BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

14
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan hutan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. Dijelaskan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, hutan lindung sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah, serta hutan konservasi sebagai kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Departemen Kehutanan, 2008) Selanjutnya hutan konservasi dikelompokkan lagi menjadi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, sementara kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam (Departemen Kehutanan, 2008) Kendati telah ditunjuk sesuai fungsinya, kerusakan kawasan hutan telah mencapai tahap yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data Badan Planologi Kehutanan, sampai akhir tahun 2004 kawasan hutan MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL LORE LINDU PROVINSI SULAWESI TENGAH IMRAN RACHMAN Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

menyatakan hutan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi hutan produksi,

hutan lindung dan hutan konservasi. Dijelaskan hutan produksi adalah

kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

hutan, hutan lindung sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur

tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut,

dan memelihara kesuburan tanah, serta hutan konservasi sebagai kawasan

hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Departemen

Kehutanan, 2008)

Selanjutnya hutan konservasi dikelompokkan lagi menjadi kawasan

suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru. Kawasan suaka

alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, sementara kawasan

pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya dan taman

wisata alam (Departemen Kehutanan, 2008)

Kendati telah ditunjuk sesuai fungsinya, kerusakan kawasan hutan

telah mencapai tahap yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data

Badan Planologi Kehutanan, sampai akhir tahun 2004 kawasan hutan

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

2

yang terdegradasi mencapai 59,17 juta hektar. Laju kerusakan hutan

antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 diperkirakan mencapai 2,8

juta hektar per tahun. Walaupun kerusakan hutan terjadi juga pada kawasan

hutan lindung dan konservasi namun kerusakan pada kawasan hutan

produksi terlihat paling signifikan. Hal ini dibuktikan dengan turunnya

produksi kayu hutan alam dari 27,56 juta m3

pada tahun 1987 menjadi

5,14 juta m3

pada tahun 2004 dan berkurangnya jumlah Hak

Pengusahaan Hutan (HPH) dan industrinya dari 538 unit pada tahun 1987

menjadi 287 unit pada 2004 (Departemen Kehutanan, 2006).

Kerusakan hutan alam tidak hanya menyebabkan berkurangnya

produksi kayu namun diiringi penurunan kualitas ekosistem hutan di

seluruh Indonesia. Penurunan kualitas ekosistem hutan ditunjukkan oleh

menurunnya fungsi dan kemampuan ekosistem hutan sebagai sistem

penyangga kehidupan diantaranya berkurangnya fungsi hutan sebagai

pengatur tata air dan menahan laju sedimentasi dan erosi serta hilangnya

tumbuhan dan satwa liar endemik dan langka di Indonesia.

Untuk menghindari laju penurunan kualitas ekosistem hutan

tersebut, pemerintah kemudian mengalihkan perhatian pada pembangunan

kawasan hutan lindung dan hutan konservasi, dimana pemerintah telah

menetapkan 50 unit taman nasional dengan luas 16,38 juta hektar atau

sekitar 65% dari luas seluruh kawasan konservasi di Indonesia, 116 unit

taman wisata alam, 18 unit taman hutan raya, 14 unit taman buru, 228

unit cagar alam dan 76 unit suaka margasatwa (Ditjen PHKA, 2008).

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

3

Berdasarkan klasifikasi kawasan konservasi, taman nasional

merupakan model pengelolaan kawasan konservasi yang paling lengkap

dan paling maju di Indonesia (Wiratno et. al., 2004). Taman nasional

merupakan model pengelolaan kawasan konservasi yang diakibatkan oleh

perubahan pokok pengelolaan konservasi dari pendekatan spesies ke

pendekatan ekosistem dengan demikian dalam penetapannya dibutuhkan

kawasan yang luas.

Taman Nasional adalah Kawasan Perlindungan Alam (KPA) yang

mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata

dan rekreasi. Diakui sejak pembentukannya, taman nasional masih

mengadopsi konsep National Park. Kategori kawasan konservasi IUCN

(International Union for Conservation of the Nature and Natural

Resources) walaupun tidak seluruhnya diadopsi dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1990 (Samedi, 2008) memiliki kelemahan apabila

diterapkan di Indonesia.

Konsep National Park yang diterapkan di Amerika sebagai

kawasan dilindungi (protected) dan tertutup (closed area) tidak

mungkin diterapkan di Indonesia yang memiliki kurang lebih 2.040 desa

yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi (Ditjen

PHKA,2008).

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

4

Di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi Tengah terdapat

beberapa komunitas adat yang bermukim di sekitar kawasan penyangga

(buffer zone). Diantara komunitas tersebut, terdapat komunitas adat Toro

yang secara konsisten menerapkan kearifan tradisional dalam berinterkasi

dengan lingkungan alamnya.

Berbeda dengan komunitas adat pada umumnya di Indonesia,

komunitas adat Toro sejak tahun 2000, secara resmi diberi otonomi oleh

TNLL dalam merencanakan dan memantau pemanfaatan sumberdaya alam

dalam wilayah adat di kawasan hutan Taman Nasional Lore Lindu.

Pemberian otonomi tersebut adalah tidak terlepas dari kearifan

tradisional yang terdapat pada komunitas adat Toro sebagaimana yang

dikemukakan oleh Fremerey (2002) bahwa penguasaan, distribusi dan

penggunaan pengetahuan masyarakat adat Toro memungkinkan untuk

mengembangkan pola pembelajaran secara organisasional sebagai prasyarat

untuk pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

Masyarakat sekitar TNLL memiliki beberapa tradisi, adat istiadat

dan tatanan nilai-nilai budaya lokal yang dijadikan sebagai penuntun dan

patokan dalam kegiatan hidup sehari-hari, termasuk diantaranya cara

mereka mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutan. Pengetahuan

yang dimiliki oleh masyarakat adalah warisan turun temurun sebagai cara

pengelolaan sumber daya hutan. Walaupun sifatnya sangat sederhana, tetapi

terbukti telah dapat mengembangkan pengetahuan dan cara-cara yang

efektif untuk mempertahankan wilayah dan lingkungannya secara arif.

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

5

Kearifan tradisional pada masyarakat adat Toro adalah juga

merupakan refleksi dari pandangan-pandangan hidup yang ada pada mereka.

Misalnya konsep pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan kebutuhan

sehari-hari sebagai upaya untuk melindungi dan menjaga keseimbangan dan

keserasian hubungannya dengan alam. Atau pemanfaatan sumber daya alam

itu dimungkinkan tetapi harus melalui mekanisme yang ketat yang dikontrol

oleh lembaga adat melalui ―Tondo Ngata“ yang bertanggung jawab dalam

menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya hutan di wilayah

adat Toro.

Pelibatan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat, dalam

pengelolaan hutan merupakan implikasi dari pergeseran paradigma

pembangunan kehutanan dari berbasis negara menjadi berbasis masyarakat.

Pergeseran orientasi tersebut mengemuka dalam konteks perkembangan

sistem global yang dilatari oleh keprihatinan terhadap paradigma

pembangunan kehutanan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan

ekonomi dan mengabaikan aspek ekologi dan sosial, sehingga menimbulkan

krisis multidimensi, seperti kemiskinan, banjir, erosi, tanah longsor,

turunnya produktivitas lahan, pemanasan global, dan lain sebagainya.

Perubahan dan pergeseran paradigma pola pengelolaan sumberdaya

hutan ini telah memberi peluang kepada masyarakat lokal untuk berpartisipasi

aktif dalam kegiatan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan.

Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan diharapkan

akan memberikan jaminan keberlanjutan fungsi ekologi, produksi, dan fungsi

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

6

sosial melalui konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan, karena

masyarakat lokal memiliki sejumlah pengetahuan atau kearifan lokal sebagai

hasil pembelajaran dan pengalaman berinterkasi dengan lingkungan alaminya

dalam jangka waktu yang panjang (Sunaryo dan Joshi, 2003; Nugraha dan

Murtijo, 2005).

Sejumlah penelitian tentang keberhasilan pengelolaan hutan berbasis

masyarakat yang telah dilakukan, seperti halnya oleh Khotim (2003), tentang

partisipasi masyarakat dalam mewujudkan model pengelolaan hutan desa,

Zunariyah (2003) meneliti tentang analisis ekonomi dan finansial pengelolaan

hutan desa di Kabupaten Kulon Progo, DIY, dan menyimpulkan bahwa

masyarakat melalui kemampuan tradisional mereka telah mampu mengelola

sumberdaya hutan yang memberikan kontribusi selain terhadap mata

pencaharian mereka, juga berdampak pada perbaikan lingkungan.

Bahkan mereka telah berhasil merubah lahan-lahan yang dulunya

kritis menjadi lahan-lahan produktif. Juga dilaporkan oleh Kusworo (2000),

keberhasilan penduduk lokal membangun hutan Damar secara lestari melalui

pola Agroforestry 50.000 ha di Pesisir Krui Lampung dan juga masyarakat

adat telah berhasil menjaga hutan alam di Lampung Barat.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2001) yang

mengkaji tentang aspek kelembagaan yang menunjang kelestarian

sumberdaya hutan Suku Kajang di SulawesI Selatan melalui kearifan lokal

―Pasang‖. Demikian juga Uluk dkk (2001) melaporkan tentang

ketergantungan masyarakat Dayak terhadap hutan dengan kearifan lokal

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

7

―Tana’ Ulen‖ dan Zakaria (1994) melaporkan hasil pengelolaan hutan oleh

masyarakat lokal Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat, sedangkan Suku

Hatam di Pegunungan Arfak Manokwari dengan kearifan lokal “Igya Ser

Hanjop” telah sukses mempertahankan kondisi sumberdaya hutan melalui

kearifan lokal yang mereka telah dikembangkan dari generasi ke generasi.

Keberhasilan masyarakat lokal dalam mengelola dan memanfaatkan

sumberdaya hutan secara lestari adalah tidak terlepas dari cara pandang

mereka terhadap eksistensi sumberdaya hutan itu sendiri. Menurut Zakaria

(1994), masyarakat lokal memiliki kearifan lingkungan yang bercorak

kosmis-magis (religio-magis) berpandangan bahwa manusia adalah

sebahagian dari alam lingkungan itu sendiri. Manusia tidak terpisah dan

berdiri sendiri, melainkan berkaitan erat dengan komponen lingkungan yang

lain.

Dengan demikian tidak ada pemilah-milahan antara manusia dengan

alam, tidak ada batasan antara dunia lahir dengan dunia gaib. Segala yang

ada di alam semesta berbaur menjadi satu, bersangkut-paut, jalin-menjalin,

dan saling mempengaruhi satu sama lainnya, karena manusia senantiasa

menjalin dengan semua komponen yang ada di alam semesta.

Penelitian Golar (2006) tentang adaptasi sosio-kultural komunitas

adat Toro dalam mempertahankan keletarian hutan yang secara spesifik

mengkaji kelembagaan adat Toro dalam pengelolaan hutan dengan

melakukan komparasi antara pengelolaan hutan sebelum dan sesudah

revitalisasi kelembagaan adat.

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

8

Fremerey (2002) tentang local communities as learning

organizations yang mengkaji potensi pengetahuan masyarakat adat yang

memungkinkan untuk mengembangkan model pembelajaran secara

organisasional sebagai prasyarat untuk pengelolaan hutan secara lestari.

B. Keaslian Penelitian

Kajian-kajian tersebut di atas menunjukkan bahwa penelitian yang

spesifik tentang bagaimana implementasi kearifan lokal dalam pengelolaan

sumber daya hutan pada pembangunan kawasan penyangga belum

dilakukan. Konsep penelitian diarahkan untuk mengamati implementasi

kearifan lokal dalam pegelolaan kawasan penyangga yang melestarikan

fungsi-fungsi hutan, yaitu kelestarian fungsi ekologi, produksi, dan

kelestarian fungsi sosial, serta merumuskan model pengelolaan sumber

daya hutan berdasarkan kondisi ekologis wilayah hutan adat dan kearifan

lokal masyarakat adat Toro untuk mendukung kelestarian ekosistem

kawasan penyangga TNLL yang akan datang.

Spesifikasi atau keaslian lain dari penelitian ini dapat dilihat dari

model analisis yang digunakan. Penelitian terdahulu belum memasukkan

teknik analisis sistem dinamis yang melihat secara keseluruhan hubungan

sub sistem satu sama lain dan fungsi ekologi, produksi dan sosial sekalipun

dalam membuat interpretasi dan eksplanasi tetap saja analisis kualitatif

karena sangan disadari bahwa untuk memahami makna dari hubungan-

hubungan sosial yang diamati, pendekatan kualitatif sosial budaya

merupakan suatu keharusan.

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

9

Tabel 1 Perbandingan Beberapa Penelitian Terdahulu di Toro

No. Peneliti Judul Tahun Tujuan

1. Golar

(Disertasi)

Strategi Adaptasi

Masyarakat Adat Toro

2006 1.Menjelaskan wujud

revitalisasi

kelembagaan adat.

2.Menjelaskan

performansi

kelembagaan adat

yang direvitalisasi

3.Menjelaskan

implikasi revitalisasi

kelembagaan adat

terhadap kelestarian

sumberdaya hutan

2. Shohibuddin

( Tesis )

Artikulasi Kearifan

Tradisional Dalam

Pengelolaan

Sumberdaya Alam

Sebagai Proses

Reproduksi Budaya

2003 1. Memberikan

deskripsi etnografis

atas aspek-aspek

terpenting dari sistem

sosio-kultural

masyarakat Toro

2.Mengkaji dinamika

sistem sosial budaya

suatu masyarakat

yang tercipta dari

perjumpaan dengan

jenis pengetahuan

lain seperti wacana

konservasi alam dan

otonomi daerah

3.Menelaah

signifikansi dari

dinamika sosio-

kultural

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

10

C. Rumusan Masalah

Kementrian Kehutanan, sebagai otoritas pengelola hutan di

Indonesia, selalu terus berupaya untuk menghasilkan suatu strategi model

pengelolaan kawasan hutan yang bisa memberikan keseimbangan fungsi

ekologi, produksi dan sosisal. Berbagai aturan tentang hutan dan kehutanan

telah banyak dikeluarkan, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah,

keputusan presiden, peraturan menteri, keputusan menteri dan sebagainya;

yang semuanya bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi hutan.

Namun demikian laju kerusakan hutan di Indonesia tetap tinggi.

Kebijakan pengelolaan kawasan hutan yang memandang hutan sebagai satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi bagian bagi masyarakatnya

belum tersurat dengan jelas. Pembagian kawasan hutan, pemisahan hutan

dengan masyarakat, dan disentralisasi kehutanan masih menjadi landasan

dalam pengelolaan kawasan hutan saat ini.

Kerusakan hutan dan lingkungan di Indonesia saat ini sudah berada

pada taraf yang cukup mengkhawatirkan. Laju degradsi hutan yang

mencapai 2,2 juta hektar pertahun (FWI, 2008), cadangan tegakan di

lapangan terus menurun, konflik dengan masyarakat terus meningkat

(Simon, 2007), yang diikuti dengan rutinitas banjir, tanah longsor,

kebakaran hutan, serangan hama dan kekeringan, merupakan indikasi

ketidak tepatan pengelolaan hutan dan lingkungan. Konsep pengelolaan

kawasan hutan yang dimotori oleh pemerintah ternyata belum memberikan

manfaat yang optimal bagi masyarakat dan ekosistm hutannya sendiri.

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

11

Perencanaan pengelolaan lingkungan alam tanpa mau

mempertimbangkan karakteristik budaya setempat yang telah terintegrasi

dengan alam menyebabkan kesalahan dan kegagalan laten dipastikan akan

terjadi. Hal inilah yang kemudian ditegaskan Taledo (dalam Rahayu, 1997)

bahwa dalam negara yang masyarakat pedesaannya menunjukkan cirri

keseragaman budaya yang kuat, sulit merancang kebijakan konservasi tanpa

mempertimbangkan aspek budaya yang mengandung kearifan lokal karena

telah terbentuk dan terjalin hubungan erat dari masa prasejarah alam dan

budaya.

Berdasarkan observasi, kearifan local bukan hanya berhubungan

dengan pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan

bagaimana relasi yang baik antara manusia tetapi juga menyangkut

pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan

bagaimana relasi di antara sesama penghuni komunitas ekologis ini harus

dibangun (Keraf, 2005).

Dengan menempatkan komunitas masyarakat Toro sebagai suatu

sistem, akan diperoleh informasi dan hubungan antara komponen-komponen

di dalamnya dalam pengelolaan kawasan penyangga. Konsep pengelolaan

kawasan penyangga oleh masyarakat Toro dengan segala aturannya

diharapkan bisa memperkaya kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan

sumberdaya hutan di TNLL dalam rangka merumskan model pengelolaan

sumberdaya hutan pada kawasan penyangga yang mengedepankan

keseimbangan fungsi ekologi, produksi dan sosial.

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

12

Hal inilah yang akan diangkat dalam disertasi ini dengan memahami

atau mendeskripsikan kearifan lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya hutan, memahami secara mendalam pengetahuan atau kearifan

lokal masyarakat Adat Toro dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

hutan dan model pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga

TNLL yang lestari.

Model pengelolaan kawasan penyangga oleh masyarakat Toro

dengan segala aturannya diharapkan bisa memperkaya kebijakan-kebijakan

dalam pengelolaan sumberdaya hutan di TNLL dalam rangka merumuskan

model pengelolaan kawasan penyangga yang mengedepankan keseimbangan

fungsi ekologi, produksi dan sosial.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, rumusan masalah yang ingin

dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui model pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga

TNLL oleh masyarakat adat desa Toro?

2. Pemahaman yang mendalam tentang pengetahuan dan kearifan lokal dengan

nilai-nilat adat masyarakat Toro dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya hutan di kawasan penyangga TNLL?

3. Bagaimana konsep pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga

TNLL yang seharusnya ?

4. Bagaimana merumuskan model pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan

penyangga?

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

13

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Memahami model pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga

TNLL oleh masyarakat adat Desa Toro.

2. Memahami pengetahuan dan kearifan lokal dengan nilai-nilai adat masyarakat

Toro dalam pegelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan.

3. Memahami konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan.

4. Mengonstruksi model pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga

TNLL.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah dapat memberi

kontribusi terhadap pengembangan konsep pengelolaan hutan di kawasan

penyangga yaitu :

1. Sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga.

2. Sebagai bahan rujukan kepada para peneliti dalam melakukan penelitian

lanjutan tentang pengelolaan sumber daya hutan di kawasan penyangga

3. Diharapkan melalui penelitian ini diperoleh bahan masukan yang penting bagi

para pengambil kebijakan pembuat perencanaan pembangunan di daerah

sehubungan dengan strategi pengelolaan sumber daya hutan agar tercapai

pengelolaan hutan lestari dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64854/potongan/S3-2013-261598-chapter1.pdftata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

13

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Memahami model pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga TNLL

oleh masyarakat adat Desa Toro.

2. Memahami pengetahuan dan kearifan lokal dengan nilai-nilai adat masyarakat

Toro dalam pegelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan.

3. Memahami konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan.

4. Mengonstruksi model pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga

TNLL.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah dapat memberi kontribusi

terhadap pengembangan konsep pengelolaan hutan di kawasan penyangga yaitu :

1. Sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya hutan di kawasan penyangga.

2. Sebagai bahan rujukan kepada para peneliti dalam melakukan penelitian

lanjutan tentang pengelolaan sumber daya hutan di kawasan penyangga

3. Diharapkan melalui penelitian ini diperoleh bahan masukan yang penting bagi

para pengambil kebijakan pembuat perencanaan pembangunan di daerah

sehubungan dengan strategi pengelolaan sumber daya hutan agar tercapai

pengelolaan hutan lestari dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN PADA PEMBANGUNAN KAWASAN PENYANGGATAMAN NASIONAL LORE LINDUPROVINSI SULAWESI TENGAHIMRAN RACHMANUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/