Referat Ms Fix

download Referat Ms Fix

of 29

Transcript of Referat Ms Fix

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    1/29

    i

    REFERAT

    MALARIA SEREBRAL

    Oleh :

    Dian Muflikhy Putri 112011101076

    Pembimbing :

    dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S

    SMF SARAF RSUD dr. SOEBANDI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

    2015

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    2/29

    ii

    REFERAT

    MALARIA SEREBRAL

    Disusun Untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Dokter Muda

    di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD dr. Soebandi Jember

    Oleh :Dian Muflikhy Putri 112011101076

    Pembimbing :

    dr. Hj. Supraptiningsih, Sp.S

    SMF SARAF RSUD dr. SOEBANDI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

    2015

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    3/29

    iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

    KATA PENGANTAR .................................................................................... v

    BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3

    2.1 Definisi ........................................................................................... 3

    2.2 Epidemiologi .................................................................................. 3

    2.3 Etiologi ........................................................................................... 4

    2.4 Patogenesis ..................................................................................... 7

    2.5 Gejala Klinis ................................................................................... 10

    2.6 Kriteria Diagnosis .......................................................................... 10

    2.7 Diagnosis Banding ......................................................................... 14

    2.8 Tatalaksana ..................................................................................... 16

    2.9 Komplikasi ..................................................................................... 19

    2.10 Pencegahan ................................................................................... 19

    2.11 Prognosis ...................................................................................... 20

    BAB 3. KESIMPULAN ................................................................................. 21

    DAFTAR PUSTAKA. 22

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    4/29

    iv

    DAFTAR GAMBAR

    2.1 Distribusi malaria di seluruh dunia . 4

    2.2 MorfologiPlasmodium falsiparum. 5

    2.3 Siklus Hidup Plasmodium 6

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    5/29

    v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-

    Nya sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan referat yang berjudul Malaria

    Serebral ini. Referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas Lab/SMF Ilmu Penyakit

    Saraf di RSD dr. Soebandi Jember.

    Penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Saya

    mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter pembimbing saya dr. Hj.

    Supraptiningsih, Sp.S, dan seluruh pihak yang telah membantu saya dalam

    penyusunan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

    Pepatah mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula dalam

    penyusunan referat ini yang banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.

    Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna

    penyempurnaan referat ini.

    Besar harapan penyusun, semoga referat ini memberikan manfaat kepada semua

    pihak pada umumnya dan khususnya pada kami selaku dokter muda.

    Jember, 17 Desember 2015

    Penyusun

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    6/29

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

    dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak

    balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan

    dapat menurunkan produktivitas kerja.1

    Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya

    sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan

    hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun

    dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).1,3,4

    Selama tahun

    2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000

    penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan

    1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.1

    Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara

    nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi

    dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria yang

    rendah sering terjadi kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat adanya kasus impor.

    Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus.

    Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6%

    dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa Tenggara

    Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan

    Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi

    tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua Barat (10,6%), Papua

    (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%).1,4

    Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa genus plasmodium, yang ditular-

    kan oleh nyamuk anopheles betina dan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Ada

    empat jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia yaitu

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    7/29

    2

    Plasmodium falciparum,P. vivax, P. malariaedanP. ovale.Plasmodium falsiparum

    adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria berat

    antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi. Penyebab paling sering

    dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang non-imun adalah

    malaria serebral.1,2

    Malaria serebral terjadi kira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun

    demikian masih sering dijumpai pula didaerah endemik seperti di Jepara ( Jawa

    Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.2

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    8/29

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium

    yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam

    darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan

    splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat

    berlangsung tanpa komplikasi maupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal

    sebagai malaria berat.2

    Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi

    malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau

    koma yang menetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang

    dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.5

    2.2 Epidemiologi

    Plasmodium falciparum umumnya terdapat di daerah endemik tropik dan

    subtropik. Afrika sub Sahara dan Melanesia (Papua New Guinea, kepulauan

    Salomon).Plasmodium vivaxdi Amerika Tengah dan Selatan, India, Afrika Utara dan

    Timur Tengah, sedangkan Plasmodium Ovale di Afrika Barat dan

    Plasmodium.malariaesporadik di seluruh dunia.

    Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya

    sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan

    hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun

    dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).1,3,4

    Selama tahun

    2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    9/29

    4

    penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan

    1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.1

    Gambar 2.1 Distribusi malaria di seluruh dunia9

    2.3 Etiologi

    Malaria serebral merupakan komplikasi sistemik dari malaria yang terberat

    dan sering menyebabkan kematian.

    Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di

    otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. Hal

    tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang ditularkan oleh

    nyamuk anopheles betina

    a. Morfologi Plasmodium falciparum

    1) Tropozoit awal berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya 1/5 eritrosit,

    dan tidak berpigmen.

    2) Tropozoit yang sedang berkembang (jarang terlihat dalam darah perifer)

    berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar; berwarna hitam; dan

    jumlahnya sedang,.

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    10/29

    5

    3) Skizon imatur(jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya hampir mengisi

    eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.

    4) Skizon matur (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya bersegmen,

    pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah, ukurannya hampir menutupi

    eritrosit.

    5) Makrogametosit waktu timbulnya 7-12 hari, jumlahnya dalam darah sangat

    banyak, memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit, berbentuk bulan sabit (ujung

    bulat atau runcing), sitoplasmanya berwarna biru tua, pigmennya bergranul

    hitam dengan inti bulat.

    6)

    Mikrogametosit waktu timbul, jumlah dan ukurannya sama dengan stadium

    makrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru kemerahan, berbentuk ginjal

    dengan ujung tumpul, pigmennya bergranul gelap.

    Gambar 2.2. Morfologi Plasmodium falciparum

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    11/29

    6

    b. Siklus Hidup Plasmodium (CDC, 2010)

    Gambar 2.3 Siklus Hidup Plasmodium8

    Siklus hidup Plasmodium terjadi dalam 2 host, yaitu siklus sporogoni yang

    terjadi di dalam tubuh vektor dan siklus skizogoni yang terjadi di dalam tubuh host.

    Siklus skizogoni terjadi saat Anopheles betina yang terinfeksi malaria

    menginokulasikan sporozoit ke dalam tubuh manusia ketika mengambil darah.

    Sporozoit kemudian menginfeksi sel hepar dan matang menjadi skizon, yang

    kemudian ruptur dan melepaskan merozoit. Merozoit kemudian menginfeksi eritrosit

    dan berubah menjadi trofozoit matur, kemudian skizon. Skizon akan mengalami

    ruptur dan melepaskan merozoit. Setelah menjalani 3 kali siklus eritrosit, beberapa

    parasit mengalami diferensiasi menjadi gametosit.

    Semua stadium Plasmodium yang terdapat di dalam darah, ikut terambil

    nyamuk Anopheles ketika menghisap darah manusia. Gametosit jantan

    (mikrogametosit) dan betina (makrogametosit) yang ikut terhisap akan mengalami

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    12/29

    7

    diferensiasi dalam tubuh nyamuk, sementara stadium lainnya akan menjadi sumber

    protein bagi nyamuk Anopheles. Gametosit jantan kemudian berubah menjadi

    mikrogamet, sementara gametosit betina berubah menjadi makrogamet. Saat

    mencapai lambung nyamuk, mikrogamet melakukan fertilisasi dengan makrogamet

    yang kemudian menghasilkan zigot. Zigot berubah menjadi ookinet yang menginvasi

    dinding midgut nyamuk, dan berkembang menjadi ookista. Ookista tumbuh, ruptur

    dan melepaskan sporozoit, lalu menuju ke seluruh tubuh nyamuk, diantaranya

    kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit yang merupakan stadium infektif ini siap untuk

    diinokulasikan ke dalam hostyang baru.6,7

    2.4 Patogenesis

    Ada tiga teori yang dikemukakan, yaitu Teori Mekanis (Sitoadherens,

    Rosetting dan Deformabilitas Eritrosit), Teori Toksik dan Teori Permeabilitas.

    Namun tidak banyak perbedaan antara ketiga teori tersebut dimana teori yang satu

    saling terkait dengan teori yang lain:10

    a. Teori Mekanis

    1)

    Sitoadherens

    Plasmodium falciparum merupakan satu-satunya spesies yang dapat

    menginduksi sitoadherens ke endotelium vaskular eritrosit yang mengandung parasit

    matur. Sebagai parasit matur, protein parasit dibawa dan dimasukkan ke membran

    eritosit. Sitoadherens menyebabkan penyerapan eritrosit berparasit pada

    mikrosirkulasi, terutama kapiler dan post kapiler venula.

    Penelitian menunjukkan, penyerapan eritrosit berparasit lebih banyak pada

    otak, tetapi juga pada hati, mata, jantung, ginjal, intestinum dan jaringan adiposa.Penyerapan yang paling menonjol pada serebrum, serebelum (medula oblongata).

    Dari penelitian pada anak dengan malaria serebral didapatkan penyerapan eritrosit

    berparasit dan akumulasi platelet intravaskular, yang berperan adalah sitoadherens.

    2) Deformabilitas eritrosit dan rosetting.

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    13/29

    8

    Eritrosit berparasit yang dapat melakukan sitoadherens juga dapat melakukan

    resetting, dimana berkelompoknya eritrosit berparasit yang diselubungi 10 atau lebih

    eritrosit non parasit. Proses ini mempermudah terjadinya sitoadherens karena

    obstruksi aliran darah dalam jaringan.

    Adanya sitoadherens, roset, penyerapan eritorsit berparasit dalam otak dan

    menurunnya deformabilitas eritrosit berparasit menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi

    akibatnya terjadi hipoksia jaringan.

    b. Teori Toksik

    Pada Malaria berat dengan infeksi berat, konsentrasi sitokin proinflamasi

    dalam darah seperti TNF alfa, IL-1. IL-6, dan IL-8 meningkat, begitu juga dengan

    sitokin Th2 anti inflamasi (IL-4 dan IL-10). Stimulator yang menginduksi produksi

    sitokin proinflamasi oleh leukosit adalah glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang

    dimiliki oleh Plasmodium falciparum. GPI (glycosylphosphatidylinositol)

    menstimulasi produksi TNF alfa dan juga limfotoksin. Kedua sitokin tersebut dapat

    meregulasi ekspresi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule 1) dan VCAM-1

    pada sel endotelium, kemudian terjadi penyerapan eritrosit berparasit di otak, dan

    menyebabkan koma. Peningkatan konsentrasi plasma TNF alfa pada pasien dengan

    malaria falciparum berhubungan dengan keparahan penyakit, termasuk koma,

    hipoglikemia, hiperparasitemia dan kematian.

    Selain hal tersebut, TNF alfa juga menyebabkan pelepasan NO (Nitrit Oksida).

    Pelepasan NO (Nitrit Oksida) mengakibatkan kelainan neurologis karena

    mengganggu neurotransmitter.

    c. Teori Permeabilitas

    Terdapat sedikit peningkatan permeabilitas vaskular pada malaria berat, namunBlood Brain Barrier (BBB) pada pasien dewasa dengan malaria serebral secara

    fungsional utuh. Penelitian pada anak anak afrika dengan malaria serebral

    memperlihatkan peningkatan permeabilitas BBB (Blood Brain Barrier) dengan

    disrupsi endotel interseluler.

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    14/29

    9

    Penelitian yang dilakukan pada pasien dewasa dengan malaria serebral tidak

    memperlihatkan adanya oedem serebral. Namun pada anak anak afrika, frekuensi

    oedem serebral lebih banyak terjadi, meskipun tidak secara konsisten ditemukan.

    Disebutkan pula, pembukaan tekanan lumbal pungsi pada pasien dewasa

    biasanya normal, namun meningkat > 80% pada anak dengan malaria serebral.

    Peningkatan tekanan intrakranial sebagian disebabkan oleh penyerapan eritrosit

    berparasit oleh otak.

    Gambar 3. Platelet dan mikropartikel merupakan elemen patogenik pada malaria

    serebral

    Berdasarkan gambar 3 diatas diketahui bahwa:11

    Selama fase akut malaria serebral, terlihat adanya peningkatan level

    mikropartikel endotelial dalam plasma dari pasien mencerminkan aktivasi endotelsecara luas dan atau terjadi perubahan, disebabkan karena peningkatan level TNF

    (Tumour Necrosis Factor). Secara in vitro, platelet dapat memperkuat ikatan antara

    erirosit berparasit (PRBC) dengan sel endotel dan menyebabkan molekul adhesi baru

    antara 2 tipe sel. Juga, platelet mampu menginduksi perubahan PRBC monolayer

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    15/29

    10

    endotel, terutama dengan meningkatkan permeabilitas dan mempromosikan

    apoptosis.

    2.5 Gejala Klinis

    Gejala klinis malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak

    setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan

    kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang bersifat local atau menyeluruh.

    Dapat ditemukan perdarahan pada retina, tetapi papil edema jarang

    ditemukan. Gejala neurologi yang timbul dapat menyerupai meningitis, epilepsy,

    delirium akut, intoksikasi, serangan panas (heat sroke). Pada orang dewasa koma

    timbul setelah demam, bahkan pada orang non imun dapat timbul lebih cepat. Pada

    anak koma timbul kurang dari 2 hari, setelah demam yang didahului kejang dan

    berlanjut dengan penurunan kesadaran. Koma adalah bila dalam waktu 30 menit

    penderita tidak memberikan respon motorik dan atau verbal. Derajat penurunan

    kesadaran pada koma dapat diukur dengan Glasgow coma scale (dewasa) atau

    Blantyre coma scale (anak). Gejala sisa (squelae) dilaporkan 10% pada anak di

    Afrika dan 5% pada orang dewasa di Mungthai.6,7

    2.6 Kriteria Diagnosis

    Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan

    jiwa. Gejala utama demam sering di diagnosis dengan infeksi lain, seperti demam

    typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.

    Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue

    atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan

    dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam

    sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.4

    Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat

    perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus

    dilakukan.

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    16/29

    11

    Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan

    anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

    A. Anamnesis

    Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat

    disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal pegal.

    Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:

    1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;

    2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;

    3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;

    4.

    riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;

    5. riwayat mendapat transfusi darah

    B. Pemeriksaan Fisik

    1. Demam (>37,5 C aksila)

    2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat

    3. Pembesaran limpa (splenomegali)

    4. Pembesaran hati (hepatomegali)

    5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi,

    konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna

    coklat kehitaman (Black Water Fever), kejang dan sangat lemah (prostration).

    Keterangan : penderita malaria berat harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan

    kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap untuk

    mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.

    C. Pemeriksaan Laboratorium

    Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan

    sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.

    1. Pemeriksaan dengan mikroskop

    Pemeriksaan dengan mikroskop merupakangold standard (standar baku) untuk

    diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan

    darah tebal dan tipis. Pemeriksaan saat penderita demam dapat meningkatkan

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    17/29

    12

    kemungkinan ditemukaannya parasit. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis

    di rumah sakit / Puskesmas / lapangan untuk menentukan:

    a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);

    b) Spesies dan stadium Plasmodium;

    c) Kepadatan parasit:

    1) Semi Kuantitatif

    (-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang

    besar)

    (+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)

    (++) = positif 2 (ditemukan 11

    100 parasit dalam 100 LPB)

    (+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)

    (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

    Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

    - Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %

    - Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %

    - Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %

    2) Kuantitatif

    Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal

    (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

    Contoh :

    - Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit

    8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000

    parasit/uL.

    - Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit

    4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000

    parasit/uL.

    2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)

    Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

    dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    18/29

    13

    unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak

    tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.

    Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai

    agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia

    dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini

    yang digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah yang dapat

    mengidentifikasiP. falcifarum dan nonP.Falcifarum.

    3. Pemeriksaan denganPolymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA

    Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan

    ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.

    falcifarum. Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium

    yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis.

    Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi

    malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.

    4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang

    perlu dilakukan adalah:

    a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;

    b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;

    c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali

    fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan

    (kalium,analisis gas darah); dan

    d. urinalisis.4

    2.7 Diagnosis Banding

    Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai

    berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.

    1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain

    sebagai berikut.

    a.

    Demam tifoid

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    19/29

    14

    Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,

    obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis

    relatif, aneosinofilia, uji serologi dan kultur.

    b. Demam dengue

    Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit

    kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji tourniquet positif,

    penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit

    pada demam berdarah dengue, tes serologi (antigen dan antibodi).

    c. Leptospirosis

    Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,

    conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri

    betis yang mencolok. Pemeriksaan serologi MicroscopicAgglutination

    Test (MAT) atau tes serologi positif.

    2. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut.

    a. Infeksi otak

    Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya

    kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya. Pada

    penderita dapat dilakukan analisa cairan otak dan imaging otak.

    b. Stroke (gangguan serebrovaskuler)

    Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologic lateralisasi

    (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada penyakit yang

    mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain).

    c. Tifoid ensefalopati

    Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-

    tanda demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal, seperti

    nyeri perut dan diare). Didukung pemeriksaan penunjang sesuai demam

    tifoid.

    d. Hepatitis A

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    20/29

    15

    Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa

    makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit

    kuning, dan urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5

    kali tanpa gejala klinis atau meningkat > 3 kali dengan gejala klinis.

    e. Leptospirosis berat/penyakit Weil

    Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan

    yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih selokan,

    sampah, dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal. Insidens penyakit ini

    meningkat biasanya setelah banjir.

    f.

    Glomerulonefritis akut

    Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap malaria

    negatif.

    g. Sepsis

    Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan

    sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan

    mikrobiologi.

    h. Demam berdarah dengue atauDengue shock syndrome

    Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa

    syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi

    perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan

    melena), sering muntah, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan

    hemoglobin dan hematokrit, uji serologi positif (antigen dan antibodi).4

    2.8Penatalaksanaan

    Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi

    Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin Combination

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    21/29

    16

    Therapy).2Terapi yang dianjurkan untuk penatalaksanaan malaria serebral antara

    lain:

    1. Umum.

    Merupakan aspek penting dalam manajemen pasien malaria serebral, yaitu:

    a. Memelihara jalan nafas dilakukan pada penderita dengan koma dalam dan

    indikasi pemasangan intubasi endotrakea.

    b. Merubah posisi pasien tiap 2 jam.

    c. Hindari tempat tidur basah atau lembab.

    d. Posisi semi pronasi dengan elevasi kaki untuk mencegah aspirasi.

    e. Memelihara keseimbangan cairan intake/output serta mengamati

    perubahan warna urin ( hitam/coklat) bila terjadi.

    f. Monitor tanda vital tiap 4-6 jam.

    g. Mengobservasi terjadinya kejang dan harus segera diatasi.

    h. Bila suhu di atas 39o

    C harus dilakukan kompres di dahi atau lipatan ketiak

    dan diberikan paracetamol.

    i. Pemasangan NGT dilakukan pada pasien kesadaran menurun atau sulit

    menelan untuk menghindari aspirasi pneumonia.

    j. Pemasangan kateter uretra untuk memonitor keseimbangan cairan.

    2. Terapi kejang.

    Tahap premonitoring diazepam 10 mg iv atau rektal dapat diulang

    setelah 10 15 menit bila kejang masih terjadi, dosis maksimum diazepam 50

    mg dalam 4 jam pertama, bila diberikan dalam 24 jam, boleh sampai 100 mg.

    Status konvulsif lanjut fenitoin 15 18 mg/kg iv, kecepatan 50 mg/menit

    diberikan dalam waktu 20

    30 menit (dengan lorazepam bila belumdiberikan) dan atau phenobarbital 10 mg/kg iv, kecepatan 100 mg/menit.

    Phenobarbital dapat menurunkan insidensi kejang sampai 54 %.

    4. Jangan berikan obat-obat sebagai berikut:

    a. Kortikosteriod.

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    22/29

    17

    b. Obat anti inflamasi lain.

    c. Obat anti edema seperti manitol, urea, invert sugar.

    d. low molecular weight dextran.

    e. Adrenalin.

    f. Heparin.

    g. Pentoksifilin.

    h. oksigen hiperbarik.

    i. Siklosporin.

    Penggunaan deksametason merupakan kontraindikasi pada malaria serebral

    karena tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat, tetapi justru mengakibatkan

    penurunan kesadaran menjadi makin lama, dan mempertinggi kemungkinan

    infeksi dan perdarahan saluran cerna. .

    5. Obat anti-malaria

    Malaria serebral menjadi fatal setelah beberapa hari infeksi.

    Pengobatan segera sangat penting karena imunitas alamiah malaria belum

    diketahui sehingga pencegahan adalah cara yang terbaik. Semua kasus malaria

    berat harus dirawat di rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan, pengobatan

    dan pengawasan. Pengobatan yang diberikan adalah suntikan antimalaria

    intravena (klorokuin, kinin, artemisin) untuk mencapai kadar level plasma

    obat yang adekuat. Obat-obat baru yang ada penggunaannya secara oral

    seperti meflokin, halofantrin harus dihindari pada kasus malaria berat.

    Penggunaan dosis tinggi apalagi dalam jangka waktu lama tidak memberikan

    manfaat yang lebih baik, sebaliknya hanya menambah efek samping obat.

    Diperlukan obat anti malaria yang mempunyai daya membunuh parasit secara

    cepat dan bertahan cukup lama di darah untuk dapat menurunkan derajat

    parasitemia:(9)

    a. Kinin HCl

    Diberikan dalam larutan infus 10 ml/kgbb NaCl 0.9 % atau dextrosa 5 %.

    Dosis loading 16,7 mg basa/kgbb atau 20 mg bentuk garam/kgbb dalam 4

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    23/29

    18

    jam pertama; dosis biasa: 8,3 mg basa/kgbb atau 10 mg bentuk

    garam/kgbb dalam 4 jam pertama. Diteruskan dengan 8,3 mg basa/kgbb

    dalam 4 jam, diulang tiap 8 jam, sampai penderita dapat menelan tablet

    untuk kemudian diselesaikan pengobatannya per oral sampai hari ketujuh.

    Dosis maksimal: 2000 mg/24 jam, sampai 13.000 mg selama 7 hari untuk

    berat badan 60 kg atau lebih. Kinin HCl sebaiknya tidak diberikan

    intramuskuler karena absorpsi yang, tidak menentu dan sering

    mengakibatkan abses, juga sebaiknya tidak diberikan intravena bolus

    karena efek toksik pada jantung dan saraf. Apabila harus diberikan IV,

    diencerkan dengan 30

    50 ml cairan isotonis dan pemberian IV lambat

    selama 15 20 menit. Dosis loading tidak diberikan kepada penderita

    yang dalam 48 jam sebelumnya sudah diberi kina, dalam hal ini langsung

    digunakan dosis biasa. Juga pada penderita gagal hati dan gagal ginjal.

    b. Kinidin glukonat

    Bila kinin HC1 tidak tersedia, kinidin cukup aman dan efektif sebagai obat

    anti malaria. Dosis loading 15 mg basa/kgbb dilarutkan dalam cairan

    isotonis diberikan dalam 4 jam pertama, diteruskan dengan 7,5 mg

    basa/kgbb dalam 4 jam, tiap 8 jam dan dilanjutkan per oral setelah

    penderita sadar.

    c. Klorokuin

    Diberikan dalam larutan infus 10 ml/kgbb NaCl 0, 9 % atau dextrosa 5 %.

    Dosis: 5 mg basa/kgbb dalam 4 jam, diulang setiap 12-24 jam sampai

    mencapai dosis total 25 mg basa/kgbb dalam 3 hari. Pemberian klorokuin

    secara parenteral tidak dianjurkan karena toksisitasnya.

    d.

    Amodiakuin

    Dosis loading 10 mg/kgbb dalam 500 ml cairan, untuk 4 jam. Kemudian 5

    mg/kgbb dalam 500 ml cairan/hari selama 3 hari.

    e. Meflokuin (4-kuinolin metanol)

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    24/29

    19

    Tidak tersedia kemasan parenteral. Diberikan per sonde karena

    absorpsinya cepat. Dosis: 18 20 mg/kgbb atau 750 1250 mg dosis

    tunggal/terbagi. Sebaiknya obat ini dikombinasikan dengan sulfadoksin

    dan pirimetamin untuk mencegah resistensi. Uji coba kombinasi obat ini

    di Thailand memberikan cure rate 96 % dibandingkan dengan meflokuin

    sendiri 93 %. Meflokuin juga efektif untuk terapi Plasmodium falciparum

    yang resisten terhadap kinin (R I/R II) dan cross resistensi antara kinin dan

    meflokuin padaPlasmodium falciparum in vivo sangat rendah.

    f. Qinghaosu (artemether oil, artesunate solution)

    Dipakai pada pengobatan malaria serebral di Cina dan Thailand dengan

    pemberian per sonde, IM ataupun IV. Dosis suspensi 1,5 g diberikan

    dalam 2 hari. Artesunate IV/IM dosis 4 mg/kgbb hari I, dilanjutkan

    dengan 2 mg/kgbb pads hari ke 2 dan 3(11).

    g. Halofantrin (9 fenantrenmetanol)

    Dosis 3 x 250 mg/hari selama 3 hari.2

    2.9KOMPLIKASI

    a. Kecacatan

    b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,

    gangguan bicara dan epilepsy.

    c. Kematian.9

    2.10 PENCEGAHAN

    Dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk

    menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, yaitu dengan cara :

    1. Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu (dicelup pestisida :

    pemethrin atau deltamethrin)

    2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents) : gosok,

    spray, asap, eleltrik

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    25/29

    20

    3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau

    harus memakai proteksi (baju lengan panjang). Nyamuk akan menggigit

    diantara jam 18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian

    diatas 2000 m

    4. Proteksi tempat tinggal / kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti

    nyamuk

    Bila akan digunakan kemoprfilaksis perlu diketahui sensitivitas

    plasmodium di tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitive (seperti

    Minahasa), cukup profilaksis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin

    diphosphat) tiap minggu, 1 minggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah

    tiba kembali. Pada daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin

    100 mg/hari atau mefloquin 250 mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/ minggu

    ditambah proguanil 200 mg/hari.

    Vaksin untuk malaria terdapat 3 jenis, yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra

    hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission block

    untuk melawan gametosit.2

    2.11 PROGNOSIS

    Prognosis malaria serebral tergantung pada :

    a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan

    Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya

    akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.

    b. Kegagalan fungsi organ

    Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan

    dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.

    c. Kepadatan parasit

    Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/ banyak

    jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih

    lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    26/29

    21

    d. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal)

    Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2 mmol/l.

    Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.13

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    27/29

    BAB III

    KESIMPULAN

    Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi

    malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau

    koma yang menetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang

    dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.

    Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya

    sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan

    hasil survei komunitas selama 2007 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun

    dari 1,39 % (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010).1,3,4

    Selama tahun

    2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,62 per 1.000

    penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan

    1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.1

    Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di

    otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. Hal

    tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang ditularkan oleh

    nyamuk anopheles betina.

    Gejala klinis malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak

    setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan

    kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang bersifat local atau menyeluruh.

    Untuk menegakkan diagnosis malaria serebral didapatkan melalui anamnesis,

    pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Prognosis malaria serebralditentukan kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan, kegagalan fungsi organ,

    kepadatan parasit, dan kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal).

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    28/29

    DAFTAR PUSKATA

    1. Depkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Direktorat

    Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta. 2012.

    2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus.

    Setiati, Siti. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat : Interna

    Publishing

    3. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kesehatan : Jakarta. 2007

    4. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kesehatan : Jakarta. 2010

    5. Bahrudin, Moch. 2013. Neurologi Klinis. Malang : Penerbit Universitas

    Muhammadiyah Malang.

    6. Natadisastra, Djaenudin. Agoes, Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran

    Ditinjau dari Organ yang diserang. Jakarta : EGC

    7.

    Sutanto, Inge. Suhariah, Is Ismid. Sjarifuddin, Pudji. Sungkar, Saleha. 2009.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit FK UI

    8. http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/Diakses pada : 12 Desember 2015,

    pukul 14.44 WIB

  • 7/25/2019 Referat Ms Fix

    29/29

    9. WHO. 2014. World Malaria Report. Publication. Switzerland: WHO Press

    World Health Organization

    10.WHO, 2010. Guideline for the treatment of malaria. Publication. Switzerland:

    WHO Press World Health Organization

    11.Dondorp, Arjen M. 2005. Pathophysiology, clinical presentation and

    treatment of cerebral malaria, 10, pp67-77. Available at: www.neurology-

    asia.org

    www.neurology-asia.org

    12.Combes, Valery; N. Coltel; D. Faille; S. C. Wassmer; G. E. Grau. 2006.

    Cerebral malaria: role of microparticles and platelets in alterations of the

    blood-brain barrier. International Journal for Parasitology, 36, pp541-46.

    13.Iskandar Zulkarnain dan Budi Setiawan. 2007. Malaria Berat dalam: Buku

    ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed IV. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen

    Ilmu Penyakit Dalam.