Refleksi Kasus Sc

18
BAB I. KASUS 1. Identitas Pasien - Nama : ny. S - Umur : 44 tahun - Alamat : jl. Labu lorong 1 - Pekerjaan : IRT - Ruangan : Kamar Bersalin - Tanggal masuk : 28 Januari 2015 - Tanggal pengambilan data: 29 Januari 2015 2. Anamnesis - Keluhan utama: nyeri perut bagian bawah - Riwayat penyakit sekarang: pasien masuk IGD kebidanan dengan rujukan dari bidan dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak kemarin. Keluhan ini dirasakan tembus sampai belakang dengan frekuensi jarang, muncul tidak menentu waktunya. Keluhan ini tidak disertai pengeluaran lendir darah. Tidak ada keluhan pada sistem lain. - Riwayat penyakit terdahulu: tidak ada. - Riwayat penyakit keluarga: atopi tidak ada, tekanan darah tinggi tidak ada, diabetes melitus tidak ada. - Anamnesis terkait anestesi: Riwayat operasi: pasien pernah menjalani sectio cesaria (SC) pada kehamilan pertamanya dengan indikasi letak sungsang (malposisi) menggunakan anestesi regional teknik SAB. Riwayat alergi obat tidak ada.

description

anastesi

Transcript of Refleksi Kasus Sc

Page 1: Refleksi Kasus Sc

BAB I. KASUS

1. Identitas Pasien

- Nama : ny. S

- Umur : 44 tahun

- Alamat : jl. Labu lorong 1

- Pekerjaan : IRT

- Ruangan : Kamar Bersalin

- Tanggal masuk : 28 Januari 2015

- Tanggal pengambilan data: 29 Januari 2015

2. Anamnesis

- Keluhan utama: nyeri perut bagian bawah

- Riwayat penyakit sekarang: pasien masuk IGD kebidanan dengan rujukan dari

bidan dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak kemarin. Keluhan ini

dirasakan tembus sampai belakang dengan frekuensi jarang, muncul tidak

menentu waktunya. Keluhan ini tidak disertai pengeluaran lendir darah. Tidak ada

keluhan pada sistem lain.

- Riwayat penyakit terdahulu: tidak ada.

- Riwayat penyakit keluarga: atopi tidak ada, tekanan darah tinggi tidak ada,

diabetes melitus tidak ada.

- Anamnesis terkait anestesi:

Riwayat operasi: pasien pernah menjalani sectio cesaria (SC) pada kehamilan

pertamanya dengan indikasi letak sungsang (malposisi) menggunakan anestesi

regional teknik SAB.

Riwayat alergi obat tidak ada.

Riwayat asma tidak ada.

Riwayat penyakit jantung.

Penggunaan gigi palsu tidak ada.

- Status maternal pasien: G2P1A0

Page 2: Refleksi Kasus Sc

3. Pemeriksaan Fisik

- Status generalis

Keadaan umum : sakit ringan

Kesadaran : kompos mentis (GCS E4 V5 M6)

Status gizi : baik

- Primary survey

Airway : Paten

Breathing : Respirasi 20 kali/menit

Circulation : Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi: 84 kali/menit, reguler, kuat

- Secondary survey

Kepala

Bentuk : Normocephal

Rambut : Ikal, warna hitam distribusi padat.

Kulit kepala : lesi (-)

Wajah : Simetris, paralisis fasial (-), afek serasi, deformitas (-).

Kulit : Keriput (-), pucat (-), sianosis (-), massa (-), turgor <2 detik.

Mata

Eksoftalmus (-), palpebra edema (-), fungsi N. II baik, ptosis (-), kalazion (-),

pembengkakan saccus lacrimalis (-)

Kornea : Katarak (-)

Pupil : Bentuk isokor, bulat, diameter ± 2mm/2mm, refleks cahaya

langsung +/+ refleks cahaya tidak langsung +/+.

Konjungtiva : anemis +/+

Sklera : ikterik (-)

Telinga

Keloid (-), kista epidermoid (-), serumen minimal, membrana timpani normal.

Hidung & sinus

Deviasi septum nasi (-), polip (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-), nyeri tekan

pada sinus (-)

Mulut & faring

Page 3: Refleksi Kasus Sc

Bibir : sianosis (-), pucat (+)

Gusi : gingivitis (-)

Gigi : karies dentis (+)

Lidah : deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)

Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)

Mallampathy : kelas 1

Leher

Inspeksi : jaringan parut (-), massa (-)

Palpasi : pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran pada kelenjar

tiroid (-), nyeri tekan (-), JVP R5 + 2 cm H2O

Trakhea : Deviasi trakhea (-)

Paru

Inspeksi : normochest, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-), spider nevi (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris kiri dan kanan, fremitus

taktil kesan normal.

Perkusi : sonor (+) di seluruh lapang paru, batas paru hepar SIC VI

dextra.

Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s), thrill (-)

Perkusi:

Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra

Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra

Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Page 4: Refleksi Kasus Sc

Inspeksi : bentuk cembung terhadap thorax dan symphisis pubis, massa

(-), cicatrix (tidak dilakukan).

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal (± 20 kali/menit) diseluruh

kuadran abdomen , Bruit (-), friction rub (-)

Perkusi : timpani (+) diseluruh kuadran abdomen, ascites (-)

Palpasi : hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (+), ginjal tidak teraba.

Genitalia: lokia (+)

Ekstremitas

Atas : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal, refleks fisiologis normal,

refleks patologis (-), kekuatan 5/5, tonus normal.

Bawah : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal, refleks fisiologis normal,

refleks patologis (-), kekuatan 5/5, tonus normal.

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan hematologi rutin tanggal 28 Januari 2015

Parameter Hasil Satuan Range Normal

WBC

RBC

HGB

HCT

MCV

MCH

MCHC

PLT

RDW-CV

RDW-SD

NEUT %

LYM %

NEUT#

LYM#

CT

11,9

3,6

8,9

28,6

79,9

24,9

31,1

398

15,9

48,6

65,9

22,5

7,8

2,7

8

103/uL

106/uL

g/dL

%

fL

pg

g/dL

103/uL

%

fL

%

%

103/uL

103/uL

Menit

4,8 – 10,8

4,7 – 6,1

14 – 18

42 – 52

80 – 99

27 – 31

33 – 37

150 – 450

11,5 – 14,5

37 – 54

40 – 74

19 – 48

1,5 – 7

1 – 3,7

1 – 4

Page 5: Refleksi Kasus Sc

BT 3 Menit 0 – 15

Pemeriksaan kimia darah tanggal 28 Januari 2015

GDS 82 mg/dl

Pemeriksaan darah tanggal 29 Januari 2015

HGB 10,0 gr%

5. Resume

Pasien ♀ usia 44 tahun masuk Kamar Bersalin dirujuk oleh bidan dengan kala 1 pasif

yang belum adekuat, tidak disertai pelepasan lendir darah. Alergi obat (-), asma (-),

hipertensi (-).

Pemeriksaan fisik

Primary survey

Airway : Paten

Breathing : Respirasi 20 kali/menit

Circulation : Tekanan darah: 130/80 mmHg, Nadi: 84 kali/menit, reguler, kuat

Mallampathy : kelas 1

6. Diagnosis Kerja: G2P1A0 + post SC 1x

7. Penatalaksanaan

SCTP + kontrasepsi mantap (tubectomy)

Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV

Metronidazole drips/12 jam/IV

Inj. Ketorolac 30mg/8 jam/IV

Inj. Ranitidine 50mg/8 jam/IV

Inj. Ondansentron 4mg/8 jam/IV

Inj. Asam traneksamat 250mg/8 jam/IV

Drips oxytoxin dan metergin dalam RL 500 ml

8. Data Anestesi

Jenis anestesi : anestesi regional

Page 6: Refleksi Kasus Sc

Teknik anestesi : subarachnoid block

Induksi : bupivacain hyperbaric 0,5% 4mg

Lama anestesi : 55 menit

Lama operasi : 50 menit

Anestesiologis : dr. Taufik Imran, Sp. An

Operator : dr. Djemmy, Sp. OG/dr. Listiarini

a. Pre-operatif

- Pasien puasa 8 jam pre-operatif

- Infus NaCl 0,9% 500 ml

- Transfusi whole blood 1000 ml

- Keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal

b. Intra-operatif

Menit keTekanan Darah

Heart RateFlow-rate

O2Sistol Diastol

0 120 70 60 4

5 125 70 62 4

10 120 69 61 7

15 130 72 63 7

20 133 74 64 7

25 135 77 65 7

30 133 75 63 7

35 133 77 64 7

40 130 75 65 7

45 132 76 67 7

50 130 74 62 7

55 130 74 62 7

c. Post-operatif

Page 7: Refleksi Kasus Sc

Pasien dipindahkan dari Recovery Room ke Kasuari bawah dalam keadaan sadar

baik.

BAB II. PEMBAHASAN

Page 8: Refleksi Kasus Sc

Dalam bab ini akan dibahas mengenai terapi oksigen yang diberikan selama operasi

(durante operasi) sectio cesaria transperitoneal pada wanita usia 44 tahun dengan diagnosis

G2P1A0 + post SC 1x.

Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen pada keadaan dimana terjadi

peningkatan kebutuhan oksigen (misalnya hipoksia) dengan konsentrasi lebih tinggi dari

konsentasi oksigen lingkungan (>21%).

Anestesi pada wanita hamil berbeda dengan kasus yang tidak hamil karena terjadi

perubahan-perubahan faal pada ibu hamil. Diantaranya yang terkait dengan terapi oksigen

adalah perubahan faal paru. Volume napas satu menit meningkat sampai 50%. Kapasitas

residu faal paru menurun sehingga cadangan oksigen dalam paru menurun, sedangkan

kebutuhan oksigen pada ibu hamil meningkat.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan

diketahui bahwa pasien menderita anemia dengan kadar hemoglobin 8,9 mg% sehingga harus

dilakukan transfusi terlebih dahulu sebagai persiapan operasi untuk mencapai kadar

hemoglobin yang sesuai yaitu 10mg%. Peningkatan kadar hemoglobin hingga mencapai

target 10mg% tidak mutlak dilakukan. Namun dalam kondisi tertentu seperti pada penderita

usia tua maka hal ini perlu untuk dilakukan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pemberian

terapi oksigen karena kadar hemoglobin berpengaruh terhadap tansport oksigen. Di dalam

darah hanya <2% oksigen terlarut yang bebas, sementara >98% oksigen berikatan dengan

hemoglobin. Bila pembedahan dapat ditunda dua sampai empat minggu, maka perbaikan

kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan memperbaiki gizi atau dengan pemberian preparat

besi.

Oksigen harus ditransport secara efektif sampai pada jaringan untuk mempertahankan

metabolisme sel normal sehingga perlu pemahaman tentang oxygen delivery (DO2) yang juga

sangat penting dalam penanganan pasien selama anestesi berlangsung, resusitasi, atau fase

kritis suatu penyakit.

Oxygen delivery (DO2) adalah sejumlah oksigen yang sampai ke semua jaringan tubuh

dari paru yang dihasilkan dari perkalian cardiac output (CO) dengan oxygen content (CaO2)

yang dirumuskan sebagai berikut.

Page 9: Refleksi Kasus Sc

Sedangkan oxygen content (CaO2) dihasilkan dari perkalian dari beberapa faktor yang

dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

K1 : konstanta (1,39)

Hb : kadar hemoglobin darah

SaO2 : saturasi hemoglobin darah arteri

K2 : konstanta (0,003)

Selain itu, perlu diketahui tentang konsumsi oksigen (volume of oxygen consumption

– VO2) karena beberapa hal yang mempengaruhi VO2 adalah pembedahan dan efek sedasi.

Dalam kondisi aerobik, oksigen digunakan untuk memproduksi energi sehingga berhubungan

erat dengan metabolisme. Pengukuran VO2 kadang dimanfaatkan untuk menentukan adekuat

atau tidaknya DO2 dengan asusmi bila DO2 tidak adekuat akan menyebabkan dependent-

supply. VO2 dirumuskan sebagai berikut berdasarkan prinsip Fick.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan VO2 yaitu pembedahan, trauma, luka bakar,

inflamasi, sepsis, pireksia, kejang, agitasi, anxietas, nyeri, dan obat-obatan adrenergik.

Sedangkan faktor yang menurunkan VO2 yaitu sedasi atau analgesik, paralisis otot,

syok/hipovolemia, hipotermia, ventilasi mekanik, antipiretik, dan starvasi/hiponutrisi.

Setelah dilakukan transfusi darah (whole blood) hingga mencapai kadar hemoglobin

10 mg% pada hari kedua perawatan, barulah dilakukan operasi sectio cesaria transperitoneal.

Selama operasi berlangsung, pasien diberikan terapi oksigen menggunakan kanul nasal

dengan flow-rate sebagai berikut.

Menit keFlow-rate

O2

0 4

5 4

10 7

Page 10: Refleksi Kasus Sc

15 7

20 7

25 7

30 7

35 7

40 7

45 7

50 7

55 7

Terapi oksigen dapat diberikan melalui beberapa alat, diantaranya kanul nasal,

sungkup sederhana, sungkup venturi, non-rebreathing mask, dan rebreathing mask. Kanul

nasal tergolong low flow delivery system. Pada penggunaanny, flow-rate hanya berkisar

antara 1 – 6 L/menit. Fraksi inspirasi (FiO2) mulai 24% untuk flow-rate 1L/menit dan

meningkat 4% pada tiap peningkatan 1L/menit sampai 44%. Harus diberikan pada flow-rate

yang telah ditentukan. Pemberian >6L/menit dapat menyebabkan keringnya mukosa hidung.

Diberikan pada pasien dengan minimal atau tanpa distres napas atau masalah oksigenasi.

Jumlah oksigen yang dikirim ke pasien tergantung pada jumlah oksigen yang dipasok serta

ventilasi menit pasien. Dengan demikian, sistem ini sangat berharga bagi pasien yang

membutuhkan sampai 40% oksigen yang tidak terkendali, atau mereka yang tidak mentolerir

masker. Penggunaan kanula nasal tidak efektif pada pasien yang memiliki sumbatan hidung

yang signifikan dan bernapas lewat mulut. Arus besar dari 6 L / menit tidak dianjurkan

karena pengeringan mukosa hidung, pengerasan kulit sekresi, epistaksis, dan perforasi

septum. Namun, baru-baru Kanula hidung telah digunakan juga di beberapa sistem

pengiriman high-flow yang dapat memberikan cukup oksigen dilembabkan pada tingkat

aliran sampai 40 L / min.

Gambar 1. Kanul nasal

Page 11: Refleksi Kasus Sc

Sungkup sederhana juga tergolong low flow delivery system dengan flow-rate sedikit

lebih tinggi, berkisar antara 5 – 8 L/menit. FiO2 pada flow-rate 5 – 6 L/menit adalah 40%, 6

– 7 L/menit adalah 50%, sedang 7 – 8 adalah 60%. Sungkup tidak perlu tertutup rapat.

Penggunaannya sama dengan kanul nasal namun membutuhkan konsentrasi lebih tinggi.

Sungkup sederhana tidak memungkinkan kontrol yang tepat dari konsentrasi DO2 karena

dilusi dengan udara ambien yang terinspirasi dari port pernapasan. Namun, sungkup dapat

memberikan FiO2 (55%) yang lebih tinggi dengan flow-rate (7-10 L/menit). Keuntungan lain

dari sungkup dibandingkan dengan kanul nasal mengurangi efek drying pada mukosa nasal.

Di sisi lain, tidak boleh memasang flow-rate rendah (5 L/menit) saat menggunakan sungkup

sederhana karena berpotensi menghirup kembali karbon dioksida ketika rest-room pada

sungkup mati mengalirkan oksigen.

Gambar 2. Sungkup sederhana

Partial-Rebreathing Mask

Kecuali reservoir bag, sungkup partial-rebreathing pada prinsipnya sama dengan

sungkup sederhana. Sumber oksigen langsung masuk ke reservoir bag. Ketika pasien

menghembuskan napas, sepertiga volume tidal yang dihembuskan masuk ke reservoir bag

dan sisanya dikeluarkan melalui port ekshalasi. Sepertiga volume tidal yang dihembuskan

sebagian besar berasal dari anatomic dead space sehingga memiliki kadar oksigen yang

tinggi dan konsentrasi karbondioksida rendah. Sungkup partial-rebreathing memiliki potensi

untuk memberikan 60% konsentrasi oksigen inspirasi selama flow-rate oksigen tinggi

dipertahankan dan reservoir bag tidak rusak. Sungkup partial-rebreathing adalah perangkat

kinerja variatif, oleh karena itu jumlah oksigen yang dikeluarka sebagian tergantung pada

pola pernapasan pasien.

Page 12: Refleksi Kasus Sc

Gambar 3. Partial rebreathing mask

Nonrebreathing Mask

Dua katup ditambahkan pada port inhalasi dan ekshalasi, yang membedakan

nonrebreathing mask dengan partial rebreathing mask. Kadua katup one-way memungkinkan

pasien menginhalasi oksigen dari reservoir, tetapi mencegah kembalinya volume ekspirasi ke

bag selama inspirasi. Nonrebreathing mask dapat memberikan oksigen hampir 100% bila

aliran yang adekuat dipertahankan dan sungkup tertutup rapat pada wajah pasien. Produsen

sungkup nonrebreathing menghindari penempatan katup pada dua port sebagai pencegahan

bila terjadi kerusakan pada katup inspirasi yang akan mengganggu aliran oksigen. Untuk

menghindari terjadinya masalah pada katup, beberapa intensivist membuat sungkup reservoir

dengan menambahkan dead-spaces pada sungkup sederhana. Reservoir mask ini, yang

dikenal sebagai masker gading, juga masih memerlukan aliran oksigen tinggi untuk flush

semua udara ekshalasi dari dead-space sungkup dan meminimalkan entrainment selama

inspirasi.

Gambar 4. Non-rebreating mask

Page 13: Refleksi Kasus Sc

Venturi Mask

Sungkup venturi adalah salah satu contoh high flow system. Oksigen dipaksa melalui

katup venturi (berupa celah sempit) sehingga menghasilkan aliran gas yang tinggi

berdasarkan prinsip Bernoulli; arus oksigen kecepatan tinggi melalui lubang sempit

menghasilkan tekanan subatmosfir di sekitar aliran oksigen, yang akan menciptakan entrains

dengan proporsi tertentu. Setelah gas meninggalkan katup, terjadi peningkatan pada suatu

area yang menyebabkan tekanan menurun dan aliran meningkat dan udara terperangkap dari

kedua sisi katup. Penderita insufisiensi paru dengan suplementasi oksigen sangat cocok untuk

penggunaan alat ini.

Gambar 5. Alat venturi

Kesimpulan

Penggunaan oxygen device yang sesuai untuk pasien pada kasus ini sesuai

kebutuhannya yaitu nasal kanul dengan flow-rate 1 – 6 L/menit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010.

2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2007.

3. Permut I, Chatila W. Oxygenation without intubation. Criner GJ, Barnet RE, Alonzo

GE. Critical study guide text and review. Springer; 2010. P27-35.

4. McLellan SA, Walsh TS. Oxygen delivery and haemoglobin. BJA 2004 (4): P.123-26.

5. Martin DS, Groccot MPW. Oxygen therapy in anaesthesia: the yin and yang of O2.

BJA 2013 (6): P.867-71.