Review Film.docx

14
Review Film Inside Job (2010) Krisis Subprime Mortgage tahun 2008 di Amerika Serikat telah memberikan dampak yang serius bagi perekonomian internasional. Film ini secara mendetail berusaha memberikanpenjelasan mengenai bagaimana krisis ini dapat terjadi dan kemudian apa yang dapat kitalakukan setelah memahami alur krisis yang berdampak menakutkan itu. Beberapa praktisidan penteori ekonomi politik diminta menjawab beberapa pertanyaan terkait peristiwapenting sebelum dan sesudah gelembung krisis akhirnya pecah pada tahun 2008. Alur yangdigunakan dimulai dari garis waktu awal abad 19 hingga masa pemerintahan Presiden ASKe-44, Barrack Obama. Beberapa fakta dan data disajikan tidak hanya melalui videodokumenter tetapi juga dengan grafik dan tabel sehingga penjelasan mengenai permasalahanyang berakar kompleks tersebut dapat dijelaskan secara sistematis dan komperehensif.Film Inside Job terbagi kedalam lima bagian yang masing-masing memiliki sesipendeskripsian yang lebih khusus. Diawali oleh cuplikan keadaaan yang tengah terjadi diIslandia yang mengalami dampak krisis perekonomian yang serius. Terjadinya krisisekonomi yang diawali dari liberalisasi ekonomi menghadirkan konsekuensi yang tidak terduga sebelumnya. Ketika mayoritas bank-bank besar yang telah diprivatisasi oleh pihak swasta terkena dampak dari krisis perekonomian global, negara menjadi pihak palingbertanggung jawab dalam pemulihan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi dalam kasusyang dialami Islandia, pemerintah terkesan melepaskan diri dari tanggung jawabnya.Kemudian terakhir, masyarakat sipil harus menanggung kesulitan ekonomi dan penganggurantanpa adanya jaminan sosial yang memadai. Serangkaian gambaran tersebut adalah nyataterjadi sebagai koreksi perekonomian yang terlalu optimis.Krisis yang terjadi di Amerika Serikat bukanlah sesuatu yang dapat dijelaskan secarateknis karena penyebabnya lebih bersifat sistemik. Sistem perekonomian Amerika Serikatyang sejak abad 90an mengalami kejayaan diprediksi akan terus kokoh dengan caramembebaskan pergerakan pasar. Akan tetapi lama kelamaan, jaringan sistem yang dibentuk dari perancang kebijakan ekonomi di AS nyatanya tidak terlepas dari konsekuensi resikoyang besar. Penyebabnya tidak hanya terbatas pada surat hutang berkualitas

Transcript of Review Film.docx

Review FilmInside Job(2010)Krisis Subprime Mortgage tahun 2008 di Amerika Serikat telah memberikan dampak yang serius bagi perekonomian internasional. Film ini secara mendetail berusaha memberikanpenjelasan mengenai bagaimana krisis ini dapat terjadi dan kemudian apa yang dapat kitalakukan setelah memahami alur krisis yang berdampak menakutkan itu. Beberapa praktisidan penteori ekonomi politik diminta menjawab beberapa pertanyaan terkait peristiwapenting sebelum dan sesudah gelembung krisis akhirnya pecah pada tahun 2008. Alur yangdigunakan dimulai dari garis waktu awal abad 19 hingga masa pemerintahan Presiden ASKe-44, Barrack Obama. Beberapa fakta dan data disajikan tidak hanya melalui videodokumenter tetapi juga dengan grafik dan tabel sehingga penjelasan mengenai permasalahanyang berakar kompleks tersebut dapat dijelaskan secara sistematis dan komperehensif.Film Inside Job terbagi kedalam lima bagian yang masing-masing memiliki sesipendeskripsian yang lebih khusus. Diawali oleh cuplikan keadaaan yang tengah terjadi diIslandia yang mengalami dampak krisis perekonomian yang serius. Terjadinya krisisekonomi yang diawali dari liberalisasi ekonomi menghadirkan konsekuensi yang tidak terduga sebelumnya. Ketika mayoritas bank-bank besar yang telah diprivatisasi oleh pihak swasta terkena dampak dari krisis perekonomian global, negara menjadi pihak palingbertanggung jawab dalam pemulihan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi dalam kasusyang dialami Islandia, pemerintah terkesan melepaskan diri dari tanggung jawabnya.Kemudian terakhir, masyarakat sipil harus menanggung kesulitan ekonomi dan penganggurantanpa adanya jaminan sosial yang memadai. Serangkaian gambaran tersebut adalah nyataterjadi sebagai koreksi perekonomian yang terlalu optimis.Krisis yang terjadi di Amerika Serikat bukanlah sesuatu yang dapat dijelaskan secarateknis karena penyebabnya lebih bersifat sistemik. Sistem perekonomian Amerika Serikatyang sejak abad 90an mengalami kejayaan diprediksi akan terus kokoh dengan caramembebaskan pergerakan pasar. Akan tetapi lama kelamaan, jaringan sistem yang dibentuk dari perancang kebijakan ekonomi di AS nyatanya tidak terlepas dari konsekuensi resikoyang besar. Penyebabnya tidak hanya terbatas pada surat hutang berkualitas rendah darikredit perumahan (Subprime Mortgage), tetapi juga karena adanya inovasi penting padasektor finansial. Inovasi finansial ini dilakukan tidak lain adalah sebagai terobosan baru selepas dari depresi besar tahun 1920an di AS. Hal ini terjadi pada keadaan dimana aliranuang yang beredar di sektor riil tidak dapat menyeimbangkan pertumbuhan pesat yang terjadidi sektor finansial (mismatch). Akan tetapi sangat disayangkan bahwa modifikasi sektorkeuangan ini justru membawa resiko baru yang lebih besar akibat saling terkaitnya satusektor dengan sektor lain sehingga semuanya harus bertanggung jawab akibat krisis yangmungkin terjadi.Poin penting yang ingin diulas dalam analisa film ini dititik beratkan pada kebijakanpemerintah AS dalam mengubah sistem perekonomian tradisionalnya. Bagaimana kebijakanyang dibuat dapat mempengaruhi secara mainstream sistem perekonomian di tingkat lokal,regional dan internasional. Dibalik perumusan kebijakan tentunya terdapat konsekuensi yangdiperhitungkan secara matang oleh pembuat keputusan. Dalam hal ini, Alan Greenspan dapatdikatakan sebagai salah satu aktor yang dipercaya dalam merumuskan kebijakan monetersebagai seorang Chairman (Ketua) of the Federal Reserve Board selama periode 1987 hinggaJanuari 2006. Posisi yang strategis selama kurun waktu cukup lama tersebut membuatnyamenjadi salah satu pejabat keuangan yang paling kuat di dunia pada masanya. AlanGreenspan menduduki posisi penting tersebut karena ia dianggap sebagai orang yang berhasilmembawa AS melewati dua peristiwa penting, yaitu stagnasi dan inflasi pada era tahun1980an. Kedua, kebijakannya dianggap mampu membawa perekonomian AS menujukemakmuran pada era 1990an. Dan terakhir perannya dianggap berhasil mendinamisasi pasarmodal AS.Karena perannya yang begitu berpengaruh tersebut, maka ia berwenang dalammenetapkan kebijakan maupun menciptakan sistem baru. Salah satunya adalah kebijakanmoneter longgar (easy money) yang memompa kredit di sektor perumahan. Greenspan adalahseorang yang percaya bahwa inovasi di sektor finansial dan peredaran uang dengan campurtangan seminimal mungkin akan dapat menciptakan kemajuan ekonomi. Akibat dari polakebijakan ala Greenspan inilah pasar AS berkembang dengan supercepat. Proporsi hutangsektor finansial domestik terhadap perndapatan nasional AS meroket dari hanya sekitar 5persen pada tahun 1967 meroket menjadi hampir 140 persen pada tahun 2006. Hal iniditambah dengan kenyataan bahwa sebagian besar kenaikan hutang tersebut dimotori olehsektor rumah tangga (household ) yang terbiasa menghutang demi membiayai segala bentuk kebutuhan hidupnya dengan suku bunga yang rendah.Selain kebijakan suku buka rendah, pada masa kepemimpinan Greenspan ada dua halkrusial yang juga turut mendorong meroketnya pasar hutang dna sektor finansial di AS.Pertama dibatalkannya undang-undang yang mengatur pemisahan bank komersial denganbank investasi dalam Glass-Steagall Act yang ditetapkan sejak 1933. UU tersebut dibatalkanpada tahun 1999. Pembatalan UU ini dianggap sebagai salah satu momentum berkembangnya apa yang dinamakan sebagai sistem perbankan bayangan. Penggabungan kedua sektortersebut pada akhirnya membuat pasar uang yang terhimpun di bank tidak selalu mengalir kesektor riil tetapi juga masuk pada investasi produk derivatif. Maka dari itu terdapatdiskoneksitas antara sektor riil dan sektor finansial, dimana perbankan bukan lagimenggerakkan sektor riil tetapi menjadi peniup balon sektor finansial.Kedua, adanya perkembangan pesat dari sistem perbankan bayangan itu sendiri,ditandai dengan semakin banyaknya variasi produk-produk derivatif. Produk derivatif adalahsebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atauberasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut "produk turunan" (underlying product ); daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu aset,pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatunilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok.Di sistem perbankan bayangan inilah sektor finansial berkembang pesat melebihi sektor riil.Transaksi keuangan akhirnya tidak lagi membutuhkan jaminan aset.Di atas kertas, instrumen keuangan ini diciptakan dalam rangka risk-sharingmanagement. Namun dalam praktik lebih terkesan menyembunyikan resiko dari transaksilama dan menciptakan resiko dengan transaksi baru. Dalam sebuah sistem yang kompleks seperti itu, siapa yang harus bertanggung jawab? Masing-masing pihak merasa pihak lainlahyang harus bertanggung jawab. Selain itu pemusatan perekonomian global di beberapainsitusi keuangan besar seperti Lehman Brothers, Morgan Stanley dan Merrill Lynch jugamenyebabkan kerawanan akan kerusakan perekonomian secara mematikan apabilamengalami krisis/bangkrut. Sayangnya segala resiko besar tersebut seiring dengan besarnyapertaruhan uang yang berputar dalam sistem perbankan bayangan tersebut. Sehinggameskipun sudah banyak beredarnya tulisan dari akademisi yang meneliti mengenai gejalapra-krisis, salah satunya dari Raghuram Rajan, tidak menjadi sebuah peringatan yang serius.Pada akhirnya, Greenspan bubble tinggal menunggu waktu untuk meledak dan melesakkanpergerakan pasar finansial ke titik terendah.

Inside Job, Global Financial Meltdown 2008

Sebuah film dokumenter yang bisa dikatakan berani dalam hal membongkar fakta dibalik krisis ekonomi 2008. Film yang berjudul Inside Job ini mampu meraih penghargaan yang sangat bergengsi di acara piala Oscar 2011, tidak hanya itu film yang disutradari oleh Charles Ferguson ini sangat kritis serta penuh dengan asal-usul mengapa industri finansial di negeri paman Sam itu bisa bergejolak secara global.Charles Ferguson sebelumnya telah sangat berhasil menguliti motif George W. Bush dalam menginvasi Iraq dalam film No End In Sight. Dengan resume seperti ini, mudah ditebak kalau Inside Job juga disemangati oleh cara pandang liberal yang kombatif terhadap apapun yang dilakukan oleh pemerintahan dan kelompok konservatif di Amerika Serikat.

Tesis utama film ini adalah sesuai dengan conventional wisdom liberal di Amerika Serikat, bahwa krisis finansial adalah hasil dari tidak berdayanya negara dalam meregulasi pasar,dalam hal ini pasar modal yang tumbuh menjadi semakin kompleks seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi. Ketiadaan regulasi ini datang bukan semata-mata impotensi negara namun juga karena terdapat upaya agresif dari pelaku pasar, di Wall Street terutama, untuk menolak regulasi. Tesis yang kurang lebih sama juga dikemukakan oleh ekonom pemenang Nobel Joseph Stiglitz di Free fall: America, Free Markets, and the Sinking of the World Economy. (crisologist) ini kembali memaparkan persoalan yang dihadapi bersifat mendasar dan sistemik. Dia mengatakan,Finding root causes is like peeling back an onion.

Menurut Stiglitz, krisis keuangan di AS yang menjalar menjadi krisis keuangan global lebih buruk dari Great Depression pada era 1930-an. Krisis ini telah membuka mata masyarakat internasional akan rapuhnya sistem kapitalisme yang dianut Negeri Paman Sam. Sistem ini terbukti, pada akhirnya hanya membuat mereka yang menganutnya menjadi sengsara dan menderita (Baca: Washington Post). Sementara itu, menurut Krugman, peraih Nobel Ekonomi 2008, ekonomi dunia akan mengalami resesi dalam kurun waktu yang lama. Dia mengakui bahwa krisis ini memang menakutkan, Pernyataan senada diungkapkan Investor dunia, George Soros. Dia menilai krisis yang menerjang pasar finansial saat ini sangat serius. Krisis ini, menurutnya, lebih hebat dibanding krisis finansial lainnya sejak berakhirnya Perang Dunia kedua,. Soros menegaskan yang terancam resesi bukan hanya perekonomian Amerika Serikat saja, tapi juga Eropa.

Dalam Inside Job, diceritakan bahwa puncak dari penolakan terhadap regulasi yang kemudian menjadi penyebab dari krisis keuangan 2008 adalah di amandemennya Undang-Undang Glass-Steagal Act yang melarang konsolidasi lembaga keuangan besar. Inside Job dengan sinis menyimpulkan bahwa UU tersebut dicabut hanya untuk memberi kesempatan kepada Citigroup untuk melakukan merger raksasa yang memungkinkan dirinya menguasai sektor keuangan dari hulu-ke hilir. Dicabutnya Glass-Steagal Act ini terjadi ketika pasar keuangan Amerika Serikat sedang dibuat mabuk oleh instrumen-instrumen keuangan yang luar biasa kompleks semacam derivatives, yang bisa dibayangkan sebagai kasino, hanya saja melalui derivatives ini apapun bisa diperjudikan, mulai dari harga minyak di masa depan, cuaca, angka pengangguran dan indeks-indeks ekonomi lain.

Tanpa regulasi yang mencukupi semua teknologi industri keuangan yang makin canggih hanya bisa dipahami oleh para pekerja industri keuangan dan paling tidak mereka yang bergelar Ph.D di bidang ekonomi. Lembaga-lembaga keuangan besar semacam Citigroup, Bear Stearns, Lehman Brothers dan Goldman Sachs bisa makin leluasa berjudi dengan bantuan dari lembaga-lembaga rating credit semacam Standards & Poor, Moody serta Fitch yang selalu siap memberi peringkat AAA, tidak peduli seberapa busuk instrumen keuangan yang sedang diperdagangkan. (Salah satu adegan dramatis film ini adalah footage C-SPAN di mana anggota Kongres Carl Levin membentak-bentak Lloyd Blankfein karena mengetahui adanya shitty deal namun tetap memberi lampu hijau untuk terjadinya transaksi). Mereka yang bergelut di lembaga-lembaga keuangan tersebut mampu menciptakan ilusi ekonomi dengan menggunakan instrumen-instrumen derivatives seperti collateralized debt obligation (CDO) yang menjadi sasaran permainan judi.

Dengan ilusi ekonomi inilah yang juga digunakan oleh para pemain di Wall Street untuk selalu menghindar dari regulasi. Kamu bisa membawa seratus Ph.D matematika dan tetap tidak akan mengerti instrumen-instrumen keuangan ini, demikian yang Alan Greenspan kepada Robert Gnaizda, seorang advokat yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Federal Reserve yang dipimpin oleh Alan Greenspan. Transaksi-transaksi derivative yang bertumpuk satu di antara lain itulah kemudian yang membuat semua rumah kartu itu runtuh di akhir tahun 2007 dan segera berubah menjadi krisis keuangan global. Dengan semakin bebas memperbanyak instrumen-instrumen keuangan maka para broker itu semakin punya kesempatan mendapat keuntungan. Karena seberapa busuk pun instrumen keuangan yang diperdagangkan, mereka tetap akan mendapat komisi dan bonus yang segera berubah menjadi jet pribadi, rumah di Hamptons atau apartemen ultra-mahal di Upper East Side atau seberang Central Park.

Dengan alur cerita semacam ini, sesungguhnya tidak ada yang baru dengan film Inside Job. Bahkan penjahat dalam film ini juga masih yang itu-itu juga, orang-orang anti-regulasi semacam Alan Greenspan, Robert Rubin, Larry Summers, Timothy Geithner, Henry Paulson. Di pihak lain, pahlawannya karakter seperti Eliott Spitzer, Dominique Strauss-Kahn yang sosialis, ekonom Nouriel Roubini dan serta kapitalis anti fundamentalis pasar George Soros. (Salah satu kejutan penting di film ini adalah kemunculan Spitzer, bekas Jaksa Agung New York yang rajin memprosekusi penjahat Wall Street serta Dominique Strauss-Kahn yang ketika diwawancarai untuk film ini masih menjabat sebagai direktur pelaksana International Monetary Fund (IMF).

Kedua orang ini punya nasib yang hampir sama, jatuh dari posisi yang sangat tinggi karena masalah seks entah mereka dijebak atau melakukan kesalahan atas keinginan sendiri itu masalah lain. Kejatuhan mereka karena masalah seksual ini juga sekaligus mencerminkan betapa gawat dan jahatnya urusan yang berkaitan dengan finansial dan industri keuangan, sesuatu yang juga coba dibuktikan oleh Inside Job. Dalam film ini digambarkan, lengkap dengan wawancara dengan germo-germo kota New York, tentang betapa besarnya kontribusi Wall Street terhadap industri prostitusi kota ini, karena narkoba dan pelacur memang menjadi sarana sah untuk menjamu nasabah dan pelaku industri keuangan yang lain.

Satu-satunya hal baru dari Inside Job adalah keberanian sutradara untuk mengarahkan telunjuk kepada para akademisi, ilmuwan-ilmuwan ekonomi dari universitas terkemuka Ivy League Amerika Serikat yang telah secara sadar menjadi bagian industri keuangan Wall Street dengan menerima posisi sebagai direktur, komisaris, peneliti atau konsultan di lembaga-lembaga semacam Goldman Sachs, Citigroup atau Standards & Poor serta paling tidak melakukan penelitian dan memberi rekomendasi tentang instrumen derivatives sebagai penyelamat ekonomi dunia, serta memberi angin surga tentang stabilitas ekonomi dunia ketika sesungguhnya sudah ada di tepi jurang. Para ilmuwan tersebut juga memberi layanan yang disebut sebagai economic academic experts-for-hire industry dengan mendirikan firma konsultansi semacam the Analysis Group, Charles River Associates, Compass Lexecon, and the Law and Economics Consulting Group (LECG).

Bagian yang paling menarik dari film ini justru ketika sutradara Charles Ferguson dengan begitu galaknya mencecar profesor-profesor terhormat itu dengan pertanyaan yang menggugat keterlibatan mereka di industri keuangan. Dan dengan sangat berhasil Ferguson menampilkan mereka seperti tertangkap basah dalam kejahatannya. Dalam wawancara mereka banyak yang hanya diam, tersenyum canggung, atau bahkan marah-marah tanpa jawaban yang menolak atau mengafirmasi tuduhan sang sutradara.

Profesor Ekonomi Harvard Martin Feldstein, arsitek deregulasi ekonomi era Reagan yang kemudian menjadi komisaris AIG, hanya diam termangu ketika Charles Ferguson menanyakan keterlibatanya di sektor keuangan swasta. Glenn R. Hubbard dari Columbia University yang juga menjadi penasihat ekonomi George W. Bush malah marah dan mengusir Ferguson ketika menanyakan tentang sebuah paper yang memberi tentang optimisme terhadap instrumen derivatives yang dia co-author dengan seorang ekonom Goldman Sachs. Sementara, Larry Summers dari Harvard, Laura Tyson dari Berkeley yang sekarang menjadi komisaris Morgan Stanley sama seperti Alan Greenspan, Geithner,dan Paulson menolak diwawancara untuk Inside Job.

Para ekonom dan pakar keuangan telah mengidentifikasi dan berkonklusi bahwa transaksi derivative menjadi puncak dan penyebab utama semua bencana ekonomi besar yang terjadi sejak tahun 1929 di Amerika Serikat. Sistem riba, maysir dan gharar (derivative) jugalah yang berada di belakang crash pasar saham Wall Street tahun 2001 yang dikenal sebagai Black Monday, juga krisis keuangan dan perbankan di tahun 1987. Oleh karena jahatnya transaksi derivative, maka George Soros menyebutnya sebagai hydrogen bombs, sementara Warren Buffett menjulukinya sebagai financial weapons of mass destruction.

Dengan demikian, dari semua narasi yang telah di ceritakan secara singkat diatas saya berpikir bahwa sangatlah rasional jika dalam ekonomi Islam terdapat konsep bahwa sektor finansial dan sektor riil harus berjalan secara seimbang (tawazun) agar tidak terjadi disparitas ekonomi serta para stakeholders harus memiliki spirit religiusitas yang konsisten dalam menjalankan sistem perekonomian dunia yang lebih baik bagi sesama. Film dokumenter ini wajib ditonton bagi siapapun yang concern terhadap kondisi ekonomi global dan memiliki empati serta solusi yang sustainable demi terciptanya perekonomian dunia yang lebih inklusif (adil, stabil, dan sejahtera). Selamat menonton!REVIEW

Film yang memenangkan Oscar tahun 2011 melalui kategori Best Documentary Feature ini menceritakan secara gamblang mengenai bencana krisis finansial yang dialami Amerika Serikat tahun 2008 silam. Dibuka dengan bencana finansial yang terjadi di Islandia, sebuah negara di Eropa yang pada awalnya relatif stabil dan memiliki standar kehidupan yang tinggi, film ini mengantarkan kita kepada sebuah permasalahan serupa dengan skala yang lebih besar dan dampak yang lebih sistemik yang terjadi di Amerika Serikat.

Terbagi menjadi 5 rangkaian cerita, membuat film ini menjadi seperti sebuah buku yang menjelaskan kepada kita tentang bagaimana kronologis dan sebab-sebab krisis itu terjadi. Namun, tidak seperti buku teks ekonomi biasa yang cenderung membosankan, sutradara film ini, Charles Ferguson, mampu membalut sebuah bahasan yang berat dalam kemasan yang apik, menarik dan tidak membosankan.

Bagian pertama dari film ini, yang bertajuk How We Got Here, menceritakan tentang penyebab krisis yang telah membuat lima belas juta orang di seluruh dunia tenggelam di bawah garis kemiskinan. Pada awalnya, setelah Great Depression, lembaga-lembaga keuangan di AS diatur secara ketat oleh peraturan pemerintah dan bank-bank tidak diperbolehkan untuk melakukan investasi yang berisiko atas uang para deposannya. Namun, pada tahun 1980-an, lembaga-lembaga keuangan dilepas ke publik dan Presiden Ronald Reagan memulai era deregulasi keuangan yang kini telah berjalan sekitar 30 tahun. Deregulasi itu membuat lembaga-lembaga keuangan memiliki hak untuk memasukkan uang para deposannya ke dalam investasi yang lebih beresiko. Wall Street pun tumbuh semakin besar dan kuat dengan jumlah investasi yang kian meningkat pula.

Pada era 1990-an, beberapa lembaga keuangan melakukan merger dan menyebabkan pasar finansial di AS dikuasai oleh hanya beberapa pemain besar saja. Pemain-pemain besar tersebut kemudian terbukti melakukan fraud dan praktik pencucian uang, namun pemerintah tinggal diam. Pada tahun 1990-an juga ditemukan instrumen keuangan baru, yang disebut dengan derivatif. Instrumen ini ditengarai sebagai instrumen keuangan yang aman, namun pada kenyataannya derivatif telah membuat pasar keuangan menjadi tidak stabil. Beberapa pihak telah mencoba membuat regulasi yang ketat guna mencegah penyalahgunaan instrumen ini, namun usaha tersebut justru digagalkan sendiri oleh pihak pemerintah.

Pada tahun 2001, kembali muncul terobosan yang lebih powerfull dan menguntungkan dalam pasar keuangan, biasa disebut dengan collateralized debt obligation (CDO). CDO merupakan instrumen derivatif gabungan dari kredit perumahan (mortgages), corporate buy-out debt, car loans, student loans, dan juga credit card debts yang dijual oleh bank kepada para investor di seluruh dunia. Dengan sistem ini, bank tidak lagi mengkhawatirkan apakah mortgages yang disalurkan ke masyarakat akan dilunasi atau tidak karena bank telah mendapat uang dari investor sebagai hasil penjualan CDO. Mortgages pun akhirnya banyak diberikan pada orang-orang yang tidak sanggup melunasinya.

Sebagian besar instrumen CDO mendapat peringkat AAA, yaitu peringkat investasi teraman yang setara dengan obligasi pemerintah AS. Namun, hal itu hanya semu belaka karena sistem ini menyimpan resiko bagaikan sebuah bom waktu yang aktif. Lagi-lagi, tidak ada regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur instrumen ini, dan dampaknya adalah kredit mortgages meningkat sebesar empat kali lipat dalam periode 2002-2006.

Bagian kedua film ini, The Bubble, mengisahkan lebih jauh ketika terjadi periode penggelembungan ekonomi yang terjadi sebelum krisis. Banyaknya kredit perumahan yang disalurkan berdampak pada peningkatan permintaan akan rumah dan pada akhirnya meningkatkan harga rumah itu sendiri secara drastis. Pada tahun 2007, harga perumahan di AS meningkat ekstrim, yaitu sebesar 194%. Yang mendapat dampak manis dari fenomena ini adalah bank-bank di AS yang mengalami peningkatan pendapatan secara signifikan. CEO Lehman Brothers, Richard Fuld, mendapat bonus 485 juta US dolar karena berhasil membawa banknya menjadi top underwiter of subprime lending. Para trader di Wall Street pun tak ketinggalan untuk membawa bonus yang tak kalah besar.

Pada tahun 2006, sebesar 40% keuntungan di pasar modal berasal dari sektor keuangan. Namun, Martin Wolf, Chief Economics Comentator The Financial Times, mengatakan bahwa keuntungan itu bukanlah keuntungan yang nyata. Keuntungan itu hanyalah sejumlah uang yang terbentuk dari sebuah sistem dan dilabeli sebagai keuntungan.

Bukannya merumuskan regulasi untuk mencegah dampak sistemik dari kegagalan sistem ini, Security and Exchange Commission (SEC) justru membuat peraturan lain yang lebih kontroversial. SEC menaikkan rasio leverage bank dari 3:1 menjadi 33:1 yang memungkinkan bank untuk mengumpulkan lebih banyak uang lagi dari pinjaman.

Terobosan dalam pasar keuangan yang bagaikan bom waktu ini ternyata tak berhenti sampai disini. AIG, perusahaan asuransi terbesar di AS memunculkan instrumen derivatif baru, yang dinamakan credit default swaps. Bagi para investor yang memiliki CDO, credit default swaps ini berfungsi sebagai asuransi yang akan menutupi kerugian mereka ketika CDO mengalami gagal bayar. Namun, para spekulator yang tidak secara nyata memiliki CDO juga diperbolehkan untuk membeli instrumen derivatif ini. Sistem ini menyebabkan semua pihak dapat mengasuransikan sebuah aset yang sebenarnya sama. Akibatnya adalah ketika aset itu (CDO) mengalami gagal bayar, maka kerugian yang harus ditutupi AIG pun meningkat berkali-kali lipat. AIG pun tidak menyisihkan uang sebagai tindakan preventif atas hal terjadinya ini dan malah meningkatkan bonus untuk para karyawannya dari hasil penjualan credit default swaps sebesar 500 miliar US dolar. Dan tentu saja, yang mendapat bonus paling besar yaitu senilai 315 juta US dolar adalah Head of AIG Financial Products, Joseph Cassano.

Beberapa pakar ekonomi sebenarnya tidak tinggal diam dengan keadaan ini. Mereka mewujudkan keresahan mereka dalam bentuk paper yang mempertanyakan resiko dari instrumen-instrumen investasi yang telah disebutkan di atas. Salah satunya adalah Raghuram G. Rajan, Chief Economist of the IMF, yang mempublikasikan paper berjudul Has Financial Development Making the World Riskier? di Annual Jackson Hole Symposium, salah satu konferensi paling elit antar banker sedunia. Pada tahun 2007, Alan Sloan juga mempublikasikan artikel mengenai Goldman Sachs yang menjual CDO yang terdiri dari mortgages yang sepertiganya mengalami gagal bayar.

Goldman Sachs kemudian mengasuransikan CDO-nya dengan credit default swaps dari AIG. Dan ketika tersiar kabar bahwa AIG akan mengalami kebangkrutan, Goldman Sachs kembali mengasuransikan dirinya atas kebangkrutan AIG tersebut sehingga ia tetap mendapat keuntungan. Pada April 2010, para eksekutif Goldman Sachs dipaksa untuk memberikan keterangan di depan kongres mengenai kesengajaan mereka untuk menjual instrumen derivatif yang mereka sebut sampah kepada publik.

Namun, ternyata bukan mereka sendiri yang menjual sampah kepada publik. Morgan Stanley, Merryll Lynch, J.P. Morgan, dan Lehman Brothers juga meraup keuntungan yang sangat besar atas transaksi-transaksi penjualan sampah yang memiliki peringkat investasi AAA. Hal ini juga menjadi simbol kebobrokan lembaga pemeringkat investasi di AS. Di bawah imbalan yang sangat besar, mereka dengan mudahnya memberikan peringkat aman pada investasi-investasi yang sebenarnya sama sekali tidak aman. Ketika ditanyai kongres mengenai hal ini, mereka dengan mudah menjawab bahwa peringkat yang mereka berikan hanyalah sebatas opini yang mungkin saja bisa salah.

The Crisis, bagian ketiga dari film ini, mengisahkan tentang krisis yang pada awalnya disangkal oleh pemerintah AS namun akhirnya benar-benar terjadi pada tahun 2008. Pemerintah AS mengabaikan peringatan yang telah berkali-kali diberikan oleh IMF dan beberapa pakar ekonomi melalui tulisan-tulisannya. Pada 2008, banyak kredit mortgages pada akhirnya benar-benar mengalami default dan lenders tidak bisa lagi menjual kredit tersebut kepada bank. Pasar CDO pun kolaps meninggalkan para bank dengan pinjaman sebesar ratusan miliar US dolar, CDO, dan real estate yang tidak lagi dapat mereka jual.

Dua bank terbesar AS, Lehman-Brothers dan Merryll Linch, serta salah satu perusahaan penyedia asuransi terbersar, AIG, runtuh pada bulan September 2008 menyebabkan kejatuhan nilai saham pada titik yang sangat rendah dan dampak yang sangat sistematis pada seluruh pasar keuangan. Ironisnya, beberapa hari sebelum kolapsnya ketiga lembaga keuangan tersebut, mereka masih mendapat rating yang tinggi, yaitu AAA dan AA. Tidak ada pihak yang mau disalahkan atas peristiwa ini. Para pelaku pasar menyalahkan pemerintah yang tidak memiliki regulasi kuat mengenai instrumen-instrumen keuangan. Pemerintah sendiri mengaku bahwa mereka tidak bisa memprediksi bahwa krisis ini akan terjadi. Frederic Mishkin, Governor of the Federal Reserve pada saat itu, malah mengundurkan diri dan menyatakan dirinya akan kembali ke kampus untuk menyelesaikan revisi bukunya.

Sesaat setelah kejatuhannya, AIG diambil alih oleh pemerintah dan The Fed meminta kongres untuk mengucurkan dana sebesar 700 miliar US dolar dalam rangka bail out kedua bank tersebut. Tingkat pengangguran di AS dan Eropa meningkat 10% seketika dan dampak ini segera meluas secara global. Sepuluh juta pekerja migran di China turut kehilangan pekerjaannya. Para penduduk AS pun banyak yang kehilangan rumahnya dan terpaksa tinggal di pemukiman yang terdiri dari tenda-tenda.

Bagian keempat dari film ini, Accountability, pada akhirnya membahas mengenai pihak-pihak yang menerima keuntungan atas kolapsnya pasar keuangan AS. Para CEO dan eksekutif bank-bank yang bangkrut tersebut tetap mendapat bonus senilai ratusan juta US dolar dan tidak satupun dikenai sanksi yang berat. Beberapa diantaranya justru kembali ditunjuk oleh presiden Obama untuk memainkan peran penting dalam perekonomian AS.

Keuntungan ternyata tidak hanya diraup oleh para eksekutif, namun juga oleh para akademisi. Mereka yang merupakan pencetus ide dari deregulasi pasar keuangan dan kebijakan-kebijakan ekonomi lainnya mendapatkan bayaran ratusan ribu US dolar untuk setiap jasa konsultan atau analis yang diberikannya. Speaking fee maupun writing fee yang mereka terima atas karya-karya ilmiah yang mendukung deregulasi pasar serta sosialisasi derivatif sebagai instrumen keuangan yang aman juga bernilai ratusan ribu US dolar. Pada akhirnya, timbul pertanyaan apakah profesi akademisi ekonomi akan selalu menimbulkan konflik kepentingan pada para pelakunya?

Bagian penutup, Where Are We Now, menyatakan bahwa krisis ini telah mengakibatkan generasi AS sekarang akan memiliki tingkat pendidikan dan kemapanan yang lebih rendah daripada orang tuanya. Fenomena ini adalah yang pertama kalinya terjadi di AS. Namun, menanggapi dampak yang begitu dramatis, pemerintahan Obama belum menunjukkan gelagat-gelagat akan adanya reformasi keuangan yang serius.

Film ini menunjukkan betapa para eksekutif begitu rakusnya memperkaya diri mereka sendiri. Pesawat pribadi, penthouse di lokasi elit, dan wanita simpanan dari tempat prostitusi kelas tinggi pun tak sanggup memuaskan nafsu mereka. Para eksekutif ini terus melakukan tindakan yang merugikan dengan menjual instrumen keuangan yang beresiko tinggi kepada publik. Mereka tidak peduli pada nasib masyarakat yang harus membiayai kerugian negara dengan uang pajak selama mereka masih bisa meraup bonus bernilai ratusan juta US dolar. Semakin besar kerugian yang mereka timbulkan pada society, maka semakin besar pulalah keuntungan yang dapat mereka ambil, dan mereka tidak akan pernah berhenti melakukannya.