Referat Tetanus Neurologi

57
BAB I PENDAHULUAN Tetanus dari bahasa Yunani yang artinya meregang atau kaku (stretching/ rigidity). Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot spasme tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotosin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular junction) dan saraf autonom. 1 Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospasmin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. 2 Tetanus disebut juga dengan “Seven day Disease”. Pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan 1

description

Referat Bagian Neurologi RSUD W.Z. Johannes Kupang

Transcript of Referat Tetanus Neurologi

Page 1: Referat Tetanus Neurologi

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus dari bahasa Yunani yang artinya meregang atau kaku

(stretching/ rigidity). Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama

kekakuan otot spasme tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan

disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotosin

(tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion

sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro

muscular junction) dan saraf autonom.1 Tetanus ini biasanya akut dan

menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.

Tetanospasmin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium

tetani.2

Tetanus disebut juga dengan “Seven day Disease”. Pada tahun

1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan

tetanospasmin, yang di isolasi dari tanah anerob yang mengandung

bakteri. Imunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan

pencegahan dari tetanus.3

Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui

luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk atau pun luka bakar serta

infeksi pada tali pusat.1,3

Prognosis tetanus ditentukan salah satunya adalah dengan

penatalaksanaan yang tepat dan dilakukan secara intensif. Penyakit tetanus

1

Page 2: Referat Tetanus Neurologi

pada neonatus mempunyai case fatality rate yang tinggi (70-90%)

sehingga bila tetanus dapat didiagnosis secara dini dan ditangani dengan

baik maka dapat lebih menurunkan angka kematian.

Penatalaksanaan yang baik ditentukan antara lain oleh pemahaman

yang tepat mengenai patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis,

komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit tetanus.

2

Page 3: Referat Tetanus Neurologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI

Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang

disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan

rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif

menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan

respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir

selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan

sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot.1,2

Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang

gram positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,5-1,7 x 2,1-18,1 μm.

Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah satu ujungnya

sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.

Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia,

pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam

tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda. Spora tumbuh

menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk vegetatif ini

menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.

Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus

3

Page 4: Referat Tetanus Neurologi

dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja

pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme

otot dan kejang.1,2,3,4

2.2. ETIOLOGI

Penyebab utama penyakit tetanus adalah bakteri Clostridium tetani

yang merupakan basil gram positif obligat anaerobik yang dapat

ditemukan pada permukaan tanah yang gembur dan lembab dan pada usus

halus dan feses hewan. Mempunyai spora yang mudah bergerak dan spora

ini merupkan bentuk vegetatif. Kuman ini bisa masuk melalui luka di

kulit. Spora yang ada tersebar secara luas pada tanah dan karpet, serta

dapat diisolasi pada banyak feses binatang pada kuda, domba, sapi, anjing,

kucing, marmot dan ayam. Tanah yang dipupuk dengan pupuk kandang

mungkin mengandung sejumlah besar spora. Di daerah pertanian, jumlah

yang signifikan pada manusia dewasa mungkin mengandung organisma

ini. Spora juga dapat ditemukan pada permukaan kulit dan heroin yang

terkontaminasi. Spora ini akan menjadi bentuk aktif kembali ketika masuk

ke dalam luka dan kemudian berproliferasi jika potensial reduksi jaringan

rendah. Spora ini sulit diwarnai dengan pewarnaan gram, dan dapat

bertahan hidup bertahun – tahun jika tidak terkena sinar matahari. Bentuk

vegetatif ini akan mudah mati dengan pemanasan 120oC selama 15 – 20

menit tapi dapat betahan hidup terhadap antiseptik fenol, kresol.6,7

4

Page 5: Referat Tetanus Neurologi

Kuman ini juga menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu

tetanolisin dan tetanospasmin. Fungsi tetanolisin belum diketahui secara

pasti, namun diketahui dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang sehat

pada luka terinfeksi, menurunkan potensial reduksi dan meningkatkan

pertumbuhan organisme anaerob. Tetanolisin ini diketahui dapat merusak

membran sel lebih dari satu mekanisme. Tetanospasmin (toksin

spasmogenik) ini merupakan neurotoksin potensial yang menyebabkan

penyakit. Tetanospasmin merupakan suatu toksin yang poten yang dikenal

berdasarkan beratnya. Toksin ini disintesis sebagai suatu rantai tunggal

asam amino polipeptida 151-kD 1315 yang dikodekan pada plsmid 75 kb.

Tetanospasmin ini mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran

neurotransmiter glisin dan GABA pada terminal inhibisi daerah presinaps

sehingga pelepasan neurotransmiter inhibisi dihambat dan menyebabkan

relaksasi otot terhambat. Batas dosis terkecil tetanospasmin yang dapat

menyebabkan kematian pada manusia adalah 2,5 nanogram per kilogram

berat badan atau 175 nanogram untuk manusia dengan berat badan 75

kg.4,5,6,7

Gambar 1. Mikroskopik Clostridium tetani.

5

Page 6: Referat Tetanus Neurologi

2.3 KLASIFIKASI

Berdasarkan pada temuan klinis terdapat 4 bentuk klinis tetanus

yang ditentukan berdasarkan penyebaran toksin di dalam tubuh, gejala

klinis dan usia pasien sebagai berikut 13,14,16 :

1. Tetanus Generalisata, merupakan bentuk yang paling sering terjadi

(sekitar 80%). Penyakit ini biasanya muncul dalam bentuk descending.

Gejala pertama yang muncul adalah trismus dan lockjaw, kemudian

diikuti dengan kekakuan leher, kesulitan menelan, dan rigiditas

abdomen. Gejala lain berupa Risus sardonicus yakni spasme otot-otot

muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding

punggung. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa

menimbulkan sumbatan saluran nafas. Gejala lainnya adalah suhu tubuh

yang meningkat 2º-4º C di atas suhu normal, berkeringat, peningkatan

tekanan darah, dan denyut jantung yang cepat secara episodik. Spasme

dapat terjadi secara berkala selama beberapa menit. Spasme dapat

berkelanjutan selama 3-4 minggu. Penyembuhan secara komplit dapat

memakan waktu selama beberapa bulan.

2. Tetanus Terlokalisir, merupakan bentuk yang tidak umum dimana

pasien mengalami kontraksi otot yang persisten pada daerah luka yang

terjadi ( agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari

tetanus terlokalisir. Kontraksi otot biasanya ringan, bisa bertahan dalam

beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara

bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum namun dalam

6

Page 7: Referat Tetanus Neurologi

bentuk yang relatif lebih ringan dan jarang menimbulkan kematian..

Prognosis pada pasien dengan tetanus lokal ini sangat baik, hanya

berkisar 1% dari kasus yang mengalami kematian.

3. Tetanus sefalik, merupakan bentuk tetanus yang jarang terjadi, biasanya

menyertai otitis media dimana C. tetani ditemukan sebagai flora pada

telinga tengah atau menyertai trauma kepala. Tetanus bentuk ini dapat

mengenai nervus kranialis, khususnya pada daerah wajah. Bentuk

tetanus ini merupakan bentuk yang tidak biasa dengan masa inkubasi 1

- 2 hari. Prognosisnya pada pasien dengan tetanus sefalik ini buruk.

4. Tetanus neonatorum, merupakan bentuk tetanus yang terjadi pada

neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada negara yang belum

berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus.

Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi

untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi . Masa

inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit

minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat

melebihi 70%.

7

Page 8: Referat Tetanus Neurologi

2.4 DERAJAT KEPARAHAN TETANUS

Tetanus memiliki suatu kriteria/derajat berat – ringannya penyakit.

Tujuannya untuk menentukan prognosis dari Tetanus dan menentukan

agresifitas terapi yang diberikan.

Menurut Kriteria Ablett, penyakit tetanus ini dibagi menjadi 4 tingkatan,

yaitu 8,10 :

Tabel 2.1. Kriteria Ablett

Derajat Manifestasi Klinis

I : Ringan Trismus ringan sampai sedang; spastisitas umum

tanpa spasme atau gangguan pernapasan; tanpa

disfagia atau disfagia ringan

II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan

sampai sedang dalam waktu singkat; laju napas >

30 x/ menit; disfagia ringan

III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama.

Laju napas > 40 x/menit; laju nadi > 120x/menit.

Terdapat peningkatan aktivitas saraf otonom yang

moderat dan menetap; disfagia berat

IV : Sangat Berat Derajat III disertai gangguan sistem otonom

termasuk kardiovaskular. Dapat dijumpai hipertensi

berat dengan takikardi berselang-seling dengan

hipotensi relatif dan bradikardia atau hipertensi

diastolik yang berat dan menetap (tekanan diastolik

>110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang menetap

(tekanan sistolik <90 mmHg). Dikenal juga dengan

autonomic storm

8

Page 9: Referat Tetanus Neurologi

Tabel 2.2. Kriteria Miranda

Derajat

Keparahan

Manifestasi Klinis

I : Ringan Trismus + rigiditas general pada lebih dari satu

segmen tubuh (kepala, badan, lengan dan tungkai)

II : Sedang Spasme ringan dan jarang setelah suatu stimulus

III : Berat Spasme berat dan sering terjadi yang dapat dipicu

dengan stimulus ringan misalnya cahaya, suara,

pengukuran tanda vital, sentuhan ringan

IV : Sangat Berat Derajat III ditambah sindroma hipereaktivitas saraf

otonom

Adanya sindroma hipereaktivitas saraf otonom dapat dinilai secara klinis

dengan kriteria berikut :

Tabel 2.3. Kriteria Sindroma Hipereaktivitas Saraf Otonom

Kriteria Mayor :

1. Tekanan Darah yang tidak stabil

2. Aritmia

3. Denyut Jantung yang tidak stabil

Kriteria Minor :

1. Keringat berlebihan

2. Ileus Paralitik

Adanya dua tanda mayor atau satu tanda mayor ditambah 2 tanda

minor menunjukkan adanya sindroma hipereaktivitas saraf otonom

9

Page 10: Referat Tetanus Neurologi

2.5 PATOFISIOLOGI

Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya

melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh

menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan

tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi

oksigen.

Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh

kondisi luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan

kecepatan produksi toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan

saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi luka,

mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani. Pengetahuan

tentang patofisiologi penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli

dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan penelitian berdasarkan

atas percobaan pada hewan. 9,10

2.5.1 Penyebaran Toksin

Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan

berbagai cara, sebagai berikut 1,2,8,9 :

1. Masuk ke dalam otot

Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka,

kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden

melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.

10

Page 11: Referat Tetanus Neurologi

2. Penyebaran melalui sistem limfatik

Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam

nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke

peredaran darah sistemik.

3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.

Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem

limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka.

Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting

sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian

besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga

memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian

antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.

Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran

darah karena sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang

sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke

organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung

meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.

4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)

Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf,

secara retrograde. Toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik,

sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula

spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan

reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.

11

Page 12: Referat Tetanus Neurologi

2.5.2 Mekanisme Kerja Toksin Tetanus:

1. Jenis toksin

Clostridium tetani menghasilkan tetanolisin dan tetanospsmin.

Tetanolisin mempunyai efek hemolisin dan protease, pada dosis tinggi

berefek kardiotoksik dan neurotoksik. Sampai saat ini peran tetanolisin

pada tetanus manusia belum diketahui pasti. Tetanospasmin

mempunyai efek neurotoksik, penelitian mengenai patogenesis

penyakit tetanus terutama dihubungkan dengan toksin tersebut.3,4,8

2. Toksin tetanus dan reseptornya pada jaringan saraf

Toksin tetanus berkaitan dengan gangliosid ujung membran

presinaptik, baik pada neuromuskular junction, mupun pada susunan

saraf pusat. Ikatan ini penting untuk transport toksin melalui serabut

saraf, namun hubungan antara pengikat dan toksisitas belum diketahui

secara jelas.

Lazarovisi dkk (1984) berhasil mengidentifikasikan 2 bentuk

toksin tetanus yaitu toksin A yang kurang mempunyai kemampuan

untuk berikatan dengan sel saraf namun tetap mempunyai efek

antigenitas dan biotoksisitas, dan toksin B yang kuat berikatan dengan

sel saraf. 7,9

3. Kerja toksin tetanus pada neurotransmitter

12

Page 13: Referat Tetanus Neurologi

Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan

saraf pusat, yaitu dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter

inhibisi seperti glisin, Gamma Amino Butyric Acid (GABA), dopamin

dan noradrenalin. GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama

pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls

saraf yang eksesif. Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau

penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara spesifik

menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah

sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan

proses eksositosis.8

2.5.3 Dampak dari Toksin Tetanus:

1. Susunan Saraf Pusat

Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya

letupan listrik yang terus-menerus yang disebut sebagai Generator of

pathological enhance excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran

impuls dengan frekuensi tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi

kekakuan otot dan kejang. Semakin banyak saraf inhibisi yang terkena

makin berat kejang yang terjadi. Stimulus seperti suara, emosi, raba

dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena motorneuron di

daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti

retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval),

hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin,

ada beberapa yang resisten terhadap toksin.10,12

13

Page 14: Referat Tetanus Neurologi

a. Rasa sakit

Rasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang

kala ditemukan neurotic pain yang berat pada tetanus lokal

sekalipun pada saat tidak ada kejang. Rasa sakit ini diduga karena

pengaruh toksin terhadap sel saraf ganglion posterior, sel-sel pada

kornu posterior dan interneuron.12

b. Fungsi Luhur

Kesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak

sadar biasanya brhubungan dengan seberapa besar efek toksin

terhadap otak, seberapa jauh efek hipoksia, gangguan metabolisme

dan sedatif atau antikonvulsan yang diberikan.13

2. Aktifitas Neuromuskular Perifer

Toksin tetanus menyebabkan penurunan pelepasan asetilkolin sehingga

mempunyai efek neuroparalitik, namun efek ini tertutup oleh efek

inhibisi di susunan saraf pusat. Neuroparalitik bisa terjadi bila efek

toksin terhadap SSP tidak terjadi, namun hal ini sulit karena toksin

secara cepat menyebar ke SSP. Kadang-kadang efek neuroparalitik

terlihat pada tetanus sefal yaitu paralisis nervus fasialis, hal ini

mungkin N. fasialis lebih sensitif terhadap efek paralitik dari toksin

atau karena axonopathi.11,12

Efek lain toksin tetanus terhadap aktivitas neuromuskular perifer

berupa :

14

Page 15: Referat Tetanus Neurologi

a. Neuropati perifer

b. Kontraktur miostatik yang dapat berupa kekakuan otot, pergerakan

otot yang terbatas dan nyeri, yang dapat terjadi beberapa minggu

sampai beberapa bulan setelah sembuh.

c. Denervasi parsial dari otot tertentu.

3. Perubahan Pada Sistem Saraf Autonom

Pada tetanus terjadi fluktuasi dari aktifitas sistem simpatis dan

parasimpatis, hal ini mungkin terjadi karena adanya

ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut. Mekanisme terjadinya

disfungsi sistem autonom karena efek toksin yang berasal dari otot

(retrograd) maupun hasil penyebaran intraspinalis (dari kornu anterior

ke kornu lateralis medula spinalis torakal). Gangguan sistem autonom

bisa terjadi secara umum mengenai berbagai organ seperti

kardiovaskular, saluran cerna, kandung kemih, fungsi kendali suhu dan

kendali otot bronkus, namun dapat pula hanya mengenai salah satu

organ tertentu.13,14

4. Gangguan Sistem Pernafasan

Gangguan sistem pernafasan dapat terjadi akibat 12,13 :

15

Page 16: Referat Tetanus Neurologi

a. Kekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan

abdomen; otot diafragma terkena paling akhir. Kekakuan dinding

thorax apalagi bila kejang yang terjadi sangat sering

mengakibatkan keterbatasan pergerakan rongga dada sehingga

menganggu ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal

nafas yang ditandai dengan hipoksia dan hiperkapnia. Namun

dapat terjadi takipnea akibat aktifitas berlebihan dari saraf di pusat

persarafan yang tidak terkena efek toksin.

b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret trakea dan bronkus

karena adanya spasme dan kekakuan otot faring dan

ketidakmampuan untuk dapat batuk dan menelan dengan baik.

Sehingga terdapat resiko tinggi untuk terjadinya aspirasi yang

dapat menimbulkan pneumonia, bronkopneumonia dan atelektasis.

c. Gangguan mikrosirkulasi pulmonal

Kelainan pada paru bahkan dapat ditentukan pada masa inkubasi.

Kelainan yang terjadi bisa berupa kongesti pembuluh darah

pulmonal, oedema hemorrhagic pulmonal dan ARDS. ARDS dapat

terjadi pula karena proses iatrogenik atau infeksi sistemik seperti

sepsis yang mengikuti penyakit tetanus.12

d. Gangguan pusat pernafasan

Observaasi klinis dan percobaan binatang menunjukkan bahwa

pusat pernafasan dapat terkena oleh toksin tetanus. Paralisis

pernafasan tanpa kekakuan otot dan henti jantung dapat terjadi

16

Page 17: Referat Tetanus Neurologi

pada pemberian toksin dosis tinggi pada hewan percobaan. Selain

itu ditemukan bahwa penderita mengalami penurunan resistensi

terhadap asfiksia.

Observasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat

pernafasan pada penderita tetanus adalah 12,13,14 :

Adanya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas

yang berat tanpa ditemukan adanya komplikasi pulmonal,

bronkospasme dan peningkatan sekret pada jalan nafas.

Episode ini bervariasi dalam beberapa menit sampai ½-1 jam.

Adanya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi

prolonged respiratory arrest (henti nafas berkepanjangan) dan

akhirnya meninggal.

Henti nafas akut dan mati mendadak.

Sekalipun demikian gangguan pusat pernafasan disebabkan oleh

penyebab sekunder seperti hipoksia rekuren/berkepanjangan,

asfiksia kaena kejang lama atau spasme laring, hipokapnia setelah

serangan distres pernafasan, dan akibat gangguan keseimbangan

asam basa.

5. Gangguan Hemodinamika

Ketidakstabilan sistem kardiovaskular ditemukan penderita tetanus

dengan gangguan sistem saraf autonom yang berat. Penelitian

17

Page 18: Referat Tetanus Neurologi

mengenai hemodinamika pada tetanus berat masih sangat jarang

dilakukan karena 9,10,12 :

Kendala etik

Perjalanan penyakit tetanus sering diperberat oleh komplikasi seperti

sepsis, infeksi paru, atelektasis, edema paru dan gangguan

keseimbangan asam-basa, yang kesemua ini mempengaruhi sistem

kardio-respirasi

Pemakaian obat sedatif dosis tinggi dan pemakaian obat inotropik

mempersulit penilaian dari hasil penelitian.

6. Gangguan Metabolik

Metabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat

dikarenakan adanya kejang, peningkatan tonus otot, aktifitas

berlebihan dari sistem saraf simpatik dan perubahan hormonal.

Konsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus tertentu dapat

dikurangi dengan pemberian muscle relaxans. Berbagai percobaan

memperlihatkan adanya peningkatan ekskresi urea nitogen,

katekolamin plasma dan urin, serta penurunan serum protein terutama

fraksi albumin.

Peninggian katekolamin meningkatkan metabolik rate, bila asupan

oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya karena

disertai masalah dalam sistem pernafasan maka akan terjadi hipoksia

dengan segala akibatnya. Katabolisme protein yang berat,

18

Page 19: Referat Tetanus Neurologi

ketidakcukupan protein dan hipoksia akan menimbulkan metabolisme

anaerob dan mengurangi pembentukan ATP, keadaan ini akan

mengurangi kemampuan sistem imunitas dalam mengenali toksin

sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang

dibentuk. Fenomena ini mungkin dapat menerangkan mengapa pada

penderita tetanus yang sudah sembuh tidak/kurang ditemukan

kekebalan terhadap toksin. 12,13

7. Gangguan Hormonal

Gangguan terhadap hipotalamus atau jaras batang otak-

hipotalamus dicurigai terjadi pada penderita tetanus berat atas dasar

ditemukannya episode hipertermia akut dan adanya demam tanpa

ditemukan adanya infeksi sekunder. Peningkatan alertness dan

awareness menimbulkan dugaan adanya aktifitas retikular dari batang

otak yang berlebihan. Aksis hipotalamus-hipofise mengandung serabut

saraf khusus yang merangsang sekresi hormon. Aktifitas sekresi oleh

serabut saraf tersebut dimodulasi monoamin neuron lokal. Adanya

penurunan kadar prolaktin, TSH, LH dan FSH yang diduga karena

adanya hambatan terhadap mekanisme umpan balik hipofise-kelenjar

endokrin. 11,13

8. Gangguan pada sistem lain

Berbagai percobaan pada hewan percobaan ditemukan bahwa

toksin secara langsung dapat mengganggu hati, traktus gastro-

intestinalis dan ginjal. Pengaruh tersebut dapat berupa nefrotoksik

19

Page 20: Referat Tetanus Neurologi

terhadap nefron, inhibisi mitosis hepatosit dan kongesti-pendarahan-

ulserasi mukosa gaster. Namun secara klinis hal tersebut sulit

ditentukan apakah kelainan klinis seperti gangguan fungsi ginjal,

fungsi hati dan abnormalitas traktus gastrointestinal disebakan semata-

mata karena efek toksin atau oleh karena efek sekunder dari

hipovolemia, shock, gangguan elektrolit dan metabolik yang

terganggu.

Secara teoritis ileus, distonia kolon, gangguan evakuasi usus besar

dan retensi urin dapat terjadi karena gangguan keseimbangan simpatis-

parasimpatis karena efek toksin baik di tingkat batang otak,

hipotalamus maupun ditingkat saraf perifer simpatis, parasimpatis.

Disfungsi organ dapat pula terjadi sebagai akibat gangguan

mikrosirkulasi dan perubahan permeabilitas kapiler pada organ

tertentu. 10,12

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Tetanus biasanya mengikuti luka-luka yang dikenali. Kontaminasi

benda tajam dengan tanah, pupuk atau besi yang berkarat dapat

menyebabkan tetanus. Penyakit ini juga dapat sebagai komplikasi dari luka

bakar, ulkus, gangren, gigitan ular yang telah nekrotik, infeksi telinga

tengah, aborsi, kelahiran, injeksi intramuskular dan pembedahan. 10

Ada Trias Gejala yaitu rigiditas atau kekakuan, spasme otot, jika

parah maka bisa disfungsi otonom. Kekakuan otot leher, nyeri

20

Page 21: Referat Tetanus Neurologi

tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut sering merupakan gejala awal.

Spasme otot masseter bisa menyebabkan trismus atau ”lockjaw”. Spasme

yang prosesif meluas dari otot muka menyebabkan ekspresi khusus yang

disebut ”Risus Sardonicus” dan pada otot menelan menyebabkan disfagia.

Kekakuan dari otot leher menyebabkan retraksi kepala. Kekakuan otot-

otot rangka tubuh menyebabkan opisthotonus dan kesulitan bernafas

dengan complience dinding dada yang menurun. 11

Untuk meningkatkan tonus otot, ada episode spasme otot.

Kontraksi tonik ini seperti konvulsi yang mempengaruhi agonis dan

antagonis dari sekelompok otot. Bisa spontan atau dipengaruhi oleh

sentuhan, visual, suara, atau emosi. Spasme bervariasi untuk kekuatannya

dan frekuensi tapi cukup kuat menyebabkan patah tulang dan robeknya

suatu jaringan (avulsi). Spasme bisa terjadi terus-menerus yang bisa

mengakibatkan gagal nafas. Spasme faring sering diikuti spasme laring

dan berhubungan dengan aspirasi dan obstruksi jalan nafas.

Masa inkubasi bervariasi antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar

8 hari. Pada umumnya tergantung pada lokasi dan jarak antara luka dengan

system saraf pusat, sehingga lokasi luka yang jauh dapat menyebabkan

masa inkubasi yang lebih lama. Masa inkubasi yang pendek mempunyai

angka kematian yang cukup tinggi. Pada tetanus neonatorum gejala

biasanya muncul antara 4 sampai 14 hari setelah lahir dengan rata-rata 7

hari.9,10

Karakteristik Dari Tetanus 10:

21

Page 22: Referat Tetanus Neurologi

1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama , dan menetap selama 5-7

hari.

2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya.

3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

4. Biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan

leher.

5. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus / lockjaw) karena

spasme otot masseter.

6. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( nuchal rigidity)

7. Risus Sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis

tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan

kuat.

8. Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,

tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya

kesadaran tetap baik.

9. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan

sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis

(pada anak).

22

Page 23: Referat Tetanus Neurologi

Gambar 2. Manifestasi klinis Tetanus

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis dan

anamnesa. Tetanus tidaklah mungkin apabila terdapat riwayat serial

vaksinasi yang telah diberikan secara lengkap dan vaksin ulangan yang

sesuai telah diberikan. Pemeriksaan laboratorium hanya dipakai untuk

eksklusi diagnosa-diagnosa yang lain. Biakan anaerob dari jaringan luka

yang terkontaminasi didapat organisme Clostridium tetani, dan

elektromiogram mungkin menunjukkan impuls unit-unit motorik dan

pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang secara normal

dijumpai setelah potensial aksi. Perubahan non-spesifik dapat dijumpai

pada elektrokardiogram, dan enzim otot (CPK) mungkin meningkat.13,19, 20

2.8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang karakteristik untuk

tetanus. Pada pemeriksaan darah, jumlah lekosit mungkin meningkat, laju

endap darah sedikit meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal masih

dalam batas normal. Tingkat serum enzim otot mungkin meningkat.

23

Page 24: Referat Tetanus Neurologi

Diagnosis ditegakkan secara klinis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik

dan tidak tergantung pada konfirmasi bakteriologis. C. Tetani hanya

ditemukan pada 30% pada luka pasien dengan kasus tetanus, dan dapat

diisolasi dari pasien yang tidak memberikan gejala tetanus.10,16

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Penyakit-penyakit yang menyerupai gejala tetanus adalah 18 :

a. Meningitis bakterialis

b. Rabies

c. Poliomielitis

d. Epilepsi

e. Ensefalitis

f. Keracunan striknin

g. Sindrom Shiffman

h. Efek samping fenotiazin

i. Peritonsiler abses

24

Page 25: Referat Tetanus Neurologi

2.10 PENATALAKSANAAN

Pada tahun 2002, Thwaites merangkum penatalaksanaan Tetanus

menjadi 5 tahap yakni :

1. Eradikasi bakteri kaussatif

2. Netralisasi toksin yang belum terikat

3. Terapi Suportif selama fase akut

4. Rehabilitasi

5. Imunisasi

Saat ini penatalaksanaan tetanus, menurut Edlich disederhanakan menjadi

3 tahap yaitu :

1. Menetralkan toksin tetanus

Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang

belum berikatan. Setelah evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin

(HTIG) segera diinjeksikan intramuskuler dengan dosis total 3.000-

10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat

berbeda. Tidak ada konsensus dosis tepat HTIG.

Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000-10.000 unit

intravena. Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis

tunggal. Sebagian dosis diberikan secara infi ltrasi di tempat sekitar

luka; hanya dibutuhkan sekali pengobatan karena waktu paruhnya 25-

25

Page 26: Referat Tetanus Neurologi

30 hari. Makin cepat pengobatan diberikan, makin efektif.

Kontraindikasi HTIG adalah riwayat hipersensitivitas terhadap

imunoglobulin atau komponen human immunoglobulin sebelumnya;

trombositopenia berat atau keadaan koagulasi lain yang dapat

merupakan kontraindikasi pemberian intramuskular. Bila tidak tersedia

maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit diberikan

50.000 unit intra-muskular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama,

kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing

pada hari kedua dan ketiga.1,4,5 Setelah penderita sembuh, sebelum

keluar rumah sakit harus diberi immunisasi aktif dengan toksoid untuk

mengeradikasi bakteri, sedangkan efek untuk tujuan pencegahan tetanus

secara klinis adalah minimal. Pada pe-nelitian di Indonesia,

metronidazole telah menjadi terapi pilihan di beberapa pelayanan

kesehatan. Metronidazole diberikan secara iv dengan dosis inisial 15

mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10

hari. Metronidazole efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk

vegetatif. Sebagai lini kedua dapat diberikan penicillin procain 50.000-

100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika hipersensitif terhadap

penicillin dapat diberi tetracycline 50 mg/kgBB/hari (untuk anak

berumur lebih dari 8 tahun). Penicillin membunuh bentuk vegetatif C.

tetani. Sampai saat ini, pemberian penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv,

setiap 6 jam selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus

tetanus. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penicillin mungkin

26

Page 27: Referat Tetanus Neurologi

berperan sebagai agonis terhadap tetanospasmin dengan menghambat

pelepasan asam aminobutirat gama (GABA).3-5,12

2. Menghilangkan sumber Infeksi

Luka harus dibersihkan secara menyeluruh dan didebridement untuk

mengurangi muatan bakteri dan mencegah pelepasantoksin lebih

lanjut.1,3,5 Antibiotika diberikan untuk mengeradikasi bakteri, sedangkan

efek untuk tujuan pencegahan tetanus secara klinis adalah minimal.

Pada penelitian di Indonesia, metronidazole telah menjadi terapi pilihan

di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazole diberikan secara iv

dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari

setiap 6 jam selama 7-10 hari. Metronidazole efektif mengurangi

jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. Sebagai lini kedua dapat

diberikan penicillin procain 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10

hari, jika hipersensitif terhadap penicillin dapat diberi tetracycline 50

mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun). Penicillin

membunuh bentuk vegetatif C. tetani. Sampai saat ini, pemberian

penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6 jam selama 10 hari

direkomendasikan pada semua kasus tetanus. Sebuah penelitian

menyatakan bahwa penicillin mungkin berperan sebagai agonis

terhadap tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam

aminobutirat gama (GABA).3-5,12

3. Terapi suportif selama fase akut

27

Page 28: Referat Tetanus Neurologi

Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri dari terapi suportif sampai efek

toksin yang telah terikat habis. Semua pasien yang dicurigai tetanus

sebaiknya ditangani di ICU agar bisa diobservasi secara kontinu. Untuk

meminimalkan risiko spasme paroksismal yang dipresipitasi stimulus

ekstrinsik, pasien sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan tenang.3-5,12

Pasien diposisikan agar mencegah pneumonia aspirasi. Cairan intravena

harus diberikan, pemeriksaan elektrolit serta analisis gas darah penting

sebagai penuntun terapi.5 Penanganan jalan napas merupakan prioritas.

Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau dosis besar sedatif semuanya

dapat mengganggu respirasi. Sekresi bronkus yang berlebihan

memerlukan tindakan suctioning yang sering.1 Trakeostomi ditujukan

untuk menjaga jalan nafas terutama jika ada opistotonus dan

keterlibatan otot-otot punggung, dada, atau distres pernapasan.6

Kematian akibat spasme laring mendadak, paralisis diafragma, dan

kontraksi otot respirasi tidak adekuat sering terjadi jika tidak tersedia

akses ventilator.3 Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan

sedasi. Pasien tersedasi lebih sedikit dipengaruhi oleh stimulus perifer

dan kecil kemungkinannya mengalami spasme otot.5 Diazepam efektif

mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal.

Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/ kali

dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis, dosis yang

direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral

dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam. Spasme harus segera dihentikan

28

Page 29: Referat Tetanus Neurologi

dengan diazepam 5 mg per rektal untuk berat badan <10 kg dan 10 mg

per rektal untuk anak dengan berat badan ≥10 kg, atau diazepam

intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah spasme berhenti,

pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai keadaan

klinis. Alternatif lain, untuk bayi (tetanus neonatorum) diberikan dosis

awitan 0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkan spasme akut, diikuti

infus tetesan tetap 15-40 mg/ kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis

diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan

melalui pipa orogastrik. Dosis maksimal adalah 40 mg/kgBB/hari.

Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai spasme spontan, badan masih

kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan

pernapasan.1,10,13,14 Tambahan efek sedasi bisa didapat dari barbiturate

khususnya phenobarbital dan phenotiazine seperti chlorpromazine,

penggunaannya dapat menguntungkan pasien dengan gangguan

otonom.1,3 Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg intravena,

dan diazepam dapat ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120

mg/hari. Chlorpromazine diberikan setiap 4-8 jam dengan dosis dari 4-

12 mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa.5,10 Morphine bisa

memiliki efek sama dan biasanya digunakan sebagai tambahan sedasi

benzodiazepine. Jika spasme tidak cukup terkontrol de ngan

benzodiazepine, dapat dipilih pelumpuh otot nondepolarisasi dengan

intermittent positive-pressure ventilation (IPPV). Tidak ada data

perbandingan obat-obat pelumpuh otot pada tetanus, rekomendasi

29

Page 30: Referat Tetanus Neurologi

didapatkan dari laporan kasus. Pancuronium harus dihindari karena

efek samping simpatomimetik.1 Atracurium dapat sebagai pilihan.

Vecuronium juga telah digunakan karena stabil pada jantung.3,10,14

Pasien tetanus berat sering kali membutuhkan IPPV selama 2 hingga 3

minggu sampai spasme mereda. Insiden ventilator-associated

pneumonia pada pasien-pasien tetanus sebesar 52,6%.1 Infeksi

nosokomial umum terjadi karena lamanya perjalanan penyakit tetanus

dan masih merupakan penyebab penting kematian. Pencegahan

komplikasi respirasi meliputi perawatan mulut sangat teliti, fisioterapi

dada dan suction trakea. Sedasi adekuat selama prosedur invasif

mencegah provokasi spasme atau ketidakstabilan otonom.3,6,7,10

Instabilitas otonom terjadi beberapa hari setelah onset spasme umum

dan fatality ratenya 11-28%. Manifestasi berupa hipertensi labil,

takikardia, dan demam. Berbagai gangguan kardiovaskular seperti

disritmia dan infark miokard serta kolaps sirkulasi sering menyebabkan

kematian.6,7,11 Tanda overaktivitas simpatis yaitu takikardia fluktuatif,

hipertensi yang kadang diikuti hipotensi, pucat dan berkeringat sering

tampak beberapa hari setelah onset spasme otot.5,10 Henti jantung tiba-

tiba umum terjadi dan dikatakan dapat dipresipitasi oleh kombinasi

kadar katekolamin yang tinggi dan kerja langsung toksin tetanus pada

miokardium. Aktivitas simpatis yang memanjang dapat berakhir dengan

hipotensi dan bradikardi. Aktivitas parasimpatis berlebihan dapat

menyebabkan sinus arrest, dikatakan karena kerusakan langsung

30

Page 31: Referat Tetanus Neurologi

nukleus vagus oleh toksin tetanus.3,6,7 Instabilitas otonom sulit diobati.

Fluktuasi tekanan darah membutuhkan obat-obat dengan waktu paruh

singkat. Terapi konvensional terdiri dari sedasi dalam sebagai terapi lini

pertama, menggunakan benzodiazepine dosis besar,morphine, dan/atau

chlorpromazine.1 Saat ini, magnesium sulfat intravena dicoba untuk

mengendalikan spasme dan disfungsi otonom; dosis loading 5 g (atau

75 mg/kg) IV dilanjutkan 1 sampai 3 g/jam sampai spasme terkontrol

telah digunakan untuk mendapatkan konsentrasi serum 2 sampai 4

mmol/L. Untuk menghindari overdosis, dimonitor refl ek patella.7,13

Beta blocker dapat menyebabkan hipotensi berat. Episode hipotensi

yang tidak membaik dengan penambahan volume intravaskular

membutuhkan inotropik.1 Atropin dosis tinggi, lebih dari 100 mg/jam,

telah dianjurkan pada keadaan bradikardia.3 Tidak ada regimen terapi

yang dipercaya efektif secara universal untuk instabilitas otonom.11

Tetanus terbukti secara klinis dan biokimia menyebabkan aktivitas

simpatis berlebihan dan katabolisme protein sehingga pemeliharaan

nutrisi sangat diperlukan. Nutrisi buruk dan penurunan berat badan

terjadi cepat karena disfagia, gangguan fungsi gastrointestinal dan

peningkatan metabolisme, menurunkan daya tahan tubuh sehingga

memperburuk prognosis..3,13 Nutrisi parenteral total mengandung

glukosa hipertonis dan insulin dalam jumlah cukup untuk

mengendalikan kadar gula darah, dapat menekan katabolisme protein.

Formula asam amino sangat membantu membatasi katabolisme

31

Page 32: Referat Tetanus Neurologi

protein.5,12 Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena

sekaligus pemberian obat-obatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum

dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi secara

parenteral. Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde lambung untuk

makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada risiko

aspirasi.5,12 Emboli paru juga merupakan salah satu penyebab kematian,

sehingga banyak digunakan antikoagulan secara rutin seperti heparin

subkutan; risiko thromboemboli dan perdarahan harus dipertimbangkan.

Gerakan pasif harus terus diberikan jika digunakan pelumpuh otot.5,12

2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia,

bronkopneumonia dan sepsis. Komplikasi terjadi karena adanya gangguan

pada sistem respirasi antara lain spasme laring atau faring yang berbahaya

karena dapat menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak. Spasme saluran

nafas atas dapat menyebabkan aspirasi pneumonia atau atelektasis.

Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa takikardi, bradikardia,

aritmia, gagal jantung, hipertensi, hipotensi, dan syok. Kejang dapat

menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi lain yang dapat

terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi saluran

kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis metabolik.18,20

32

Page 33: Referat Tetanus Neurologi

2.12 PROGNOSIS

Mortalitas tergantung dari 20,21 :

1. Masa inkubasi : semakin pendek masa inkubasi semakin tinggi angka

mortalitasnya. Masa inkubasi kurang dari 7 hari umumnya berakibat fatal.

2. Usia : Neonatus atau 0rang tua, angka mortalitasnya tinggi

3. Seringnya kejang atau trismus

4. Suhu badan

5. Spasme otot pernapasan dan obstruksi saluran nafas

6. Waktu pemberian terapi

33

Page 34: Referat Tetanus Neurologi

BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang

disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu

tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanospasmin mempunyai efek

neurotoksik sedangkan efek tetanolisin belum diketahui secara pasti.

Gejala klinis khas pada tetanus yaitu rigiditas, spasmme otot dan lebih

parah dapat menyebabkan disfungsi otonom.

Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis dan

anamnesa. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien tetanus

adalah mengisolasi penderita untuk menghindari rangsangan dan juga

dapat diberikan antibiotik, maupun anti tetanus toksin. Prognosis tetanus

tergantung dari masa inkubasi, usia, spasme otot dan waktu pemberian

terapi.

34

Page 35: Referat Tetanus Neurologi

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Sumarmo P. Poorwo. Herry Garna, dkk. Buku Ajar Infeksi &

Pediatric Tropis. Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Badan

Penerbit IDAI, Jakarta. 2002. Hal 322 – 329

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Infomedika. Jakarta. 1986. Hal

568 – 573.

3. Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed

1997, 1205-1207.

4. Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson,

W.B.Saunders Company, 1996, 815 -817.

5. Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E ,

eds. Nelson Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders

Company, 1987, 617 – 620.

6. Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes

medicine ,ed. 6 th, Info Acces and Distribution Ltd, Singapore,1995, 53-

55.

7. Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230

8. Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th,

McGrawHill. Inc,New York, 1994, .577-579.

9. Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta,

1987, 49- 51.

35

Page 36: Referat Tetanus Neurologi

10. Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus

Neonatorum in babies Delivered by Traditional Birth Attendance in

Medan, Vol. 25, Paeditrica Indonesiana, Departement of Child Health,

Medical School University of lndonesia, Sept-Okt 1985, 167 -174.

11. Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious

diiseases of children, ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490

12. Lubis, CP: Management of Tetanus in Children, Paeditricaa Indonesiana,

vol.33, Depart. Of Child Health, Medical School, University of Indonesia,

Sept-Okt 1993, 201-208.

13. Lubis, CP :Tetanus Neonatorum dan anak, Diktat Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak, Peny. lnfeksi, bag II, Balai Penerbit FK USU, Medan, 1989, 21-40.

14. Menkes, JH: Textbook of child Neurology, in Tetanus Neonatorun, ed. 3

th, Lea and Frebringer, Philadelphia, 1985, 521-522.

15. Peter. G. Red Book, Report of the committee on infectious diseases, ed.24

th, American Academy of Pediatrics, 1997, 518-519.

16. Scheld, Michael W. Infection of the central nervous system, Raven Press

Ltd, New York, 1991, 603 -620..

17. Srikiatkhachord Anaan, dkk ; Tetanus , Arbor Publishing Coorp.

Neurobase,1993, 1- 13.

18. Samuels, AM. Tetanus, Maanual of Neurologic Therapeutic, ed. 2 nd,

Ljttle Brown, and Company, Boston, 1978, 387-390.

19. Scaletta, T A. Schaider, JJ. Infection prophylaxjs, Emergent Management

of Trauma, 1 th ed, McGrawhill, Toronto, 1996, 437-438.

20. Simon, Roger.P.MD, et. all : Tetanus in: Clinical Neurology, ed

1989,Appleton and Lange,USA, 141-142.

36

Page 37: Referat Tetanus Neurologi

21. Wegwood, RJ .Davis, DS. Ray, GC. Kelley, Vc: Infections of Children, 2

nd ed, Philadelphia, 1982, 626-636.

37