S3-2013-276488-chapter1

16
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi rumah sakit (RS). Malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat di rumah sakit yang disebabkan karena penyakitnya atau masukan zat gizi yang tidak cukup, namun tidak jarang pula malnutrisi ini timbul selama dirawat inap (Braunschweig dkk, 2000). Prevalensi malnutrisi pasien saat masuk rumah sakit cukup tinggi, dilaporkan berkisar 20%-60%. (Waitzberg dkk, 2001; Correia dkk, 2003a; Meyer, 2006; Norman dkk, 2008; Kahokehr dkk, 2009; Imoberdorf dkk, 2010, Agarwal dkk, 2011). Hasil survey tahun 2007 dan 2008 terhadap 21.007 pasien di rumah sakit eropa didapatkan 27% pasien berisiko malnutrisi (Schinder dkk, 2010). Di Indonesia Berdasarkan data dari RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2006, didapatkan 71,8 % pasien pada saat masuk rumah sakit sudah mengalami malnutrisi (Sunatrio, 2007). Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, RS Jamil Padang, dan RS Sanglah Denpasar terhadap 293 pasien, didapatkan 74 pasien (28,2%) mengalami penurunan status gizi pada saat keluar rumah sakit dibandingkan pada saat masuk rumah sakit berdasarkan Subjective Global Assessment (SGA) (Budiningsari dan Hadi, 2004). Salah satu faktor yang menyebabkan malnutrisi adalah asupan energi dan protein yang tidak adekuat (Kusumayanti dkk, 2004; Dwiyanti dkk, 2004). Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan konsekuensi malnutrisi pada pasien yang dirawat serta hubungannya dengan meningkatnya lama hari rawat,

Transcript of S3-2013-276488-chapter1

  • 13

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Permasalahan

    Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi rumah

    sakit (RS). Malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat di rumah sakit yang

    disebabkan karena penyakitnya atau masukan zat gizi yang tidak cukup, namun

    tidak jarang pula malnutrisi ini timbul selama dirawat inap (Braunschweig dkk,

    2000). Prevalensi malnutrisi pasien saat masuk rumah sakit cukup tinggi,

    dilaporkan berkisar 20%-60%. (Waitzberg dkk, 2001; Correia dkk, 2003a; Meyer,

    2006; Norman dkk, 2008; Kahokehr dkk, 2009; Imoberdorf dkk, 2010, Agarwal

    dkk, 2011). Hasil survey tahun 2007 dan 2008 terhadap 21.007 pasien di rumah

    sakit eropa didapatkan 27% pasien berisiko malnutrisi (Schinder dkk, 2010).

    Di Indonesia Berdasarkan data dari RS Hasan Sadikin Bandung pada

    tahun 2006, didapatkan 71,8 % pasien pada saat masuk rumah sakit sudah

    mengalami malnutrisi (Sunatrio, 2007). Penelitian yang dilakukan di RS Dr.

    Sardjito Yogyakarta, RS Jamil Padang, dan RS Sanglah Denpasar terhadap 293

    pasien, didapatkan 74 pasien (28,2%) mengalami penurunan status gizi pada

    saat keluar rumah sakit dibandingkan pada saat masuk rumah sakit berdasarkan

    Subjective Global Assessment (SGA) (Budiningsari dan Hadi, 2004). Salah satu

    faktor yang menyebabkan malnutrisi adalah asupan energi dan protein yang

    tidak adekuat (Kusumayanti dkk, 2004; Dwiyanti dkk, 2004).

    Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan konsekuensi malnutrisi pada

    pasien yang dirawat serta hubungannya dengan meningkatnya lama hari rawat,

  • 14

    biaya, komplikasi, dan mortalitas sudah terdokumentasi. Meta analisis terhadap

    27 penelitian Randomized Control Trial (RCT) dengan 1710 pasien dan 30

    penelitian RCT dengan 3250 pasien menunjukkan hubungan yang bermakna

    antara malnutrisi dengan komplikasi, infeksi, dan mortalitas (Stratton, 2003).

    Penurunan status gizi pada pasien rawat inap tanpa melihat status gizi pada saat

    masuk rumah sakit berhubungan dengan biaya yang lebih tinggi dan lama rawat

    inap lebih panjang (Chima, 1997; Wyszynski, 1997; Braunschweig, 2000;

    Correia, 2003b; Marco, 2011).

    Malnutrisi di rumah sakit dapat terjadi sebagai akibat dari intake makan

    tidak memenuhi kebutuhan gizi yang disebabkan penurunan asupan zat gizi,

    kebutuhan gizi yang meningkat karena penyakit yang diderita atau gangguan

    utilisasi zat gizi (Schenker, 2003; Alerda dkk., 2006). Kejadian malnutrisi di

    rumah sakit sebagian besar tidak terdeteksi karena banyak klinisi belum

    mempertimbangkan pentingnya gizi dalam penyembuhan pasien dan tidak

    dilakukan monitoring status gizi secara rutin (Schenker, 2000). Hal ini dibuktikan

    oleh penelitian Bavelaar (2008), bahwa penilaian status gizi dan intervensi gizi

    belum sepenuhnya dilakukan oleh profesi kesehatan pada saat pasien masuk

    RS, selama perawatan, dan pulang dari RS. Hasil laporan di beberapa rumah

    sakit Eropa, didapatkan 60-85% pasien rawat inap tidak dilaporkan malnutrisi

    sehingga tidak dilakukan penilaian gizi lanjut dan terapi gizi (Elia dkk., 2005).

    Skrining gizi dan penilaian status gizi perlu dilakukan pada semua pasien

    rawat inap, karena pasien yang segera dilakukan skrining gizi akan

    menghasilkan ketepatan dalam intervensi gizi sehingga dapat mencegah

    malnutrisi di rumah sakit dan mempercepat proses penyembuhan (Wyszynski,

    1997). Survey terhadap 600 catatan medik (CM) di rumah sakit Scottland,

  • 15

    didapatkan hanya 41% CM yang terdapat data tinggi badan dan berat badan

    (Campbell dkk, 2002). Penilaian terhadap 3278 CM di RS Copenhagen,

    didapatkan 24% pasien yang dilakukan skrining gizi dan hanya 65% yang di

    skrinig sesuai waktu yang disarankan yaitu 24 jam pertama masuk RS (Geiker

    dkk, 2012)

    Skrining gizi merupakan proses yang cepat dan sederhana yang dapat

    dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (Barendregt dkk., 2008). Rekomendasi dari

    European Society Parenteral Enteral Nutrition (ESPEN) dan American Society

    Parenteral Enteral Nutrition (ASPEN) menetapkan bahwa skrining gizi perlu

    dilakukan pada awal pasien masuk rumah sakit untuk mengidentifikasi pasien

    yang mempunyai risiko masalah gizi dan diulang secara periodik. Pada pasien

    yang mempunyai risiko masalah gizi dievaluasi oleh tenaga kesehatan yang

    bekerjasama dalam tim dukungan nutrisi (Kondrup, 2003; Mueller, 2011;

    Lorenzo, 2005).

    Hasil evaluasi dari tahun 1982 sampai 2002 terhadap alat skrining dan

    asesmen gizi yang digunakan oleh perawat di beberapa rumah sakit Eropa

    didapatkan 35 macam alat skrining gizi dan perlu dilakukan standarisasi untuk

    menggunakan alat skrining tersebut (Green dan Watson, 2005). Hasil evaluasi

    terhadap 44 alat skrining gizi, hanya dua alat yang dikembangkan dengan teknik

    multivariat (Jones, 2002). Metode skrining gizi sudah digunakan di rumah sakit,

    namun baku emas untuk mendefinisikan malnutrisi masih terbatas. Hasil studi

    beberapa ahli menyimpulkan bahwa elemen kekurangan energi atau protein dan

    penurunan masa bebas lemak yang digambarkan dengan kehilangan berat

    badan, indek massa tubuh, dan kurangnya asupan makanan merupakan elemen

    utama dalam mendefinisikan malnutrisi (Meijers dkk, 2010).

  • 16

    Metode skrining yang direkomendasikan dari konsensus ESPEN adalah

    Nutritional Risk Screening-2002 (NRS-2002), karena sudah dianalisis dengan

    beberapa penelitian RCT (Meyer, 2006; Sorensen 2008), sedangkan British

    Association of Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) merekomendasikan

    Malnutrition Universal Screening Tool (MUST). Hasil penelitian Kruizenga (2005)

    dengan menggunakan Short Nutritional Assessment Questionaire (SNAQ)

    merupakan metode yang valid untuk deteksi dini malnutrisi. Australia

    mengembangkan Malnutrition Screening Tool yang valid dan reliabel (Ferguson,

    1999). Penelitian di Indonesia tentang malnutrisi di rumah sakit banyak

    menggunakan SGA yang merupakan metode asesmen gizi dari Detsky (1987).

    Metode skrining seperti NRS-2002, MUST, MST, dan SNAQ yang ada saat ini

    telah dibuktikan memiliki keunggulan pada kelompok populasi tertentu, namun

    belum ada alat skrining yang paling tepat dan dapat diterima oleh semua

    kalangan khususnya di Indonesia. Beberapa kelemahan alat skrining yang ada

    yaitu adanya perhitungan matematik dan membutuhkan data yang detail yang

    hanya dapat dilakukan oleh tenaga terampil (ahli gizi), sedangkan tidak semua

    rumah sakit mempunyai ahli gizi yang cukup, dan adanya keterbatasan peralatan

    antropometri di rumah sakit. Disamping itu, kebiasaan untuk melakukan

    penimbangan berat badan secara rutin jarang dilakukan, sehingga tidak dapat

    mengetahui perubahan berat badan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

    pengembangan alat skrining gizi yang lebih murah, sederhana, dan sesuai

    dengan kondisi masyarakat di Indonesia.

    Kriteria untuk mengembangkan alat skrining gizi adalah sebagai berikut: 1).

    Dapat digunakan pada populasi pasien dewasa yang heterogen. 2).

    Menggunakan data rutin. 3). Tepat digunakan, karena sederhana, cepat dan

  • 17

    mudah dalam mengisinya oleh tenaga staff bukan professional, pasien atau

    keluarga. 4). Tidak invasif dan murah. 5). Valid dan berguna (Ferguson dkk.,

    1999). Langkah-langkah pengembangan alat skrining gizi adalah dengan

    melakukan kajian literatur, mengidentifikasi variabel berisiko, menganalisis

    validitas isi, menyusun alat skrining gizi, melakukan pilot studi, menyusun ulang

    pertanyaan, melakukan analisis reliabilitas dan validitas (Jones, 2004)

    Intervensi gizi yang tepat dapat memperbaiki outcome klinis dan

    menghemat biaya rawat (Gallagher dkk, 1996). Penelitian selama lima tahun

    mendapatkan bahwa prevalensi malnutrisi di rumah sakit Hammersmith dapat

    diturunkan dari 23,5% menjadi 19,1% setelah dilakukan intervensi gizi melalui

    perbaikan mutu makanan, pendidikan gizi, dan implementasi skrining gizi

    (Oflynn dkk., 2005). Hasil analisis multicenter di rumah sakit Baltimore dan

    Beijing terhadap 1831 pasien didapatkan pemberian dukungan nutrisi pada

    pasien yang berisiko malnutrisi berdasarkan NRS-2002 dapat menurunkan

    komplikasi (Jie dkk., 2009). Penelitian di sembilan RS Swedia, pemberian

    intervensi gizi pada pasien yang berisiko malnutrisi berupa tambahan kalori dan

    protein (7-17%), suplementasi oral (43-54%), dan 8-22% mendapat nutrisi enteral

    dan paranteral (Westergen dkk., 2009). Pemberian dukungan nutrisi dapat

    memperbaiki asupan makan dan status gizi serta menurunkan risiko komplikasi

    (Starke dkk., 2010).

    Bagian penting dalam suatu proses pelayanan gizi adalah memberikan

    pelayanan/dukungan gizi berdasarkan kebutuhan pasien. Tahun 2003, American

    Dietetic Association (ADA) merekomendasikan suatu konsep model Standarized

    Nutrition Care Process (SNCP) atau Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)

    yang menjamin pelayanan dan outcome manajemen asuhan gizi menjadi

  • 18

    berkualitas bagi semua pasien secara individual dan berdasarkan pada fakta

    keilmuan terkini (Lacey dan Pritchett, 2003).

    Proses Asuhan Gizi Terstandar dengan keempat langkahnya (asesmen,

    diagnosis, intervensi, dan monitoring serta evaluasi gizi) dilaksanakan secara

    sistematis, berkesinambungan, dan saling berkaitan untuk pasien yang berisiko

    dan atau malnutrisi dengan cara mengenali, menentukan, dan mengatasi

    penyebab masalah gizi pasien sampai dengan masalah gizi tersebut hilang

    (Lacey dan Pritchett, 2003; NCPM I, 2008). Skrining gizi merupakan bagian yang

    penting dalam PAGT, tetapi dapat dilakukan tidak hanya oleh dietisien, sehingga

    bukan merupakan bagian dari PAGT. Dietisien bertanggung jawab terhadap

    pengembangan proses skrining, dan secara akurat dapat mengidentifikasi pasien

    yang mempunyai masalah gizi (NCPM I, 2008).

    Hasil survey terhadap 56 rumah sakit di Australia dan New Zealand

    tentang asuhan gizi, didapatkan tidak semua RS menerapkan evidence-based

    practice untuk pasien yang malnutrisi (Agarwal dkk, 2012). Asosiasi Dietisien

    Indonesia (AsDI), sejak tahun 2006 sudah melakukan workshop, pelatihan dan

    sosialisasi untuk penerapan PAGT di rumah sakit, termasuk RSUP Dr. Sardjito

    yang juga telah menerapkan PAGT. Integrasi antara penerapan skrining gizi dan

    PAGT masih belum jelas, yaitu belum adanya pedoman intervensi gizi untuk

    pasien yang berisiko malnutrisi.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

    masalahnya sebagai berikut :

    1. Pentingnya skrining gizi untuk mendeteksi pasien yang berisiko malnutrisi

  • 19

    dan sebagai dasar ketepatan intervensi gizi belum disadari oleh tenaga

    kesehatan. Dari berbagai alat skrining dan asesmen gizi yang digunakan,

    belum ada penelitian tentang metode terbaik yang digunakan untuk menilai

    pasien dewasa yang mempunyai risiko masalah gizi di Indonesia.

    2. Perlu dilakukan pengembangan metode skrining gizi untuk semua pasien

    dewasa yang baru masuk rumah sakit yang valid dan reliabel.

    3. Perlunya diterapkan proses asuhan gizi terstandar pada pasien yang

    mempunyai risiko masalah gizi sehingga dapat meningkatkan asupan zat

    gizi pasien dan memperbaiki status gizi serta memperpendek lama

    perawatan.

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka timbul masalah-

    masalah yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Apakah alat skrining gizi yang baru dapat membedakan pasien yang berisiko

    malnutrisi dan tidak berisiko malnutrisi ?

    2. Apakah alat skrinig gizi yang baru mempunyai hasil yang tidak berbeda

    dibandingkan dengan metode skrining yang lain.?

    3. Apakah alat skrinig gizi yang baru dapat sebagai prediktor lama perawatan

    dan status pulang pasien ?

    4. Apakah ada kesepakatan antar-ahli gizi, ahli gizi dan perawat serta ahli gizi

    dan pramusaji dalam mendeteksi risiko malnutrisi dengan menggunakan alat

    skrining gizi baru?

    5. Apakah pasien yang di skrining gizi dengan metode baru mempunyai

    perbedaan asupan gizi, status gizi (LLA, kadar albumin, hemoglobin,

    limfosit), lama rawat, dan status pulang dibandingkan dengan yang

    mendapat skrining dengan metode NRS ?

  • 20

    6. Apakah pasien yang dilakukan PAGT berbasis skrining mempunyai

    perbedaan asupan gizi, status gizi (LLA, kadar albumin), lama rawat, dan

    status pulang dibandingkan pasien yang mendapatkan PAGT standar RS?

    7. Apakah ada pengaruh interaksi antara skrining gizi dengan metode PAGT

    terhadap asupan gizi, status gizi, lama rawat dan status pulang pasien

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan penelitian Tahap 1

    Tujuan umum penelitian tahap pertama adalah mengembangkan metode

    skrining gizi baru yang sederhana, mudah, dan cepat dilakukan untuk semua

    pasien dewasa di rumah sakit serta menguji validitas dan reliabilitasnya.

    Tujuan khusus dari penelitian tahap pertama adalah :

    a. Menganalisis Validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriteria metode

    skrining gizi baru.

    b. Mengetahui reliabilitas inter-rater dengan melihat kesepakatan antar-ahli gizi;

    ahli gizi dan perawat; serta ahli gizi dan pramusaji dalam mendeteksi risiko

    malnutrisi dengan menggunakan metode skrining gizi baru.

    c. Membandingkan metode skrining gizi baru dengan NRS-2002, MST, MUST,

    SNAQ terhadap status gizi berdasarkan SGA, parameter antropometri (IMT

    dan LLA), dan biokimia (albumin, hemoglobin dan Limfosit) pada pasien

    dewasa di rumah sakit.

    d. Membandingkan kemampuan metode skrining gizi baru dengan NRS-2002,

    MST, MUST, SNAQ dalam memprediksi lama rawat inap dan status pulang

    pasien.

  • 21

    2. Tujuan Penelitian Tahap kedua

    Tujuan umum Penelitian tahap kedua adalah untuk menegetahui pengaruh

    proses asuhan gizi terstandar berbasis skrining terhadap perbaikan asupan

    makan, status gizi, lama perawatan dan status pulang pasien

    Tujuan khusus penelitian tahap kedua adalah :

    a. Mengetahui pengaruh skrining gizi metode NRS dan skrining gizi baru

    terhadap perbaikan asupan gizi, status gizi (LLA, kadar albumin), lama rawat

    pasien, dan status pulang pasien.

    b. Mengetahui pengaruh proses asuhan terstandar kebijakan rumah sakit

    (PAGT RS) dan proses asuhan gizi terstandar baru (PAGT baru) pada

    pasien yang berisiko malnutrisi terhadap perbaikan asupan gizi, status gizi

    (LLA, kadar albumin), lama rawat pasien, dan status pulang pasien.

    c. Mengetahui pengaruh interaksi skrining gizi dan proses asuhan gizi

    terhadap perbaikan asupan gizi, status gizi, lama rawat pasien, dan status

    pulang pasien.

    D. Keaslian Penelitian

    Penelitian tentang pengembangan metode skrining gizi dan asuhan gizi

    untuk pasien di rumah sakit dan kaitannya dengan keluaran hospitalisasi (lama

    rawat inap dan status pulang) yang pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya

    serta persamaan dan perbedaannya dengan penelitian ini disajikan dalam Tabel

    1 berikut ini.

  • 22

    Tabel 1. Keaslian Penelitian

    Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Persamaan

    1 . Development of a Valid and Reliabel Malnutrition Screening Tool for Adult Acut Hospital Patients oleh Ferguson dkk (1999).

    mengembangkan malnutrition screening tool yang simpel, reliabel, dan valid yang dapat digunakan pada saat masuk rumah sakit untuk mengidentifikasi risiko malnutrisi pasien dewasa pada kondisi akut.

    - Rancangan penelitian: prospektif kohor

    - Lokasi penelitian: The Wesley Hospital Brisbane, Australia,

    - Subjek: 408 pasien dewasa dengan penyakit akut

    - Baku emas menggunakan SGA

    - Didapatkan dua pertanyaan MST yaitu berkaitan dengan nafsu makan dan kehilangan berat badan yang tidak disengaja

    - Sensitivitas 93% dan spesifisitas 93%

    - Kesepakatan antar ahli gizi dan ahli gizi dengan asisten gizi tinggi yaitu (93-97%)

    - Rancangan penelitian

    - Pasien dewasa saat masuk RS

    - Baku emas dengan SGA

    - Analisis validitas kriteria dan konstruk

    - Kesepakatan Interrater ahli gizi dengan ahli gizi

    2. Development and Validation of a Hospital Screening Tool for Malnutrition : The Short Nutritional Assessment Questionnaire (SNAQ) oleh Kruizenga dkk (2005).

    Untuk deteksi awal dan treatmen dari pasien di rumah sakit yang menderita malnutrisi tidak ada instrumen skrining untuk bangsa belanda.

    - Cross sectional - Subyek : 291 pasien

    dewasa - Lokasi; di bagian

    penyakit dalam, bedah/onkologi di VU university medical center Belanda

    - Didapatkan 3 perta-nyaan yang valid yaitu: kehilangan berat badan yang tidak disengaja, kehilangan nafsu makan dan konsumsi minuman suplemen.

    - Nilai kappa ahli gizi dan perawat 0,93 dan perawat dengan perawat 0,69.

    - Sensitivitas 86% dan spesifisitas 89%

    -

    - Pasien dewasa saat masuk RS

    - analisis validitas kriteria

    - Kesepakatan Interrater ahli gizi dengan perawat

  • 23

    Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Persamaan

    3. Development and validation of 3-Minute Nutrition Screening (3-MinNS) tool for acute hospital patients in Singapore oleh Lim dkk. (2009),

    mengembangkan dan melakukan validasi alat skrining gizi dengan sistem skor yang mudah dan cepat untuk pasien akut di rumah sakit Singapura.

    - Subyek : 819 pasien dewasa dengan kondisi akut

    - Skrining dengan 5 parameter yang dapat menyebabkan risiko malnutrisi.

    - Menggunakan baku standard SGA

    - Didapatkan pertanyaan kehilangan berat badan, intake, dan kehilangan massa otot dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 83%.

    - Rancangan penelitian

    - Pasien dewasa - Analisis validitas

    kriteria - Kesepakatan

    Interrater ahli gizi dengan perawat

    4. The Develo-pment, validation and reliability of a nutrition scree-ning tool based on therecommen- dations of British Association for Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) oleh Weekes dkk (2004)

    Mengidentifikasi seseorang yang berisiko malnutrisi dan yang memerlukan dukungan gizi berdasarkan empat parameter gizi (berat badan, tinggi badan, kehilangan berat badan yang tidak disengaja, dan nafsu makan)

    - Lokasi; St Thomas Hospital

    - Subyek 100 pasien usia lanjut dengan kondisi akut di penyakit dalam

    - Reliabilitas inter-rater alat skrining dinilai dengan tiga perawat dan 26 pasien

    - Didapatkan hasil bahwa empat parameter gizi (berat badan, tinggi badan, kehilangan berat badan yang tidak disengaja, dan nafsu makan) diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko

    - Nilai kappa ahli gizi dan perawat 0,717

    - Kesepakatan Interrater ahli gizi dengan perawat

    5. Nutritional risk screening (NRS 2002): a new method based on an analysis of controlled clinical trials oleh Kondrup dkk (2003)

    Mengembangkan skrining gizi dengan dukungan nutrisi untuk pasien dengan sakit parah, kekurangan gizi serta kombinasi antara antara keduanya.

    - Rancangan RCT: - Jumlah subyek: 128

    pasien yang diklasifikasikan berdasar status gizi dan keparahan penyakit

    - NRS mampu membedakan intervensi yang memberikan efek positif ataupun yang tidak member efek serta mampu mengidentifikasi pasien yang memperoleh manfaat dari pemberian dukungan nutrisi.

    - Rancangan penelitian - Pasien dewasa - Intervensi dukungan nutrisi - menggunakan 4 komponen skrining gizi

  • 24

    Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Persamaan

    6. Validity and

    reliability of a

    nutrition screening

    tool in hospitalized

    patients oleh

    Mirmiran dkk.

    (2010)

    Mengevalusi British

    Nutrition Screening

    Tool dengan

    melihat validitas

    dan reliabilitas

    pada pasien baru

    masuk rumah sakit

    - Jenis pemelitian: cross sectional.

    - Lokasi: Taleghani hospital, Teheran.

    - Subyek: 446 pasien dewasa

    - Baku emas dengan SGA.

    - Sensitivitas dan spesifitas kuesioner sebesar 86,7% dan 61,7%. Nilai prediktif positif dan negarifnya: 79,1% dan 73,1%.

    - Nilai kappa antar perawat 0,68 dan 0,74 pada hari pertama dan kedua

    - Pasien dewasa - Kesepakatan

    Interrater ahli gizi dengan perawat

    7. Comparison of

    tools for nutritional

    assessment and

    screening at

    hospital admission:

    A population study

    oleh Kyle (2006)

    Membandingkan

    alat skrining yaitu

    Nutritional Risk

    Index (NRI), MUST

    dan NRS-2002

    terhadap lama

    rawat inap

    - Penelitian kohort prospektif

    - 995 pasien dewasa - Menggunakan 4

    alat yaitu SGA, NRI, MUST dan NRS-2002.

    - Baku emas dengan SGA

    - NRS-2002 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dari pada NRI atau MUST.

    - Pasien yang mengalami malnutrisi berat biasanya dirawat >11 hari.

    - Rancangan penelitian

    - Pasien dewasa - Baku emas SGA - Alat skrining NRS

    dan MUST - Prediksi Skrining

    dengan lama rawat

    8. Comparison of a

    malnutrition

    screening tool

    (MST) with SGA in

    hospitalized

    patients with

    cancer oleh Bauer

    (2003)

    Membandingkan

    alat skrining MST

    dengan dengan

    SGA.

    - Rancangan : cross sectional

    - Subyek: dewasa yang menderita kanker sejumlah 65 orang.

    - Lokasi; rumah sakit swasta di Australia

    - Baku emas SGA

    - Nilai sensitivitas 59% dan spesifisitas 75%.

    - MST tidak sesuai untuk mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien kanker.

    - Baku emas SGA - Validitas kriteria

  • 25

    Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Persamaan

    9. Malnutrition

    screening tools:

    comparison

    against two

    validated nutrition

    assessment

    methods in older

    medical inpatients

    oleh Young dkk

    (2012)

    Penelitian kohort

    pada usia lanjut

    dengan

    membandingkan

    MNA, MST, NRS-

    2002-, MUST,

    SNAQ, rapid

    screen dan SGA di

    RS Brisbane

    Australia

    - Rancangan penelitian: prospektif kohort

    - Lokasi: Royal Brisbane and Womens Hospital

    - Subyek: 134 partisipan

    - Baku emas SGA

    - MNA mengidentifikasi lebih banyak pasien berisiko malnutrisi , dan SGA lebih baik dalam menentukan status gizi. Semua alat skrining gizi mempunyai hasil yang baik, dan klinisi dapat memilih alat skrining yang sesuai.

    - Rancangan penelitian

    - Alat skrining: MST, NRS, MUST, SNAQ

    10. Evaluation of

    the efficacy of six

    nutritional

    screening tools to

    predict malnutrition

    in the elderly oleh

    Poulia dkk (2012)

    Untuk mengetahui

    alat skrining gizi

    yang palig efektif

    dipakai pada orang

    tua (NRI, GNRI,

    SGA, MNA-SF,

    MUST dan NRS

    2002).

    - Subyek: 248 pasien Usia lanjut Lokasi; Klinik Pathology Fisiology, Laikon General Hospital of Athens

    - Baku emas MNA-SF

    - Didapatkan hasil bahwa MUST adalah alat skrining yang paling valid digunakan pada orang tua. NRS ditemukan overestimate dalam menentukan risiko gizi pada orang tua.

    - Alat skrining: NRS, MUST.

    11. Comparison of

    nutritional risk

    screening tools for

    predicting clinical

    outcomes in

    hospitalized

    patients oleh

    Raslan dkk (2009)

    Untuk mengetahui

    alat skrining gizi

    yang paling tepat

    dipakai untuk

    masyarakat Brazil

    - Rancangan Prospective clinical study

    - Subyek: 705 pasien usia lanjut

    - Lokasi; main hospital of the University of Sao Paulo Medical School

    - Untuk pengukuran pada orang tua, NRS 2002 lebih valid digunakan daripada MNA-SF.

    - NRS 2002 adalah alat skrining gizi yang paling baik digunakan untuk masyarakat Brazil.

    -Alat skrining: NRS,

  • 26

    Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Persamaan

    12. Effectiveness and cost-effectiveness of early screening and treatment of malnourished patients.oleh Kruizenga dkk. (2005).

    mengetahui efektifitas dari intervensi gizi pada pasien yang berisiko malnutrisi berdasarkan SNAQ.

    - Rancangan : kontrol trial dengan historical kontrol.

    - Subyek: 297 pasien. - Lokasi; VU

    University Medical Center.

    - Kelompok intervensi 297 pasien dan kontrol 291 pasien.

    - Intervensi skrining gizi dan intervensi gizi sesuai standar. .

    - Outcome yang diukur perubahan berat badan, penggunaan minuman suplemen, nutrisi parenteral, frekuensi konsultasi gizi serta lama rawat inap.

    - Dengan metode SNAQ, didapatkan hasil bahwa pasien yang mengalami malnutrisi mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%.

    - Skrining dan intervensi sedini mungkin pada pasien malnutrisi dapat memperpendek lama rawat inap.

    - Untuk memperpendek lama rawat inap 1 hari pada pasien malnutrisi dibutuhkan investasi untuk skrining dan intervensi gizi sebanyak 91 dolar.

    - Intervensi skrining gizi dan intervensi standar dengan konsultasi gizi

    - Outcome : lama perawatan

  • 27

    Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian-penelitian

    sebelumnya adalah :

    1. Pengembangan alat Skrining Gizi Baru (SGB) diawali dengan menyusun

    pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan 4 komponen skrining gizi,

    dimana tidak dilakukan pada pengembangan alat skrining lain seperti MST,

    MUST, SNAQ kecuali pada NRS-2002 .

    2. Pengembangan SGB dengan melakukan analisis validitas isi, validitas kriteria

    dan validitas konstruk, dimana tidak dilakukan pada pengembangan skrining

    gizi lain seperti SNAQ, MUST, 3-MinNS.

    3. Subyek penelitian pada SGB lebih heterogen yaitu pasien dewasa saat masuk

    RS dalam kondisi sadar, sedangkan pada MST, 3-MinNS dan MUST

    menggunakan pasien dewasa dalam kondisi akut, dan pada SNAQ dilakukan

    hanya di bangsal penyakit dalam dan bedah.

    4. Skrining Gizi Baru lebih mudah dilakukan dan dapat dilakukan tidak hanya

    oleh tenaga trampil karena tidak melakukan pengukuran antropometri, seperti

    pada NRS-2002 dan MUST.

    5. Penelitian pengembangan SGB melakukan analisis reliabilitas interrater tidak

    hanya antar ahli gizi, tetapi ahli gizi dan perawat serta ahli gizi dan pramusaji

    yang tidak dilakukan pada penelitian lainnya.

    6. Rancangan penelitian pengembangan alat skrinig gizi menggunakan studi

    kohort, dimana menganalisis kemampuan metode skrining gizi baru dalam

    memprediksi lama rawat inap dan status pulang pasien.

    7. Intervensi Gizi berbasis skrining gizi (NRS-2002 dan SNAQ) pada penelitian

  • 28

    sebelumnya berupa pemberian dukungan nutrisi, yaitu makanan suplemen

    dan konsultasi gizi. Pada penelitian ini intervensi gizi berupa pemberian

    Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) berbasis skrining gizi, dimana

    intervensi berupa modifikasi diet, konsultasi gizi dan koordinasi tim kesehatan.

    8. Intervensi skrining gizi baru dan PAGT dilakukan secara bersamaan dengan

    menggunakan rancangan factorial 2x2, dimana belum ada penelitian

    sebelumnya yang menggunakan rancangan tersebut.

    E. MANFAAT PENELITIAN

    1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pedoman penggunaan alat skrining

    baru yang sesuai untuk kondisi pasien di Indonesia dan pedoman intervensi gizi

    bagi pasien yang berisiko malnutrisi. Penelitian ini juga sangat bermanfaat bagi

    rumah sakit sebagai masukan bagi tenaga medis dan paramedis serta pihak

    rumah sakit tentang pentingnya skrining gizi untuk semua pasien pada saat

    masuk rumah sakit. Standarisasi alat skrining gizi dapat menentukan intervensi

    gizi yang sesuai dan penurunan angka malnutrisi serta penurunan lama

    perawatan akan memperbaiki citra rumah sakit.

    2. Manfaat penelitian ini bagi pasien yaitu pasien yang mempunyai risiko masalah

    gizi akan diberikan intervensi gizi yang sesuai, sehingga diharapkan akan

    mempercepat penyembuhan dan menurunkan lama perawatan sehingga

    mengurangi biaya yang dikeluarkan.

    3. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

    pengetahuan dan kajian pustaka dalam penggunaan alat skrining gizi yang tepat

    untuk memprediksi ketepatan intervensi gizi.