Retinopati diabetik
-
Upload
arianto-adi-wibowo -
Category
Documents
-
view
69 -
download
2
description
Transcript of Retinopati diabetik
Tutorial Klinik
RETINOPATI DIABETIKUM
Disusun Oleh :
Arianto Adi Wibowo G99131021
Siti Fatimah Risa G99131080
Charismatika Syintia Dewi G99131027
Faiz Yunanto G99131039
Pembimbing
dr. Retno Widiati, sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetik retinopati merupakan penyulit diabetes melitus yang paling ditakuti1
karena insidensinya yang tinggi dan buruknya prognosis bagi penglihatan4. Retinopati
adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan penyebab utama
kebutaan pada orang dewasa.2, 3
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan
bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun
2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan.5 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita
DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan
bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya
merupakan retinopati DM proliferatif.6
Risiko menderita retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin
lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah
ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan hipertensi.6,7
Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati
DM.8,9 Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di
dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita
yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama dalam
penanganan retinopati DM adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar
penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan.7,10
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. HS
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Linmas
Alamat : Kandangdoro, Kestalan
Tanggal periksa : 22 Desember 2014
No. RM : 01-28-41-52
Cara Pembayaran : BPJS Kesehatan
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Pandangan kedua mata kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pandangan kedua mata kabur. Pandangan
kabur dirasakan pertama pada mata kiri 8 bulan SMRS, kemuadian pada mata
kanan 3 bulan SMRS. Pasien seperti melihat bintik gelap pada pangangannya.
Pasien merasakan pandangannya menurun secara tiba – tiba dan akhirnya pasien
mengeluh tidak bisa melihat sama sekali.
Pasien tidak ada keluhkan pada mata seperti mata merah, nyrocos, blobokan,
pandangan kabur, pandangan dobel, silau, cekot-cekot, nyeri ataupun pusing.
Pasien mengeluhkan sering BAK pada malam hari lebih dari ±3 kali, pasien
juga merasakan sering haus dan lapar. Pasien mengaku gula darah sewaktu tinggi
hingga 500 mg/dl
2
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat kencing manis : (+) sejak 5 tahun, Gula darah tidak
terkontrol
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat trauma di mata : disangkal
Riwayat mata merah : disangkal
Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Rriwayat Kencing manis : (+) Ibu pasien
Riwayat benjolan di mata : disangkal
Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
E. Kesimpulan
Anamnesis
OD OS
Proses Retinopati Retinopati
Lokalisasi Retina Retina
Sebab Hiperglikemi kronis Hiperglikemi kronis
Perjalanan Kronis Kronis
Komplikasi Buta Buta
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik E4V5M6, gizi kesan cukup
3
T = 120/80 mmHg N = 82x/menit RR = 20x/menit S= 36,50C VAS=7
B. Pemeriksaan subyektif OD OS
Visus sentralis jauh 1/~ 1/~
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Refraksi non refraksi non refraksi
Visus Perifer
Konfrontasi test tidak dilakukan tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang tidak ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
Kelainan warna tidak ada tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada
2. Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dalam batas normal dalam batas normal
3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia tidak ada tidak ada
Strabismus tidak ada tidak ada
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada
4
4. Ukuran bola mata
Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ptisis bulbi tidak ada tidak ada
Atrofi bulbi tidak ada tidak ada
Buftalmus tidak ada tidak ada
Megalokornea tidak ada tidak ada
5. Gerakan Bola Mata
Temporal superior dalam batas normal dalam batas normal
Temporal inferior dalam batas normal dalam batas normal
Temporal dalam batas normal dalam batas normal
Nasal dalam batas normal dalam batas normal
Nasal superior dalam batas normal dalam batas normal
Nasal inferior dalam batas normal dalam batas normal
6. Kelopak Mata
Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
Blefarokalasis tidak ada tidak ada
Tepi kelopak mata
Oedem tidak ada tidak ada
Margo intermarginalis tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada
7. Sekitar saccus lakrimalis
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
8. Sekitar Glandula lakrimalis
Odem tidak ada tidak ada
5
Hiperemis tidak ada tidak ada
9. Tekanan Intra Okuler
Palpasi kesan normal kesan normal
Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Papil tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Pterigium tidak ada tidak ada
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Injeksi konjungtiva tidak ada tidak ada
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
11. Sklera
Warna putih putih
Penonjolan tidak ada tidak ada
12. Kornea
Ukuran 12 mm 12 mm
6
Limbus jernih jernih
Permukaan rata, mengkilat rata, mengkilat
Sensibilitas normal normal
Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak dilakukan
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan
Arcus senilis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Isi jernih jernih
Kedalaman dalam dalam
14. Iris
Warna coklat coklat
Gambaran spongious spongious
Bentuk bulat bulat
Sinekia Anterior tidak ada tidak ada
15. Pupil
Ukuran 3 mm 3 mm
Bentuk bulat bulat
Tempat sentral sentral
Reflek direk (+) (+)
Reflek indirek (+) (+)
Reflek konvergensi baik baik
16. Lensa
Ada/tidak ada ada
Kejernihan jernih jernih
Letak sentral sentral
Shadow test tidak dilakukan tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan
7
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Visus Sentralis Jauh 1/~ 1/~
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam
orbita
dalam batas normal dalam batas normal
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Kelopak mata dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Tekanan Intra Okuler kesan normal kesan normal
Konjungtiva palpebra dalam batas normal dalam batas normal
Konjungtiva fornix dalam batas normal dalam batas normal
Konjunctiva bulbi dalam batas normal dalam batas normal
Caruncula dan Plika
Semilunaris
dalam batas normal dalam batas normal
Sklera dalam batas normal dalam batas normal
Kornea dalam batas normal dalam batas normal
Camera oculi anterior dalam batas normal dalam batas normal
Iris dalam batas normal dalam batas normal
Pupil dalam batas normal dalam batas normal
Lensa dalam batas normal dalam batas normal
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan
8
VII. GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
9
Gambar 3
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Retinopati diabetikum
2. Vaskular retinal disease
X. PLANNING
1. Funduskopi
2. Angiografi fluoresens (rujuk)
3. Kontrol gula darah
XI. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam bonam bonam
Ad sanam malam malam
Ad fungsionam malam malam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus11, seperti arteriol prekapiler
retina.
2. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini
berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
11
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang
dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam
konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen
penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi
kornea.
3. Tanda Konjungtivitis3,4
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau
panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Tanda penting
konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi
papiler, kemosis (oedem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid
12
stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati
preaurikuler.
4. Klasifikasi konjungtivitis
A. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh streptococcus,
Corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria dan haemophilus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan purulen. Pada
kasus akut dapat juga menjadi kronis. Konjungtivitis bakteri ditandai
hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dan kornea yang jernih.
Pada konjungtivitis yang disebabkan gonorrea, infeksi yang terjadi lebih
berat, radang konjungtiva lebih berat dan disertai sekret purulen. Pada
neonatus infeksi terjadi saat berada pada jalan lahir, ditularkan oleh ibu yang
menderita penyakit GO. Pada orang dewasa penularan melalui hubungan
seksual.
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung dari temuan
agen mikrobiologisnya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dapat
diberikan antibiotik topikal. Setelah hasil laboratorium diperoleh, dapat
diberikan terapi sistemik3.
B. Konjungtivitis virus
1. Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-400C, sakit
tenggorokan dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
Folikuler sering pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Mata merah
dan berair sering terjadi. Limfadenopati preaurikuler yang tidak nyeri
tekan khas ditemukan pada demam faringokonjungtival4.
Penyakit ini berjalan akut dengan gejala hiperemi konjungtiva,
folikel konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran5,6.
13
Pengobatan spesifik tidak diperlukan karena dapat sembuh sendiri.
Biasanya hanya diberi antibiotik dan terapi simtomatik3.
2. Keratokonjungtivitis epidemi
Penyakit ini disebabkan oleh adenovirus 8 dan 19. Menyerang pada
kedua mata. Tahap awal infeksi pasien merasa nyeri sedang dan
mengeluarkan air mata diikuti 5-14 hari kemudian merasa fotofobia,
keratitis epitel dan kekeruhan sub epitel. Pada penyakit ini khas ditemukan
nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut ditandai edema palpebra,
kemosis dan hiperemi konjungtiva. Dapat juga terbentuk pseudomembran
dan diikuti simblefaron2,3.
Konjungtivitis epidemi berlangsung paling lama 3-4 minggu.
Kekeruhan kornea ditemukan ditengah kornea dan menetap berbulan-
bulan namun dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa terbatas di luar
mata. Namun pada anak-anak dapat ditemukan gejala infeksi seperti
demam, diare, otitis media7.
Terapi spesifik belum ada, namun dapat dikompres untuk
mengurangi gejala. Kortikosteroid sebaiknya dihindari. Antibiotik
diberikan hanya bila terjadi infeksi sekunder8,9.
3. Konjungtivitis virus herpes simpleks
Biasanya dijumpai pada anak-anak. Ditandai hiperemi, iritasi, sekret
mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi epitelial yang
membentuk ulkus yang bercabang banyak (dendritik). Vesikel herpes
muncul pada palpebra dan disertai oedema yang berat. Nodus preaurikuler
nyeri bila ditekan. Diagnosis pasti dengan ditemukannya sel raksasa pada
pengecatan Giemsa, kultur virus dan sel inklusi intranuklear10.
Pengobatan yang sesuai dengan kompres dingin. Pengobatan saat ini
yang biasa diberikan adalah asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid
sebaiknya dihindari karena memperburuk infeksi herpes1,2.
14
C. Konjungtivitis Chlamydia3
Konjungtivitis chlamydia juga disebut trakoma, disebabkan oleh
Chlamydia trakomatis. Dapat menyerang segala umur tapi biasanya pada anak
muda dan anak-anak. Cara penularan melalui kontak langsung dengan
penderita. Inkubasinya berkisar selama 5-14 hari.
Pada pewarnaan giemsa terlihat sel polimorfonukleat, tetapi juga dapat
ditemukan sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas). Sel leber dapat
menyokong diagnosa trakoma, tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnosa yang
penting bagi trakoma.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, mata gatal dan berair. Penyakit
ini mempunyai 4 stadium4,5:
1. Stadium insipien
Terdapat hipertrofi dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva palpebra
superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pembuluh darah
konjungtiva. Sekret jernih dan sedikit bila tidak ada infeksi sekunder.
Kelainan kornea jarang didapatkan.
2. Stadium established
Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang dan besar pada
konjungtiva palpebra superior. Dapat ditemukan pannus konjungtiva
(pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat)
yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat seolah-olah mengalahkan
gambaran folikel pada konjungtiva superior.
3. Stadium parut
Terdapat parut pada konjungtiva palpebra superior yang terlihat sebagai
garis putih halus sejajar margo palpebra. Parut pada limbus kornea
disebut lengkungan herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
4. Stadium sembuh
15
Pembentukan parut sempurna pada konjungtiva palpebra superior
sehingga menyebabkan perubahan bentuk tarsus yang dapat
mengakibatkan enteropion dan trikiasis.
Pengobatan trakoma adalah dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari
selama 3-4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan menjaga
higienie3.
D. Konjungtivitis Alergi
1. Konjungtivitis vernalis
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua
mata dan bersifat rekuren. Pada kedua mata ditemukan papil besar dengan
permukaan rata pada konjungtiva palpebra, rasa gatal yang berat, sekret
gelatin berisi eosinofil, pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi
dan tukak indolen. Pada tipe limbal terdapat benjolan pada daerah limbus
dan bercak Horner Trantas berwarna keputihan yang terdapat di dalam
benjolan6.
Penyakit ini ditemukan terbanyaj pada usia 5-25 tahun, insidensi pada
laki-laki sama dengan perempuan. Dua bentuk utama berupa:
Bentuk Palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret mukoid.
Konjungtiva palpebra inferior edema dan hiperemi, kelainan kornea lebih
berat dari bentuk limbal. Papil tampak sebagai tonjolan bersegi banyak
dengan permukaan yang rata dengan kapiler ditengahnya7,8.
Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel
kornea atau oesinofil pada bagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus
dengan sedikit eosinofil9.
16
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi
kompres dingin, natrium bikarbonat dan vasokonstriktor. Pengobatan
dengan kortikosteroid tetes atau salep mata dianjurkan. Bila terdapat tukak
kornea dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder namun
menjadi kontraindikasi pemberian kortikosteroid3,10.
2. Konjungtivitis flikten1
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi alergi tipe
IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma venerea,
leismaniasis, infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit netrofil
dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang sel datia berinti banyak.
Flikten merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama terdiri atas sel
limfosit.
Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di
konjungtiva terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemi.
Gejalanya adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan
hingga berat. Bila kornea ikut terkena akan terjadi silau dan
blefarospasme.
Penyakit ini dapat sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan
bila terkena kornea keadaan akan lebih berat. Pengobatannya adalah
steroid topikal dan midriatik bila ada penyulit.
E. Konjungtivitis kimia atau iritan
Asap, asam, alkali, angin dan hampir semua substansi iritan yang
masuk ke saccus konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodoran, spray rambut, berbagai asam dan
alkali. Di daerah tertentu, asap dan kabut dapat menyebabkan konjungtivitis
ringan2,3.
Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan
berefek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup dan menetap dalam jaringan konjungtiva, merusak selama berjam-
17
jam atau berhari-hari. Perlekatan konjungtiva bulbi dan palpebra dan leukoma
kornea lebih besar terjadi bila penyebabnya alkali. Gejala utamanya adalah
rasa sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan blefarospasme4.
Pembilasan segera dan menyeluruh pada saccus konjungtiva dengan air atau
larutan fisiologis. Dapat juga diberi kompres dingin selama 20 menit setiap
jam, atropin 2 kali sehari,bila perlu beri analgetik sistemik. Parut kornea
mungkin memerlukan transpalantasi kornea, simblefaron memerlukan bedah
plastik. Luka bakar berat pada konjungtiva dan kornea prognosis buruk
meskipun di bedah. Namun bila ditangani segera prognosisnya lebih baik5-7.
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan konjungtivitis vernalis. Pada kasus konjungtivitis vernalis biasanya
sembuh sendiri tanpa diobati, tidak terdapat penatalaksanaan medikamentosa
spesifik, namun dianjurkan untuk pemberian tetes mata antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.
B. Saran
Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih dari
kontaminasi.
Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak
bersih.
Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari
kontaminasi dari lingkungan luar.
Pasien diminta membatasi mobilitas/bepergian jauh sampai dengan mata
kembali normal.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Diabetik Retinopathy. http://www.eyemdlink.com/condition.asp?conditionID
2. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.
3. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD.
Diabetic retinopathy. Diabetes Care. 2003; 26(Suppl1):S99-102.
4. Nema HV, Textbook of Opthalmology, Edition 4. Medical Publisher, New
Delhi: 2002, page 249-251
5. Wong TY, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global
prevalence of diabetic retinopathy: Pooled data from population studies from
the United States, Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for
Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.
6. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW,
Tjokroprawiro A. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control and
complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones.
2010;19(4):235-43.
7. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging
population. Geriatrics. 2009;64(2):16-26.
8. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010.
Diabetes Care. 2010;33(Suppl1):S11-61.
9. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL.
Retinopathy in diabetes. Diabetes Care. 2004;27 (Suppl1):S84-7.
10. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes.
2009;27(4):140-5.
20
11. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Optalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika:
Jakarta, 2000, hal: 211-214
21