Referat Tb Kutis

47
REFERAT DERMATO-VENEREOLOGI TUBERKULOSIS KUTIS : At a Glance? PEMBIMBING : dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK OLEH : Ryan Prasdinar Pratama Putra (H1A 010 027) Luh Ratna Oka Rastini (H1A 010 059) DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 1

description

Tb Kutis

Transcript of Referat Tb Kutis

REFERAT DERMATO-VENEREOLOGI

TUBERKULOSIS KUTIS : At a Glance?

PEMBIMBING :

dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK

OLEH :

Ryan Prasdinar Pratama Putra (H1A 010 027)

Luh Ratna Oka Rastini (H1A 010 059)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

2014

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.

Referat Dermato-Venereologi yang berjudul “Tuberkulosis Kutis” ini disusun

dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin- Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada

penulis.

1. dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK, selaku koordinator pendidikan

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP NTB/Fakultas

Kedokteran Universitas Mataram.

2. dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK, selaku pembimbing penulisan referat ini.

3. dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed, Sp.KK, selaku supervisor

4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini.

2

Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan

mengenai salah satu kelainan kulit yaitu tuberkulosis kutis, khususnya bagi penulis

dan pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.

Mataram, 22 November 2014

Penulis

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................. 4

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... 5

DAFTAR TABEL.......................................................................................... 6

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................. 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 10

2.1 Definisi.............................................................................................. 10

2.2 Epidemiologi..................................................................................... 10

2.3 Etiologi.............................................................................................. 11

2.4 Patogenesis........................................................................................ 14

2.5 Klasifikasi......................................................................................... 15

2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Banding....................................... 16

2.7 Diagnosis........................................................................................... 23

2.8 Penatalaksanaan................................................................................ 26

2.9 Prognosis........................................................................................... 27

BAB III. KESIMPULAN............................................................................... 29

3.1 Kesimpulan....................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 30

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Basil tahan asam pada pengecatan ZN......................................... 12

Gambar 2. Manifestasi klinis tuberkulosis kutis............................................ 17

5

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Interpretasi pengecatan ZN menurut IUATLD................................ 12

Tabel 2. Golongan mikobakterium atipikal................................................... 14

Tabel 3. Klasifikasi tuberkulosis kutis........................................................... 16

Tabel 4. Manifestasi klinis dan diagnosis banding tuberkulosis kutis........... 16

Tabel 5. Terapi kombinasi tuberkulosis kutis................................................ 25

6

TUBERKULOSIS KUTIS : At a Glance?

Referat Dermato-Venereologi

Ryan Prasdinar Pratama Putra / Luh Ratna Oka Rastini

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram – Rumah Sakit Umum Provinsi NTB

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi

permasalahan di dunia hingga saat ini. Menurut laporan World Health Organization

(WHO) pada tahun 2011 diperkirakan insidens kasus TB mencapai 8,7 juta jiwa dan

990 ribu orang meninggal akibat TB.1 Pada tahun 2011, Indonesia menempati urutan

keempat setelah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan 0,38-0,54 juta kasus TB.2

Tuberkulosis didefinisikan sebagai penyakit infeksi granulamatosa kronis

yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Umumnya jalan masuk basil

mikobakteria melalui inhalasi droplet infeksius kemudian berkembang menjadi salah

satunya tuberkulosis paru. Selain itu dikenal juga tuberkulosis ekstraparu yang

meliputi organ seperti pleura, kelenjar getah bening (KGB), abdomen, traktus

genitourinarius, tulang dan sendi, selaput otak, dan kulit.1,2

7

Tuberkulosis kutis terutama terdapat pada negara berkembang. Di negara

Amerika dan Eropa Utara, insidensi penyakit ini menurun dalam dekade terakhir,

sejalan dengan penurunan angka tuberkulosis paru. Invasi kulit terjadi akibat inhalasi

droplet dan jarang disebabkan oleh inokulasi langsung di kulit.3 Presentasi klinis TB

kulit berupa lesi kronis, tidak nyeri, non-patognomonik, dapat berupa papula kecil

dan eritema hingga tuberkuloma besar.4 Gambaran TB kulit bevariasi tergantung dari

rute infeksi, status imun pasien, dan ada tidaknya infeksi atau sensitisasi kuman TB

sebelumnya. Meskipun morfologi lesi sangat bervariasi, terdapat beberapa temuan

khas yaitu gambaran scrofuloform, plak anular dengan batas verukosa pada lupus

vulgaris.5 Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan biakan sediaan biopsi, tetapi

memiliki yield rate yang rendah dan memerlukan beberapa minggu. Terapi standar

tuberkulosis kutis ialah kombinasi beberapa obat yaitu isoniazid, rifampisin,

pirazinamid, etambutol atau streptomisin (2RHZE/4RH) selama 6 bulan.3,4

Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa tuberkulosis

kutis merupakan daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter.

Kompetensi tuberkulosis kutis bagi dokter umum adalah 3A (kecuali skrofuloderma),

yang berarti dokter dapat mengenali tanda klinis, mendiagnosis, menatalaksana awal

dan melakukan perujukan sampai menangai rujukan balik.6 Berkaca dari hal tersebut,

tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk menambah pemahaman klinis mahasiswa

tentang penyakit tuberkulosis kutis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

8

diagnosis, hingga penatalaksanaan awal. Setelah pemaparan tinjauan pustaka ini

diharapkan mahasiswa dapat memiliki informasi yang semakin kaya tentang

tuberkulosis kutih sehingga dalam pelayanan primer di masa yang akan datang

kompetensi yang disyaratkan dalam SKDI dapat sepenuhnya tercapai.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis kutis adalah penyakit tuberkulosis pada kulit yang disebabkan

oleh M. tuberculosis, M. bovis, dan pada keadaan tertentu oleh basil Calmette-Guerin

(BCG). 7

2.2 Epidemiologi 1,8

Pada tahun 1999, WHO memperkirakan adanya 8.417.000 kasus baru TB

secara global, dan menunjukkan penurunan insidensi selama hampir pertengahan

abad ke-20. Tuberkulosis kutis merupakan sebagian kecil dari keseluruhan kasus TB

(<1%-2%), namun pada negara berkembang angka tersebut menjadi signifikan. Jika

diasumsikan1% dari keseluruhan kasus TB merupakan TB kutis, maka di India dapat

dijumpai 1.847.000 kasus baru selama tahun 1999, dan dapat diperkirakan insidensi

tahunan kasus TB kutis ialah 18.000.

Hal ini berbanding terbalik dengan serial kasus yang dilaporkan dari berbagai

negara di dunia seperti : Farina (Spanyol) sekitar 11 kasus selama 14 tahun, Visser

(Afrika Selatan) sekitar 92 kasus dalam 12 tahun, Chong (Hongkong) sekitar 176

kasus dalam 10 tahun, dan Tincopa (peru) 32 kasus selama 2 tahun.

Skrofuloderma dan lupus vulgaris merupakan bentuk paling sering terjadi

dengan diikuti peningkatan insidensi penemuan kasus tuberkulid dari Jepang.

10

2.3 Etiologi 9,10

a. M. tuberculosis

Kuman ini disebut juga basil dari Koch. Pada jaringan tubuh kuman berbentuk

batang halus berukuran 3 x 0,5 µm, tidak berspora dan tidak bersimpai, immotil.

Pertumbuhan secara aerob obligat, pertumbuhan lambat, suhu uptimum 37°C.

Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel (komponen lemak) yang

dapat menimbulkan hipersensitivitas tipe lambat. Fraksi fosfatida pada kuman

menyebabkan reaksi tuberkel dengan nekrosis kaseosa pada jaringan. Pemeriksaan

bakteriologik terdiri atas :

a. Mikroskopik

Merupakan pemeriksaan yang termudah, tercepat, dan termurah. Bahan

berupa pus, jaringan kulit dan jaringan KGB. Sediaan diwarnai dengan

pengecatan salah satunya Ziehl-Neelsen. Bakteri tahan asam (BTA) positif

bila tampak gambaran batang basil tahan asam berwarna merah, bentu solid,

fragmented, atau granuler dengan susunan terpisah, seperti sapu lidi, atau

bergerombol.

11

Gambar 1. Basil tahan asam pada pengecatan Ziehl-Neelsen (ZN)10

Interpretasi hasil menurut standar International Union Against Tuberculosis

and Lung Disease (IUATLD) :

Tabel 1. Interpretasi pengecatan ZN menurut IUALTD10

Hasil : Interpretasi :

Tidak ditemukan BTA pada 100 lapang pandang negatif

1-9 BTA/100 lapang pandang hitung BTA

10-99/100 lapang pandang +

1-10/50 lapang pandang ++

>10/20 lapang pandang +++

b. Kultur

Kultur dilakukan pada media Lowenstein Jensen, pengeraman pada suhu 35-

37°C, jika positif koloni tumbuh dalam 4-6 minggu. Pada hasil kultur positif,

langsung dapat diperkirakan jenis BTA. Kuman Mycobacterium tuberculosis

tumbuh setelah 2-3 minggu dengan koloni yang timbul dari permukaan

berwarna kuning susu atau cream. Tidak semua kuman BTA yang

12

ditumbuhkan pada media tersebut adalah M. tuberculosis. Harus dapat

dilakukan identifikasi untuk membedakan spesies. Dasar dari pemeriksaan

identifikasi adalah waktu pertumbuhan, pembentukan pigmen, tes biokimia

dan suhu pertumbuhan.

c. Percobaan hewan

Hewan coba ialah marmot dengan menyuntikkan hasil homogenisasi pada

subkutis lipat paha dan diperiksa pembesaran KGB organ limfa, hai, paru-

paru dan lainnya selama 2-3 bulan setiap minggunya. Hasil negatif bila pada

pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis tidak ditemukan kuman

tuberkulosis.

d. Tes biokimiawi

Adapun macam-macam tes biokimia untuk membedakan spesies kuman

tuberkulosis yaitu tes merah netral, tes niasin, nikotinamida, arysulfatasa dan

lain-lain.

b. Mikobakterium atipikal

Mikobakteria atipikal merupakan bakteri tahan asam yang memiliki sifat

sedikit berbeda dengan M. tuberculosis yakni patogenisitasnya rendah, pada

pembiakan membentuk pigmen dan dapat tumbuh pada suhu kamar.

Golongan mikobakteria atipik menurut Runyon (1959) sebagai berikut :

13

Tabel 2. Golongan mikobakterium atipikal7

A. Tumbuh Lambat Contoh

i. Fotokromogen (warna koloni

menjadi lebih tua bila terkena

cahaya)

M. marinum, M. kansasii

ii. Skotokromogen (warna koloni

tidak dipengaruhi cahaya)

M. scrofulaceum

M. szulgai

iii. Non-kromogen (koloni kuman

tidak berwarna)

M. tuberculosis

M. avium

M. ulcerans

B. Tumbuh Cepat (iv)

(tumbuh cepat, 3-7 hari)

M. smegmatis

M. fortuitum

M. chelonaelabscessus

C. Tidak Tumbuh M. leprae

2.4 Patogenesis4,10

Tuberkulosis kutis sebagian besar disebabkan oleh M. tuberculosis dan

kadang-kadang oleh M. bovis. Infeksi kuman biasanya melalui inhalasi droplet

infeksius, meskipun dapat pula melalui ingesti atau kontak langsung. Adanya

kerusakan pada integritas kulit atau membran mukosa menyebabkan jalan yang

memudahkan masuknya kuman sehingga dapat memicu terjadinya infeksi. Sekali

bakteri tuberkulosis yang berukuran 1-5 µm dapat mencapai alveoli dan

menyebabkan infeksi primer, sebelum menyebar secara ekstrapulmoner, termasuk

14

kulit. TB kutis dapat terjadi melalui kontak langsung atau perkontinuitatum dari lesi

jaringan kulit di bawahnya seperti limfonodi, tulang, traktus digestivus dan paru.

Infeksi tersebut mencetuskan respon imun seluler melalui hipereaktivitas tipe-

lambat yang memerlukan antara 2-10 minggu untuk terbentuknya imunitas seluler

spesifik dan menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan tuberkulin. Hanya 5%

individu yang terinfeksi menjadi sakit TB. Pada 10% kasus menjadi laten (TB post-

primer). Pasien yang berpotensial menyebarkan kuman tergantung dari jumlah kuman

dan frekuensi batuk atau bersin. Kemungkinan untuk terinfeksi dipengaruhi oleh

status imun pejamu dan frekuensi dan durasi paparan. Seseorang yang terinfeksi TB

paru menyebarkan kuman ke lingkungan melalui droplet infeksius, kondisi dengan

ventilasi buruk dan lembab menyebabkan bakteri tersuspensi di udara selama 3-5 hari

sehingga menyebabkan kemungkinan dihirup oleh orang lain besar. Transmisi TB

paru penting untuk diketahui mengingat beberapa kasus TB kutis terjadi bersamaan

atau adanya riwayat TB paru, karena jarang TB kutis terjadi secara primer. Bentuk

penyebaran TB kutis dapat melalui 1) penjalaran langsung dari organ di bawah kulit

yang terinfeksi tuberkulosis (skrofuloderma) 2) inokulasi pada kulit sekitar orifisium

organ interna yang terkena tuberkulosis (tuberkulosis kutis orifisialis) 3) secara

hematogen (tuberkulosis kutis miliaris) 4) limfogen (lupus vulgaris) 5) langsung

masuk ke kulit jika terjadi kerusakan barier (tuberkulosis verukosa kutis).

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi tuberkulosis kutis sebagai berikut : 7

15

Tabel 3. Klasifikasi tuberkulosis kutis7

Status Imunitas

Pejamu

Penyakit

Eksogen Naïve Inokulasi tuberkulosis primer

Immune Tuberkulosis verukosa kutis

Endogen Tinggi Lupus vulgaris, skrofuloderma

Rendah Tuberkulosis milier akut,

tuberkulosis orifisial,

tuberkulosis gumma

Tuberkulosis -BCG Naive Menyerupai kompleks primer

normal, adenitis regional

perforata, lupus vulgaris pasca

vaksinasi

Tuberkulid Tidak jelas Tuberkulid :

liken skrofulosorum, tuberkulid

papulnekrotik

Tuberkulid fakultatif :

Vaskulitis nodular, eritema

nodosum

2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Banding7,11

Tabel 4. Manifestasi klinis dan diagnosis banding tuberkulosis kutis

NO. BENTUK DESKRIPSI GAMBARAN KLINIS DD/

Tuberkulosis Kutis Sejati (akibat infeksi M.tuberkulosis)

16

1. Primary

Inoculation

Tuberculous

(PIT)

Tuberculous

chancre,

Tuberculous

primary

complex

Merupakan

hasil dari

inokulasi M.

tuberculosis

ke kulit pada

individu tanpa

imunitas

alamiah/didap

at. Lesi dini

mengandung

banyak

organisme

(

multibacillary

) namun dapat

berkembang

menjadi

paucibacillary

jika imunitas

terbentuk.

Anak-anak >>

Lesi awal terjadi dalam 2-4

minggu dapat berupa papul

kecoklatan, nodul atau ulkus

indolen (chancre), dinding

bergaung, dasar granula

hemoragik sampai

pembentukan krusta.

Predileksi di wajah, tangan,

tungkai bawah (lokasi

traumatik). Penyembuhan

luka dapat menutupi lesi

aktif dibawahnya sehingga

dapat menyebabkan

pembentukan cold abscess

terbentuk sinus.

Limfadenopati regional

terjadi setelah 4-8 minggu

(tuberkulin seropositif).

Demam (+/-), paronikia yang

tidak nyeri (+/-)

Sifilis,

tularemia,

bartonellosis,

sporotrichosi

s,

Mycobacteri

oses lain

17

2. Tuberculosis

Veruccosa

Cutis (TVC)

Warty

tuberculosis

Bentuk

paucibacillary

yang

disebabkan

reinfeksi

(inokulasi)

eksogen pada

individu

dengan

imunitas

tinggi yang

pernah

tersensitisasi

sebelumnya.

terutama

terjadi pada

dewasa, anak-

anak.

Inokulasi : luka minor,

predileksi tempat trauma

seperti tungkai bawah dan

kaki, tangan.

Lesi kulit dapat berupa papul

atau pustul dengan halo

inflamasi keunguan yang

menjadi hiperkeratotik

(sering disalahartikan dengan

kutil) kemudian berkembang

menjadi plak verukosa

dengan tepi ireguler. Dapat

berbentuk bulan sabit akibat

penjalaran serpiginosa.

Limfadenopati jarang terjadi.

Kutil atau

keratosis,

lupus

vulgaris

hiperkeratoti

k,

blastomikosis

,

chromomyco

sis, sifilis

tersier

18

3. Lupus

Vulgaris

(LV)

Bentuk TB

kutis kronis,

progresif,

post-primer,

paucibacillar

y, pada

individu

dengan

imunitas

sedang dan

sensitivitas

tuberkulin

tinggi. Wanita

>>. Cara

infeksi bisa

eksogen dan

endogen

melalui

hematogen,

limfatik, atau

penularan dari

bagian tubuh

lain

Lesi awal berupa

makula/papula menjadi plak

anular, gelatinosa, kecil,

merah- kecoklatan, pada

diaskopi apple-jelly

nodule. Lesi mengalami

peninggian bentuk diskoid

dengan area atrofi. Adapun 5

bentuk LV yaitu : Plaque

form, ulcerative and

mutilating form, vegetating

form, tumor-like form,

papular and nodular form.

Predileksi pada wajah dan

ekstremitas

Sarkoidosis,

limphocytom

a, LE

diskoid,

sifilis tersier,

lepra

19

4. Scrofuloderm

a

Tuberculosis

colliquativa

cutis

Merupakan

tuberkulosis

subkutan,

sekunder

terjadi secara

perkontinuitat

um dari

jaringan

dibawahnya

yang

terinfeksi TB

(KGB, sendi,

tulang. Anak-

anak &

dewasa >>

Awalnya terbentuk

limfadenitis tuberkulosis atau

bentukan nodul biru-

kemerahan (non-inflamatori)

pada kelenjar/sendi yang

terinfeksi periadenitis

perlekatan KGB ke jaringan

sekitar pembentukan

abses dingin (perlunakan

tidak serentak, konsistensi

kenyal dan lunak) fistel

ulkus (memanjang, tidak

teratur, livid, dinding

bergaung, jaringan granulasi

tertutup pus seropurulen

krusta kekuningan atau

sikatriks bahkan skin bridge.

Predileksi : parotis,

submandibular,

supraklavikula

Limfadenitis

bakterial

non-

tuberkulosis,

infeksi M.

scrofulaceu

m,

hidradenitis

supurativa

20

5. Metastatic

Tuberculous

Abcscess

Tuberculous

gumma

Bentuk

penjalaran

hematogen

dari fokus

primer

(biasanya

paru) lesi

tunggal/multi

ple.

Umumnya

pada anak

kurang gizi,

kondisi

imunosupresi,

atau penyakit

dasar limfoma

Kelainan kulit berupa nodul

subkutan, batas tegas atau

abses. Kadang dapat

dijumpai adanya ulser

Predileksi :

ekstremitas>>badan

Gumma

sifilis,

leishmaniasis

,

dermatofitosi

s profunda

6. Orificial

Tuberculosis

Tuberculosis

ulcerosa cutis

et mucosae

Infeksi

tuberkulosis

pada mukosa

atau sekitar

orifisium

akibat

autoinokulasi

mikobakteria

dari

progresivitas

tuberkulosis

organ internal

Nodul kekuningan atau

kemerahan, dapat menjadi

ulkus dengan tampakan

punched-out tipikal, sirkuler,

tepi tidak rata, mukosa

Lesi sifilis

(tidak nyeri),

ulkus

aphthous,

karsinoma

sel skuamosa

21

seperti paru,

intestinal,

kadang

genitourinari.

Bentuk

multibacillar

y. Laki-laki

>>

disekitar edema. Dasar ulkus

tampak sebagai tuberkel

kekuningan multiple dan

mudah berdarah. Nyeri (+),

disfagia (+)

7. Acute Millary

Tuberculosis

Tuberculosis

cutis miliaris

disseminata

Berhubungan

dengan TB

milier,

penyebaran

hematogen,

mikobakteria

menyebar dari

fokus infeksi

di

paru/meninge

n ke kulit.

Terjadi pada

anak/status

imunokompro

mais

(HIV/campak)

. Reaksi

tuberkulin (-)

Lesi kulit berupa eritema

berbatas tegas, papul,

vesikel, pustul atau lesi

hemoragik pada pasien yang

sudah memiliki penyakit

sebelumnya.

-

Tuberkulid

1. Lichen

22

Scrofulosoru

m

*Manifestasi klinis tuberkulosis kutis

2.7 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis kutis ditegakkan berdasarkan 4 paramater yaitu 1)

anamnesis dan pemeriksaan klinis, 2) pemeriksaan histopatologis, 3) dikonfirmasi

dengan kultur M. tuberculosis, 4) atau PCR.7

Penegakkan diagnosis tuberkulosis kutis juga dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut :12

I. Kriteria absolut

Kultur ialah satu-satunya kriteria absolut yang digunakan sebagai diagnosis baku

emas tuberkulosis kutis dengan nilai positif dari kultur M. tuberculosis dari biopsi

pada media berbasis telur Lowenstein Jensen. Namun, hasil kultur baru dapat terlihat

antara 4-6 minggu. Media cair dapat mempercepat pertumbuhan dan dapat

mendeteksi pertumbuhan dalam 3 sampai 7 hari. Spesimen biopsi dapat dibiakkan

jika disimpan dalam larutan salin dan idealnya diambil sebelum OAT diberikan.

Biakan sampel kulit terutama diperlukan untuk diagnosis pada pasien dengan

AIDS atau imunokompromais karena manifestasi kulit dan lesi histopatologis

23

biasanya tidak khas. Biakan hanya positif pada 6% kasus lupus vulgaris. Di sisi lain

kejadian true positive dari kultur untuk tuberkulosis kutis relatif rendah, dan

umumnya diagnosis ditegakkan dengan kriteria relatif.

II. Kriteria relatif

Apabila hasil kultur dinyatakan negatif, maka kriteria relatif dapat digunakan

sebagai penegakkan diagnosis seperti berikut :

i. Adanya bukti atau riwayat TB aktif pada berbagai tempat

ii. Riwayat untuk TB dan tampilan klinis yang mendukung

iii. Keberadaan bakteri tahan asam (BTA) melalui pengecatan gram

iv. Adanya granuloma tuberkulosa pada pemeriksaan histologi

v. Tes Mantoux positif

vi. Respons baik pada OAT

III. Polymerase chain reaction (PCR)

Polymerase chain reaction dapat membantu menegakkan diagnosis berbagai

bentuk tuberkulosis kutis, termasuk diantaranya inokulasi tuberkulosis primer,

lupus vulgaris, dan skrofuloderma. Namun, pada beberapa kasus paucibacillary

seperti lupus vulgaris dan tuberkulosis verukosa kutis, PCR tidak selalu

menunjukkan hasil positif. Meskipun PCR tidak dapat membedakan infeksi

sekarang dan terdahulu, pemeriksaan ini dapat membedakan antara DNA M.

tuberculosis dan DNA mikobakteria atipikal.

24

2.8 Penatalaksanaan 7,12,13

Tujuan pemberian terapi antituberkulosis adalah eradikasi mikobakteria viabel

yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

i) Basil ekstraseluler yang bebas membelah

ii) Basil dorman dalam sel dan jaringan kaseosa

iii) Basil dalam makrofag dan lesi inflamatif yang lambat membelah

Pada umumnya, penatalaksanaan tuberkulosis kutis serupa dengan

tuberkulosis pada organ lainnya khususnya tuberkulosis paru dengan memakai

standar regimen 2HRZE/4HR selama 6 bulan. Berikut tabel pengobatan infeksi M.

tuberculosis :

Tabel 5. Terapi kombinasi pada tuberkulosis kutis7

Obat Anti TB

(OAT)

Dosis Rekomendasi

Harian 3x/minggu

Dosis

(mg/kgBB)

Maksimum Dosis

(mg/kgBB)

Maksimum

(mg)

Isoniazid (H) 5 300 mg/hari 10 900

Rifampisin (R) 10 450-600

mg/hari

10 600

Pirazinamid (Z) 30 15

mg/kgBB/hari

35 -

Etambutol (E) 15 1.5-2 g/hari 30 -

Streptomisin (S)* 15 500-700 15 1000

25

mg/hari

Rekomendasi terapi ialah 2HRZE/4HR yang jarang menimbulkan resistensi

dibandingkan terapi alternatif 2HRZE/4H3R3.

Terapi tuberkulosis kutis (sama dengan tuberkulosis paru) dibagi menjadi 2

fase, yaitu :

a. Fase I : eradikasi basil yang cepat membelah dan merupakan fase intensif

dengan kombinasi beberapa obat selama 2 bulan

b. Fase II : langsung membunuh basil dorman dan merupakan fase lanjutan yang

tediri dari isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.

Pertimbangan khusus :

- Pada tuberkulosis verukosa kutis dan lupus vulgaris tanpa bukti adanya

keterlibatan tuberkulosis internal dapat diterapi tunggal dengan isoniazid

selama 12 bulan (dosis maksimum 80-140 g) dan dapat diteruskan sampai 2

bulan pasca involusi lesi. Pada lesi kecil dapat dilakukan eksisi namun

pemberian tuberkulostatik tetap dilakukan.

- Pertimbangan intervensi bedah pada skrofuloderma karena dapat mengurangi

morbiditas dan memperpendek waktu pengobatan.

2.9 Prognosis

Prognosis tergantung deteksi dini dan diagnosis yang tepat dari penyakit ini.

Jika tuberkulosis menjadi generalisata atau menyerang meningen, prognosis dubia.

26

Mortalitas pasien dengan ko-infeksi TB-HIV/AIDS lebih besar jika dibanding pasien

yang tidak menderita HIV. Pada bayi dan dan anak, tuberkulosis hampir selalu

merupakan masalah serius. Tuberkulosis kutis biasanya berespon baik pada

kombinasi obat dan respon klinis terjadi dalam 4-6 minggu, dengan kasus lupus

vulgaris menunjukkan respon lebih cepat dibandingkan skrofuloderma. 7

27

BAB III

KESIMPULAN

III.1 Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi

permasalahan di dunia hingga saat ini, meskipun terjadi penurunan insidensi

namun tetap merupakan masalah khususnya di negara berkembang. Tuberkulosis

kutis merupakan penyakit kulit yang jarang terjadi, namun tetap harus

dipertimbangkan khususnya pada pasien dengan manifestasi kulit atipikal.

Tinjauan pustaka diatas memaparkan berbagai gambaran klinis dan penegakkan

diagnosis sehingga tercapai pengobatan yang tepat.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012. (Accessed on

November 7, 2014). Available at:

http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr12_main.pdf.

2. Kementrian Kesehatan RI. Rencana Aksi Nasional: Public Private Mix

Pengendalian TB Indonesia: 2011- 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI. 2014.

3. Dwari BC, Ghosh A, Paudel R, Kishore P. A Clinicoepidemiological Study

of 50 Cases of Cutaneous Tuberculosis in a Tertiary Care Teaching

Hospital in Pokhara, Nepal. Indian J Dermatol. 2010;55(3):233-7. (Accessed

on November 20, 2014). Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/11843915/

4. Almaguer CJ, Ocampo CJ, Rendon A. Current Panorama in The Diagnosis

of Cutaneous Tuberculosis. Actas Dermosifiliogr. 2009;100(7):562-70.

(Accessed on November 10, 2014). Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/1642855/?i=5&from=/11843915/rela

ted

5. Turan E, Yurt N, Yesilova Y, Celik OI. Lupus Vulgaris Diagnosed After 37

Years: A Case of Delayed Diagnosis. Dermatol Online J. 2012;18(5):13.

(Accessed on November 7, 2014). Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/2112466/?i=2&from=/11843915/rela

ted

6. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

Jakarta; KKI. 2012.p.54.

7. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, dan Jeffell DJ.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Seventh Edition, Chapter

29

184 : Tuberculosis and Infection with Atypical Mycobacteria. Newyork.

McGraw-Hill. 2008.

8. Francisco GB, Eduardo G. Cutaneous Tuberculosis. ClinDermatol. 2007; 25,

p.173-180. (Accessed on November 11, 2014). Available at :

http://www.escholarship/org/uc/item/11x463rp

9. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Technical Guide

: Sputum Examination for Tuberculosis by Direct Microscopy in Low

Income Countries. Fifth Edition: 2000. (Accessed on November 20, 2014).

Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3047946/

10. Amylynne F, CArolin P, Jason E. Cutaneous Tuberculosis : A Practical

Case Report and Review for the Dermatologist. JClin Aesthetic

Dermatol.2009;2(10):19–27

11. Burns T, Breathnach S, Cox N, and Griffiths. Rook’s Textbook of

Dermatology. Chapter 31 : Mycobacterial Infection. Willey-Blackwell. 2010

12. Ho SC. Cutaneous Tuberculosis : Clinical features, Diagnosis, and

Management. Dermatology Clinic. 2003; 143. (Accessed on November 12,

2014). Available at : http://www.bop.gov/news/PDFs/varicella.pdf

13. Chaudhry LA, Ebtesam B-E, Al-Solaiman S. Milliary Tuberculosis with

Unusual Paradoxical Response at 3 Weeks of Antituberculous Treatment. J

Coll Physicians Surg Pak. 2012 ;22(1):43-5

30

LAMPIRAN

31

32

33

34