PPOK refrat

56
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan ditanggulangi, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible bersifat progresif dan berhubungan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya,disertai efek skstra paru yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Gejala utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah sesak napas memberat saat aktivitas , batuk dan produksi sputum. 1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke 4 terbesar di dunia. WHO memprediksi pada tahun 2020 PPOK akan meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. 1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yaitu kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Hal ini mau tidak mau PPOK merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan di masa yang akan datang. 1 Bella Frisca Amalia Page 1

description

ppok

Transcript of PPOK refrat

Page 1: PPOK refrat

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan

penyakit paru yang dapat dicegah dan ditanggulangi, ditandai oleh hambatan aliran udara

yang tidak sepenuhnya reversible bersifat progresif dan berhubungan respon inflamasi paru

terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya,disertai efek skstra paru yang

berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Gejala utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik

adalah sesak napas memberat saat aktivitas , batuk dan produksi sputum.1

Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke 4

terbesar di dunia. WHO memprediksi pada tahun 2020 PPOK akan meningkat dari peringkat

12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3

penyebab kematian di seluruh dunia.1

Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor

pendukungnya yaitu kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit

dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan

baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Hal ini mau tidak mau

PPOK merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan di masa yang akan datang. 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI PARU

Masing – masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul menonjol ke atas ke

dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula dan basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat

Bella Frisca Amalia Page 1

Page 2: PPOK refrat

diafragma. Terdapat juga facies costalis yang konveks oleh karena dinding thoraks yang

konkaf dan facies mediastinalis yang konkaf merupakan cetakan pericardium. Sekitar

pertengahan facies mediastinalis terdapat hilum pulmonalis yaitu cekungan tempat bronkus,

pembuluh darah dan saraf yang membentuk radix pulmonis keluar dan masuk paru. Radix

pulmonis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru, yaitu bronchi, arterie dan vena

pulmonalis, pembuluh limfatik, arterie dan vena bronchialis dan saraf-saraf.2

Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua

dan fissura horizontalis. Pulmonis dexter terbagi menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,

lobus medius dan lobus inferior. Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang

sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister tidak terdapat

fissura horizontalis.2

Setiap bronchus lobaris (sekunder) berjalan ke lobus paru mempercabangkan bronchi

segmentales (tertier) yang kemudian masuk ke segmenta bronchopulmonalia dan dikelilingi

jaringan ikat. Pada saat bronchi mengecil, cartilago berbentuk U mulai dari trachea perlahan-

lahan diagnti dengan cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi

yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli. Bronchioli membelah menjadi

bronchioli terminales dan mempunyai kantong-kantong yang dinamakan bronchiolus

respiratorius, pertukaran udara terjadi disini. Bronchiolus respiratorius berakhir dengan

bercabang sebagai ductus alveolaris yang menuju pembuluh-pembuluh berbentuk kantong

dengan dinding yang tipis disebut saccus alveolaris. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh

jaringan kapiler padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen

alveoli, melalui dinding alveoli ke dalam darah yang ada didalam kapiler disekitarnya. 2

Bronchi, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae

bronchiales yang merupakan cabang aorta descendens. Alveoli menerima darah yang

terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Sedangkan pembuluh limf

paru berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus, semua cairan limf paru

meninggalkan hilum pulmonis mengalir ke nodi tracheobronchiales dan kemudian masuk ke

dalam truncus lymphaticus bronchomediastinalis. Pada radix setiap paru terdapat plexus

pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari

cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus

vagus. 2

Gambar 1 . Anatomi Paru

Bella Frisca Amalia Page 2

Page 3: PPOK refrat

Dikutip dari 9

2. FISIOLOGI PARU

Sistem pernafasan melaksanakan pertukaran udara antara atmosfer dan paru melalui

proses ventilasi. Pertukaran O2. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara dalam paru dan darah

dalam kapiler paru berlangsung melalui kantung udara atau alveolus yang sangat tipis.

Bella Frisca Amalia Page 3

Page 4: PPOK refrat

Saluran pernapasan menghantarkan udara dari atmosfer ke bagian paru tempat pertukaran gas

tersebut berlangsung. Paru terletak dalam di dalam kompartemen toraks yang tertutup, yang

volumenya dapat diubah-ubah oleh aktifitas kontraktil otot-otot pernafasan.3

3. DEFINISI PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah

dan diobati, ditandai oleh hambatan airan udara yang tidak sepenuhnya reversible , bersifat

progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

beracun atau berbahaya disertai efek ekstra paru yang berkontribusi terhadap derajat berat

penyakit. Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara

obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)

yang bervariasi pada setiap individu. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan

definisi PPOK karena emfisema merupakan diagnosis patologi, bronkitis kronik merupakan

diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam

saluran napas.1

Pada tahun 2009, The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai gangguan aliran udara yang kronis dengan beberapa

perubahan patologis pada baru disertai efek ekstra pulmonal dan berbagai komorbiditas yang

dapat berpengaruh terhadap derajat beratnya penyakit.4

4. FAKTOR RESIKO

Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan

penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK dalam banyak hal

masih belum lengkap , diperrlukan pemahaman interaksi dan hubungan antara faktor faktor

resiko sehingga memerlukan investigasi lebih lanjut.1

a. Asap Rokok

Kebiasaan merokok adalah satu satunya penyebab kausal yang terpenting , jauh lebih

penting dari faktor penyebab lainnya . Asap rokok mempunyai prevalens yang tinggi

sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Angka kematian pada

perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan bukan perokok.

Bella Frisca Amalia Page 4

Page 5: PPOK refrat

Resiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap , usia mulai

merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks Brinkman).

Perokok pasif atau dikenal sebagai environmental tobacco smoke (ETS) dapat juga

memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan

jumlah inhalasi partikel dari gas.1

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

* Riwayat merokok

- perokok aktif ,

- perokok pasif ,

- bekas perokok ,

* Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman yaitu perkalian jumlah rata rata

batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan lama merokok dalam tahun

- Ringan : 0 – 199 ,

- Sedang : 200 – 599 ,

- Berat : > 600 . 1

b. Polusi Udara

Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi menjadi :

* Polusi di dalam ruangan

Asap rokok, asap kompor, kayu,serbuk gergaji,minyak tanah yang merupakan bahan

bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan . Kejadian polusi

di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan ventilasi kurang

baik merupakan faktor resiko terpenting timbulnya PPOK . 1

* Polusi di luar ruangan

Gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan. Tinggi nya polusi udara dapat

menyebabkan gangguan jantung dan paru. 1

* Polusi di tempat kerja

Bella Frisca Amalia Page 5

Page 6: PPOK refrat

Bahan kimia, zat iritasi,gas beracun. 1

c. Stres Oksidatif

Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembang secara sistem

enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan

berubah bentuk, akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya

menimbulkan efek kerusakan pada paru tapi juga menimbulkan aktifitas molekuler

sebagai awal inflamasi paru. 1

d. Infeksi saluran napas bawah berulang.

Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK.

Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna

menimbulkan eksaserbasi. 1

e. Sosial Ekonomi

Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan , pemukiman yang padat, nutrisi yang jelek,

dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial ekonomi kemungkinan dapat

menjelaskan hal ini. 1

f. Tumbuh kembang Paru

Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran, dan

pajanan waktu kecil. 1

h. Asma

Pada laporan the Tucson Epidemiological Study didapatkan bahwa orang dengan

asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun telah

berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK

dengan ditemukannya obstruksi jalan napas ireversible. 1

i Gen

Faktor resiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha 1 antitrypsin

sebagai inhibitor dari protease serin . Sifat resesif ini jarang , paling sering dijumpai

pada individu yang berasal dari Eropa Utara. 1

Bella Frisca Amalia Page 6

Page 7: PPOK refrat

5. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat

ke 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT

Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena bronkitis kronik dan emfisema

menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Data menurut

The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) pada tahun 2004

memperlihatkan PPOK diderita tiga kali lebih banyak oleh warga dewasa yang usianya lebih

dari 40 tahun. Paling tidak 10 persen dari orang dewasa yang usianya lebih dari 40 tahun

kemungkinan menderita PPOK. Data baru itu memperlihatkan bahwa pengidap penyakit

paru-paru lebih dari tiga kali lipat dibandingkan perkiraan umum sebelumnya. Data yang

disiarkan itu merupakan hasil awal dari dua kajian internasional di Brazil, Chili, China,

Meksiko, Turki dan Uruguay. 5

Penemuan awal itu memperlihatkan bahwa PPOK menjangkiti antara 10 sampai 15

persen orang dewasa yang berusia di atas 40 tahun di negara-negara yang diteliti. Statistik

sebelumnya yang disusun oleh (WHO) memperkirakan bahwa kurang dari satu persen

masyarakat yang berusia antara 45 sampai 60 tahun dan kurang dari empat persen

masyarakat yang berusia 60 tahun menderita PPOK. 5

6. PATOGENESIS PPOK

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah

merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-

sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami

kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. 6

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu

sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah

besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian

mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang

menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.

Bella Frisca Amalia Page 7

Page 8: PPOK refrat

Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus

yang kental dan adanya peradangan. 6

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan

struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan

hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti pada gambar 1.6

Gambar 2. PPOK Terkait Partikel Inhalasi

Dikutip dari 6

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni :

peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas,

dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).

Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.7

Bagan 1. Patogenesis PPOK

Bella Frisca Amalia Page 8

Page 9: PPOK refrat

Dikutip dari 6

Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran

napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respon inflamasi abnormal ini

menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema dan mengganggu

mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis

menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara uang bersifat progresif.1

7. GEJALA KLINIS

• ANAMNESIS

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan,

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja,

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga,

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi / anak misal berat badan lahir rendah

(BBLR) , infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara,

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak,

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi,

• Pemeriksaan Fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.

Bella Frisca Amalia Page 9

Page 10: PPOK refrat

- Inspeksi

* Pursed lips breathing (adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu

dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas ) ,

* Barrel chest (diameter antero posterior dan transversal sebanding) ,

* Penggunaan otot bantu napas,

* Hipertropi otot bantu napas,

* Pelebaran sela iga,

* Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan

edema tungkai,

* Penampilan pink puffer (gambaran yang khas pada emfisema ,pasien kurus,kulit

kemerahan,dan pernapasan pursed lips breathing) atau blue bloater (gambaran khas

pada bronkitis kronik , pasien gemuk sianosis,terdapat edema tungkai dan ronki basah

di basal paru , sianosis sentral dan perifer,

- Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah , sela iga melebar,

- Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,letak diafragma rendah,hepar

terdorong ke bawah,

- Auskultasi

* Suara napas vesikuker normal atau melemah,

* Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa,

* Ekspirasi memanjang,

* Bunyi jantung terdengar jauh1

Gejala klinis lain:

Bella Frisca Amalia Page 10

Page 11: PPOK refrat

Sesak napas (wheezing)

Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen

reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab wheezing.

Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena

udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik,

Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang

radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum” ,

Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.8

8. DIAGNOSIS

Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti terlihat pada

tabel 1.

Tabel 1 . Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Gejala Keterangan

Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)

Bertambah berat dengan aktivitas

Persisten (menetap sepanjang hari)

Pasien mengeluh berupa “ Perlu usaha untuk bernapas”

Berat,sukar bernapas, terengah engah

Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak

Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak mengindikasikan PPOK

Riwayat terpajan faktor

resiko

Asap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap dapur

Dikutip dari 1

Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator ini ada pada

individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis pasti tetapi

keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.

Spirometri dilakukan untuk memastikan diagnosis PPOK.1

Bella Frisca Amalia Page 11

Page 12: PPOK refrat

Tabel 2 . Spirometri

Klasifikasi

Penyakit

Gejala Spirometri

Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau

bila exercise

- Tidak ada gejala waktu istirahat

tetapi gejala ringan pada latihan

sedang (misal : berjalan cepat, naik

tangga)

VEP > 80% prediksi

VEP/KVP < 75%

Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat

tetapi mulai terasa pada latihan /

kerja ringan (misal : berpakaian)

- Gejala ringan pada istirahat

VEP 30 - 80%

prediksi VEP/KVP <

75%

Berat - Gejala sedang pada waktu istirahat

- Gejala berat pada saat istirahat

- Tanda-tanda korpulmonal

VEP1<30% prediksi

VEP1/KVP < 75%

Dikutip dari 8

Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara

(dengan spirometri).8

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan rutin:

a. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % ,

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit,

Bella Frisca Amalia Page 12

Page 13: PPOK refrat

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter

walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau

variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% ,

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter,

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE

< 20% nilai awal dan < 200 ml ,

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil 8

b. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit 8

c. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain,

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi,

- Hiperlusen,

- Ruang retrosternal melebar,

- Diafragma mendatar,

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance),

Pada bronkitis kronik :

- Normal,

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus,

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow

berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan

corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan

gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah

pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.8

Bella Frisca Amalia Page 13

Page 14: PPOK refrat

Normal Hyperinflation

Dikutip dari 6

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

a. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total

(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat,

- DLCO menurun pada emfisema,

- Raw meningkat pada bronkitis kronik,

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %. 8

b. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle) ,

- Jentera (treadmill) ,

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal. 8

c. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat

hipereaktivitas bronkus derajat ringan. 8

d. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu

peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK

umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid. 8

e. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil,

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik. 8

f. Radiologi

- CT Scan resolusi tinggi,

Bella Frisca Amalia Page 14

Page 15: PPOK refrat

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula

yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos,

- Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru. 8

Pada emfisema terlihat : hiperinflasi , hiperlusen , ruang retrosternal melebar,

diafragma mendatar, jantung menggantung (jantung pendulum) ,

Pada Bronkitis kronik terlihat : Normal, Corakan bronkovaskuler bertambah pada

21 % kasus. 8

g. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan. 8

h. Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan. 8

i. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang

tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi

akut pada penderita PPOK di Indonesia. 8

j. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia

muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat

penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.8

PEMERIKSAAN SPIROMETRI

* PERSIAPAN

- Spirometer perlu dikalibrasi secara teratur,

- Spirometer harus menghasilkan hardcopy / rekaman secara otomatis untuk

mendeteksi kesalahan teknis atau untuk mengidentifikasi apakah uji sudah memenuhi

syarat,

Bella Frisca Amalia Page 15

Page 16: PPOK refrat

- Petugas yang melakukan uji spirometri perlu pelatihan untuk mendapatkan hasil

yang efektif,

- Usaha maksimal pasien diperlukan dalam melaksanakan uji ini guna menghindari

kesalahan diagnosis maupun manajemen. 1

* KINERJA

- Pemeriksaan spirometri harus dilakukan menggunakan teknik yang standar,

- Volume ekspirasi dilakukan dengan benar,

- Rekaman dilakukan dengan cukup waktu untuk mencatat suatu kurva volume /

waktu yang dicapai,mungkin memerlukan waktu lebih dari 15 detik pada penyakit

berat,

- Baik KVP maupun VEP1 harus merupakan nilai terbesar yang diperoleh dari salah

satu dari tiga kurva dengan teknik yang benar, nilai KVP dan nilai VEP1 dalam 3

kurva variasinya tidak boleh melebihi 5% atau 100ml,

- Rasio VEP1 / KVP harus diambil dari kurva yang secara teknik dapat diterima

dengan nilai terbesar dari KVP maupun VEP1. 1

* EVALUASI

- Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil pengukuran

terhadap nilai prediksi yang tepat berdasarkan usia,tinggi badan,jenis kelamin dan

ras,

- Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP1 / KVP <0,70

memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible,

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri bila tidak ada gunakan APE meter,

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 – 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 / APE <20% dan <200 ml dari nilai awal,

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. 1

Bella Frisca Amalia Page 16

Page 17: PPOK refrat

UJI BRONKODILATOR PADA PPOK

* PERSIAPAN

- Uji harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari infeksi

pernapasan,

- Pasien sebaiknya tidak menggunakan bronkodilator inhalasi kerja cepat 6 jam

sebelum uji , bronkodilator kerja lama 12 jam sebelum uji, atau teofilin lepas lambat

24 jam sebelum uji. 1

* SPIROMETRI

- VEP1 harus diukur sebelum diberikan bronkodilator,

- Bronkodilator harus diberikan dengan inhaler dosis terukur melalui perangkat

spacer atau nebulizer untuk meyakinkan telah dihirup,

- Dosis bronkodilator harus ditentukan untuk mendapatkan kurva tertinggi dosis

tertentu,

- Protokol dosis yang memungkinkan adalah 400mikrogram B2 agonis, hingga 160

mikrogram antikolinergik, atau gabungan keduanya. VEP1 harus diukur lagi ( 0-15

menit setelah diberikan bronkodilator kerja singkat atau 30-45 menit setelah diberikan

bronkodilator kombinasi. 1

* KESIMPULAN

Peningkatan VEP1 yang baik dan dianggap bermakna bila lebih besar dari 200 ml dan

20% diatas VEP1 sebelum pemberian bronkodilator . Hal ini sangat membantu untuk

melihat perubahan serta perbaikan klinis.1

10. DIAGNOSA BANDING

Bella Frisca Amalia Page 17

Page 18: PPOK refrat

Tabel 3. Diagnosis Banding PPOK

DIAGNOSIS GEJALA

PPOK Onset pada usia pertengahan

Gejala progresif lambat

Lamanya riwayat merokok

Sesak saat aktivitas

Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.

Asma Onset awal sering pada anak

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejala pada malam hari / menjelang pagi

Disertai atopi, rinitis atau eksim.

Riwayat keluarga dengan asma

Sebagian besar keterbatasan aliran udara reversibel.

Gagal jantung kongestif Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.

Foto toraks tampak jantung membesar , edema paru.

Uji faal paru menjunjukkan restriksi bukan obstruksi.

Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen .

Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.

Auskultasi terdengar ronki kasar.

Foto toraks / CT scan toraks menunjukkan pelebaran dan

penebalan bronkus.

Tuberkulosis Onset segala usia

Foto toraks menunjukkan infiltrat.

Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)

Prevalens tuberkulosis tinggi di daerah endemis.

Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda bukan perokok

Mungkin memiliki riwayat rematoid artritis atau pajanan

asap.

CT Scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah

hipodens.

Bronkiolitis difus Lebih banyak pada laki laki bukan perokok.

Hampir semua menderita sinusitis kronik.

Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak

Bella Frisca Amalia Page 18

Page 19: PPOK refrat

menyebar kecil di centrilobular dan gambaran

hiperinflasi.

Dikutip dari 1

Gejala gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing masing tetapi tidak terjadi

pada setiap kasus. Misalnya seseorang yang tidak pernah merokok dapat menderita

PPOK (terutama di negara berkembang yang faktor resiko lain mungkin lebih penting

daripada merokok) , asma dapat berkembang di usia dewasa bahkan pasien lanjut

usia.1

Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosa banding PPOK adalah :

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita

pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal,

Pneumotoraks

Dada cembung di tempat kelainan , perkusi hipersonor , auskultasi saluran napas

melemah,

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed

lung ,

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di

Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan

prognosisnya berbeda. 1

Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 4

Tabel 4. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

Bella Frisca Amalia Page 19

Page 20: PPOK refrat

Dikutip dari 1

11. KLASIFIKASI PPOK

Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien , oleh sebab itu perlu

diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan

VEP1.1

Tabel 5. Klasifikasi PPOK

DERAJAT KLINIS FAAL PARU

Derajat I

PPOK ringan

Gejala batuk kronik dan produksi sputum

ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini

pasien sering tidak menyadari bahwa faal

paru mulai menurun.

VEP1 / KVP < 70%

VEP1 ≥ 80% prediksi

Derajat II

PPOK

Sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas

dan kadang ditemukan gejala batuk dan

produksi sputum . Pada derajat ini biasanya

pasien mulai memeriksakan kesehatannya.

VEP1 / KVP < 70%

50% < VEP1 < 80% prediksi

Derajat III

PPOK Berat

Gejala sesak lebih berat, penurunan

aktivitas , rasa lelah dan serangan

eksaserbasi semakin sering dan berdampak

VEP1 / KVP < 70%

30% < VEP1 < 50% prediksi

Bella Frisca Amalia Page 20

Page 21: PPOK refrat

pada kualitas hidup pasien

Derajat IV

PPOK

Sangat Berat

Gejala diatas ditambah tanda tanda gagal

napas atau gagal jantung kanan dan

ketergantungan oksigen. Pada derajat ini

kualitas hidup pasien memburuk dan jika

eksaserbasi dapat mengancam jiwa.

VEP1 / KVP < 70%

VEP1 < 30% prediksi atau

VEP1 < 50% prediksi disertai

gagal napas kronik.

Dikutip dari 1

12. PENATALAKSANAAN

Tujuan Penatalaksanaan PPOK meliputi:

- Mencegah progresivitas penyakit,

- Mengurangi gejala,

- Meningkatkan toleransi latihan,

- Mencegah dan mengobati komplikasi,

- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang,

- Mencegah atau meminimalkan efek samping obat,

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru,

- Meningkatkan kualitas hidup penderita,

- Menurunkan angka kematian. 1

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :

- Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya,

- Menghindari faktor pencetus,

- Vaksinasi Influenza,

- Rehabilitasi paru,

- Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat

antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (antikolinergik kerja

lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat

PPOK,

- Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen,

- Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial). 1

Bella Frisca Amalia Page 21

Page 22: PPOK refrat

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

- Edukasi,

- Obat – obatan,

- Terapi oksigen,

- Ventilasi mekanik,

- Nutrisi,

- Rehabilitasi. 1

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga

penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)

penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. 5

* EDUKASI

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit

kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan

aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi

atau tujuan pengobatan dari asma.5

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,

- Melaksanakan pengobatan yang maksimal,

- Mencapai aktivitas optimal,

- Meningkatkan kualitas hidup. 5

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap

kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di

poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara

intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan

waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat

mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus

Bella Frisca Amalia Page 22

Page 23: PPOK refrat

disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan

kondisi ekonomi penderita.5

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

- Pengetahuan dasar tentang PPOK,

- Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya,

- Cara pencegahan perburukan penyakit,

- Menghindari pencetus (berhenti merokok),

- Penyesuaian aktivitas. 5

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti

bahan edukasi sebagai berikut :

- Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan,

- Pengunaan obat – obatan

Macam obat dan jenisnya,

Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ),

Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau

perlu saja ) ,

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya,

- Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan,

Berapa dosisnya,

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen,

Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya,

- Tanda eksaserbasi :

Bella Frisca Amalia Page 23

Page 24: PPOK refrat

Batuk atau sesak bertambah,

Sputum bertambah,

Sputum berubah warna,

- Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi,

- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas. 5

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke

pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan

berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena

PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.5

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel,

Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti

merokok,

Segera berobat bila timbul gejala,

Sedang

Menggunakan obat dengan tepat,

Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini,

Program latihan fisik dan pernapasan,

Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi,

Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan,

Penggunaan oksigen di rumah.5

Bella Frisca Amalia Page 24

Page 25: PPOK refrat

* OBAT - OBATAN

- Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk

obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat

berefek panjang ( long acting ).5

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ),

- Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk

mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk

injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat,

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita,

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama

pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak

(pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.5

Bella Frisca Amalia Page 25

Page 26: PPOK refrat

- Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >

20% dan minimal 250 mg.5

- Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin dan makrolid,

- Lini II : Amoksisilin, asam klavulanat, Sefalosporin, Kuinolon dan Makrolid baru.5

- Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.5

- Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian

rutin.5

- Antitusif

Diberikan dengan hati – hati. 5

Tabel 6. Penatalaksanaan PPOK

Bella Frisca Amalia Page 26

Page 27: PPOK refrat

Dikutip dari 6

* TERAPI OKSIGEN

Bella Frisca Amalia Page 27

Page 28: PPOK refrat

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting

untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun

organ - organ lainnya.5

* Manfaat oksigen :

- Mengurangi sesak,

- Memperbaiki aktivitas,

- Mengurangi hipertensi pulmonal,

- Mengurangi vasokonstriksi,

- Mengurangi hematokrit,

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri,

- Meningkatkan kualitas hidup,

* Indikasi

- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%,

- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P

pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru

lain,

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang,

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas,

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak,

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas,

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah

diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan

di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang

Bella Frisca Amalia Page 28

Page 29: PPOK refrat

rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah

dibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT ) ,

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas,

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak,

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila

tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan

nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia

yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan

menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter

digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai

saturasi oksigen di atas 90%.5

Alat bantu pemberian oksigen :

- Nasal kanul,

- Sungkup venturi,

- Sungkup rebreathing,

- Sungkup nonrebreathing,

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas

darah pada waktu tersebut.5

* VENTILASI MEKANIK

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal

napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas

kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.5

* Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

Bella Frisca Amalia Page 29

Page 30: PPOK refrat

- Ventilasi mekanik dengan intubasi,

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi,

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi,

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan

dapat digunakan selama di rumah.5

Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure

(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV) ,

NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :

- Volume control,

- Pressure control,

- Bilevel positive airway pressure (BiPAP),

- Continous positive airway pressure (CPAP).5

NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long Tern

Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :

- Analisis gas darah,

- Kualiti dan kuantitas tidur,

- Kualiti hidup,

- Analisis gas darah. 5

* Indikasi penggunaan NIPPV

- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal

paradoksal,

- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35,

- Frekuensi napas > 25 kali per menit,

Bella Frisca Amalia Page 30

Page 31: PPOK refrat

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping

harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.5

* NUTRISI

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan

energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan

hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.5

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat

penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.5

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan,

- Kadar albumin darah,

- Antropometri,

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi),

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia).5

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi

masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi

akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn

kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal

feedings) dengan pipa nasogaster.5

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit

oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada

PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.5

Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya

fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan

elektrolit yang terjadi adalah :

- Hipofosfatemi,

Bella Frisca Amalia Page 31

Page 32: PPOK refrat

- Hiperkalemi,

- Hipokalsemi,

- Hipomagnesemi.5

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan

komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.5

* REHABILITASI PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki

kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi

adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :

- Simptom pernapasan berat,

- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat,

- Kualiti hidup yang menurun.5

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim

multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program

rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.5

Penatalaksanaan PPOK stabil

Kriteria PPOK stabil adalah :

- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik,

- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan

PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg,

- Dahak jernih tidak berwarna,

- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri),

- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan,

- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan,

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :

- Mempertahankan fungsi paru,

- Meningkatkan kualiti hidup,

- Mencegah eksaserbasi,

Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau

dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.5

Bella Frisca Amalia Page 32

Page 33: PPOK refrat

Bagan 2 .Algoritme penanganan PPOK

Dikutip dari 1

Bella Frisca Amalia Page 33

Page 34: PPOK refrat

Dikutip dari 1

PENATALAKSANAAN PPOK EKSASERBASI AKUT

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan

kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi

udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.5

Gejala eksaserbasi :

- Sesak bertambah,

- Produksi sputum meningkat,

- Perubahan warna sputum.5

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

Bella Frisca Amalia Page 34

Page 35: PPOK refrat

- Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas,

- Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas,

- Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas

lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk. 5

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang

ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat) .Penatalaksanaan

eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :

- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang

digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser,

- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur,

- Menambahkan mukolitik,

- Menambahkan ekspektoran.5

Bagan 3 . Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaerbasi akut di rumah dan pelayanan kesehatan

primer / Puskesmas

Dikutip dari 1

Bagan 4 . Algoritme Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut di Rumah Sakit

Bella Frisca Amalia Page 35

Nilai berat gejala (kesadaran, frekuensi napas, pemeriksaan fisis) Analisis gas darah Foto thoraks

Page 36: PPOK refrat

12

Dikutip dari 1

TERAPI PEMBEDAHAN

* Bertujuan untuk

- Memperbaiki faal paru,

- Memperbaiki mekanik paru,

- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi,

- Memperbaiki kualitas hidup.1

* Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

- Bulektomi

- Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)

- Transplasntasi paru.1

13. KOMPLIKASI

Komplikasi PPOK dapat bermacam-macam, diantaranya:

Bella Frisca Amalia Page 36

1. Terapi oksigen2. Bronkoditor3. Antibiotik

- Agonis β2

- Intrevena: metilxantin, bolus dan drip4. Kortikosteroid sistemik5. Diuretik bila ada retensi cairan

Mengancam jiwa (gagal napas akut) Tidak mengancam jiwa

Ruang rawatICU

Page 37: PPOK refrat

- Gagal nafas

Akibat obstruksi jalan nafas maka terjadilah ketidakmampuan paru-paru untuk menghirup

oksigen yang cukup dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Akibatnya dapat

mengganggu keseimbangan asam dan basal. Gagal nafas juga dapat terjadi selama

eksaserbasi akut.9

- Polisitemia Sekunder

Polisitemia pada penderita PPOK terjadi karena tubuh berusaha untuk menyesuaikan

terhadap penurunan jumlah oksigen di darah yaitu dengan meningkatkan produksi sel darah

merah, yang mana sel darah merah berfungsi untuk mengangkut oksigen. Hal ini mungkin

dapat membantu untuk sementara waktu, namun produksi berlebihan bisa menyebabkan

darah menjadi kental, pada akhirnya bisa menyumbat pembuluh darah kecil. Tanda dan gejala

polisitemia sekunder adalah kelemahan, sakit kepala, kelelahan, napas pendek, gangguan

penglihatan, wajah kemerahan, kebingungan, tinnitus, dan rasa terbakar di tangan dan kaki.9

- Cor Pulmonale (Gagal jantung Kanan)

Pertukaran udara yang jelek pada penderita PPOK menyebabkan menurunnya jumlah oksigen

di darah sehingga timbul refleks spasme percabangan-percabangan kecil arteri pulmonalis

(hypoxic vasoconstriction). Kesemuanya ini akan lebih meningkatkan tahanan perifer dalam

paru. Maka ventrikel kanan harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel

kanan. Bila sudah tidak mampu lagi mengkompensasi meningkatnya tahanan perifer

intrapulmonal, maka akan terjadi kegagalan jantung kanan. Tanda dan gejala gagal jantung

kanan antara lain pembengkakan ekstemitas bawah yaitu kaki, dispneu, tidak mampu

mentoleransi latihan, sianosis, meningkatnya vena leher.10

- Pneumothoraks

Pneumothoraks terjadi karena adanya lubang yang berkembang di paru-paru, menyebabkan

udara keluar menuju rongga antara paru dan dinding dada dan menyebabkan paru-paru

kolaps. Pada penderita PPOK terjadi peningkatan risiko untuk terjadinya perkembangan

lubang secara spontan karena lemahnya struktur paru. Tanda dan gejala pneumothoraks

antara lain nyeri dada yang mendadak dan tajam, tambah parah apabila batuk atau bernafas

dalam, dispneu, sesak. takikardi, dan sianosis.10

- Hipertensi Pulmonal

Bella Frisca Amalia Page 37

Page 38: PPOK refrat

Normalnya, darah yang mengalir melalui pembuluh darah paru mempunyai tahanan yang

kecil, dan secara normal melebar untuk mengalirkan darah dari jantung ke paru untuk

mengambil oksigen dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Pada hipertensi pulmonal,

pembuluh darahnya konstriksi manjadi sempit dan tebal. Hal tersebut menyebabkan sedikit

darah yang mengalir di pembuluh darah, tekanan dalam pembuluh darah menjadi meningkat

dan otot jantung bekerja keras untuk memompa darah. Tanda dan gejala hipertensi pulmonal

antara lain nafas pendek keika pertama kali beraktivitas dan bahkan waktu istirahat, nyeri

dada, kelemahan, kelelahan, pingsan, bengkak pada kaki.10

- Malnutrisi

Malnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena dispneu, yang

merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit untuk menyelesaikan

makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu makan. Tanda dan gejala bisa bermacam-

macam mulai dari yang ringan sampai sangat berat. Gejala umum berupa kelelahan, pusing,

penurunan berat badan, dan kelemahan sistem imun.10

- Penyakit paru tahap akhir

Saat gagal nafas terjadi pada pasien yang mempunyai penyakit paru tahap akhir, akan terjadi

penurunan dengan lambat fungsi paru dan meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah.

Meningkatnya karbondioksida menyebabkan efek narkotik pada pasien, sehingga pasien hilang

kesadaran dan berhenti bernafas.10

14. PENCEGAHAN PPOK

* Mencegah terjadinya PPOK

- Hindari asap rokok,

- Hindari polusi udara,

- Hindari infeksi saluran napas berulang.1

* Mencegah perburukan PPOK

- Berhenti merokok,

- Gunakan obat-obatan adekuat,

Bella Frisca Amalia Page 38

Page 39: PPOK refrat

- Mencegah eksaserbasi berulang .1

BAB III

KESIMPULAN

Bella Frisca Amalia Page 39

Page 40: PPOK refrat

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), merupakan penyakit kronik yang

ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversible. Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena

prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat. Penting bagi dokter umum

untuk memahami penegakan diagnosis PPOK, yang diperoleh dari anamnesa,

pemeriksaan fisik, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat.

Penatalaksaan yang tepat pada PPOK meliputi beberapa program, yaitu evaluasi

dan monitoring penyakit, mengurangi faktor resiko, tatalaksana PPOK yang stabil, dan

tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi. Manajemen utama untuk PPOK derajat I dan II

antara lain dengan menghindari faktor resiko, mencegah progresivitas PPOK, dan

penggunaan obat-obatan untuk mengontrol gejala dari PPOK, sedangkan untuk PPOK

derajat III dan IV memerlukan manajemen terapi yang lebih terpadu dengan berbagai

pendekatan untuk membantu pasien dalam melewati perjalanan penyakitnya.

Penggunaan bronkodilator adalah pilihan utama untuk menanggulangi gejala yang

timbul pada PPOK, dimana bronkodilator dapat berfungsi untuk meredakan gejala dan

dapat pula mencegah eksaserbasi. Beberapa pilihan bronkodilator yang dapat digunakan

antara lain golongan β2 agonis, antikolinergik, dan xantin, yang dapat digunakan tunggal

atau dikombinasikan. Selain itu berbagai terapi lain juga dapat diberikan pada penderita

PPOK, seperti kortikosteroid inhalasi ataupun sistemik, mukolitik, anti oksidan, dan

terapi oksigen, tergantung pada derajat berat penyakitnya.

Selain pendekatan farmakologis, edukasi dan nasihat pada pasien, diperlukan juga

konseling untuk penghentian rokok, olahraga, kebutuhan nutrisi, dan perawatan untuk

pasien. Manajemen yang tepat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien

PPOK, serta sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. 2009. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jakarta.

Bella Frisca Amalia Page 40

Page 41: PPOK refrat

2. Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:

EGC.

3. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:

EGC.

4. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global Strategy for

The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. National Institutes of Health. National Heart, Lung and Blood Institute,

Update 2009.

5. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.

6. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention

of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

7. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

8. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru

FK Unair. Surabaya.

9. Swierzewski, SJ. 2007.Chronic Obstructive Pulmonary Disease.(online)

http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complications.shtml.

10. Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta, hal

178-179.

Bella Frisca Amalia Page 41