risiko untuk

mengalami resistensi terhadap obat tuberkulosis.14,16 Selain itu, kandidiasis mukosal adalah

15

Page 16: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

infeksi jamur yang paling sering menyerang anak yang terinfeksi HIV dan dapat meluas ke

laring, trakea dan esofagus. Di negara berkembang, kandidiasis laringotrakeal sering

ditemukan menjadi penyebab obstruksi saluran pernapasan atas pada anak dengan keadaan

antiretroviral-naive.21,24,26

Komplikasi Organ Spesifik pada Infeksi HIV

Kardiovaskular

Sebelum era Highly Active AntiRetroviral Teraphy (HAART), sering ditemukan komplikasi

berupa henti kardiorespiratorius, disritmia dan kardiomiopati pada anak dengan HIV kurang

dari 1 tahun dan hal ini berhubungan dengan perkembangan penyakit. Namun, walaupun

begitu kelainan kardiovaskular dapat ditemukan segera setelah lahir.24-26

Nonkardiovaskular

Di negara-negara berkembang, sering ditemukan anemia ang berhubungan dengan status

imunologi dan mortalitas. Walaupun sering ditemukan limfopenia dan neutropeniaa, namun

keadaan ini sulit ditentukan dengan adanya efek dari sepsis, steroid dan toksisitas obat.

Komplikasi dan menifestasi neurologis karena HIV dapat menyebabkan sulitnya penilaian

gejala sisa karena sepsis pada anak dengan infeksi HIV. Ensefalopati karena HIV,

berhubungan dengan hilangya kemampuan perkembangan, atrofi serebral, defisit motorik dan

didapatkan pada > 20% kasus anak yang mendapat infeksi vertikal. 24-26

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis pasien dengan imunokompromais mempunyai karakteristik yaitu

mengalami infeksi berulang, manifestasi yang tidak biasa dari infeksi patogen tertentu dan

timbulnya infeksi jamur.27 Tanda klinis yang utama pada imunodefisiensi mempunyai

tendensi untuk memperlihatkan gejala infeksi yang tidak biasa atau berulang dan berat. Anak

sekolah normal biasanya mengalami infeksi 6-12 kali pertahun dengan 3 atau 4 kali adalah

infeksi telinga, yang biasanya tidak berat dan terbatas infeksi saluran napas atas karena virus,

faringitis sterptokokal berulang dan otitis media ringan.28 Terdapat tanda peringatan yang

dipublikasikan oleh Jeffrey Modell Foundation untuk mencurigai bila seseorang mengalami

defisiensi sistem imun, terutama pada kasus di luar rumah sakit yaitu: 27

16

Page 17: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

1. Delapan kali atau lebih infeksi telinga dalam satu tahun.

2. Dua kali atau lebih sinusitis dalam satu tahun.

3. Dua bulan atau lebih pemakaian antibiotik dengan efek tidak bermakna.

4. Dua kali atau lebih kejadian pneumonia dalam satu tahun.

5. Abses kulit dalam berulang.

6. Kegagalan bayi dalam kenaikan berat badan atau perkembangan yang terlambat.

7. Oral trush yang persisten atau pada tempat lain setelah usia satu tahun.

8. Kebutuhan atas antiobiotik intravena untuk suatu infeksi.

9. Dua atau lebih infeksi berat seperti meningitis, osteomielitis, selulitis atau sepsis.

10. Riwayat keluarga dengan PID.

Infeksi berulang yang karena imuodefisiensi didefinisikan berdasarkan bila pasien

memerlukan antibiotik, terjadi rekurensi setelah antibiotik dihentikan, keparahan dan sekuele,

usia kurang dari 6 bulan dan lebih dari 3-5 tahun, tempat infeksi dan patogen yang berbeda.27

Sumber lain mengatakan indikator yang sering digunakan para klinisi untuk

mencurigai suatu keadaan disfungsi imun dilihat dari infeksi yang didapat oleh pasien dan

bagaimana infeksi itu didapatkan. Manifestasi infeksi pada keadaan imunodefisiensi sering

mengenai sistem pernapasan, pencernaan dan kulit. Dan pada keadaan ini sering pasien

memperlihatkan manifestasi yang sangat berat seperti sepsis bakterialis berat, infeksi

berulang atau infeksi yang tidak biasa. Beberapa infeksi bila ditemukan mengindikasikan

suatu kelainan imunologis seperti infeksi PJP.20

Adanya keadaan imunodefisiensi dipertimbangkan bila terdapat gejala pneumonia,

otitis media, sinusitis, bronkitis, septikemia atau meningitis berat dengan infeksi oportunisitik

yang biasanya tidak patogen atau patogen seperti P. jirovecii, Candida atau CMV). Infeksi

yang didapatkan biasanya berulang dengan interval sembuh yang pendek. Anak dengan

imunodefisiensi primer biasanya memperlihatkan delapan atau lebih infeksi telinga, dua atau

lebih infeksi sinus yang serius, dua atau lebih pneumonia, abses berulang atau infeksi pada

tempat yang tidak biasa, infeksi jamur persisten seperti oral trush dalam satu tahun.28

Manifestasi Klinis Pasien dengan Infeksi HIV

Gambaran penyakit karena infeksi HIV termasuk onset penyakit yang bervariasi dan

mempunyai rentang yang sangat besar. Bayi muda dapat memperlihatkan tanda dan gejala

infeksi HIV yang berat sehingga dicurigai didapat dari ibu saat hamil. Sementara kasus yang

lain anak dengan infeksi HIV dapat tidak memperlihatkan gejala sampai bertahun-tahun.25

Setelah pengenalan profilaksis PCP, sepsis berat menjadi alasan paling sering pasien AIDS 17

Page 18: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

dirawat di ICU. Dari episode bakteremia yang teridentifikasi organisme penyebabnya di

Pediatric AIDS Clinical Trials Group, sebanyak 69% adalah pneumokokus.6

Infeksi pada anak dengan infeksi HIV dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu infeksi

biasa dan infeksi oportunistik. Gejala klinis yang sering didapatkan karena infeksi pada

penderita HIV adalah termasuk bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia dan infeksi

jaringan dan kulit. Streptococcus pneumoniae merupakan isolat paling sering ditemuka pada

anak HIV yang disertai demam dan terjadi sekitar sepertiga dari bakterimia yang terjadi.

Selain itu anak penderita HIV juga sering memperlihatkan insidensi yang meningkat

terjadinya otitis media akut dan kronis, sinusitis dan penumonia berulang yang sering

disebabkan H. Influenza dan Moxarella catarrhalis. Pneumonia akibat virus pada anak dengan

HIV sering disebabkan oleh Respiratory sincytial virus (RSV), parainfluenza, influenza A

dan B dan adenovirus.15 Anak dengan imunosupresi diketahui mengidap patogen virus seperti

RSV dan influenza untuk periode waktu yang lebih lama, dan karena itu infeksi virus

nosokomial dapat menjadi masalah signifikan apabila praktek pengendalian infeksi tidak

dilaksanakan.6

Disfungsi jantung terjadi pada 19% sampai 25% anak yang terinfeksi HIV dan

merupakan gejala yang membawa pasien untuk berobat pada sebagian kecil anak. Sekitar

10% populasi yang disurvei mengalami gagal jantung kongestif kronik, sedangkan 10%

lainnya memiliki fungsi ventrikel yang berkurang sementara. Komplikasi jantung tampaknya

terjadi lebih sering pada pasien dengan ensefalitis dan penyakit lainnya yang berkembang

cepat. Karena takikardia dan hepatomegali umum didapatkan pada pasien anak dengan AIDS

yang mengalami panas badan, infeksi paru, dan anemia, diagnosis klinis keterlibatan jantung

sulit dibuat. Pembesaran siluet jantung dapat tidak diperhatikan bahkan pada pasien yang

mengalami hipertrofi otot atau efusi perikard yang signifikan.6

Infeksi virus yang sering ditemukan pada penderita HIV adalah infeksi virus herpes

simpleks yang bermanifestasi sebagai gingivostomatitis atau dapat asimptomatik. Reaktivasi

infeksi virus herpes ini pada anak dengan disfungsi imun terutama infeksi HIV memberikan

manifestasi klinis yang berat dan berulang. Pada keadaan infeksi HIV interval antara infeksi

primer dan reaktivasi bisa sangat dekat sampai beberapa minggu dengan komplikasi viseral

yang berat. Infeksi CMV dapat ditemukan pada 60% anak dengan HIV dan sering tidak

memperlihatkan gejala, namun dapat memberikan gejala pneumonia, hepatitis, ensefalitis,

mielitis, gastritis dan korioretinitis.5

18

Page 19: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Infeksi oportunistik yang klasik adalah infeksi P. jirovecii atau P. carnii yang

manifestasi klinisnya tergantung dari status imun, usia terutama < 1 tahun dan sebagian besar

bayi terinfeksi antara usia 4-6 bulan. Demam dapat hilang timbul dengan disertai gejala

takipnea, dispnea dan batuk. Tanda utama yang sering dikeluhkan orang tua adalah kesulitan

pemberian makan dan hipoksia dapat progresif menjadi kematian bila tidak mendapat terapi.

Infeksi Mycobacterium avium kompleks (MAC) merupakan penyebab utama kehilangan

berat badan yang progresif selain demam, keringat malam, kehilangan berat badan, nyeri

abdomen dan anemia yang sering memerlukan transfusi berulang.15 Walaupun peningkatan

pengenalan dan pengobatan dari PJP telah meningkatkan prognosis, tetap saja keadaan ini

berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya kematian. Pasien AIDS dengan peningkatan

usaha nafas, hipoksia, dan foto rontgen thoraks yang normal harus diduga PJP sampai

terbukti tidak dan terapi antibiotik harus dimulai segera.22,23

Infeksi jamur oportunistik yang sering ditemukan pada anak dengan infeksi HIV

adalah kandidiasis oral hingga orofaringeal. Infeksi jamur yang sering ditemukan sering

diakibatkan karena Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Aspergillus fumigatus,

Malassezia furfur dan lain-lain. Infeksi parasit yang sering ditemukan pada infeksi HIV

adalah infeksi Toxoplasma gondii yang sering bermanifestasi sebagai ensefalitis yang

kemungkinan karena reaktivasi kista pada jaringan otak. Sedangkan untuk gejala

gastrointestinal bermanifestasi sebagai diare dan kolangitis.6,24,25

Nefropati HIV pertama kali dilaporkan pada tahun 1983 dan mungkin sering

ditemukan sebagai manifestasi awal AIDS. Komplikasi ini umumnya timbul antara usia 2,5 –

4,9 tahun. Gejala paling sering disfungsi ginjal adalah proteinuri berat (>3,5 g/hari) disertai

hipoalbuminemia dan edema anasarka. Hal ini mungkin berhubungan dengan asidosis tubulus

ginjal. Creatinine clearance biasanya normal. Pasien-pasien AIDS mengalami keluhan-

keluhan gastrointestinal termasuk difagia, sakit perut dan diare kronis, tetapi di ICU masalah

ini tidak terlalu penting kecuali bila mempengaruhi status gizi. Komplikasi-komplikasi yang

lainnya yang juga mengancam terhadap jiwa termasuk dehidrasi berat, intra-abdominal

sepsis, pankreatitis, dan gagal hati. Anemia terjadi pada anak yang terinveksi HIV sekitar

20% hingga 73% dan ini merupakan prediktor independen kematian dari AIDS. Sebagian

besar pasien yang terinfeksi virus memiliki ukuran dan bentuk normal eritrosit tetapi

retrikulosit tidak memadai. Penurunan zat besi kemungkinan berhubungan dengan

malabsorbsi diperkirakan sekitar 10% hingga 45% anemia pada anak yang terinfeksi HIV.

Kurang gizi atau nutrisi vitamin B dan asam folat juga berkontribusi pada terjadinya anemia.

19

Page 20: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Banyak pengobatan-pengobatan yang diberikan kepada para pasien yang mengidap AIDS

menyebabkan anemia termasuk ZDV, asiklovir, TMP-SMX dan pentamidine.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk investigasi infeksi pada pasien dengan supresi sistem imun memerlukan indentifikasi

sebab infeksi dan tingkat imunosupresi. Yang paling mudah dilakukan dengan pemeriksaan

darah lengkap yang dapat memperlihatkan populasi leukosit pada hitung jenis. Dengan hitung

jenis dapat dilihat kelainan spesifik. Neutrofil mempunyai peran besar dalam pertahanan

melawan bakteri dan proteksi terhadap jamur dan virus, jumlah ANC dapat dijadikan

prediktor risiko infeksi yaitu bila ANC turun < 1 x 106/L. Hitung total limfosit yang rendah

dapat terlihat pada pasien dengan infeksi HIV dan pada pasien dengan depresi sumsum

tulang, pasien dengan pemberian steroid. Pemeriksaan CD4 dapat digunakan sebagai

indikator prognostik pada pasien dengan infeksi HIV dan AIDS bersama dengan viral load.

Pemeriksaan darah yang sangat penting juga adalah pemeriksaan kultur, PCR pada HIV, CRP

dan prokalsitonin.21

Pemeriksaan pencitraan dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber infeksi tapi

tidak dapat mengidentifikasi patogen. Pemeriksaan radiografi dapat memperlihatkan adanya

gambaran infeksi tuberkulosis atau bronkiektasis yang berhubungan dengan tingkat

imunosupresif. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menyingkirkan adanya pneumonia dan

dapat dilakkan di ICU. CT skan kepala sangat berguna untuk menemukan abses intrakranial

dan adanya infeksi jamur invasif (Invasive Fungal Infection=IFI). MRI digunakan terutama

pada pasien dengan gangguan neurologis.21

Diagnosis AIDS memerlukan konfirmasi infeksi HIV dan definisi penyakit AIDS.

Definisi penyakit AIDS termasuk penemuan nonspesifik seperti panas badan, penurunan

berat badan, limfadenopati atau diare lebih dari dua bulan dan penemuan spesifik seperti

ensefalopati, pneumonitis limfoid interestitial (LIP), infeksi oportunistik, infeksi berulang dan

keganasan.6,24,26

TATALAKSANA

Tatalaksana sepsis/syok septik pada pasien imunokompromais sebenarnya tidak mempunyai

perbedaan dengan sepsis/syok septik pada pasien tanpa kelainan sistem imun. Sampai saat ini

tidak ada panduan baru yang khusus membahas tatalaksana sepsis/syok septik pada pasien

20

Page 21: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

imunokompromais. Namun, perbedaan tatalaksana ada pada pemilihan antibiotik, pemberian

terapi anti jamur dan pemberian terapi tambahan lain.

Pemberian Antibiotik dan Antibiotik Profilaksis

Pemberian antibiotik pilihan pada pasien dengan imunosupresi harus termasuk agen dengan

aktivitas luas terhadap basil gram negatif (termasuk Pseudomonas aeruginosa) ditambahkan

dengan agen yang terbukti melawan S. aureus resisten metisilin, seperti vankomisin.

Penggantian vankomisin dengan linezolid harus dipertimbangkan pada institusi yang kasus

sepsis sering disebabkan oleh enterokokus yang resisten vankomisin. Pada pasien dengan

neutropenia direkomendasikan pemberian antibiotik ganda terhadap bakteri gram negatif

untuk meyakinkan eradikasi. Hal ini dapat dipertimbangkan pada pasien imunokompromais

namun secara empiris belum dapat dibuktikan memberikan keluaran yang lebih baik.

Berbagai institusi antibiotik ganda yang diberikan imipenem/meropenem dengan

fluorokuinolon atau aminoglikosid.23,24

Antibiotik profilaksis yang sering diberikan adalah trimetoprim-sulfametoksazol pada

pasien HIV untuk profilaksis terhadap PJP berdasarkan hitung CD4. Dosis yang paling baik

digunakan adalah 150/750 mg/m2/hari diberikan 1-2 kali sehari tiga kali dalam seminggu.

Bila PJP ternyata tegak kombinasi ini diberikan setiap hari. Untuk profilaksis terhadap MAC

diberikan pada anak dengan imunosupresi lanjut dengan obat pilihan adalah klaritromisin 7,5

mg/kg dua kali sehari peroral atau azitromisin (20 mg/kg seminggu sekali peroral atau 5

mg/kg sehari sekali peroral). Pemberian profilaksis ini dapat dihentikan bila pasien

mengalami perbaikan sistem imun (biasanya dalam 6 minggu) dengan HAART. Setiap anak

yang tegak terinfeksi HIV harus dilakukan pemeriksaan uji kulit tuberkulin pada usia satu

tahun dan diulang tiap dua tahun.24 Mycobacterium avium-intracellulare complex (MAC)

dapat ditemukan pada paru anak dengan pneumonia. Kolonisasi sulit dibedakan dari penyakit

invasif. Pilihan terapi meliputi Clarithromycin dikombinasi dengan ethambutol, rifabutin,

atau amikacin. Profilaksis primer sekali seminggu dengan azithromycin dianjurkan pada anak

usia lebih dari dua tahun dan kurang dari 1 tahun dengan hitung CD4 secara persisten di

bawah 75. Anak usia antara 1 dan 2 tahun harus menerima profilaksis apabila nilai CD4

kurang dari 50.6

Pemberian Anti Jamur

21

Page 22: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Pemberian obat antijamur harus diberikan sesegera mungkin bila terdapat risiko infeksi jamur

yang sering terjadi pada pasien imunokompromais. Patogen jamur yang sering menyebabkan

syok septik adalah Candida, Cryptococcus, Histoplasma dan Coccidioides dapat

menyebabkan sepsis dan syok septik. Agen yang paling baik adalah Amphotericin B. Terapi

empiris infeksi jamur pada pasien demam dan neutropenia adalah amphotericin B,

voriconazole, caspofungin (Tingkat A-B), untuk Aspergilosis invasif diberikan voriconazole

(Tingkat B), pada kandidiasis luas diberikan ampotericin B, ampotericin liposomal,

flukonazol atau caspofungin.(tingkat A) beberapa penelitian random memperlihatkan bahwa

voriconazole memberikan respon tinggi dibandingkan dengan Amphotericin B untuk terapi

aspergilosis invasif probable/proven dan merupakan antijamur pilihan. Untuk kandidiasis

invasif, Infectious Disease Society of America (IDSA) merekomendasikan Amphotericin B

atau flokonazol untuk kandidemia.23 Pada pasien dengan neutropenia, bila terjadi

sepsis/demam yang berlangsung lebih dari 48 jam dengan pemberian antibiotik spektrum luas

maka harus dipertimbangkan pemberian antijamur.21

Infeksi fungal pada kandidiasis oral diberikan antijamur yaitu nistatin oral 200.000 U

(2 mL) untuk 6-12 hari, dapat juga diberikan flukonazol 1-2 mg/kg/hari empat kali sehari

peroral atau ketokonazol 3-5 mg/kg/hari peroral dua kali sehari.8 Cryptococcosis terjadi pada

5% sampai 15% dewasa tetapi hanya 0,6% sampai 1% anak. Organisme ini memasuki tubuh

melalui saluran napas. Oleh karena itu, gejala awanya pada kedua paru dan nonspesifik.

Cairan lavase bronkoalveolar harus diperiksa dengan pewarnaan tinta India dan dibiak.

Biakan darah dan aglutinasi lateks juga diperlukan. Terapi yang dianjurkan adalah

amphotericin B yang dikombinasikan dengan 5-flucytosine (100 mg/kg/hari) selama 2

minggu diikuti pemberian flukonazol (12 mg/kg/hari dibagi dalam dua dosis) selama 8

minggu berikutnya.6

Pemberian Terapi Lain

Infeksi virus pada penderita dengan disfungsi imun dapat menyebabkan kematian. Beberapa

virus dapat diidentifikasi namun hanya sebagian dapat diterapi. Hanya sedikit kasus dengan

infeksi virus dapat menyebabkan sepsis dan syok septik tanpa keterlibatan organ spesifik.

Sehingga beberapa pendapat mengatakan antivirus spesifik pada pasien dengan syok septik

tidak dibenarkan. Tapi disisi lain infeksi virus pada organ tertentu dapat menyebabkan

kematian dan gagal organ, sehingga pada pasien dengan infeksi virus dengan keterlibatan

organ dapat dipertimbangkan pemberian antivirus sambil menunggu hasil pemeriksaan lebih

22

Page 23: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

lanjut, tetapi tetap harus dipertimbangkan toksisitas dan keuntungannya.23(Tingkat E) Terapi

penyakit CMV pada AIDS, selain HAART, adalah gansiklovir 5 mg/kg diberikan 2 kali

sehari dilanjutkan dengan terapi supresi jangka panjang.6 Terapi antivirus diberikan bila

dicurigai adanya infeksi virus oportunistik.22 Tabel 6

Pemberian Granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dan granulocyte-

macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) diindikasikan pada pasien dengan

neutropenia (Tingkat E), pada sepsis neonatus (tingkat B) dan pada pasien dengan

imunokompromais. (tingkat E) Memang pemberian komponen ini belum memperlihatkan

perbaikan keluaran namun memperlihatkan berkurangnya durasi neutropeniaa sekitar satu

hari dan menurunkan penggunaan antibiotik. Pemberian G-CSF dan GM-CSF pada sepsis

neonatus memperlihatkan keberhasilan dengan atau tanpa adanya neutropeniaa. Pemberian

kortikosteroid pada sepsis atau syok septik pada pasien imunokompromais masih belum

diketahui efektivitasnya.(tingkat E) Namun pemberian kortikosteroid direkomendasikan pada

diberikan pada dosis stres selama sepsis bila ditemukan keadaan insufisiensi renal.6,23

Steroid diberikan pada infeksi PJP pada PJP moderat sampai berat (PaO2<70 mmHg atau

A-a gradient >35 mmHg):22

>13 tahun: prednison 40 mg/dosis PO 2 kali sehari selama 5 hari, selanjutnya 40 mg

PO 4 kali sehari selama 5 hari, selanjutnya 20 mg PO 4 kali sehari sampai selesai

pemberian terapi antimikroba

<13 tahun: prednison 2 mg/kgbb/hari peroral selam 7 -10 hari, ditapering off pada

hari 10-14.

Terapi untuk PJP ini harus dimulai dalam 72 jam pertama dari saat pemberian antibiotik.

Tabel 7. Pemberian Antivirus pada Pasien Imunokompromais/AIDS

Varicella Acyclovir 30 mg/kgBB IV tiap 8 jam 7-10 hari atau 80 mg/kg PO 4 kaliSehari selama 7-10 hari

Rubeola acyclovir 30 mg/kg IV tiap 8 hari selama 7-10 hari

CMV Ganciclovir 10 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis tiap 12 jam selama 14 hari, selanjutnya 5 mg/kg IV selama 5 hari

Influenza A amantadine selama 2-5 hari

23

Page 24: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

<9 tahun 5 mg/kgbb/hari PO dibagi 1-2 dosis maksimal 150mg/hari>9 tahun dan < 40 kg. 200 mg/hari dibagi 2 kali perhari

Sumber: Lieh-Lai MW, McGeorge KAL, Bautista MCA, Reid C, 200122

24

Status imunokompromais?Penggunaan steroid kronisKemoterapiNeutropeniaMalnutrisiHIV positifRiwayat trasplantasi organ

Infeksi bakteriYa Tidak Infeksi jamur, virus, parasit,

bakteri oportunistik menjadi patogen

Faktor resiko untuk infeksi pada pelayanan kesehatan:ResidenBaru menjalani perawatan DialisisHome care atau kunjungan ke

klinik RS

YaTidak

Pertimbangkan antibiotik sensitive terhadap patogen di komunitasMetisilin sensitive Stap. AureusEscherichia coliHaemophilus influenzaStreptococcus pneumoniaLegionella pneumonia

Pertimbangkan resistensi terhadap kuman patogen nosokomialMetisilin resistant Stap. AureusPseudomonas aeruginosaVancomicin resistant- EnterococcusAcinebacter baummaniiESBL producing Klebsiella pneumoniaESBL producing Escherichia coli

Terapi untuk kecurigaan Legionella: tunggal + kombinasiCeftriaxonAtauAmpisilin/sulbactamAtau ErtapenemDitambahFlouroquinolon atau

makrolide jika diperlukan

Diperlukan terapi kombinasi:Cefalosporin

(cefepime/ceftazidime)Atau

Carbapenem (imipenem/meropenem)Atau

Betalactamase inhibitor (piperacillin-tazobactam)Ditambah

MRSA (vancomisin, linezolide, tigecycline)

Antibiotik spectrum sempit berdasarkan organisme

Page 25: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Agoritma 1. Pilihan antibiotik awal pada sepsis berat dan syok sepsisSumber: Morrell MR, Micek ST, Kollet MH, 2009.29

PENCEGAHAN INFEKSI PADA PASIEN DENGAN IMUNOKOMPROMAIS

Infeksi pada anak dengan imunokompromais tidak dapat sepenuhnya dicegah mengingat

defek sering terjadi pada lebih dari satu komponen sistem imun. Pada pasien-pasien yang

tidak dirawat yang mengalami disfungsi imun, orang tua harus dijelaskan untuk menjaga

higiene seperti mencuci tangan, menghindari makan makanan yang kurang termasak,

menghindari minum air sungai, danau atau berenang di air yang tidak bersih, menghindari

kontak dengan binatang peternakan serta menghindari bermain dengan binatang peliharaan

seperti kucing.5 Pemberian vaksinasi dapat membantu mencegah beberapa infeksi bakteri dan

dapat sangat penting pada pasien dengan imunokompromais. Imunisasi pada keadaan ini

harusnya diberikan sebelum diberikan terapi lain seperti sebelum diberikan HAART yang

dapat mempengaruhi sistem imun anak. Pemberian vaksinasi inaktivasi yang dianjurkan

harus diberikan pada anak dengan keadaan ini. Sementara pemberian vaksin hidup

dipertimbangkan diganti dengan alternatif lain.5,24

Insidensi infeksi nosokomial pada perawatan intensif 15-40% merupakan konsekuensi

dari tindakan invasif yang diberikan pada pasien seperti, pembuatan luka untuk kateter

intraveana, pemasangan ventilator dan pemasangan kateter yang kesemuanya dapat

menyebabkan perubahan pada flora normal tubuh pasien. Intervensi yang paling penting

ternyata adalah mencuci tangan dengan cara biasa atau dengan menggunakan gel alkohol, hal

ini bila dilakukan sangat signifikan mengurangi transmisi bakteri. Isolasi pasien yang

berpotensi menular sangat diperlukan untuk mencegah infeksi silang.21,24 Isolasi sangat

25

Page 26: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

penting terutama pada kasus yang transmisinya melalui droplet atau udara, namun pada

kolonisasi silang yang disebarkan dengan kontak hanya dapat diturunkan dengan mengubah

kebiasaan pada staf baik itu dokter atau perawat seperti penggunaan masker, sarung tangan

bersama dengan kebiasaan mencuci tangan.21

Ruangan tempat perawatan intensif merupakan tempat reservoar organisme yang

resisten. Gorden, dinding, lantai dan pendingin adalah sumber infeksi potensial. Peran

pembersihan ruangan dan dekontaminasi sangat penting. Hydrogen peroxide vapour saat ini

menjadi pilihan untuk dekontaminasi ruangan tetapi hanya bisa dilakukan di ruang tertutup

karena toksisitas pada manusia yang besar. Organisme MRSA sebaliknya tidak dapat

dibersihkan hanya dengan pembersihan dengan cara biasa.21

Untuk menghindari infeksi pada pasien dengan imunokompromais, salah satunya

dengan pemberian antibiotik yang tepat. Hal ini perlu dipertimbangkan bersama ahli

mikrobiologi dan penyakit infeksi.

RINGKASAN

Pasien-pasien dengan keadaan imunodefisiensi/imunokompromais atau pasien-pasien dengan

infeksi HIV dan AIDS sangat rentan terhadap infeksi dan sepsis karena defek imun yang

menyebabkan respon imun terhadap infeksi lebih tidak cukup baik dalam melawan organisme

yang masuk. Pada keadaan ini manifestasi infeksi dapat memperlihatkan gejala yang lebih

berat dibandingkan dengan pada keadaan tanpa disfungsi imun. Sebab terbanyak keadaan

imunokompromais adalah infeksi HIV dan AIDS, yang pada saat ini insidensinya semakin

meningkat. Pada keadaan seperti ini, sepsis dapat menyebabkan keluaran yang buruk pada

pasien-pasien dengan defisiensi imun. Penanganan pasien-pasien ini biasanya lebih kompleks

dan membutuhkan lebih dari satu macam pengobatan bahkan memerlukan pengobatan

profilaksis. Dalam hal ini pencegahan terjadinya infeksi sekunder atau oportunistik pada

pasien-pasien imunokompromais sangatlah penting untuk mencegah terjadinya sepsis yang

menyebabkan angka kematian pada keadaan ini meningkat. Salah satu upaya pencegahan

yang bisa dilakukan adalah menjaga higiene dan pemberian pengobatan yang tepat

26

Page 27: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

DAFTAR PUSTAKA

1. Enrion MA, Powell KR. Sepsis, septic shock, and systemic inflammatory respon

syndrome. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. penyunting.

Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia. Elsevier-Saunders. 2008. h.

1094-9.

2. Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, etal: The epidemiology of severe sepsis in

children in the United States. Am J Respir Crit Care Med 2003; 167:695–701.

3. Khilnani P, Deopujari S, Carcillo J. Recent advances in sepsis and septic shock. Indian

Journal of Pediatr. 2008; 75: 821-30.

4. Kisson N, Carcillo JA, Espinosa V, Argent A, Devictor D, Madden M, dkk. World

federation of pediatric intensive care and critical care society: global sepsis initiative.

Pediatr. Crit Care Med. 2011; 12(5): 494-503.

5. Michaels MG, Green M. Infections in immunocompromised persons. Dalam: Kliegman

RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. penyunting. Nelson textbook of pediatrics.

Edisi ke-18. Philadelphia. Elsevier-Saunders. 2008. h. 1100-7.

6. McLaughin GE, Argent AC. Acquired immune dysfunction. Dalam: Fuhrman BP,

Zimmerman JJ, Carcillo JA, Clark RSB, Relvas M, Rotta AT,dkk. penyunting. Pediatric

critical care. Edisi ke-4. Philadelphia. Elsevier-Saunders. 2011.h. 1302-14.

7. Cruse JM, Lewis RE. Atlas of immunology. Edisi ke-2. Florida. Taylor & Francis. 2004

27

Page 28: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

8. Steele RW. Clinical handbook of pediatric infectious disease. Edisi ke-3. New York.

Informa Healthcare. 2007.

9. Weiller CR, FulbrightJLB. Common variable immunodeficiency: test indications and

interpretation. Mayo Clin Proc. 2005; 80(9): 1187-200.

10. Van Amersfoort ES, Van Berkel TJC, Kuiper J. Receptors, mediators, and mechanisms

involved in bacterial sepsis and septic shock. Clin Microbiol Rev. 2003; 16:379-414.

11. Remick DG. Pathophysiology of sepsis. AJP. 2007; 170:1435-44.

12. Daniels R. Pathophysiology of sepsis. (Diunduh tanggal 2 Februari 2008). Tersedia dari

URL:http://www.Library.nhs.uk/emergency

13. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Eng J Med.

2003; 348:138-50.

14. Russel JA. Management of sepsis. N Engl J Med. 2006; 355: 1699-1713.

15. Muszinsky JA, Hall MW. Sepsis-induced innate and adaptive immune supression. The

Open Inflammation Journal. 2011; 4: 67-73.

16. Sriskandan S, Altman DM. The immunology of sepsis. J Pathol. 2008; 214: 211-23.

17. Poll TV, Opal M. Host-pathogen interactions in sepsis. Lancet Infect Dis. 2008;8: 32-

43.

18. Siqueiera-Batista R, Gomes AP, Lima LC, Vitorino RR, Perez MCA, Mendonca EG,

dkk. Sepsis: an update. Rev Bras Ter Intensiva. 2011; 23(2): 207-16.

19. LaRosa S. Sepsis.[diunduh tanggal 9 November 2011]. Tersedia dari URL:

http://www.clevelandclinicsmed.com/

20. Allen UD. Factors influencing predisposition to sepsis in children with cancer and

aquired immunodeficiencies unrelated ti human immunodeficiency virus infection.

Pediatr Crit Care Med. 2005; 6(3): S80-6.

21. Phelan D, Robulotta F, Hinds C, Brown K. Immunocompromised patients; clinical

problems. Update 2010. Patient-centered acute care training. European society of

intensive care medicine. [diunduh tanggal 28 Oktober 2011]. Tersedia dari URL:

http://pact.esicm.org/

22. Lieh-Lai MW, McGeorge KAL, Bautista MCA, Reid C. Pediatric acute care. 2001

23. Gea-Banacloche JC, Opal SM, Jorgensen J, Carcillo JA, Sepkowitz KA, Cordonier C.

Sepsis associated with immunosupressive medication: an evidence-based review.

Pediatr Crit Care Med. 2004; 32(11): S578-90.

28

Page 29: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

24. Yogev R, Chadwick EG. Aquired immunodeficiency syndrome (human

immunodeficiency virus). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF.

penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia. Elsevier-Saunders.

2008. h. 1427-43.

25. Domachowske JB. Pediatric human immunodeficiency virus infection. Clin. Microbiol.

Rev. 1996; 9(4): 448-68.

26. Hatherill M. Sepsis perdisposition in children with human immunodeficiency virus.

Pediatr Crit Care Med. 2005; 6(3): S92-8.

27. Sorensen RU. Infections that suggest an immunodeficiency. [diunduh tanggal 25

Oktober 2011]. Tersedia dari URL: http://www.medschool.lsuhsc.edu/Pediatrics/

28. Rote NS. Alteration in immunity and inflamation. Dalam: McCance KL, Huether SE,

Brahsers VL, Rote NS. Pathophysiology; the biologic basis for disease in adult and

children. Edisi ke-6. Missouri. Mosby-Elsevier. 2010. h. 256-92.

29. Morrell MR, Micek ST, Kollet MH. The management of severe sepsis and septic shock.

Infect Dis Clin N Am. 2009; 23: 485-501.

29

Page 30: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Lampiran 1

Ya tidak

Syok septik

DIC

meningitis

gagal nafas

ya tidak

30

PASIEN DENGAN AIDS DAN DEMAM

Lihat ABCsOksimetriO2

Monitor BP

Tampak sakitRiwayat infeksi beratNilai CD4 rendahNeutropiaPemasangan kateter

TerapiDitentukan oleh tempat dan

sumberKurangnya perbaikan dengan

terapi yang adekuat mungkin menunjukkan perlunya pemeriksaan tambahan

Untuk bakteri rekuren pertimbangan profilaksis

TMP-SMX 150 mg/m@ PO 2x/hari

Leukosit >25.000/mm3 atau temperatur >40oC

Pertimbangkan rawatAntibiotik POMonitor dan nilai ulang

PulangkanFollow up dalam 24 jam

B

D

C

Page 31: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Algoritma 1. Pasien AIDS dengan DemamSumber: Lieh-Lai MW, McGeorge KAL, Bautista MCA, Reid C, 200122

PASIEN DENGAN AIDS DAN DEMAMPengambilan spesimen yang baik dan benar , penting untuk meningkatkan kemampuan diagnosis (kultur)Bakteri patogen yang seringDarah Streptococcus pneumonia

Haemophillus inflenzaeSalmonella sp.Escherichia coli

Urine dan feses Escherichia coliKulit/ jaringan lunak Staphylococcus aureus

Streptococcus viridans

Bakteri patogen yang utama pada anak penderita HIV sama dengan anak sehat yang imunokompeten, akan tetapi insidensi infeksi bakteri lebih besar dibandingkan anak yang tidak menderita HIV

Sepsis yang berhubungan dengan pemasangan kateter vena sentral biasanya akibat staphylococcus aureus dan stphylococcus epidermidis, infeksi yang berhubungan dengan kateter dapat diterapi tanpa melepaskan kateter.

INFEKSI OPPORTUNISTIKBakteri mycobacterium avium complexInfeksi jamur candidiasis oral, candidiasis esofagus, candidiasis disseminated

Cryptococcus neoformans, Aspergillus sp., histoplasma capsulatumCoccidioides immitis

Protozoan Pneumocystis carinii, toxoplasma gondiiViral herpes virus (CMV, Varicella-Zoster)

Diagnosis infeksi dengan paremeter klinis lebih sering dilakukan dibandingkan hasil dari kultur. Pneumonia akut adalah diagnosis klinis paling sering pada keadaan infeksi berat. Prinsip penanganan harus dibedakan dengan pasien immunokompeten

31

A

B

C

Page 32: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Anak penderita HIV dengan batuk lebih dari 2 minggu dan pilek harus dievaluasi untuk sinusitisOtitis media adalah infeksi minor yang sering terjadi dan dapat resisten terhadap pengobatan. Patogen yang sering meliputi streptococcus pneumonia, Haemophillus influenzae, dan streptococcus group A-β hemolitikus.

DIAGNOSTIKDarah : Pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, elektrolit, BUN, kreatinin, Ca, LDH,LFTs, Faktor pembekuan, analisis gas darah, CD4 Urine : Urin lengkapFeses : Parasit dan ova, rotavirus, shigella, salmonella, campylobacter, cryptosporodia. CMV, isosporasepsis : virus, jamur, kultur micobakterium pada darah, urin, CSF, bakteri aerob dan anaerob.Lain-lain : radiologi thorax, sinus, PPD

Syok

Gagal Napas

Akut Kronis

Radiografi dada

32

D

PASIEN DENGAN AIDS DAN DUGAAN KETERLIBATAN PARU

RR ↑, SpO2 <90%, wheezing, crakles, retraksi, demam, batuk non produktif

Batuk, wheezing, hipoksia, clubbing jari,parotitis,limfadenopati,hepatosplenomegali

Lihat ABCs, Oksimetri,O2

Monitor BP

LDH normal <250 IU/L

Pertimbangkan

C etiologi

bakteri Ceftriaxone 50

mg/kg IV tiap 12 jam

Jika riwayat infeksi gram negatif (+) cefepime 150 mg/kgBB IV tiap 8 jam max 6 g/24 jam

Atau Ceftazidime 150

mg/kgBB tiap 8 jam max 6 g/24 jam

Ditambah Tobramycin, jika

infeksi strain yang resisten 80-160 mg nebulisasi tiap 8

Normal atau interstitial difus

LDH >500 IU/L A-a gradient >30

Consider PCP

D

TMP/SMX 20

mg/kgBB/hari

E

Pertimbangkan Pentamidine 4 mg/kg

BB IM/IV

BAL

F

kortikosteroid

G

Interstitial reticulonodular

LDH <250-500 IU/L

Consider LIP

H

Prednison 2 mg/kg BB/hari

Selama 2-4 minggu, tapering off 1

mg/kg/hari saat respon adekuat atau saat SpO2 menjadi normal

terapi adjuvant bronchodilator fisioterapi dada

Normal atau mediastinal limphadenopati, atelektasis, efusi pleura

LDH normal PPD (+) (-) jika anergi Pertimbangkan

mycobacteria Isoniazid (INH) 10-15

mg/kg PO Ditambahkan Rifampisin 10-20 mg/kg

PO Ditambahkan Pirazinamide (PZA) 20-

40 mg/kgBB PO Triple terapi untuk 2

bln, selanjutnya INH, rif selama 10 bln

BAL, aspirasi sumsum tulang dan gaster untuk basil tahan asam kultur untuk konfirmasi

diagnostik

I

A

B

Page 33: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Jika tidak ada perbaikan setelah 24-48 jam

Algoritma 2. Pasien AIDS dengan Dugaan Keterlibatan ParuSumber: Lieh-Lai MW, McGeorge KAL, Bautista MCA, Reid C, 2001

Lampiran 2PASIEN AIDS DAN DUGAAN KETERLIBATAN PARUPasien AIDS dapat menderita gangguan pernafasan akibat pneumonia oleh bakteri, virus, infeksi oportunistik, penyakit saluran nafas reaktif, lymphoid interstitial pneumonitis (LIP), atau kardiomiopati, infeksi oprtunistik termasuk pneumocystis carinii pneumonia (PCP), mycobacterium-avium intracellulare compleks (MAC), aspergillosis, legionella, dan nocardia.

Selalu pikirkan kecurigaan tinggi kearah PCP pada psien dengan AIDS dengan gejala distres nafas akut dan hipoksia (SpO2 < 90% dan PaO2 <60 mmHg pada oksigen ruangan)

Patogen yang dapat menyebabkan pneumonia bakteri adalah: streptococcus pneumonia, Haemophillus influenzae tipe B, streptococcus group A, staphylococcus aureus, mycoplasma pneumoniae, branhamella catarrhalis, dan bakteri gram negatif termasuk pseudomonas ssp. Dan klebsiella spp. Jangan bergantung pada jumlah leukosit untuk mendiagnosis infeksi pada pasien dengan AIDS.

Infeksi paling sering terjadi pada pasien AIDS bayi <1tahun dan infeksi oportunistik pada anak HIV adalah pneumocystis carinii pneumonia (PCP). Sebagian besar bayi terinfeksi antara usia 4-6 bulan. Secara klinis muncul dengan tanda perburukan yang cepat daei hipoksemia. Walaupun peningkatan pengenalan dan pengobatan dari PCP telah meningkatkan prognosis, tetap saja keadaan ini berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya kematian. Pasien AIDS dengan peningkatan usaha nafas, hipoksia, dan foto rontgen thorax yang normal harus diduga PCP sampai terbukti tidak. Terapi antibiotik harus dimulai segera.

Pemberian TMP-SMX dihubungkan dengan efek samping: kemerahan pada kulit, neutropenia, trombositopenia, anemia aplastik, abnormal LFTs, sindroma steven-johnson, dan gangguan fungsi ginjal. Pentamidine umumnya diberikan pada anak yang tidak meneloransi pemberian TMP-SMX atau gagal dengan terapi

33

A

B

C

D

E

F

Pertimbangkan etiologi virus Pertimbangan infeksi fungal ampoterisin B 0,5 mg/kgBB selama 4-6 minggu

J K

Page 34: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Bronchoalveolar lavage (BAL) aman dan sensitif untuk mendiagnosis PCP. Pewarnaan wright-Giemsa biasa digunakan untuk tes skrening cepat. Pewarnaan Methenamine silver dan immunofluorescent direk dengan antibodi monoklonal (untuk deteksi formasi cystik) digunakan untuk menkonfirmasi hasil skrening. Hasil dapat tetap postif selama 72 jam setelah pemberian antibiotik. Tes untuk mengkonfirmasi penting dalam membuat diagnosis disamping pemberian profilaksis sekunder.

REKOMENDASI PEMBERIAN STEROID UNTUK PENGOBATAN PCPIndikasi- PCP moderat sampai berat (PaO2<70 mmHg atau A-a gradient >35 mmHg)

>13 tahun: prednison 40 mg/dosis PO 2 kali sehari selama 5 hari, selanjutnya 40 mg PO 4 kali sehari selama 5 hari, selanjutnya 20 mg PO 4 kali sehari sampai selesai pemberian terapi antimikroba

<13 tahun: prednison 2 mg/kgbb/hari peroral selam 7 -10 hari, ditapering off pada hari 10-14.

Terapi harus dimulai dalam 72 jam pertama dari saat pemberian antibiotik.

Lymphoid interstitial pneumonitis (LIP) adalah komplikasi yang umum pada AIDS, predominan pada anak. Karekateristiknya adalah hipoksia yang progresif lambat dengan takipnea ringan, batuk, clubbing jari. Dihubungkan dengan limfadenopati general, pembesaran kelenjar parotis, dan hepatosplenomegali (penyakit hati kronik). Diagnosis berdasarkan klinis dihubungkan dengan batuk persisten (>2 bulan) retikulonodular atau interstitial tanpa konsolidasi pada rontgen thorax atau CT scan dada. Biopsi paru jarang dilakukan untuk menentukan diagnosis. BAL mungkin dibutuhkan untuk menyingkirkan infeksi.

Sangat penting untuk melakukan pemeriksaan BAL, biopsi dari spesimen pada tes susceptibilitas.

Anak dengan AIDS lanjut memiliki resiko untuk infeksi luas dengan mycobacterium avium complek (MAC), biasanya demam, kehilangan berat badan, keringat malam, nyeri abdomen, hepatosplenomegali, dan anemia.

Pneumonia akibat virus termasuk respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, rubella, varicella, dan citomegalovirus (CMV)

MANIFESTASI KLINISUmum :DemamLeher : Pembesaran kelenjar parotis, pilek, limfodenopatiPernafasan : Takipnea, rales, wheezing, ronki, retraksi, batukGIT : HepatosplenomegaliEktremitas : Clubbing jari

DIAGNOSTIKDarah : Analisis gas darah (hitung A-a gradien), LDH, cold aglutinin (Mycoplasma), Kultur, BAL, kultur, PCP

34

G

H

I

J

Page 35: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Lain-lain : Radiografi dada, CT dada, biopsi paru. PPD dengan tes anergi, nasal RSVKultur : Bakteri aerob, anaerob, viral, jamur, mycobacterium, parasit.

Lampiran 3

Syok

DIC

Gagal Ginjal Akut

35

PASIEN IMUNOKOMPROMAIS DENGAN DEMAM

ANC < 500NeutropeniaPost kemoterapiCeftazidime150 mg/kbBB 3x/hariAtauCefepime 150

mg/kgBB/hari 3 x/hariDitambahVancomycin 40

mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

DEFESIENSI IMUNOGLOBULIN

SCIDHypogammaglobinemia

Setelah infus IVIG, Pertimbangkan sebagai

pasien imunokompetenAsplenia Sickle cell anemiaSpenectomyCeftriaxone100 mg/kgBB IV tiap 12

jam

CD4 < 200HIVT cell defesiensi

Ceftriaxone100 mg/kgBB /hari tiap

12 jam

Pertimbangkan bactrim 20 mg/kg BB/hari IV tiap 6 jam

IVIG 400 mg/kgBB/bulan IV

Nilai ulang secara berkalaUbah antibiotik berdasarkan hasil kultur dan resistensiTambahkan antijamur dan atau antivirus berdasarkan faktor yang mendasari atau derajat kecurigaan adanya infeksi jamur atau virusBeberapa pasien memerlukan drainase abscessJika infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter vena sentral, pertimbangkan ekokardiogarafi untuk menentukan vegetasi. Tidak ada kesepakatan apakah infeksi vena sentral dapat dilepaskan. Jika kateter tidak dilepaskan, dan kateter yang digunakan multi lumen, pastikan antimikroba dimasukkan kedalam semua bagian.

Lihat ABCs, Oksimetri,O2

Monitor BP

A

B

C D

C

Page 36: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Algoritma 3. Demam pada keadaan ImunokompromaisSumber: Lieh-Lai MW, McGeorge KAL, Bautista MCA, Reid C, 2001

ANAK IMMUNOCOMPROMAIS DENGAN DEMAM

Anak imunocompromised: individu yang memiliki pagositik abnormal, fungsi imune selular dan humoral yang menjadikannya retan tehadap infeksi dan komplikasi oportunistik.

Pasien yang kehilangan membran mukosa dan kulit juga rentan terhadap komplikasi infeksi.

Demam akibat infeksi pada paseien imunokompromised merefleksikan keadaan emergensi medik atau bedah.

Penyebab utama keadaan imunokompromised: Gangguan sel B- X-linked (brotun) agammaglobulinemia- Variabel imunodefesiensi yang umum- IgA defesiensi Gangguan sel T- DiGoerge (thymic hypoplasia)- X-linked imunodefesiensi dengan hiper IgM- Defek produksi sitokin- Defek aktivasi sel T Kombinasi penyakit sel B dan T- Kombinasi immunodefesiensi (CID atau nezelof syndrom)- Hipoplasia rambut kartilago- Severe combined immunodefeciency (SCID)- Iskott-aldrich syndrome- Ataxia-telangectasia- Hiper IgE sindrome Defek sistem komplemen Neutropenia kongenital

36

A

B

Page 37: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Penyakit granulomatosis kronik Sindroma chediak-higashi Asplenia congenital

Sekunder atau imonokompremised yang didapat: Splenektomi atau autospelenktomi (sicle sel disease) Kemoterapi dengan neutropenia resultan (ANC<500/mm3) HIV/AIDS Immunosuppressive terapi Malnutrisi.

Kehilangan integritas mukosa dan kulit Kateter indwelling atau shunt Luka bakar Trauma

Organisme berhubungan dengan infeksi pada imunokompromised sekunderKondisi Organisme

Splenektomi, autosplenektomi, asplenia

Organisme encapsulated: s. Pneumonia, N. Meningitides, H. InfluenzaeParasit: malaria

HIV/AIDS Bakteri: s. pneumoniae, salmonella, psedomonas, mycobacteriaViruses: HSC, CMV, Varicella-Zoster, EBV, RSV, adenovirus, parainfluenzae virusJamur: candida(terutama pada anak), cryptococcus, histoplasma.Pneumocystis carinii, toxoplasma, cryptosporidia

Kemoterapi berhubungan dengan neutropenia

Gram positif dan negatif bakteri HSV candida, jamur

Transplantasi sumsum tulang Gram positif dan negatif bakteri HSV candida, jamur

Transplantasi organ Transplantasi ginjal—gram negatifTranplantasi hati – organisme enterikEnterococcus resisten vancomisin – assending colangitis

Kateter indwelling dan shunt Bakteri gram postif, terutama koagulase positif stapilococcus.

Manifestasi klinisUmum : keadaan imunosupresi: kemoterapi, imunosupresi, penyakit sickle sel,

penggunaan steroid kronik: demama, hipotemia, menggigil.

37

C

Page 38: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Kulit : petekie, purpura, kemerahan pada kulit, indurasi atau pus pada daerah kateter.Kardiovaskular: takikardia, nadi yang tidak stabil, perfusi yang menurun, hipotensi(lanjut)Respirasi : takipnea, distres nafas, gruntung, sianosisGIT : nyeri abdomen, pembengkakan, abscess perirectal, hindari pemeriksaan

rektal tetapi secara visula diperlukan.

DiagnostikDarah : darah lengkap, hitung jenis, ekeltrolit, BUN, kreatinin, glukosa, kultur (kultur dari Tempat insersi kateter disertai pengambilan dari kultur dari perifer).Urin : urinalisis, kultur, pewarnaan gramLain-lain : kultur luka, punksi lumbal bila diperlukan, rontgen thorax, pewarnaan gram.

Lampiran 4

Tabel Terapi AspergilosisInfeksi sistemik dan SSP

Infeksi yg tidak terlalu berat

Voriconazole

Dengan atau tanpa: CaspofunginAlternatif: Amphoterisin B (lipid complex) atau amphoterisin B (liposomal)

ItraconazoleAtauAmphotericin B

IV: 14 mg/kg/hari setiap 12 jamPO: 2-12 tahun: 400mg/hari 2x sehari, pemberian minimal selama 6 minggu

70mg/m2 pada hari pertama, kemudian 50mg/m2 setiap 24 jam. 5-10mg/kg/hari IV, infuse selama 3-4 jamPemberian minimal selama 6 minggu

5-10mg/hari IV/PO 2x sehari

0,25-0,5mg/kg inisiasi, ditingkatkan sesuai toleransi sampai dengan 1-1,5 mg/kg/hari; infus sebagai dosis tunggal selama lebih dari 2 jam

Sumber: Steele RW, 2007

Tabel Terapi BlastomycosisInfeksi sistemik yang berat

Infeksi SSP

Itraconazole

Amphoterisin B (lipid complex) atau amphoterisin B (liposomal)Alternative: Fluconazol

Amphoterisin B

2.5 mg/kg/hari 2x sehari, atau 5-10mg/kg/hari PO setiap 24 jam5-10mg/kg/hari IV, infus selama 3-4 jamPemberian minimal selama 6 minggu

12 mg/kg/hari dosis tunggal

0,25-0,5mg/kg inisiasi, ditingkatkan sesuai toleransi sampai dengan 0.5-1.5 mg/kg/hari; infus sebagai dosis tunggal selama lebih dari 2 jam

38

Page 39: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Untuk infeksi ringan-sedang

FluconazolAtauItraconazole

3-6 mg/kg/hari dosis tunggal

5-10mg/hari IV/PO 2x sehari

Sumber: Steele RW, 2007

Tabel Terapi ChromomycosisInfeksi sistemik

Itraconazole solnAlternatifTerbinafine PO

PO 5 mg/kg/hari setiap 24 jam dikumur dan ditelan, selama 12 bulan< 20 kg: 67,5 mg/hari20-40 g: 125 mg/hari.> 40 kg: 250mg/kg/hari

Sumber: Steele RW, 2007

Lampiran 5Tabel Terapi Coccidoidomycosis

Infeksi sistemik

Infeksi SSP

Amphoterisin B AtauAmphoterisin B liposomal atau Amphoterisin B lipid complexAtauFluconazolAtauItraconazole soln(osteomyelitis)

Fluconazol

1 mg/kg/hari IV, setiap 24 jam

5 mg/kg/hari IV setiap 24 jam

6-12 mg/kg IV/PO, setiap 24 jam

5-10 mg/kg/hari setiap 24 jam

12 mg/kg IV, setiap 24 jam untuk 30 hari

Sumber: Steele RW, 2007

Tabel Terapi KandidiasisInfeksi sistemik infesi disseminata

Infeksi traktus urinariusOrofaring atau esophageal

Amphoterisin B AtauAmphoterisin B lipid complex AtauFluconazol

Amphoterisin B

Fluconazol

ClotrimazoleAtauFluconazolatau

0.5-0.75 mg/kg/hari IV, setiap 24 jam

3-5 mg/kg/hari IV setiap 24 jam

6-12 mg/kg IV/PO perhari selama 2-4 minggu

3-6 mg/kg/hari dosis tunggal IV atau PO selama 7 hari

10 mg troche PO 5x/hari selama 7 hari

3-6 mg/kg/hari dosis tunggal PO selama 5 hari39

Page 40: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Infeksi SSP

Itraconazole soln

Amphoterisin BDitambah

Flucytosine

PO 5 mg/kg/hari setiap 24 jam dikumur dan ditelan, selama 5 hari

0,25-0,5mg/kg inisiasi, ditingkatkan sesuai toleransi sampai dengan 0.5-1.5 mg/kg/hari; infus sebagai dosis tunggal selama lebih dari 2 jam100-150 mg/kg/hari PO setiap 6 jam. Maksimum 150 mg/kg setiap 24 jam—adjust untuk level serum 40-60 mcg/mLLama: minimal 30 hari, guiding dengan CT atau MRI

Sumber: Steele RW, 2007

Lampiran 6Tabel Terapi Cryptococcosis

Infeksi sistemik

Infeksi SSP

FluconazolAtauAmphoterisin B AtauAmphoterisin B liposomal atau Amphoterisin B lipid complex

Amphoterisin BDitambahFlucytosine

Dilanjutkan dengan Fluconazol

12 mg/kg IV/PO, setiap 24 jam selama 6-12 minggu

1 mg/kg/hari setiap 24 jam

3-5 mg/kg/hari setiap 24 jam

0.5-0.7 mg/kg/hari IV, setiap 24 jam

100 mg/kg/hari PO setiap 6 jam selama 6 minggu

100 mg/kg/hari IV/PO setiap 24 jam selama 10 minggu

Sumber: Steele RW, 2007

Tabel Terapi FusariumInfeksi sistemik

Voriconazole

AlternatifAmphoterisin B

IV: 6-8 mg/kg/hari setiap 12 jam untuk 1 hari selanjutnya 7 mg/kg setiap 12 jamPO: 8 mg/kg/hari setiap 12 jam untuk 1 hari selanjutnya 7 mg/kg setiap 12 jam

1-1.5 mg/kg/hariSumber: Steele RW, 2007

Tabel Terapi HistoplasmosisInfeksi sistemik

Amphoterisin B Atau

1 mg/kg/hari , setiap 24 jam

40

Page 41: Sepsis in Immunocompromised Children-Rev

Infeksi SSP

Amphoterisin B liposomal atau Amphoterisin B lipid complexAtauFluconazol

Amphoterisin B

Dilanjutkan dengan:Fluconazol

3-5 mg/kg/hari setiap 24 jam

5 mg/kg/hari PO soln perhari selama 6-12 minggu

0,25-0,5mg/kg inisiasi, ditingkatkan sesuai toleransi sampai dengan 0.5-1.5 mg/kg/hari; infus sebagai dosis tunggal selama lebih dari 2 jam, untuk 2-3 minggu

12 mg/kg/hari PO setiap 24 jam untuk 6 bulanSumber: Steele RW, 2007

41