REFLEKSI KASUS scabies

9
REFLEKSI KASUS STASE ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD WONOSARI SKABIES Diajukan kepada Yth: Dr. Trijanto Agoeng, M.Kes, Sp.KK Oleh : William Surya Hartanto 10/ 304928 / KU / 14183 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

description

scabies

Transcript of REFLEKSI KASUS scabies

Page 1: REFLEKSI KASUS scabies

REFLEKSI KASUSSTASE ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD WONOSARI

SKABIES

Diajukan kepada Yth:Dr. Trijanto Agoeng, M.Kes, Sp.KK

Oleh :William Surya Hartanto

10/ 304928 / KU / 14183

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

2014Yogyakarta

Page 2: REFLEKSI KASUS scabies

MANAJEMEN FARMAKOLOGIS PADA SKABIES

William Surya Hartanto

Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

RSUD Wonosari

Latar belakang

Skabies adalah masalah kesehatan global yang mempengaruhi sekitar 300 juta orang

di dunia saat ini, dengan prevalensi yang tinggi pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun.

Skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var hominis. Ukuran tungau Sarcoptes

betina adalah sekitar 0,4 mm dan tungau jantan lebih besar 1,5 kali dibandingkan dengan

tungau betina. Setelah mating pada permukaan kulit, tungau Sarcoptes jantan mati dan

tungau betina mulai menggali lapisan bawah kulit kurang lebih selama 4-6 minggu, di mana

ia meletakkan telur. Produksi telur setiap harinya berkisar antara satu sampai tiga telur.

Telur menetas setelah tiga sampai empat hari, dan kemudian tungau baru menembus ke

arah permukaan kulit untuk kembali bermultiplikasi.

Tungau betina dapat melakukan perjalanan hingga 2,5 cm per menit, akan tetapi

tungau Sarcoptes tidak dapat melompat atau terbang. Penularan terjadi melalui hubungan

kontak langsung kulit-ke-kulit. seseorang dengan skabies klasik membutuhkan sekitar 15

sampai 20 menit dari kontak dekat untuk mentransfer tungau. Meskipun skabies lebih

sering terjadi pada anak-anak, faktor predisposisi lain termasuk kepadatan penduduk,

kebersihan yang buruk, sosioekonomi, status gizi, tunawisma, demensia, dan kontak fisik

saat berhubungan seksual juga berpengaruh.

Page 3: REFLEKSI KASUS scabies

Pasien dengan skabies biasanya memiliki manifestasi klinis berupa ruam pruritus

intens dan menyeluruh yang mengalami perburukan di malam hari. Pada pasien umumnya

akan tampak lesi kulit primer, seperti papul pruritus, pustula, vesikel, dan nodul. Temuan

patognomonik adalah lorong yang dibuat oleh tungau, yang paling sering ditemukan pada

tangan dan kaki atau di jaring jari. Respon pruritus dan manifestasi pada kulit muncul 3-6

minggu setelah infeksi pertama, dimediasi oleh reaksi inflamasi dan reaksi alergi terhadap

produk tungau. Lorong yang terbentuk berupa garis abu yang pendek dan bergelombang

pada permukaan kulit. Selain itu dapat juga ditemukan lesi sekunder nonspesifik, seperti

ekskoriasi, eksematisasi, dan pyoderma. Pada bayi, lesi dapat muncul dalam bentuk pustula

pada telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula, atau lesi pada leher dan wajah.

Diagnosis cepat dan terapi yang sesuai merupakan kunci efektivitas dari eradikasi skabies.

Skabies dapat didiagnosis dengan riwayat pruritus, ruam dalam distribusi khas, dan

riwayat gatal di keluarga atau lingkungan terdekat. Temuan tungau, telur, atau fecal

merupakan diagnosis definitif pada kasus skabies. Metode yang paling umum digunakan

adalah kerokan kulit. Kerokan kulit diambil dari lorong yang tidak mengalami ekskoriasi,

papula, atau vesikel, dengan meneteskan minyak mineral pada kulit. Hasil yang positif

menggambarkan adanya tungau, telur, atau feses tungau pada preparat.

Page 4: REFLEKSI KASUS scabies

Penggunaan krim permethrin 5% masih menjadi terapi lini pertama sejak dua dekade

terakhir, karena sampai saat ini belum ada temuan resistensi permethrin yang jelas dari

berbagai penelitian. Namun demikian banyak studi yang mempelajari efektivitas dari

penggunaan lotion Lindane 1% dan agen antiparasit oral Ivermectin. Beberapa obat untuk

terapi skabies tidak dapat digunakan pada anak-anak dan bayi karena profil keamanan

yang beragam.

Refleksi kasus ini bertujuan untuk memperkaya diri dan menambah wawasan

mengenai pilihan terapi farmakologis yang tepat untuk kasus skabies dengan keefektifan

dari masing-masing terapi.

Kasus

Seorang anak laki-laki dengan inisial D usia 7 bulan, beralamat di Semanum,

Wonosari. Anak datang ditemani oleh ibu dan kakaknya untuk memeriksakan diri ke

poliklinik kulit dan kelamin RSUD Wonosari dengan keluhan gatal-gatal pada tangan, kaki,

perut, dan wajah.

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa 1BSPRS, pasien mulai mengalami gatal di

daerah sela-sela jari. Muncul lenting-lenting di tangan berisi air. Ibu mengatakan bahwa

anak sering menggaruk lenting, lenting menjadi kemerahan dan bernanah. Lenting yang

timbul dalam beberapa hari menyebar ke lipatan pergelangan tangan, lipatan lengan,

tungkai kaki, badan, punggung, alat kelamin. Gatal dirasakan semakin parah, anak rewel,

Page 5: REFLEKSI KASUS scabies

dan kadang terbangun di malam hari. Lenting terakhir muncul di area wajah disertai dengan

kulit kemerahan dan bernanah. Riwayat demam dan malas makan/minum disangkal oleh

ibu pasien. Riwayat alergi disangkal. Riwayat imunisasi lengkap sesuai PPI.

Anak D dekat dengan kakak dan bibi yang mengalami gejala yang sama, yaitu gatal

dangan lenting-lenting di tangan. Gejala pada kakak pasien muncul 3 bulan yang lalu dan

diobati ke dokter umum, namun gejala masih menetap. Gejala bertambah parah ketika

kakak pasien berkeringat dan makan telur.

Anak D sering tidur 1 kasur dengan kakak. Ibu pasien mengaku kebersihan anak

dipantau dengan baik, mandi 2 kali sehari, sering ganti baju jika berkeringat, sprei kasur

diganti 2 kali seminggu.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dalam batas normal. UKK yang terlihat

adalah pada sela jari, lipatan pergelangan tangan lipatan lengan, tungkai kaki, perut,

punggung, ketiak, dan wajah tampak papul dan vesikel, confluence terutama pada daerah

lipatan tubuh dan diskret pada area perut sampai punggung. Terdapat krusta disertai area

ekskoriasi pada area lipatan dan wajah.

Pembahasan

Pasien ini didiagnosis dengan skabies. Sampai saat ini pengobatan yang digunakan

pada scabies adalah permethrin krim 5%, lindane lotion 1 %, dan ivermectin oral. Beberapa

penelitian telah dilakukan untuk membandingkan keberhasilan terapi ketiga agen

antiparasit tersebut.

Pada kasus ini, pasien berusia 7 bulan sehingga dibutuhkan terapi yang tepat tanpa

efek samping yang berbahaya. Beberapa studi yang dipublikasikan di The New England

Journal of Medicine menyatakan bahwa penggunaan lindane lotion 1% dapat berbahaya

bagi bayi, ibu hamil, maupun ibu menyusui karena memiliki efek neurotoksisitas yang tinggi,

terutama jika penggunaanya berulang, seperti seizure dan spasme otot. Anemia aplastik

juga dapat terjadi setelah penggunaan lotion lindane. Penggunaan pada pasien dengan

berat kurang dari 50 kg perlu diawasi guna menghindari efek samping lindane lotion.

Saat ini pengobatan lini pertama yang disepakati untuk skabies adalah permethrin

5%. Namun demikian, iritasi kulit, termasuk gatal-gatal, bengkak, dan kemerahan, mungkin

Page 6: REFLEKSI KASUS scabies

terjadi setelah pengobatan dengan permethrin, yang mungkin disebabkan karena

penyerapan protein parasit mati oleh tubuh penderita. Rasa terbakar ringan atau seperti

tersengat juga dapat terjadi, yang menunjukkan bahwa pada beberapa pasien, obat topical

antiparasit dapat bersifat iritatif. Ivermectin oral adalah alternatif yang efektif untuk

pengobatan infeksi skabies. Ivermectin oral telah digunakan secara luas walaupun US Food

and Drug Administration belum menyetujui penggunaanya. Keamanan ivermectin pada

wanita hamil dan menyusui dan anak-anak masih belum dipastikan.

Studi yang dilakukan Ranjkesh et al., menunjukkan bahwa penggunaan permethrin

lebih efektif dan cepat dibandingkan dengan invermectin oral. Pada minggu kedua, 93%

pasien yang diberikan terapi 2 kali permethrin krim dalam selisih waktu 1 minggu,

memberikan hasil perbaikan klinis. Sementara itu, hanya 73,3% pasien yang diberikan

invermectin oral yang mengalami perbaikan klinis.

Kesimpulan

Penggunaan terapi farmakologis pada kasus skabies anak-anak yang paling tepat

saat ini adalah permethrin. Selain terbukti aman untuk anak-anak, tingkat efektivitas dan

kecepatan perbaikan klinis yang tampak lebih tinggi dibandingkan dengan ivermetrin oral.

Sementara itu penggunaan lindane lotion sebaiknya dihindari karena bersifat neurotoksik,

khususnya pada bayi, ibu hamil, dan ibu menyusui. Diagnosis yang tepat dan terapi yang

cepat merupakan kunci utama dari eradikasi skabies.

Page 7: REFLEKSI KASUS scabies

Referensi:

Ranjkesh M.R., et al., 2013, The efficacy of permethrin 5% vs. oral ivermectin for the

treatment of scabies, Annals of Parasitology, vol. 59(4), pp. 189–194.

Chosidow O., 2006, Clinical Practice Scabies, The New England Journal of Medicine, vol.

354, pp. 1718-27.

Goldust et al., 2013, Treatment of scabies: The topical ivermectin vs. permethrin

2.5% cream, Annals of Parasitology, vol. 59(2), pp. 79–84.

Goldust et al., 2013, Ivermectin vs. lindane in the treatment of scabies, Annals of

Parasitology, vol. 59(1), pp. 37–41.

Gunning K., 2012, Pediculosis and Scabies: A Treatment Update, American Family Physician,

vol. 86, no. 6

Albakri L., 2010, Permethrin for scabies in children, Canadian Family Medicine, vol. 86.

V Leung, M Miller, 2011, Detection of scabies: A systematic review of diagnostic methods.

anadian Journal of Infectious Disease Medical Microbiology, vol. 22(4, pp.143-146.