ronde fix
-
Upload
frasetya-sipiriliuw-rasiowear-hawhaw -
Category
Documents
-
view
83 -
download
9
description
Transcript of ronde fix
PROPOSAL RONDE KEPERAWATAN PADA NY. SDENGAN DEHISENSI SUBTOTAL POST TAH-BSO, CKD,
ANEMIA RINGAN, HIPOALBUMINEMIA, HIPOKALEMI dan VCT REAKTIF
DI IRNA BRAWIJAYA RSUD “KANJURUHAN”KEPANJEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN KEPERAWATAN
DISUSUN OLEH:
ALFIAN HARI GUNAWAN NIM.201420461011041VICKY DIAN FEBRIANI
NIM.201420461011049NAMIRA HIDAYAT
NIM.201420461011053DEWI RAHMAWATI
NIM.201420461011056FITRIANTI N IDRUS NIM.201420461011113RYAN FRASETYA NIM.201420461011117MULIANI SEPTIA RINI
NIM.201420461011130
1
AGUS WARIYANTONIM.201510461011069
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkat dan rahmat-Nya yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan pembuatan Proposal Ronde Keperawatan Pada Ny. S Dengan Dehisensi Subtotal Post TAH-BSO, CKD, Anemia Ringan, Hipoalbuminemia, Hipokalemi dan VCT Reaktif Di IRNA Brawijaya RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen.
Proposal ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas Stase Manajemen Keperawatan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis melewati proses bimbingan dengan dosen pembimbing/fasilitator, untuk itu ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Rohmah Susanto, S.Kep., Ners selaku dosen pembimbing, serta Ibu Agustin Ernawati, S.ST sebagai pembimbing rumah sakit (CI) yang telah memberikan masukan serta bimbingan kepada penulis sehingga tersusunnya laporan ini.
Penulis berusaha menyusun proposal ini dengan sebaik mungkin, tetapi suatu karya tidaklah lepas dari sebuah kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan proposal ini.
Kepanjen, 16 Januari 2016
2
Kelompok 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................... iDaftar Isi................................................................................ iiBAB 1 PENDAHULUAN....................................................... 11.1...........................................................................................Latar
Belakang ............................................................................ 11.2...........................................................................................Tujuan
............................................................................................ 21.3...........................................................................................ManfaatBAB 2 TINJAUAN TEORI..................................................... 32.1...........................................................................................Pengerti
an ronde keperawatan........................................................ 32.2...........................................................................................Manfaat
............................................................................................ 32.3...........................................................................................Tujuan
............................................................................................ 32.4...........................................................................................Kriteria
Pasien ................................................................................ 4
3
2.5...........................................................................................Metode ............................................................................................ 4
2.6...........................................................................................Peralatan ......................................................................................... 4
2.7...........................................................................................Langkah-langkah ............................................................................. 5
2.8...........................................................................................Peran anggota tim ....................................................................... 6
2.9...........................................................................................Kriteria Evaluasi ............................................................................. 7
BAB 3 HASIL RONDE KEPERAWATAN ............................16BAB 4 PENUTUP ................................................................. 174.1 Kesimpulan ....................................................................... 174.2 Saran ................................................................................ 17DAFTAR PUSTAKA...............................................................18LAMPIRAN ...........................................................................19
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar belakangRonde keperawatan merupakan bentuk dari pelaksanaan
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) dan metode
4
pemberian pelayanan keperawatan yang harus ditingkatkan dan dimantapkan. Ronde keperawatan ditujukan untuk menggali dan membahas lebih mendetail mengenai masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien sehingga dengan adanya ronde keperawatan diharapkan dapat memecahan masalah melalui berpikir kritis berdasarkan konsep asuhan keperawatan (Nursalam, 2014). Ronde keperawatan adalah sarana perawat untuk membahas masalah keperawatan dengan melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan, konsultan keperawatan, serta divisi terkait (medis, gizi, rehabilitasi ampi, dan sebagainya). Ronde keperawatan juga merupakan suatu lahan belajar bagi perawat dengan harapan dapat meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan serta berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada kasus nyata. Dalam pelaksanaan ronde juga akan terlihat kemampuan perawat dalam melaksanakan kerja sama dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada klien (Nursalam, 2011).
Selama ini, ronde keperawatan tidak pernah dilakukan di ruang Brawijaya RSUD “Kanjuruhan”, dengan pertimbangan tersebut maka penulis akan mengadakan kegiatan role play ronde keperawatan sebagai pembelajaran di ruang Brawijaya dan agar dapat dilaksanankan secara berkelanjutan.
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum :
Mahasiswa dan petugas ruang Brawijaya memahami tentang ronde keperawatan
1.2.2 Tujuan khusus :Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa dan petugas kesehatan mampu:1. Menyebutkan kembali alur ronde keperawatan
5
2. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi3. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan ketua tim dan
perawat pelaksana serta tim kesehatan lain4. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien5. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai
masalah pasien
1.3 Manfaat1.3.1 Bagi Pasien
1. Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat masa penyembuhan.
2. Memberikan perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien.
3. Memenuhi kebutuhan pasien1.3.2 Bagi Perawat
1 Meningkatkan kognitif dan afektif dan psikomotor perawat.2 Meningkatkan kerjasama antar tim3 Menciptakan kerja perawat profesional.
1.3.3 Bagi rumah sakit1. Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.2. Menurunkan lama hari perawatan pasien.
6
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Ronde Keperawatan 2.1.1 Pengertian Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah kepeerawatan pasien yang dilakukan oleh perawat selain itu melibatkan pasien dalam membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Saat –saat dalam kasus tertentu ronde keperawatan dilaksanakan oleh perawat primer dan atau konselor, kepala ruangan, perawat pelaksana yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2002 dalam Nursalam 2011).Ronde memiliki ampi-ciri:1. Pasien dilibatkan2. Keluarga pasien dilibatkan3. Pasien adalah ampi kegiatan4. PA, PP, dan konselor melakukan diskusi bersama5. Konselor memfasilitasi kreatifitas6. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP
dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.2.1.2 Manfaat
Manfaat ronde keperawatan menurut Nursalam (2011) adalah sebagai berikut:1. Masalah paien dapat teratasi2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
7
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang professional4. Terciptanya kerjasama antar tim kesehatan5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan
dengan tepat dan benar2.1.3 Tujuan
Tujuan umumMenyelesaikan masalah pasien melalui berpikir kritisTujuan khusus1. Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sitematis 2. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien3. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan.4. Menumbuhkan pikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien5. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatn6. Meningkatkankemampuan justifikasi7. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
2.1.4 Kriteria PasienKriteria pasien ronde keperawatan menurut Nursalam (2011) adalah sebagai berikut:1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi
meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan.2. Pasien dengan kasus baru atau langka
2.1.5 MetodeDiskusi
2.1.6 Peralatan1. Sarana diskusi: buku, pulpen2. Status/dokumentasi keperawatan3. Materi yang disampaikan secara lisan
2.1.7 Langkah-Langkah Kegiatan Ronde Keperawatan
8
PPTahap
Praronde
Keterangan: 3 Pra ronde
a. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang langka)
b. Menentukan tim rondec. Mencari sumber atau ampingicd. Membuat proposale. Mempersiapkan pasien : inform consent dan pengkajian
9
Penetapan pasien
- Apa diagnosis keperawatan?
- Apa data yang mendukung?
- Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?
- Apa hambatan yang ditemukan?
Penyajian masalah
Validasi data
Persiapan pasien : Inform consent Hasil pengkajian/validasi
data
PP, konselor, KARU
Lanjutan diskusi di nurse station
Lanjutan diskusi kesimpulan dan rekomendasi
Tahap Ronde di Nurse Station
Tahap Ronde di Bed Klien
Tahap Pasca Ronde
f. Diskusi tentang diagnosis keperawatan data yang mendukung asuhan keperawatan yang dilakukan serta segala hambatan yang terjadi
4 Pelaksanaan rondea. Penjelasan pasien tentang pasien oleh perawat primer yang
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah dilaksanankan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan
b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebutc. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau
kepala ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan
5 Pasca rondea. Evaluasi, revisi dan perbaikanb. Kesimpulan dan rekomndasi penegak diagnosis, intervensi
keperawatan selanjutnya.2.1.8 Peran Anggota Tim
Kegiatan ronde merupakan kegiatan menyelesaikan masalah pasien oleh perawat dengan melibatkan keluarga pasien, berbagai tim kesehatan lainya. Perawat memiliki perannya masing-masing agar kegiatan ronde ini berjalan lancer (Nursalam, 2011).
Table 2.1 Peran anggota timNo Perawat Peran1 Perawat primer a. Menjelaskan data pasien yang
mendukung masalah pasienb. Menjelaskan diagnosis
keperawatanc. Menjelaskan intervensi yang
dilakukand. Menjelaskan hasil yang didapate. Menjelaskan rasional (amping
10
ilmiah) tindakan yang diambilf. Menggali masalah-masalah pasien
yang belum terkaji2 Perawat konselor a. Memberi justifikasi
b. Memberi reinforcementc. Memvalidasi kebenaran dari
masalah dan intervensi keperawatan serta rasional tindakan
d. Mengarahkan dan koreksie. Mengintegrasikan konsep dan teori
yang telah dipelajari.
2.1.9 Evaluasi1. Struktur
a. Persyaratan administrative (informd consent, alat daln lainya)
b. Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya.2. Proses
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhirb. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde
sesuai peran yang telah ditetapkan3. Hasil
a. Pasien merasa puas dengan hasil pelayananb. Masalah pasien daapt teratasic. Perawat dapat:
1) Menumbuhkan cara berpikir yang kritis2) Meningkatkan cara berpikir yang sitematis3) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien4) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan
11
5) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah pasien
6) Meningkatkan kemampuan memodifikasi asuhan keperawatan
7) Meningkatkan kemampuan justifikasi8) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
2.2 Konsep Wound Dehiscence2.2.1. Pengertian Wound Dehiscence
Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence atau luka operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu komplikasi dari proses penyembuhan luka yang ditandai terbukanya sebagian atau seluruh luka operasi yang disertai protrusi atau keluarnya isi rongga abdomen. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi (Baxter, 2003; Spiolitis, 2009). Wound dehiscence merupakan komplikasi utama dari pembedahan abdominal. Insidensinya sekitar 0,2%-0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10%-40%, disebabkan penyembuhan lukaoperasi yang inadekuat (Sorensen, 2009). Dehisensi berhubungan dengan kematian, meningkatkan lama hari rawat dan kejadian herniasi insisional (Khan, Naqvi, Irshad & Chaudhary, 2004).
2.2.2. KlasifikasiDehisensi dapat dibagi dalam dehisensi inkomplit atau
parsial dan dehisensi komplit. Dehisensi disebut inkomplit bila hanya meliputi jaringan kulit atau jaringan dibawahnya dan terkadang mencapai jaringan fascia. Dehisensi dikatakan komplit apabila peritoneum juga ikut terbuka. Berdasarkan waktu terjadinya, dehisensi luka operasi dapat dibagi menjadi dua menurut Sjamsudidajat (2005), yaitu:1. Dehisensi luka operasi dini : terjadi kurang dari 3 hari pasca
operasi yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak baik.
12
2. Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12 hari paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya.
2.2.3. EtiologiFaktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan
mekanisme kerjanya dibedakan atas tiga yaitu:1. Faktor mekanik
Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik operasi yang kurang.
2. Faktor metabolicHipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.
3. Faktor infeksiSemua ampin yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi akan meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6-9 paska operasi dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka. Menurut National Nosocomial Infection Surveilance System, luka operasi dibedakan menjadi luka bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka jahitan yang terjadi dini ditandai dengan peningkatan temperature dan terjadinya selulitis dalam waktu 48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera terjadi jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh streptococcus B haemolyticus. Sedangkan pada infeksi lanjut seringkali tidak disertai peningkatan temperatur dan pembentukan pus, dan terutama
13
disebabkan oleh Stafilococcus aureus. (Webster et al, 2003; Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009).
2.2.4. Faktor RisikoFaktor risiko terjadinya wound dehiscence dibedakan atas
ampin preoperasi yang berhubungan erat dengan kondisi dan karakteristik penderita, ampin operasi yang berhubungan dengan jenis insisi dan tehnik penjahitan, serta factor pascaoperasi (Webster et al, 2003).
Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentan dibandingkan wanita), usia lanjut (>50 tahun), operasi emergensi, obesitas, diabetes mellitus, gagal ginjal, anemia, malnutrisi, terapi radiasi dan kemoterapi, keganasan, sepsis, penyakit paru obstruktif serta pemakaian preparat kortikosteroid jangka panjang (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela, 2005; Singh, 2009).
Faktor risiko operasi menurut Afzal (2008) Spiloitis et al (2009) Makela (2005) adalah sebagai berikut:1. Jenis insisi
Tehnik insisi mediana lebih rentan untuk terbuka daripada transversal dikarenakan arah insisinya yang nonanatomik, sehingga arah kontraksi otot-otot dinding perut berlawanan dengan arah insisi sehingga akan mereganggkan jahitan operasi.
2. Cara penjahitanPemilihan tehnik penutupan secara lapis demi lapis juga berperan dalam terjadinya komplikasi ini. Tehnik ini di satu sisi memiliki keuntungan yaitu mengurangi kemungkinan perlengketan jaringan, namun di sisi lain mengurangi efektifitas dan kekuatannya.
3. Tehnik penjahitan
14
Tekhnik penjaitan terputus cenderung lebih aman daripada tekhnik penjaitan kontinyu.
4. Jenis benangPemakaian benang chromic catgut juga dapat menjadi suatu perhatian khusus, dikarenakan kecepatan penyerapannya oleh tubuh sering kali tidak dapat diperkirakan.
Faktor risiko pascaoperasi menurut Afzal (2008) Spiloitis et al (2009) Makela (2005) adalah sebagai berikut:1. Peningkatan tekanan intra abdomen
Peningkatan tekanan intra abdomen misalnya batuk, muntah, ileus dan retensio urin. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen iniah yang akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam rongga abdomen.
2. Perawatan pascaoperasi yang tidak optimalPerawatan luka pasca operasi yang tidak optimal memudahkan terjadinya infeksi pada luka sehingga memudahkan pula terjadinya dehisensi luka operasi.
3. Nutrisi pascaoperasi yang tidak adekuatAsupan nutrisi yang tidak adekuat terutama protein salah satunya akan menyebabkan hipoalbuminemia, keadaan ini akan mengurangi sintesa kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan luka.
2.2.5. Manifestasi KlinisDehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas,
biasanya penderita sering merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai keluarnya cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi (85% kasus).
15
Pada pemeriksaan didapatkan luka operasi yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi umum seperti adanya rasa nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka operasi, dapat pula terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi (Sjamsudidajat, 2005).
Biasanya dehisensi luka operasi didahului oleh infeksi yang secara klinis terjadi pada hari keempat hingga sembilan pascaoperasi. Penderita datang dengan klinis febris, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit yang sangat tinggi dan pemeriksaan jaringan di sekitar luka operasi didapatkan reaksi radang berupa kemerahan, hangat,
pembengkakan, nyeri, fluktuasi dan pus (Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009).
Gambar 2.1 Burst abdomen pascaoperasi abdomen2.2.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes BGA (Darah lengkap)
16
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.
2. CT scan atau MRI3. Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.
2.2.7. PenatalaksanaanPenatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi
penatalaksanaan non operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas keadaan umum penderita.1. Penanganan Nonoperatif/ Konservatif
Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus steril. Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi perburukan luka operasi terbuka (Ismail, 2008). Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk mempercepat penutupan kembali luka operasi. Diberikan pula ampingic yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Singh, 2008; Ismail, 2008).
2. Penanganan OperatifPenanganan operatif dilakukan pada sebagian besar
penderita dehisensi. Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair, vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair (Sukumar, 2004). Jenis operasi rehecting atau
17
penjahitan ulang paling sering dilakukan hingga saat ini. Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil dan penyebab terbukanya luka operasi murni karena kesalahan teknik penjahitan (Sukumar, 2004). Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan ampingic terlebih dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi. Dalam perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto thoraks. Selain penjahitan ulang dilakukan pula tindakan debridement pada luka (Spiloitis et al, 2009;Sjamsudidajat, 2005). Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48 ± 72 jam sejak diagnosis dehisensi luka operasi ditegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus.
Pemberian ampingic sebelum operasi dilakukan, membebaskan omentum dan usus di sekitar luka. Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis. Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada kulit. Jahitan penguat dengan karet atau tabung amping lunak (5-6cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit (Ismail, 2008).
Selain rehecting, banyak teknik yang dilakukan untuk menutupdehisensi luka secara sementara maupun permanen. Metode yang biasadilakukan antara lain mesh repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang
18
berbentuk semacam kasa halus amping yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka tersebut dan bersifatdiserap oleh tubuh.
Selain itu digunakan pula vacuum pack. Teknik ini menggunakan sponge steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup dengan vacuum bag dengan sambungan semacam suction di bagian bawahnya. Tekhnik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Teknik ini dilakukan pada dehisensi yang telah mengalami eviserasi. Bogota bag adalah kantung dengan bahan dasar amping steril yang merupakan kantong irigasi genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali. Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia pada dinding abdomen anterior (Sukumar, 2008).
2.2.8. KomplikasiEviserasi dapat menyertai keadaan dehisensi komplit dan
merupakan komplikasi post op yang berbahaya dengan angka mortalitas 35%. Dehisensi secara tunggal dapat pula menyebabkan kematian.
BAB IIIHASIL RONDE KEPERAWATAN
Setelah dilakukan ronde keperawatan pada Ny. S, didapatkan rekomendasi intervensi dari berbagai disiplin ilmu berikut ini:a. Dokter
a. Untuk menyelesaikan masalah Wound Dehiscence pada Ny. S dilakukan Debridement dan Rehecting pada luka bekas operasi yang terbuka.
b. Dilakukan perawatan luka dengan NaCl 0.9% dan ditaburi Chlorampenicol 1 kapsul.
19
c. Diberikan terapi injeksi Ceptriaxone 2x500mg (IV) sebagai antibiotic.
d. Diberikan terapi injeksi Ketorolac 3x30mg (IV) sebagai analgesic.
b. Apotekera. Kolaborasi pemeriksaan kultur bakteri untuk menentukan
jenis antibiotic yang tepat (jika memungkinkan)b. Memilihkan analgesic sesuai dengan indikasi klien (tidak
nefrotoxic)c. Menganjurkan perawatan luka tanpa ditaburi chlorampenicol.d. Menganjurkan konseling VCT untuk mendapatkan obat ARVe. Merekomendasikan kepada ahli gizi untuk memberikan diit
CKD stage 3 f. Merekomendasikan untuk pemeriksaan CD4 (jika
memungkinkan)c. Perawat
a. Intervensi masalah nyeri1) Membantu memberikan posisi yang nyaman2) Mengajarkan teknik nafas dalam dan massase3) Kolaborasi pemberian analgesic sesuai kebutuhan4) Melakukan observasi perubahan nyeri pasien
b. Intervensi masalah mual1) Mengobsevasi intake nutrisi dan cairan2) Memotivasi untuk makan sedikit namun sering3) Menganjurkan untuk menggunakan teknik nafas dalam
untuk menekan reflek muntah.4) Kolaborasi pemberian obat anti emetic sesuai kebutuhan.
c. Intervensi masalah risiko infeksi1) Mengobservasi tanda-tanda infeksi
(kalor,dolor,rubor,tumor,funsiolesa).2) Mengobservasi perubahan suhu tubuh pasien.3) Melakukan perawatan luka
20
4) Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai kebutuhan.d. Bidan
a. KIE tentang pentingnya nutrisi bagi proses penyembuhan luka.
e. Ahli Gizia. Pemberian diet TKRPRK (Tinggi Kalori Rendah Protein
Rendah Kalium)b. Pemberian ekstrak kutuk.
BAB IV
21
PENUTUP
4.1. KesimpulanMahasiswa dan petugas kesehatan di IRNA Brawijaya
memahami tentang ronde keperawatan, hal ini dapat dibuktikan dengan mahasiswa dan petugas kesehatan mampu menyebutkan kembali alur ronde keperawatan, mampu menjustifikasi masalah yang belum teratasi pada pasien, mampu mendiskusikan penyelesaian masalah dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta tim kesehatan lain, menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien, dan mampu merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien.
4.2. SaranDengan meningkatnya pemahaman tentang ronde
keperawatan, diharapkan tenaga kesehatan di ruang Brawijaya untuk melanjutkan kegiatan ronde keperawatan secara rutin sesuai dengan kebutuhan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Afzal S, Bashir M. 2008. Determinants of Wound Dehiscence in Abdominal Surgery in Public Sector Hospital. Department of Community Medicine, King Edward Medical University Lahore . Annals 14:3
Amirlak, Bardia. 2008. Skin Anatomy. diakses Desember 2011 dari: http:// emedicine. medscape. com/ article/ 1294744-overviewAnita, Cecilia. 2009. Asuhan Keperawatan Laparotomy. FK UNAND: Padang
Anonim. 2008. Penyembuhan Luka dan Dehisensi. Diakses Desember 2011 dari: http://www.scribd.com/doc/56192741/DEHISENSI2
Anonim. 2009. Laparotomi. Diakses Desember 2011 dari: http://www.scribd.com/doc/74673683/LP-Laparatomi
Arif, Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Medica Aesculpalus FKUI : JakartaBhavsar, Abdhish . 2012. medscape reference, diabetic
Retinopathy ,(http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview) akses : 28 September 2012
Carpenito, L. J. (2009). Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis (9
ed.). Jakarta: EGC.Elizabeth J. Corwin. 2008. Buku Saku Patofisiologi. EGC. JakartaGreenspan&Baxter. (2000). Endokrinologi Dasar Dan Klinik (4 ed.). Jakarta: EGC.Ismail. 2008. Luka dan Perawatannya. Diakses Desember 2011 dari :
http://umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawat-luka.pdfKate, Vikram. 2011. Exploratory Laparotomy. Diakses Desember
2011 dari: http://emedicine.medscape.com/article/1829835-overview
Makela J, Kiviniemi H, Juvonen T, et al. 2005. Factors influencing wound dehiscence after midline laparotomy. American journal of surgery. 170 (4): 387-390
nursalam. (2014). manajemen keperawatan. jakarta: salemba medika.
Silvia, Price & Lorraine M (2003). Patofisiologi : Konsep klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta
23
Sinaga, Yusuf. 2009. Wound Healing. Diakses Desember 2011 dari : http://ocw.usu.ac.id/course/download/128-KEBUTUHAN-DASAR-MANUSIA/kdm_slide_kebutuhan_dasar_manusia_konsep_luka.pdf
Singh, Abhijit. 2009. Case Report: Spontaneous scar dehiscence of a repaired bladder rupture in a 5 yr old girl – a case study. Resident Medical Officer, Max Heart and Vascular Institute, Saket, New Delhi, India. Cases Journal 1:363
Sjamsudidajat R, De Jong W. 2005. Luka Operasi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Spiloitis J, Tsiveriotis K, Datsis A, et al. 2009. Wound dehiscence: is still a problem in the 21th century: a retrospective study. World Journal of Emergency Surgery 4:12
Lampiran 1
SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN RONDE KEPERAWATAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :Nama : Ny. SUmur : 60 tahunAlamat : KalipareRuangan : BrawijayaNo. RM : 391014Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan ronde keperawatan pada saya.
24
Malang, 16 Januari 2016
Perawat yang menerangkan Pasien/ Penanggungjawab
Agus Warianto, S.Kep (..............................................)Saksi – saksi
1. Alfian H.G., S.Kep (……………...)2. Dewi R., S.Kep ( …………….)
LAMPIRAN 2SATUAN ACARA RONDE KEPERAWATAN
Topik : Melakukan Ronde KeperawatanSasaran : Ny. SHari/tanggal : Sabtu, 16 Januari 2016Waktu : 09.00 WIB – 10.00 WIBTujuan
1. Tujuan UmumMenyelesaikan masalah Dehisensi Subtotal Post TAH-BSO CKD, Anemia Ringan, Hipoalbuminemia, Hipokalemi Dan VCT Reaktif pada Ny. S
2. Tujuan Khususa. Menjastifikasi masalah yang belum teratasi
25
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer, tim kesehatan lain
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasiend. Menurumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai
masalah pasienMetode
DiskusiMedia
Dokumen/status pasienSarana diskusi: kertas, pulpen
Kegiatan Ronde KeperawatanWaktu Tahap Kegiatan Pelaksana Kegiatan
pasienTempat
1 hari sebelum Ronde
Pra-ronde
Praronde.1. Menetukan
kasus dan topic
2. Menentukan tim ronde
3. Menentukan literature
4. Membuat proposal
5. Mempersiapkan pasien
6. Diskusi pelakasanaan
Perawat Primer, KARU
- Nurse station
5 menit
Ronde Pembukaan.1. Salam
pembuka2. Memperkenal
kan tim ronde3. Menyampaika
Kepala ruangan
- Nurse station
26
n identitas dan masalah pasien
4. Menjelaskan tujuan ronde
20 menit
Ronde Penyajian masalah.1. Memberikan
salam dan memperkenalkan pasien kepada tim ronde
2. Menjelaskan riwayat penyakit dan keperawatan pasien
3. Menjelaskan masalah pasien, tindakan yang telah dilakukan, serta menetapkan prioritas untuk didiskusikan dan mendiskusikan masukan atau
PP
Karu, PP, Perawat Konselor
-
Memberikan respon dan menjawab pertanyaa
Nurse station
Ruang Perawatan
27
tambahan dari PP lain atau dari tim medis.
Validasi data.4. Mencocokkan
dan menjelaskan kembali data yang telah disampaikan
5. Diskusi antar anggota tim dan pasien tentang masalah keperawatan tersebut.
n
25 menit
6. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan
7. Menentukan
Karu Nurse station
28
tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ditetapkan
5 menit
Pasca-ronde
1. Evaluasi dan rekomendasi intervensi keperawatan dan disiplin terkait
2. Penutup
Karu, Supervisor, Perawat Konselor
Nurse station
Kriteria Evaluasi1. Struktur
a. Ronde keperawatan dilakasanakan di ruang b. Peserta perawat ronde keperawatan hadir ditempat
keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya.2. Proses.
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai akhirb. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai
peran yang telah ditentukan3. Hasil
a. Pasien puas dengan hasil kegiatanb. Masalah pasien dapat teratasic. Perawat dapat:
1) Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis2) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien
29
3) Meningkatkan kemampuan menetukan diagnose keperawatan. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada pemasalah pasien
4) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan
5) Meningkatkan kemampuan justifikasi6) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
Pengorganisasian1. Kepala ruangan : Agus Wariyanto2. PP I : Alfian Hari Gunawan
PP II : Dewi Rahmawati3. PA I : Ryan Frasetya
PA II : Fitriyanti N Idrus4. Dokter : Dr. Syamsul Bachri Sp.OG (K)5. Bidan : Agustin Ernawati SST6. Farmasi : Nova7. Tim Gizi : Uawatun Chasanah
30