RETINOPATI HIPERTENSI

12
RETINOPATI HIPERTENSI Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. ANATOMI DAN FISIOLOGI Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola mata bagian depan depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu sklera, uvea, dan retina. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberi bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang membentuk bola mata. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk ke dalam bola mata, yaitu otot dilator, sfingter iris, dan otot siliar. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Otot melingkari badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi mengakibatkan mengendornya Zonula Zinn sehingga terjadi pencembungan lensa. Retina merupakan lapisan bola mata yang paling dalam. Secara kasar, retina terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan fotoreseptor

Transcript of RETINOPATI HIPERTENSI

Page 1: RETINOPATI HIPERTENSI

RETINOPATI HIPERTENSI

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada

vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama kali

dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi

dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar

secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan

bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola mata

bagian depan depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat

bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan

yaitu sklera, uvea, dan retina. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberi

bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang membentuk bola mata. Jaringan uvea

merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada

iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk ke

dalam bola mata, yaitu otot dilator, sfingter iris, dan otot siliar. Otot siliar yang terletak di

badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Otot melingkari badan

siliar bila berkontraksi pada akomodasi mengakibatkan mengendornya Zonula Zinn

sehingga terjadi pencembungan lensa.

Retina merupakan lapisan bola mata yang paling dalam. Secara kasar, retina terdiri dari

dua lapisan, yaitu lapisan fotoreseptor (pars optica retinae) dan lapisan non-fotoreseptor atau

lapisan epitel pigmen (retinal pigment epithelium/ RPE). Lapisan RPE merupakan suatu lapisan sel

berbentuk heksagonal, berhubungan langsung dengan epitel pigman pada pars plana dan ora

serrata. Lapisan fotoreseptor merupakan satu lapis sel transparan dengan ketebalan antara 0,4

mm berhampiran nervus optikus sehingga 0,15 mm berhampiran ora serrata. Di tengah-tengah

macula terdapat fovea yang berada 3 mm di bagian temporal dari margin temporal nervus optikus.

Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis. Arteri ini

berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus dan

bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis merupakan arteri utuh dengan diameter

kurang lebih 0,1 mm. Ia merupakan suatu arteri terminalis tanpa anastomose dan membagi

menjadi empat cabang utama. Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai vaskularisasi.

Bagian ini mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari lapisan koroid. Arteri retina biasanya

Page 2: RETINOPATI HIPERTENSI

berwarna merah cerah, tanpa disertai pulsasi manakala vena retina berwarna merah gelap dengan

pulsasi spontan pada diskus optikus

Secara histologis, retina terdiri atas 10 lapisan, yaitu:

1. Membrana limitans interna (serat saraf glial yang memisahkan retina dari

corpus vitreus)

2. Lapisan serat saraf optikus (akson dari 3rd neuron)

3. Lapisan sel ganglion (nuklei ganglion sel dari 3rd neuron)

4. Lapisan fleksiform dalam (sinapsis antara akson 2nd neuron dengan dendrit

dari 3rd neuron)

5. Lapisan nuklear dalam

6. Lapisan fleksiform luar (sinapsis antara akson 1st neuron dengn dendrit 2nd

neuron)

7. Lapisan nuklear luar (1st neuron)

8. Membrana limitans eksterna

9. lapisan fotoreseptor (rods dan cones)

10. Retinal Pigment Epithelium

EPIDEMIOLOGI

Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah dilakukan ke atas

sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi.

Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan

bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang

tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antar 2%-15%

untuk banyak macam tanda-tanda retinopati.

PATOFISIOLOGI

Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri

perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori

bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada

Page 3: RETINOPATI HIPERTENSI

tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas

pembuluh darah. Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara

generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi

yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan

penyempitan arterioles retina secara generalisata

Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan

intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini

akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena

yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya

arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai

”copper wiring”

Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan

pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan

iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran

mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai

cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya meripakan

indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat

Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja,

karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan

yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi

mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-

perubahan lain terlebih dulu.

KLASIFIKASI

Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)

Stadium Karakteristik

Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;

hipertensi ringan, asimptomatis

Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking

arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa

gejala dari hipertensi

Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan

darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,

Page 4: RETINOPATI HIPERTENSI

vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi

ginjal

Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;

peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,

asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,

kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal

Klasifikasi Scheie (1953)

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina

Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks

arterioler retina

Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda

penyilangan arteriovenous

Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries

Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tiada perubahan

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papiledema

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi

tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(1,6)

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :

Penyempitan arteioler menyeluruh

atau fokal, AV nicking, dinding

Asosiasi ringan dengan

penyakit stroke, penyakit

jantung koroner dan

mortalitas kardiovaskuler

Page 5: RETINOPATI HIPERTENSI

arterioler lebih padat (silver-wire)

Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih

tanda berikut :

Perdarahan retina (blot, dot atau

flame-shape), microaneurysme,

cotton-wool, hard exudates

Asosiasi berat dengan

penyakit stroke, gagal

jantung, disfungsi renal dan

mortalitas kardiovaskuler

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate

dengan edema papil : dapat disertai

dengan kebutaan

Asosiasi berat dengan

mortalitas dan gagal ginjal

Gambar 2. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal

arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles

(panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 1)

Gambar 3. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot

(panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B).

(dikutip dari kepustakaan 1)

Page 6: RETINOPATI HIPERTENSI

Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan

papiledema. (dikutip dari kepustakaan 1)

DIAGNOSIS

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan

tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi

di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan

laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.

Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata.

Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV

peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan simptom pada mata

Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan

funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi

retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan

gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat

yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek

arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan

adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi

perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat

menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level

tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape

yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau

edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu

akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang

Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran tekanan

darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula darah,

Page 7: RETINOPATI HIPERTENSI

pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil

lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi

fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa

pemeriksaan elektrokardiogram

PENATALAKSANAAN

Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada

fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg.

Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak

dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa

tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah.

Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung

terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat

mengurangi kekeruhan dinding arteri retina.Perubahan pola dan gaya hidup juga harus

dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar

berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus

dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi

alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur

KOMPLIKASI

Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya

arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi

yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau

oklusi arteri retina sentralis (CRAO).

Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan jam atau

hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh

darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali

terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusaka yang permanen

terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli

Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi secara tiba-

tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan

lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah

Page 8: RETINOPATI HIPERTENSI

foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot.

CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa

PROGNOSIS

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang

serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali

terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau edema

retina tanpa papiledema mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan

papiledema, jangka hidupnya diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah

kasus, komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.

REFERENSI

1. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New

England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2008 May

21]: [8 screens]. Available from:

URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf

2. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors.

Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens]. Available from:

URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm

3. Riodan-Eva P. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors. Oftalmologi umum:

anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit Widya Merdeka; 1996. p. 7-9