Referat Sponndilitis TB

45
REFERAT SPONDILITIS TB Pembimbing : dr. Maula Nurrudin Gaharu, Sp.S Oleh : ALYDA HANUM AULIA 07120100101 Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukanto 1

description

.....

Transcript of Referat Sponndilitis TB

Page 1: Referat Sponndilitis TB

REFERAT

SPONDILITIS TB

Pembimbing :dr. Maula Nurrudin Gaharu, Sp.S

Oleh :ALYDA HANUM AULIA

07120100101

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanKepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukanto

1

Page 2: Referat Sponndilitis TB

A. Latar Belakang

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan

nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis

merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang

lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. Penyakit

ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang

menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan

kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil

tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga

etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.1

Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang

dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5

tahun. Namun saat ini golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena

dibandingkan anak-anak. Terapi konservatif yang diberikan pada pasien

tuberkulosa tulang belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun

pada kasus – kasus tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi

yang harus dilakukandengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani

tindakan operatif.

B. Epidemiologi

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya

berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang

tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa

merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan

sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk

masih menjadi merupakan masalah utama. Menurut penelitian WHO 2005, Asia

Tenggara merupakan Negara dengan kasus TB baru terbesar.2 Pada 2egara-negara

yang sudah berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara

dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Perlu dicermati bahwa di Amerika

dan Inggris insidensi penyakit ini mengalami peningkatan pada populasi imigran,

tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical

Research Council TB and Chest Diseases Unit).

2

Page 3: Referat Sponndilitis TB

Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan China sebagai

negara dengan populasi penderita TB terbanyak. Diperkirakan jumlah pasien TB

di Indonesia sekitar 5,7% dari total jumlah pasien TB dunia, dengan setiap tahun

ada 450.000 kasus baru dan 65.000 kematian. Penemuan kasus TB apusan dahak

basil tahan asam (BTA) positif sejumlah 19.797 pada tahun 2011.2

Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan

pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit

ini. Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai

dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian

besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun). Pola ini

mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi

tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong.

Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan

sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi

dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban

(weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar lebih sering

terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang

belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang

(kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-

tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area

torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian

atas merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan

dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area

servikal dan sakral.

Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis

tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan

penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Insidensi

paraplegia, terjadi lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak.

Hal ini berhubungan dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosa pada

tulang belakang, kecuali pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan

keadaan ini.

3

Page 4: Referat Sponndilitis TB

C. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri berbentuk basil, bersifat acid-

fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut

juga sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA)). Bakteri yang paling sering menjadi

penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies

Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya,

seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika

Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak

ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting

karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang tidak dapat

diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik

Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam

media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan

karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk

membedakannnya dengan spesies lain.

D. Patogenesis

Patogenesis penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri

menahan cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi

immunitas seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan

bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu. Komponen lipid, protein serta

polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan

4

Page 5: Referat Sponndilitis TB

merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa

antigen yang dihasilkannya juga dapat juga bersifat immunosupresif.

Virulensi basil tuberkulosa dan kemampuan mekanisme pertahanan host

akan menentukan perjalanan penyakit. Pasien dengan infeksi berat mempunyai

progresi yang cepat dimana demam, retensi urine dan paralisis arefleksi dapat

terjadi dalam hitungan hari. Respon seluler dan kandungan protein dalam cairan

serebrospinal akan tampak meningkat, tetapi basil tuberkulosa sendiri jarang dapat

diisolasi. Pasien dengan infeksi bakteri yang kurang virulen akan menunjukkan

perjalanan penyakit yang lebih lambat progresifitasnya, jarang menimbulkan

meningitis serebral dan infeksinya bersifat terlokalisasi dan terorganisasi.

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena suatu penyebaran

hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui

jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar

tulang belakang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem

pulmoner dan genitourinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang

belakang berasal dari fokus primer di paru-paru, sementara pada orang dewasa

penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran

basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai

darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra

diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s

yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang

terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini

diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20%

kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.

E. Transmisi

Droplet Mycobacterium tuberculosis masuk melalui saluran napas dan

akan menimbulkan fokus infeksi di jaringan paru. Fokus infeksi ini disebut fokus

primer (fokus Ghon). Kuman kemudian akan menyebar secara limfogen dan

menyebabkan terjadinya limfangitis lokal dan limfadenitis regional. Gabungan

dari fokus primer, limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut sebagai

kompleks primer. Jika sistem imun penderita tidak cukup kompeten infeksi akan

5

Page 6: Referat Sponndilitis TB

menyebar secara hematogen/ limfogen dan bersarang di seluruh tubuh mulai dari

otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening, osteoartikular, hingga

endometrial.3,4

Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yang cukup lama

dan intensif dengan sumber penyakit (penular).  Menurut Mayoclinic, seseorang

yang kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif

setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi.  Sementara masa

inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai

menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila

terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yang lembab, gelap, dan

pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam.  Dalam

tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.

Kekuatan pertahanan pasien untuk menahan infeksi bakteri tuberkulosa

tergantung dari:

1. Usia dan jenis kelamin

Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan hingga

masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai

kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya dapat terjadi

dalam bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa,

yang berasal dari penyebaran secara hematogen. Setelah usia 1 tahun dan

sebelum pubertas, anak yang terinfeksi dapat terkena penyakit tuberkulosa

milier atau meningitis, ataupun juga bentuk kronis lain dari infeksi tuberkulosa

seperti infeksi ke nodus limfatikus, tulang atau sendi. Sebelum pubertas, lesi

primer di paru merupakan lesi yang berada di area lokal, walaupun kavitas

seperti pada orang dewasa dapat juga dilihat pada anak-anak malnutrisi di

Afrika dan Asia, terutama perempuan usia 10-14 tahun.

Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam mencegah

penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah

penyebaran penyakit di paru-paru. Angka kejadian pada pria terus meningkat

pada seluruh tingkat usia tetapi pada wanita cenderung menurun dengan cepat

setelah usia anak-anak, insidensi ini kemudian meningkat kembali pada wanita

6

Page 7: Referat Sponndilitis TB

setelah melahirkan anak. Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-

50 tahun untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun.

2. Nutrisi

Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan menurunkan

resistensi terhadap penyakit.

3. Faktor toksik

Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya

tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau

immunosupresan lain.

4. Penyakit

Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia

meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.

5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)

Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan

pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya

malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.

6. Ras

Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau

Amerika asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini.

F. Patofisiologi

Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari

vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi

ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior,

melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah

ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus

intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan

7

Page 8: Referat Sponndilitis TB

oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang

jauh melalui abses paravertebral. Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas

mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan

tulang menjadi avaskular sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama

di regio torakal. Discus intervertebralis, yang kaya akan vaskularisasi, relative

mudah terkena infeksi tuberkulosa dari vertebra yang berdekatan. Pada anak

diskus bisa menjadi lokasi primer imfeksi.

Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke

dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya

corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus,

sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga

akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang

menjadi nekrosis.

Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian

tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan

berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi

intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul

deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung

dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah

timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini

sudah meluas. Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura

dorsal yang normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal

lumbar lordosis dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke

posterior sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal,

kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena

sebagian besar berat badan disalurkan melalui prosesus artikular. Dengan adanya

peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk

menimbulkan bentuk deformitas.

Menurut penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, lesi

vertebra torakal terlapor pada 71 persen kasus spondilitis TB, diikuti dengan

vertebra lumbal, dan yang terakhir vertebra servikal. Jika pada dewasa spondilitis

TB banyak terjadi pada vertebra torakal bagian bawah dan lumbal bagian atas,

8

Page 9: Referat Sponndilitis TB

khususnya torakal 12 dan lumbal 1, pada anak-anak spondilitis TB lebih banyak

terjadi pada vertebra torakal bagian atas.5,6,7

Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya

fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan

fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra

yang kolaps.

Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus.

Dengan kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan

perkijuan, dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui

korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior.

Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot psoas

(disebut juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold abscess dibentuk dari

akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses infeksi. Abses ini

sebagian besar dibentuk dari leukosit, materi kaseosa, debris tulang, dan tuberkel

basil. Abses di daerah lumbar akan mencari daerah dengan tekanan terendah

hingga kemudian membentuk traktus sinus/fistel dkulit hingga dibawah

ligamentum inguinal atau region gluteal. 8,9 Di regio torakal, ligamentum

longitudinal menghambat jalannya abses, tampak pada radiogram sebagai

gambaran bayangan berbentuk fusiform radioopak pada atau sedikit dibawah level

vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat terjadi ruptur ke

dalam mediastinum, membentuk gambaran abses paravertebral yang menyerupai

‘sarang burung’. Terkadang, abses torakal dapat mencapai dinding dada anterior

di area parasternal, memasuki area retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke

lateral menuju bagian tepi leher.

Adakalanya lesi tuberkulosis terdiri dari lebih dari satu fokus infeksi

vertebra. Hal ini disebut sebagai spondilitis TB non-contiguous, atau “skipping

lesion”. Peristiwa ini dianggap merupakan penyebaran dari lesi secara hematogen

melalui pleksus venosus Batson dari satu fokus infeksi vertebra. Insidens

spondilitis TB non-contius dijumpai pada 16 persen kasus spondilitis TB.10

9

Page 10: Referat Sponndilitis TB

Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dan

deformitas kifotik sering terjadi pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa pada

regio torakal, namun lebih jarang apabila lesi terdapat pada regio lumbal.11

Penjelasan yang mungkin mengenai hal ini antara lain : 1) Arteri Adamkiewicz

yang merupakan arteri utama yang memperdarahi medula spinalis segmen

torakolumbal paling sering terdapat pada vertebra torakal 10 dari sisi kiri.

Obliterasi arteri ini akibat trombosis akan menyebabkan paraplegia. 2) Diameter

relative antara medula spinalis dengan vertebralisnya. Pada vertebra lumbalis,

foramen vertebra lebih besar dan lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi

dari bagian anterior.

Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan radiks

dapat terjadi akibat beberapa proses, yaitu :

Deformitas tulang (kifosis)

Penyempitan kanalis spinalis oleh abses paravertebral

Subluksasio sendi faset patologis

Jaringan granulasi

Epidural granuloma, intradural granuloma

Vaskulitis, thrombosis arteri/vena spinalis

Kolaps vertebra

Abses epidural

Invasi duramater secara langsung

Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia

yang dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara

akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan

peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang

dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien

berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi

berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini. Pott’s paraplegia terjadi pada 4 –

38 persen penderita.12 Sorrel-Dejerine mengklasifikasikan Pott’s paraplegia

menjadi1:

10

Page 11: Referat Sponndilitis TB

Early onset paresis

Terjadi akut, kurang dari dua tahun sejak onset penyakit

Late onset paresis

Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit

Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi Sorrel menjadi tiga

tipe:

Type I (paraplegia of active disease) / berjalan akut

Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan

dihubungkan dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak

permanen).

Type II

Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat

permanen bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang. Penyebab

timbulnya paraplegia pada tipe I dan II dapat disebabkan oleh karena :

a. Tekanan eksternal pada korda spinalis dan duramater

Dapat disebabkan oleh karena adanya granuloma di kanalis spinalis,

adanya abses, material perkijuan, sekuestra tulang dan diskus atau karena

subluksasi atau dislokasi patologis vertebra. Secara klinis pasien akan

menampakkan kelemahan alat gerak bawah dengan spastisitas yang

bervariasi, tetapi tidak tampak adanya spasme otot involunter dan

withdrawal reflex.

b. Invasi duramater oleh tuberkulosa

Tampak gambaran meningomielitis tuberkulosa atau araknoiditis

tuberkulosa. Secara klinis pasien tampak mempunyai spastisitas yang berat

dengan spasme otot involunter dan reflek withdrawal. Prognosis tipe ini

buruk dan bervariasi sesuai dengan luasnya kerusakan korda spinalis.

Secara umum dapat terjadi inkontinensia urin dan feses, gangguan sensoris

dan paraplegia.

Type III / yang berjalan kronis

Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah

dapat membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh granuloma

11

Page 12: Referat Sponndilitis TB

epidural, fibrosis meningen dan adanya jaringan granulasi serta adanya

tekanan pada corda spinalis, peningkatan deformitas kifotik ke anterior,

reaktivasi penyakit atau insufisiensi vaskuler (trombosis pembuluh darah

yang mensuplai corda spinalis).

Penyebab Pott’s paraplegia ini sendiri dijabarkan oleh Hodgson menjadi :

I. Penyebab ekstrinsik :

a. Pada penyakit yang aktif

1. abses (cairan atau perkijuan)

2. jaringan granulasi

3. sekuester tulang dan diskus

4. subluksasi patologis

5. dislokasi vertebra

b. Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan

1. transverse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis

2. fibrosis duramater

II. Penyebab intrinsik :

Menyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan

meningen dan corda spinalis.

III. Penyebab yang jarang :

a. Trombosis corda spinalis yang infektif

b. Spinal tumor syndrome

G. Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:

1) Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh

penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni

yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya

terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah

sentral vertebra.

12

Page 13: Referat Sponndilitis TB

2) Stadium destruksi awal

Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan

yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6

minggu.

3) Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan

terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang

tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat

terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada

saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan

terjadinya kifosis atau gibbus.

4) Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis

yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis

spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil

sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini.

Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat

kerusakan paraplegia yaitu:

i. Derajat I

Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas

atau berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan

saraf sensoris.

ii. Derajat II

Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita

masih dapat melakukan pekerjaannya.

iii. Derajat III

Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak atau aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia

atau anestesia.

13

Page 14: Referat Sponndilitis TB

iv. Derajat IV

Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan

gangguan defekasi dan miksi. TBC paraplegia atau Pott

paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung

dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,

paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses

paravertebral atau kerusakan langsung sumsum tulang

belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada

penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena

tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau

pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan

granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara

perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan

angulasi dan gangguan vaskuler vertebra

5) Stadium deformitas residua

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium

implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan

vertebra yang massif di depan (Savant, 2007).

H. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk

spondilitis:

1. Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di

bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan

pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis

diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.

2. Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga

disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini

sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain

sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi

14

Page 15: Referat Sponndilitis TB

kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di

regio torakal.

3. Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di

atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped

karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini

diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui

abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena

adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.

4. Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak

dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal

dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis

spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina,

prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi

intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen

posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

I. Diagnosis

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada

banyak faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan

berevolusi lambat. Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu

diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga tahun; sebagian besar kasus didiagnosa

sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa.

Anamnesa

Gambaran penyakit sistemik berupa penurunan berat badan, keringat

malam, demam subfebrile yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan

malam hari, lesu dan kehilangan nafsu makan.

15

Page 16: Referat Sponndilitis TB

Riwayat TB paru berupa batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah

disertai nyeri dada. Pada beberapa kasus dapat disertai pembesaran dari nodus

limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.

Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang yang terinfeksi

merupakan salah satu gejala awal yang timbul. Infeksi yang mengenai tulang

servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke

tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan

intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri

menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat.

Untuk mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku. Pola

jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek,

karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

Infeksi yang melibatkan area servikal jarang terjadi, namun manifestasinya

lebih berbahaya. Gejala yang sering timbul berupa pasien tidak dapat menoleh

akibat kaku leher. Yang dirasakan Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris

sehingga menyebabkan timbulnya torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan

rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan

di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong trakea

ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan (disfagia),

stridor, dan suara serak akibat gangguan nervus Laringeus. Jika nervus Frenikus

terkena dapat timbul sesak nafas (disebut juga Millar asthma) Jika menekan abses

ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan

menyebabkan tetraplegia atau tetraparesis.

Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi

kaku. Bila berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi

panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara

tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test). Jika terdapat abses,

maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan

tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini

berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan

menyebabkan paralisis atau paraplegi.

16

Page 17: Referat Sponndilitis TB

Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang

terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui

fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien

tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang

belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot

psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.

Kompresi medula spinalis yang mengakibatkan munculnya defisit

neurologi terjadi pada kurang lebih 12-50% kasus dimana menandkan bahwa

penyakit telah lanjut, meski masih bisa ditangani. Defisit neurologis yang

mungkin antara lain : gangguan fungsi motoric (plegi, paresis), gangguan fungsi

sensorik (hipestesia, parastesia), gangguan fungsi autonom, nyeri radikular

dan/atau sindrom kauda equina.

Kelumpuhan yang terjadi berupa kelumpuhan tipe UMN (Upper Motor

Neuron), namun pada presentasi awal akan didapatkan paralisis flaksid, baru

setelahnya akan timbul spastisitas dan refleks patologis yang positif. Kelumpuhan

LMN dapat terjadi jika radiks spinalis anterior ikut terkompresi. Insidensi

paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal

dan servikal. Atrofi bilateral akan timbul jika kelumpuhan sudah terjadi dalam

waktu lama. Gejala motorik biasanya lebih dulu muncul karena patologi terjadi

dari anterior, sesuai dengan posisi motorneuron di kornu anterior medula spinalis,

kecuali jika ada keterlibatan bagian posterior medula spinalis, keluhan sensorik

bisa lebih dulu muncul.

Pemeriksaan Fisik

a. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang

belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan

dislokasi. Kifosis biasanya terjadi jika pathogenesis TB sudah berjalan 3 –

4 bulan.

b. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit

diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan

dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat

paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot

17

Page 18: Referat Sponndilitis TB

sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di

sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara

ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.

c. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang

terkena.

d. Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus

spinosusvertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.

e. Bila diawali dengan TB paru, pada auskultasi toraks dapat terdengar

rhonki.

Pemeriksaan Penunjang

Radiologis

Pemeriksaan radiologi hingga saar ini merupakan pemeriksaan yang

paling menunjang untuk diagnosis dini spondylitis TB karena dapat

memvisualisasi langsung kelainan fisik pada tulang vertebra. Terdapat beberapa

pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan seperti Sinar-X, CT-scan, dan MRI.

Pada infeksi TB spinal, klinisi dapat menemukan penyempitan jarak

antar diskus intervertebralis, erosi dan iregularitas dari badan vertebra,

18

Page 19: Referat Sponndilitis TB

sekuestrasi, serta massa paravertebral.13 Pada keadaan lanjut, vertebra akan kolaps

ke arah anterior sehingga menyerupai akordion (concertina)., sehingga disebut

juga concertina collapse.14

1. Sinar-X

Sinar-X merupakan pemeriksaan radiologis awal yang paling sering

dilakukan dan berguna untuk penapisan awal. Proyeksi yang diambil sebaiknya

dua jenis, proyeksi AP dan lateral. Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik

pada bagian anterior badan vertebra dan osteoporosis regional. Penyempitan

ruang diskus intervertebralis menandakan terjadinya kerusakan diskus.

Pembengkakan jaringan lunak sekitarnya memberikan gambaran fusiformis.15

Pada fase lanjut, kerusakan bagian anterior semakin memberat dan membentuk

angulasi kifotik (gibbus). Bayangan opak yang memanjang paravertebral dapat

terlihat, yang merupakan cold abscess. Namun, sayangnya sinar-X tidak dapat

mencitrakan cold abscess dengan baik.16 Dengan proyeksi lateral, klinisi dapat

menilai angulasi kifotik.

2. CT Scan

CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi

badan vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis

spinalis . CT myelography juga dapat menilai dengan akurat kompresi medula

spinalis apabila tidak tersedia pemeriksaan MRI.15 Pemeriksaan ini meliputi

penyuntikan kontras melalui punksi lumbal ke dalam rongga subdural, lalu

19

Page 20: Referat Sponndilitis TB

dilanjutkan dengan CT scan.16 Selain hal yang disebutkan di atas, CT scan dapat

juga berguna untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas

kerusakan jaringan tulang. Penggunaan CT scan sebaiknya diikuti dengan

pencitraan MRI untuk visualisasi jaringan lunak.

3. MRI

MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi

badan vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses

paraspinal dapat dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini. Untuk mengevaluasi

spondilitis TB, sebaiknya dilakukan pencitraan MRI aksial, dan sagital yang

meliputi seluruh vertebra untuk mencegah terlewatkannya lesi non contiguous.

Selain itu MRI dapat membedakan komplikasi yang bersifat kompresif dengan

yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Sehingga

membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif atau

operatif serta menilai respon terapi dengan mengevaluasi perbaikan jaringan.

Peningkatan sinyal-T1 pada sumsum tulang mengindikasikan pergantian jaringan

radang granulomatosa oleh jaringan lemak dan perubahan MRI ini berkorelasi

dengan gejala klinis.

20

Page 21: Referat Sponndilitis TB

Biopsi dan pemeriksaan mikrobiologis

Untuk memastikan diagnosis secara pasti, perlu dilakukan biopsi tulang

belakang atau aspirasi abses. Biopsi tulang dapat dilakukan secara perkutan dan

dipandu dengan CT-scan atau fluoroskopi.14,17 Spesimen kemudian dikirim ke

laboratorium untuk pemeriksaan histologis, kultur dan pewarnaan BTA, gram,

jamur dan tumor. Kultur BTA positif pada 60-89% kasus.14

Studi histologi jaringan penting untuk memastikan diagnosis jika kultur

negative, pewarnaan BTA negatif, sekaligus menyingkirkan diagnosis banding

lainnya. Temuan histologi pada infeksi TB jaringan adalah akumulasi sel epiteloid

(granuloma epiteloid), sel datia langhans dan nekrosis kaseosa.15 Sel epiteloid

adalah sel mononuklear yang memfagositosis basil tuberculosis dengan sisa – sisa

lemak kuman pada sitoplasmanya.8 Granuloma epiteloid dapat ditemukan pada 89

21

Page 22: Referat Sponndilitis TB

% spesimen yang merupakan gambaran khas histologi infeksi TB. Superinfeksi

kuman piogenik telah dilaporkan pada beberapa kasus.

Kultur umumnya memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu 2 minggu.

Kultur sebaiknya diikuti dengan uji resistensi OAT.8 Spesimen yang baik untuk

dijadikan kultur adalah organ – organ dalam, tulang, pus, cairan synovial, atau

jaringan synovial. Media yang dapat digunakan adalah media berbasis telur,

seperti media Lowenstein-Jensen dan media berbasis cairan seperti Becton-

Dickinson dan BACTECTM. Pajanan pasien dengan fluorokuinolon sebelumnya

akan memperlambat pertumbuhan kultur hingga 2 minggu.

Laboratorium

PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk mendeteksi

DNA kuman tuberculosis. Sangat akurat dan cepat (24 jam), namun

memerlukan biaya yang cukup mahal.

Hematologi

Complete Blood Count

Laju endap darah (LED) biasanya meningkat namun tidak spesifik

menunjukan proses infeksi granulomatosa. Peningkatan LED biasanya

mencapai 20 sampai lebih dari 100mm/jam.

CRP meningkat bila ditemukan adanya formasi abses18

Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein

Derivative (PPD)

Uji Mantoux positif pada sebagian besar pasien (84-95%)19 namun

hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu

maupun yang baru terjadi oleh Mycobacterium. Tuberculin skin test ini

dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan

diameter ³ 10 mm di sekitar tempat suntikan, 48-72 jam setelah

suntikan. Hasil yang negatif tampak pada ± 20% kasus dengan

tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang

immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi

atau disertai penyakit lain)

22

Page 23: Referat Sponndilitis TB

Apusan darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang

bersifat relatif. Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-

streptolysin haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada

kasus-kasus yang sulit dan pada pusat kesehatan dengan peralatan yang

cukup canggih) untuk menyingkirkan diagnosa banding.

Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis

tuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan

kemungkinan infeksi TB. Pemeriksaan cairan serebrospinal secara

serial akan memberikan hasil yang lebih baik.

J. Diagnosa Banding

Hal yang perlu digaris bawahi pada spondilitis TB adalah nyeri

punggung nonspesifik, deformitas kifotik, kompresi medula spinalis. Sehingga

beberapa penyakit dapat menjadi diagnosa banding dari penyakit ini. Antara lain :

1. Spondilitis Piogenik

Merupakan salah satu penyakit dengan presentasi gejala yang seruoa dengan

spondylitis TB dan tidaklah mudah untuk membedakan keduanya tanpa

pemeriksaan penunjang yang adekut. Spondylitis piogenik umumnya disebabkan

oleh Staphylococcus aureus, Srtreptococcus dan Penumococcus.20 Secara

epidemiologi, spondylitis piogenik lebih sering menyerang usia 30-50 tahun.

Spondilitis piogenik memiliki perjalanan yang lebih akut dengan gejala yang

hampir sama dengan spondilitis TB. Vertebra servikal dan lumbal lebih sering

terlibat, dibandingkan spondilitis TB yang lebih sering menyerang vertebra

torakolumbal lebih dari 1 vertebra.21 Pada spondilitis piogenik peningkatan CRP

lebih bermakna dibandingkan LED, meskipun dapat normal dalam beberapa

kasus.

Dengan MRI dapat ditemukan beberapa perbedaan rinci yang mengarahkan pada

infeksi TB, yaitu :

- sinyal abnormal paraspinal berbatas tegas

- dinding abses tipis dan halus

23

Page 24: Referat Sponndilitis TB

- adanya abses paraspinal dan intraoseus

- penyebaran subligamen lebih dari 2 vertebra

- keterlibatan vertebra torakal

- lesi multiple

Selain MRI, untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan kultur dan pewarnaan

gram spesimen tulang yang diambil melalui biopsi perkutan/terbuka. Tidakan ini

merupakan tindakan invasif.12

2. Tumor Metastatik Spinal

Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi

berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap

dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang

lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.

K. Tatalaksana

Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:

Tirah baring (bed rest).

Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.

Medikamentosa (konservatif) dan pembedahan yang berjalan secara

bersamaan.

Terapi medikamentosa lebih diutamakan, dimana pasien spondilitis TB

dapat berobat rawat jalan kecualijika diperlukan tindakan bedah. Tujuan

pengobatan adalah untuk mengeradikasi kuman TB, mencegah dan mengobati

defisit neurologis, serta memperbaiki kifosis. Ketika deformitas kifosis sudah

timbul, terapi pembedahan leih efektif.

Terapi OAT selama 9 bulan memberikan angka remisi yang baik,

dibandingan OAT selama 6 bulan. Klasifikasi GATA untuk menentukan tindakan

yang sesuai untuk pasien22 :

24

Page 25: Referat Sponndilitis TB

Medikamentosa

Spondilitis TB dapay diobati secara sempurna hanya dengan OAT jika destruksi

tulang dan deformitas masih minimal. WHO menyarankan kemoterapi diberikan

setidaknya 6 bulan, sedangkan British Medical Research Council menyarankan

spondilitis TB torakolumbal harus diberikan kemoterapi OAT selama 6-9 bulan.

Pasien dengan lesi vertebra multipel, tingkat servikal, dan dengan defisit

neurologis disarankan kemoterapi selama 9-12 bulan.

Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu:

- Kategori I untuk kasus baru TB paru dengan TB ekstraparu, BTA (+/-)

atau rontgen (+).

a. Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300

mg, dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60

kali).

25

Page 26: Referat Sponndilitis TB

b. Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali

seminggu selama 4 bulan (54 kali).

Pilihan lain : 2RHZE fase inisial, dilanjutkan 6HE fase lanjutan

- Kategori II untuk kasus gagal pengobatan, relaps, drop out, dengan BTA

(+) :

a. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin

450 mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari.

Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat

lainnya selama 3 bulan (90 kali).

b. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol

1250 mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali).

Obat lini kedua hanya diberikan pada kasus resisten obat. Obat lini kedua :

levofloksasin, etionamid, kanamisin, amikasin, sikloserin, dan klaritomisin.

MDR-TB didefinisikan sebagai basil TB yang resisten terhadap isoniazid

dan rifampisin. Regimen MDR-TB harus disesuaikan dengan hasil kultur abses.

Rekomendasi terbaru untuk penanganan MDR-TB yaitu dengan kombinasi 5 obat

diberikan selama 18-24 bulan :

- Salah satu OAT lini pertama yang diketahui sensitif melalui hasil kultur

resistensi

- OAT injeksi periode minimal selama 6 bulan

- Kuinolon

- Sikloserin atau Etionamid

- Antibiotik (amoksisilin)

TB pada bayi dan anak setidaknya harus ditatalaksana selama 12 bulan. Berikut

tabel dosis rekomendasi OAT pada anak dan dewasa :

26

Page 27: Referat Sponndilitis TB

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita

bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri

dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada

vertebra. Terapi medikamentosa dikatakan gagal jika dalam 3-4 minggu, nyeri

atau defisit neurologis masih belum menunjukan perbaikan setelah pemberian

OAT yang sesuai.

Terapi operatif

Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau

malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi, penderita

diberikan obat tuberkulostatik.

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka, debrideman, dan bone graft.

Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI

ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005).

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan penting dalam

beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin), lesi tuberkulosa,

paraplegia, dan kifosis.

Cold absces : Cold abscess yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat

terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar

dilakukan drainase bedah.

27

Page 28: Referat Sponndilitis TB

Lesi tuberkulosa :

Debrideman fokal.

Kosto-transveresektomi

Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Kifosis

Pengobatan dengan kemoterapi.

Laminektomi.

Kosto-transveresektomi.

Operasi radikal.

Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis

bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif

berupa fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007).

28

Page 29: Referat Sponndilitis TB

DAFTAR PUSTAKA

1. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E,

Eisen A., editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and

Management. London : Springer-Verlag, 1997 : 378-87.

2. Cormican L, Hammal R, Messenger J, Milburn HJ. Current difficulties in the

diagnosis and management of spinal tuberculosis Postgrad Med J 2006; 82: 46-

51.

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia.Grafika. Jakarta. 2006. hal. 5

4. Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi FK-UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin , FK-UI/ RSUPN dr.

Ciptomangunkusumo. 2002.567

5. Albar Z. Medical treatment of Spinal Tuberculosis. Cermin Dunia Kedokteran

No. 137, 2002 29.

6. Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA. Murray and Nadel’s Textbook

of Resporatory Medicine. 4th ed. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2005.

7. Wilson J, MacDonald. Current Orthopedics. Elsevier Science; 2003. hal. 468

8. Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. Tuberculosis of Spine. Journal of

Craniovertebral Junction and Spine 2010, 1: 14

9. Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi FK-UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin , FK-UI/ RSUPN dr.

Ciptomangunkusumo. 2002.10 

10. Polley P, Dunn R. Noncontiguous spinal tuberculosis: incidence and

management. Eur Spine J (2009) 18:1096–1101.11  

11. Karraeminogullari O, Aydinli U, Ozerdemoglu R, Ozturk C. Tuberculosis of

the Lumbar Spine: Outcomes after Combined Treatment of Two-drug Therapy

and Surgery. Orthopedics. January 2007. Vol. 30. No.1

12. Infectious and noninfectious inflammatory disease affecting the spine. Dalam:

Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Disease of the Spine and Spinal Cord.

Oxford University Press Inc. 2000.c. 9 h.325 – 335.

29

Page 30: Referat Sponndilitis TB

13. Teo EL, Peh WC. Imaging of tuberculosis of the spine. Singapore Med J 2004.

Vol 45(9); 439.

14. Camillo FX. Infections of the Spine. Canale ST, Beaty JH, ed. Campbell’s

Operative Orthopaedics. edisi ke-11. 2008. vol. 2, hal. 2237

15. Moesbar N. Infeksi tuberkulosis pada tulang belakang. Majalah Kedokteran

Nusantara. Sept 2006.Vol.39. No.3

16. El- Fiky AM. Surgical management of tuberculous spondilitis in adults. Review

in 20 cases. Pan Arab J Otrh Traum. Vol (2)/ No. (2) – 195 – 201.

17. Alwali ANA. Spinal brace in tuberculosis of the spine. Neurosciences 2003;

Vol. 8 (1): 17-22.

18. Albar Z. Medical treatment of Spinal Tuberculosis. Cermin Dunia Kedokteran

No. 137, 2002 29.

19. Hidalgo JA. Pott Disease. [Online]. 2008 Aug 29 [cited 2009 Aug 27];[17

screens]. Available from: URL:http:www.eMedicine.com/med/topic

20. Harada Y, T Osamu, Matsunaga N. Magnetic Resonance Imaging

Charasteristics of Tuberculous Spondylitis vs. Pyogenic Spondylitis. Clinical

Imaging 32 (2008) 303–309.

21. Ahn JS, Lee JK. Diagnosis and Treatment of Tuberculous Spondilitis and

Pyogenic Spondilitis in Atypical Cases. Asian Spine Journal.Vol. 1, No. 2, pp

75~79, 2007.

22. Parthasarathy R, et al. A comparison between ambulant treatment and radical

surgery - ten-year report. J Bone and Joint Surg 1999; 81B: 464-71.

30