Retinopati Diabetik

49
BAB I PENDAHULUAN Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan disbanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler.Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah 1

Transcript of Retinopati Diabetik

Page 1: Retinopati Diabetik

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan

pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih  mudah

mengalami kebuataan disbanding nondiabetes.

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok  penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.Diabetes mellitus dapat

menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler.Perubahan ini meliputi

kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan

retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang

paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir

100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang

menjadi retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha

telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi

kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan

tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control and

Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy Study

(ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati diabetik.(1,2)

1

Page 2: Retinopati Diabetik

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA

Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan

struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.

Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)

koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan

ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih

mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat

lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera

adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah

untuk memberi makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina,

yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan

syaraf di dalam.Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang

mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.

Gambar 1 : Anatomi Mata. (Dikutip dari kepustakaan 5)

2

Page 3: Retinopati Diabetik

Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan

berakhir di tepi ora serata. (4)

Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.

Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama

vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk

berdinding ganda, yang disebut optic cup.  Dalam perkembangannya, dinding luar

akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan

lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang

kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.(,6,7)

Gambar 2 : Lapisan Retina (Dikutip dari kepustakaan 7) 

3

Page 4: Retinopati Diabetik

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor

yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel

pigmen retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen

dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel

fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas

rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan

sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi

dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai

nutrient dan oksigen pada sel retina.6,7

Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :7

1. Epitel pigmen retina.

2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping

dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.

3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.

5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis

fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.

6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel

Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar,

sel amakrin dengan sel ganglion.

8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.

9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf

optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.

10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan

kaca. 

4

Page 5: Retinopati Diabetik

Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari

arteri.(Dikutip dari kepustakaan 7)

 Vaskularisasi Retina

Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang

merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar

membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam

dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan

sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen

retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk

ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.

Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan

retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya

diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh

darah pada koroid.6,7

Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,

membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.

Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.Fovea

sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada difusi

5

Page 6: Retinopati Diabetik

sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai mengenai

fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.6,7

Innervasi Retina

Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-kelainan

yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris

pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina

seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan

obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual

evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui

keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.6,7

6

Page 7: Retinopati Diabetik

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada

penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.

Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,

pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan

membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.(4)

3.2 Epidemiologi

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik degeneratif yang

morbiditas dan mortalitasnya tinggi di dunia. Indonesia, menurut World Health

Organization (WHO), menduduki peringkat keempat terbanyak dalam jumlah

penyandang DM. Berdasarkan The Diab Care Asia2008 Study, 42% penyandang DM

di Indonesia mengalami komplikasi retinopati yang 6,4% di antaranya adalah

retinopati DM proliferatif. Kebutaan akibat retinopati DM harus dicegah karena akan

menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita, serta menimbulkan beban

sosial dalam masyarakat. Keterlambatan diagnosis merupakan tantangan utama dalam

tatalaksana sehingga dokter umum diharapkan mampu mendeteksi retinopati DM

sejak dini melalui pemeriksaan funduskopi direk atau fundus photography. Selain itu,

dokter umum berperan penting dalam pemberian edukasi, pengendalian faktor risiko,

dan penentuan kasus rujukan. Apabila dokter umum mampu bertindak optimal, maka

risiko kebutaan akibat retinopati DM akan menurun hingga lebih dari 90%. J Indon

Med Assoc. 2011;61:337-41

7

Page 8: Retinopati Diabetik

3.3 Etiologi

Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan

diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati

dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat

lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor

yang mendorong terjadinya retinopati adalah :

Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri

Adanya komposisi darah abnormal

Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya

mikrothrombin

Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran

kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan

membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan

udem perikapiler

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya

di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat

dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi

Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga

terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-

pembuluh darah yang baru.

Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal

Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

Faktor resiko

Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:1.3.10

1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa

dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetik setelah 50

tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.

8

Page 9: Retinopati Diabetik

2.      Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan

perburukan retinopati diabetik.

3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2

dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.

4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati

diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat

yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari

preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.

5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah

beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif

pada DM tipe I dan II

6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya

terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan

perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.

7.      Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.

3.4 Patofisiologi

Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur

poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan protein kinase C dan pembentukan

reactive oxygen speciasi (ROS)

9

Page 10: Retinopati Diabetik

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi

menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan

multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan

perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ,

termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi

pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati

diabetik, antara lain:

1)      Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi

jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat

pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat

hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak

10

Page 11: Retinopati Diabetik

dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang

banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat

hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga

menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis

fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi

syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi

saraf.

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase

(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau

memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum

menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati. 19.20,21

2)      Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular

meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan

suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap

agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.

Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan

mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya

ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai

dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan

terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan

peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk

jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah

11

Page 12: Retinopati Diabetik

dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen

vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga

akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3)      Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non

enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.

Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan

permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus

menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan

meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.

Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi

pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja

kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan

akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

4)      Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang

menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS

meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.

Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang

menambah kerusakan sel. 19

12

Page 13: Retinopati Diabetik

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia

kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa.

Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan

fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian

impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan

gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat

disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang

ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 6,18

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena

angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut

Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular

terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan

penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada

dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga

13

Page 14: Retinopati Diabetik

tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa

mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga

terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak

perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda

yang melayang-layang pada penglihatan. 4,6,18

Gambaran retina penderita DM

3.5 Klasifikasi

Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi : 1,10

1. Retinopati diabetik non proliferatif.

Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita

diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata

melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut

(mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan

protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan

pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-abu atau putih.

Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga

14

Page 15: Retinopati Diabetik

terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi

penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak

menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang

disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.

(Lihat gambar).

Gambar Retinopati diabetik non proliferatif . 7,11

2. Retinopati diabetik proliferatif

Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif

yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk

utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari

pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang

abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata

sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang

dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak

diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta

bagian-bagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan

yang berat atau kebutaan. (Lihat gambar).

15

Page 16: Retinopati Diabetik

Gambar Retinopati diabetik proliferatif. 13

3.6 Gejala klinik 2,5,6,8

3.6.1 Retinopati Diabetik nonproliferatif

Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua

lapisan retina.

Gejala subjektif adalah:

Penglihatan kabur

Kesulitan membaca

Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata

Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Gejala objektif adalah:

Mikroaneurisma

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah

vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat

pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini

demikian kecilnya sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan

kelainan diabetes mellitus dini pada mata .

16

Page 17: Retinopati Diabetik

Gambar Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina. 7

Gambar Blot hemorrhages dan microaneurysms . 13

Dilatasi pembuluh darah balik

Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan

berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-

kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.6,8,15

Gambar Dilatasi pembuluh darah balik. 16

Perdarahan (haemorrhages)

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya

terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan

dapat memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas

memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan

17

Page 18: Retinopati Diabetik

yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada

mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 6,8,15

Gambar Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif. 16

Hard eksudat

Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus

yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa

pungtata, kemudian membesar dan bergabung. 6,8,15

Gambar Edema makula dan hard eksudat di fovea . 16

Edema retina

Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di

daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis

tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan

eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya

lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan

eksudat intra retina (lihat gambar 14).

18

Page 19: Retinopati Diabetik

Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular

oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah

ini:6,8,15

Edema retina 500 µm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.

Hard eksudat jaraknya 500 µmdari fovea sentralis, yang berhubungan

dengan retina yang menebal.

Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 µm) atau lebih, dengan jarak

dari fovea sentralis 1 disk. 17

Gambar Funduskopi makula normal. 14

Gambar Funduskopi edema makula. 9

19

Page 20: Retinopati Diabetik

Gambar Retinopati diabetik perdarahan intra retina yang banyak,

mikroaneurisma,hard eksudat, cotton wool spot. 13

3.6.2 Retinopati Diabetik proliferatif

-           Gejala Subjektif :

         Kesulitan membaca

         Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula

         Penglihatan ganda

         Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

         Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus

         Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip-           Gejala objektif :

          Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah

vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh

darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear

dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis.

Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak

pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan

bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior. 

20

Page 21: Retinopati Diabetik

Gambar 10 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 11 :FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma non-trombosis.

(Dikutip dari kepustakaan 10)

21

Page 22: Retinopati Diabetik

            Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan

lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

Gambar  12: Dilatasi Vena(Dikutip dari kepustakaan 10)

            Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.

Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan.  Pada permulaan

eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan

hilang dalam beberapa minggu.

Gambar 13 :Hard Exudates

(Dikutip dari kepustakaan 10)

22

Page 23: Retinopati Diabetik

Gambar 14 : FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.(Dikutip dari kepustakaan 10)

            Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia

retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna

kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi

daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Gambar 15 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA(Dikutip dari kepustakaan 10)

23

Page 24: Retinopati Diabetik

            Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah

makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam

penglihatan.Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar

dan lapisan nucleus dalam.

            Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak

dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,

berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina,

kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca.

Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan

perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan

badan kaca.

Gambar 16 : NVD severe dan NVE severe(dikutip dari kepustakaan 10)

24

Page 25: Retinopati Diabetik

Gambar 17 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus

(Dikutip dari kepustakaan 10)

Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10

NPDR PDR

Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)

Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)

Hard eksudat (+)              Hard eksudat (+)

Oedem retina(+) Oedem retina (+)

Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)

IRMA (+) IRMA(+)

Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)

Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)

Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

25

Page 26: Retinopati Diabetik

3.7 Diagnosa2,3,5,11

Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan :

1.Anamnesis

Adanya riwayat diabetes mellitus, penurunan ketajaman penglihatan yang

terjadi secara perlahan-lahan tergantung dari lokasi, luas dan beratnya

kelainan.

2.Pemeriksaan Fisis

Tes ketajaman penglihatan

Dilatasi pupil

3.Pemeriksaan Penunjang

Fundal flourescein angiography

Pemotretan dengan memakai film berwarna

Oftalmoskopi

Slit lamp biomicroscopy

Ocular Coherence Tomography (OCT); suatu pemeriksaan yang

menyerupai ultrasound yang digunakan untuk mengukur tekanan

intraocular.

Digital retinal screening programs, sebuah program sistematik untuk

deteksi dini penyakit mata termasuk retinopati diabetik.

26

Page 27: Retinopati Diabetik

3.8 Penatalaksanaan1,2,3,9,10,11

Prinsip utama  penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.

1.      Pemeriksaan rutin pada ahli  mata

Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun

setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe

II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien

ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi

Kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi

resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS

menunjukkan bahwa kontrol hipertensi juga menguntungkan mengurangi

progresif dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 

3.     Fotokoagulasi

        Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema

macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.

Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :

1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan

kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk

menghilangkan neovaskular dan mencegah  neovaskularisasi progresif nantinya pada

saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara

menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk

menyusutkan neovaskular. 

Gambar 19 : Tahap-tahap PRP(Dikutip dari kepustakaan 10)

27

Page 28: Retinopati Diabetik

 2) focal photocoagulation,

Ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard

exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami

bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.

3) grid photocoagulation,

Suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-

kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan

dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema(Dikutip dari kepustakaan 2)

28

Page 29: Retinopati Diabetik

4.   Injeksi Anti VEGF

            Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi

baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi

makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat

pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu

tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh

yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti

angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel

endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan

kematian sel endotel. Untuk penggunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal

injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis

merupakan versi modifikasi dari avastin yang  khusus dimodifikasi untuk penggunaan

di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10

5.   Vitrektomi

            Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan

(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga

membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami

proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang

mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan

perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8

Gambar 22 : Vitrektomi(DIkutip dari kepustakaan 10)

29

Page 30: Retinopati Diabetik

 3.9 Komplikasi1,12,10,11

1.         Rubeosis iridis progresif

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap

adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun

di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada

awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan

membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke

sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring

trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular

presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane

fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior

perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler

meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien

dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi

timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan

bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan

vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi

6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.

2.         Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi

akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan

anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat

meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah

glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma

rubeotik.

30

Page 31: Retinopati Diabetik

3.         Perdarahan vitreus rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik

proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada

retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur

yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan

vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau

intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior,

atau keseluruhan badan vitreous.

Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat

perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien

biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk

secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah

pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan

vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah

pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan

badan kaca.

4.         Ablasio retina

Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan

pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan

gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta

menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

31

Page 32: Retinopati Diabetik

3.10 Prognosis

Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetik melalui

pangaplikasian metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluoresin,

indirek oftalmoskopi secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri

pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Dengan metode ini juga angka

kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah social atau masalah lain.

Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam prognosis

pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien

diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.

Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi

retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan

iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa

terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.

32

Page 33: Retinopati Diabetik

BAB IV

KESIMPULAN & SARAN

4.1 Kesimpulan

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai

olehkerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini

dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non

proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non

proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit

retinopati diabetik. Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari

hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena.

Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada

umumnya seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur

pada satu mata,melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya

kelap-kelip. Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non

proliferative antara lain mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan

(haemorrhages), hard eksudat,edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat

mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu:

1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina

yangmenyebabkan iskemik makular.

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik

non proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina

mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik.

Bila satu darikeempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.

Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada

retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic

menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat

33

Page 34: Retinopati Diabetik

bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non

proliferatif.

Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan

retinopati diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran

retina pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil

risiko penurunan penglihatandan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi

penglihatan. Pada edema makula diabetik dapat dilakukan terapi dengan injeksi

steroid bila tidak berespon dengan terapi laser.

4.2 Saran

Perlu dilakukan evaluasi pada pasien diabetes melitus untuk mecegah

komplikasi pada penderita

Memberikan terapi yang adekuat untuk mengurangi angka mortalitas akibat

komplikasi Diabetes Mellitus

Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai neuropati diabetik agar

diketahui data insidensi neuropati diabetik di Indonesia.

34

Page 35: Retinopati Diabetik

DAFTAR PUSTAKA

1. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition.

Boston:Little Brown Company.1988. 145-7.

2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta:

Widya Medika. 2000.211-4.

3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2005.168-9.

4. James B, Chew C and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta:

Erlangga.2005.131

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk

Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Sagung

Seto.2002.8-9.

6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2005.9,21820.

7. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.

http://www. Seebetterflorida.com

8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata

FKUSU RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.

9. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema.

http://www.vrmny.com

10. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, 3th Edition. London: Butterworth

Heinemann.1994.344-57

11. Diabetic Retinopathy or Diabetic Eye Disease. http://www.eyeway.org

Vitreoretinal Disease Features. http://www.cehjournal.org Dunbar TM. What's

Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com

12. Basic of Clinical Science Course. Retina and Vitreus, Section 12. United

State:American Academi of Ophtalmologi.1997.71-86

35

Page 36: Retinopati Diabetik

13. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2003.121-3

14. Diabetic Retinopathy. http://www.neec.com

36