Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

18
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PPOK EKSASERBASI AKUT Pendahuluan Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan kelima sebagai penyebab utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO, terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang-berat. Lebih dari 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar 5% dari jumlah semua kematian secara global. 1 Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2001 dan di-update tahun 2005 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progeresif dan persisten non reversibel atau reversibel parsial, akibat respon inflamasi kronik pada jalan nafas dan parenkim paru yang disebabkan gas atau partikel beracun. Gejala utamanya adalah sesak napas memberat saat aktivitas, batuk, dan produksi sputum. 1 . Penyakit paru obstruktif kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukung yakni kebiasaan merokok masih merupakan perilaku yang sulit di hentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik sertah pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia, hal ini mau tidak mau PPOK merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan dimasa yang akan datang. 1 Angka mortalitas yang tinggi pada PPOK eksaserbasi akut merupakan masalah yang sedang dihadapi di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Kebanyakan pasien PPOK mempunyai prognosis yang buruk karena menurunnya fungsi fisiologis tubuh. Groenewegen dkk. (2003) menjelaskan bahwa pasien yang dirawat inap karena PPOK eksaserbasi akut mempunyai prognosis yang jelek. 1 Salah satu karakteristik PPOK adalah kencenderngannya untuk eksaserbasi. Definisi eksaserbasi PPOK adalah kondisi perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi harian normal dan mengharuskan perubahan dalam pengobatan yang biasa diberikan pada pasien

description

semoga berguna

Transcript of Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

Page 1: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PPOK EKSASERBASI AKUT

Pendahuluan

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan kelima sebagai penyebab utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO, terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang-berat. Lebih dari 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar 5% dari jumlah semua kematian secara global. 1

Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2001 dan di-update tahun 2005 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progeresif dan persisten non reversibel atau reversibel parsial, akibat respon inflamasi kronik pada jalan nafas dan parenkim paru yang disebabkan gas atau partikel beracun. Gejala utamanya adalah sesak napas memberat saat aktivitas, batuk, dan produksi sputum. 1

. Penyakit paru obstruktif kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukung yakni kebiasaan merokok masih merupakan perilaku yang sulit di hentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik sertah pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia, hal ini mau tidak mau PPOK merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan dimasa yang akan datang. 1

Angka mortalitas yang tinggi pada PPOK eksaserbasi akut merupakan masalah yang sedang dihadapi di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Kebanyakan pasien PPOK mempunyai prognosis yang buruk karena menurunnya fungsi fisiologis tubuh. Groenewegen dkk. (2003) menjelaskan bahwa pasien yang dirawat inap karena PPOK eksaserbasi akut mempunyai prognosis yang jelek. 1

Salah satu karakteristik PPOK adalah kencenderngannya untuk eksaserbasi. Definisi eksaserbasi PPOK adalah kondisi perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi harian normal dan mengharuskan perubahan dalam pengobatan yang biasa diberikan pada pasien PPOK (Riyanto, 2006). Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Kriteria PPOK eksaserbasi akut ditandai oleh meningkatnya jumlah konsistensi sputum dan bertambahnya gejala sesak nafas. Eksaserbasi dapat menurunkan fungsi paru dan kualitas hidup pasien, oleh sebab itu harus ditangani dan di cegah kekambuhannya secara maksimal. Gejala eksaserbasi sering diikuti batuk dan demam. Semakin sering terjadi eksaserbasi akut akan semakin berat kerusakan paru dan semakin memperburuk fungsinya.1

Berbagai faktor berperan dalam perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic, dan perubahan cuaca. Derajat obstruksisalran nafas yang terjadi, dan indentifikasi komponen yang memungkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik, yang pada akhirnya faktor – faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk penatalaksaan PPOK perlu diperhatikan faktor – faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik. 1

Page 2: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

2.1 Anatomi dan Fisiologi dari Paru- paru ANATOMI

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris. 4

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut. 4

Gambar : 2.1.1 Anatomi Paru Sumber 4

FISIOLOGI

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga 4

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume

Page 3: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. 4

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. 4 Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :

1. Inspirasi (menarik napas) Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi. 2. Ekspirasi (menghembus napas) Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal

lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru. Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. 4

SISTEM PERTAHANAN PARUParu-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan

terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas : 1. Filtrasi udara Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan : - Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.

- Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru

- Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di keluarkan bersama sekresi. 4,6

2. Mukosilia Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia. 4,6

3. Sekresi Humoral Lokal zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari : - Lisozim, dimana dapat melisis bakteri - Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik - Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam membunuh virus.

Page 4: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

- Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang. 4,6 4. Fagositosis Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen. 4,6

Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah : - Gerakan mukosiliar. - Faktor humoral lokal. - Reaksi sel. - Virulensi dari kuman yang masuk. - Reaksi imunologis yang terjadi.- Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.2.2 Klasifikasi dan etiologi PPOK Eksaserbasi Akut

Faal paru, yang dapat dinilai melalui Volume Ekspirasi Paksa detik pertama atau Force Expiratory Volume in one second (VEP1=FEV1), Kapasitas Vital Paru atau Force Vital Capacity (KVP=FVC), dan rasio VEP1/KVP. 1,2

Klasifikasi berdasarkan spirometri: GOLD 1 Ringan FEV1/FVC > 80% predikted

Dengan atau gejala klinis (batuk produksi sputum), keterbatasan aliran udara ringan. Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

GOLD 2 Sedang 50% < FEV1 < 80% prediktedSemakin memburuknya hambatan aliran udara, disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

GOLD 3 Berat 30% < FEV1 < 50% prediktedDitandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk. Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitan latihan atau eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada hidup pasien.

GOLD 4 Sangat berat FEV1 < 30% prediktedKeterbatasan atau hambatan aliran udara yang berat. Ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

Ada beberapa kuesioner yang sudah divalidasi: Modified British Medical Research Council (mMRC) COPD assessment test (CAT)

Page 5: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

Kuesioner CAT terdiri 8 butir pertanyaan. Skor 0-40, sesuai dengan St George Respiratory Questionaire (SGRQ)

gambar 2.2.1 hubungan simtom , klasifikasi spirometri and resiko muncul eksaserbasi 3

Dampak PPOK pada pasien secara individu diperoleh dengan menggabungkan penilaia ngejala, klasifikasi spirometri dan risiko eksaserbasi. Pertama tentukan skor gejala dengan mMRC atau CAT, apabila masuk kotak kiri berarti gejala sedikit (less symptoms), apabila masuk kotak kanan berarti gejala banyak (more symptoms). Kemudian tentukan skor risiko ekksaserbasi, apabila masuk kotak bawah berarti risiko rendah, kotak atas berarti risiko tinggi. Penetapan risiko dapat dilakukan dengan salah satu metode yaitu dengan memakai kategori spirometri GOLD 1 atau 2, atau dengan risiko eksaserbai. Apabila setelah ketiga indikator digabung diperoleh kategori yang dobel (mis B atau D) , pilih kategori dengan risiko tertinggi. Kesimpulan penilaian sebagai berikut:Kelompok A : risiko rendah, gejala sedikitKelompok B : risiko rendah , gejala banyakKelompok C : risiko tinggi , gejala sedikitKelompok D : risiko tinggi , gejala banyak 1,2

ETIOLOGIPenyebab PPOK secara umum : 3

1. asap rokok perokok aktif memiliki prevalesi lebihtinggi untuk mengalami gejala respiratorik,

abnormalitas fungsi paru, dan mortalisa yang lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok.

Resiko untuk menderita COPD bergantung pada “dosis” merokoknya, seperti umur orang

tersebut memulai merokok, jumlah rokok yang dihisap nya per hari,dan berapa lama orang

tersebut merokok. Perokok pasif juga dapat mengalami gejala respiratorik dan COPD yang di

karenakan oleh partikel partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru paru

teriritasi. Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah

Page 6: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok berhubungan langsung dengan

hiperflasia kelenjar mukaos bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga

dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok

menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.11,12

a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif

2. Perokok Pasif

3. Bekas Perokok

b. Derajat berat merokok

( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):

1. Ringan : 0 - 200

2. Sedang : 200 - 600

3. Berat : > 6002. Polusi tempat kerja

bahan kimia, zat beracun, zat iritan3. Infeksi saluran nafas berulang4. Polusi dalam ruangan

- Asap rokok- Asap alat masak

5. Polusi di luar ruanganSeperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan

6. Jenis kelaminDahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita, karena dahulu lebih banyak perokok laki laki dibanding perokok wanita. Tapi belakangan ini prevalensi pada laki laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan terkena COPD dibandingkan perokok wanita.

7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi yang rendah8. Usia

Biasanya terjadi pada usia produktif2.3 Cara Mendiagnosa dan Pemeriksaan PPOK Eksaserbasi akut 2

Diagnosis PPOK klinis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisikdan pemeriksaan penunjang, yang akan diuraikan sebagai berikut :a. Anamnesis.

Ada faktor risiko : usia pertengahan riwayat pajanan asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi iniharus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejalayang biasa terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik

Batuk kronik adalah batuk yang hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan Berdahak kronik

Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk Sesak napas, terutama pada saat melakukan aktivitas

Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas

Page 7: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

yang bersifat progresif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.

b. Pemeriksaan Fisik.Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelasterutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasialveoli. Sedangkan pada PPOK sedang dan berat seringkali terlihat perubahancara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut :Inspeksi

Bentuk dada : barrel chest (dada seperti tong) Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup). Takipnea. Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu napas. Pelebaran sela iga Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater.

Palpasi Fremitus melemah

Perkusi Hipersonor

Auskultasi Suara napas vesikuler melemah atau normal Ekspirasi memanjang. Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi) Ronki kering. Bunyi jantung jauh.

c. Pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antaralain : Radiologi (foto toraks)PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru yang lain. Spirometri Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan terjadihipoksia kronik) Analisa gas darah

Terutama untuk menilai : - gagal nafas kronik stabil- Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik

Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadieksaserbasi)pemeriksaan mikrobiologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.

Meskipun kadang kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal padaPPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkandiagnosis banding dari keluhan pasien.1 Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupakelainan :

Paru hiperinflasi atau hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Bulla

Page 8: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

Jantung pendulumDiagnosis PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada

anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik danberdahak dengan sesak napas terutama pada saat melakukan aktivitas padaseseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua. 2

UJI FAAL PARU (GOLD STANDARD) Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan diagnosis,

melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri harus digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga harus digunakan untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver di atas, atau disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran ini juga harus dilakukan (FEV1/FVC). Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC. Adanya nilai FEV1/FVC < 70% disertai dengan hasil tes bronkodilator yang menghasilkan nilai FEV1 < 80% dari nilai prediksi mengkonfirmasi terjadinya pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. FEV1 juga amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, dan tinggi penderita, sehingga paling baik dinyatakan berdasarkan sebagai persentase dari nilai prediksi normal. 1,2

Uji faal paru juga dapat dilakukan dengan uji bronkodilator. Uji bronkodilator juga menggunakan spirometri. Teknik pemeriksaan ini adalah dengan memberikan bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 kurang dari 20% maka ini menunjukkan pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Uji ini dilakukan saat PPOK dalam keadaan stabil (di luar eksaserbasi akut). 1,2

2.4 Penatalaksanaan pada Pasien PPOK Eksaserbasi AkutTujuan penatalaksanaan PPOK :

1. Mencegah progresivitas penyakit2. Mengurangi gejala3. Meningkatkan toleransi latihan4. Mencegah dan mengobati komplikasi5. Mencegah dan mengobati ekserbasi ulang6. Mencegah atau meminimalkan efek samping obat7. Meningkatkan dan mencegah penurunan faal paru8. Meningkatkan kualitas hidup penderita9. Menurunkan angka kematian

Terapi Farmakologis untuk PPOK yang stabil Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi keparahan

eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan. Setiap pengobatan harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan keparahan dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi keparahan eksaserbasi, adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum. Pemberian terapi farmakologis pada PPOK untuk terapi PPOK stabil perlu disesuaikan dengan keparahan penyakitnya. Pada gambar 2.4.1 disajikan panduan umum terapi PPOK berdasarkan keparahan penyakitnya menurut GOLD 2010.1

Bronkodilator adalah obat pilihan pertama untuk menangani gejala PPOK, terapi inhalasi lebih dipilih dan bronkodilator diresepkan sebagai pencegahan/ mengurangi gejala

Page 9: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

yang akan timbul dari PPOK. Bronkodilator inhalasi kerja lama lebih efektif dalam menangani gejala daripada bronkodilator kerja cepat.Agonis β-2 kerja singkat baik yang dipakai secara reguler maupun saat diperlukan (as needed) dapat memperbaiki FEV1 dan gejala, walaupun pemakaian pada PPOK tidak dianjurkan apabila dengan dosis tinggi. Agonis β-2 kerja lama, durasi kerja sekitar 12 jam atau lebih. Saat ini yang tersedia adalah formoterol dan salmeterol. Obat ini dipakai sebagai ganti agonis β-2 kerja cepat apabila pemakaiannya memerlukan dosis tinggi atau dipakai dalam jangka waktu lama. Efek obat ini dapat memperbaiki FEV1 dan volume paru, mengurangi sesak napas, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kejadian eksaserbasi, akan tetapi tidak dapat mempengaruhi mortaliti dan besar penurunan faal paru.

Agonis β-2 dengan durasi kerja 24 jam , preparat yang ada adalah indacaterol. Kortikosteroid inhalasi dipilih pada pasien PPOK dengan FEV1<60%, pengobatan reguler dengan kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi gejala, meningkatkan fungsi paru dan kualtias hidup dan menurunkan frekuensi eksaserbasi.

Kortikosteroid inhalasi diasosiasikan dengan peningkatan pneumonia. Penghentian tiba-tiba terapi dengan kortikosteroid inhalasi bisa menyebabkan eksaserbasi di beberapa pasien. Terpai monoterm jangka panjang dengan kortikosteroid inhalasi tidak direkomendasikan untuk pengobatan eksaserbasi.

Kortikosteroid sistemik dapat meningkatkan fungsi paru FEV1 dan menurunkan resiko kekambuhan awal, kegagalan terapi dan lama dirumah sakit. Dosis sebesar 30-40 mg prednisolone setiap hari selama 10-14 hari direkomendasikan. Pemberian antibiotik harus diberikan kepada pasien dengan tiga gejala jantung: peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum, peningkatan purulence dari sputum, peningkatan purulence dari sputum dan gejala kardinal lain, dan membutuhkan ventilasi mekanikal.1,6 Terapi tambahan bergantung pada kondisi klinis dari pasien dan keseimbangan cairan dengan perhatian spesial pada pelaksanaan diuretik, antikoagulan, pengobatan komorbiditas, dan aspek nutrisional harus diperhatikan.

Manajemen eksaserbasi pada PPOK diberikan oksigen dengan target saturasi 88-92%. Beta2-agonist kerja cepat dengan atau tanpa antikolinergik kerja cepat lebih dipilih untuk pengobatan eksaserbasi. Kortikosteroid sistemik dapat meningkatkan fungsi paru FEV1 dan menurunkan resiko kekambuhan awal, kegagalan terapi dan lama dirumah sakit. Dosis sebesar 30-40 mg prednisolone setiap hari selama 10-14 hari direkomendasikan. Pemberian antibiotik harus diberikan kepada pasien dengan tiga gejala jantung: peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum, peningkatan purulence dari sputum, peningkatan purulence dari sputum dan gejala kardinal lain, dan membutuhkan ventilasi mekanikal.5,6,7

Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan, pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluser dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ organ yang lain.Manfaat oksigen :

- Mengurangi sesak- Memperbaiki aktifitas- Mengurangi hipertensi pulmonal- Mengurangi vasokonstriksi- Mengurangi hematokrit- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri- Meningkatkan kualitas hidup

Indikasi :- PaO2 <60 mmHg atau sat O2 <90%

Page 10: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

- PaO2 diantara 55-59 mmHg atau sat O2>89% disertai kor pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht>55% da tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.

Tabel 2.4.1 menilai menegemen farmakoterapi pada PPOK 3

2.5 Edukasi dan Prognosis PPOK eksaserbasi akutEDUKASI

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurahi angka kekambuhan PPOK. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu meningkatkan kualitas hidup pasien dengan PPOK. 8,9

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tigkat pendidikan, lingkungan sosial, kultur, dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus di berikan adalah:

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK2. Obat- obatan, manfaat dan efek samping3. Cara pencegahan perburukan penyakit4. Menghindari pencetus (BERHENTI MEROKOK)5. Penyesuaian aktivitas

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan dapan ditentukan skala priority bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokokDisampaikan pertama kali saat seseorang di diagnosis PPOK

Page 11: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

2. Penggunaan obat-obatan o Macam obat dan jenisnyao Cara penggunaan yang tepato Waktu penggunaan yang tepato Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigeno Kapan oksigen harus digunakano Berapa dosisnyao Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

Edukasi di berikan dengan bahasa yang sederhaa, dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada pemeriksaan saat itu. Penyampaian edukasi sebaiknya di berikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak di setiiap pertemuaannya.8,9

Page 12: Refrat Diagnosis Dan Penatalaksanaan Eksaserbasi PPOK

Daftar Pustaka1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2010. Global Strategy for Diagnosis,

Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Copyright 2006 MCR Vision, Inc

2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2006. Global Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Copyright 2006 MCR Vision, Inc

3. GOLD Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. [diakses 22 Juni 2013]. Di unduh dari URL: http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989

4. Price, S.A, Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi ke 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

5. Ward, Jeremy P.T, et al, 2007. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Penerbit Erlangga, Jakarta

6. Robbins, Stanley L et al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Volume 2. EGC. Jakarta7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di

Indonesia. Jakarta8. Alsagaff H,Mukty A. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.

Surabaya.9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra Grafika; 2010. 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Rokok jadi penyebab 22,6 persen kematian di

Indonesia. [Online]. 2002. [Cited 2011 December 20]. Diunduh dari :URL:http://www.arsip.net/id/link.php?lh=wvzbuiZRUwjx.

11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. 201012. WHO (World Health Organization). Burden of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2012