Referat Megacolon Congenital NEW

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus. 1 Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. 2 Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, dan belum diketahui secara pasti patofisiologi terjadinya penyakit ini hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini 1

description

Referat Megacolon Congenital NEW

Transcript of Referat Megacolon Congenital NEW

Page 1: Referat Megacolon Congenital NEW

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan

disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan

meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu

termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi

saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus

proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid

pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat

mengenai seluruh usus sampai pylorus.1

Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada

gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi

hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.2

Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun

1886, dan belum diketahui secara pasti patofisiologi terjadinya penyakit ini

hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa

megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan

peristaltic dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion pada usus tersebut.3

Insidensi penyakit Hirschprung di Indonesia tidak diketahui secara

pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah

penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, maka

diprediksikan setiap tahun akan lahir sekitar 1400 bayi dengan penyakit

Hirschprung. Laki-laki 4 kali lebih banyak dibanding perempuan.2

Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit megakolon kongenital

masih rendah, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal ini

menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis penyakit megakolon

kongenital yang berujung pada keterlambatan dalam penatalaksanaan

penyakit ini.4

1

Page 2: Referat Megacolon Congenital NEW

Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah pengeluaran

mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau,

dan perut membuncit keseluruhan.4

Pengobatan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah

dan pengobatan bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk

mengobati komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk

memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi definitif

dapat dikerjakan.4

Tindakan bedah pada penyakit Hirschsprung terdiri atas tindakan

bedah sementara dan tindakan bedah definitif. Tindakan bedah sementara

dimaksudkan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi

pada kolon yang mempunyai ganglion normal bagian distal.4

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini

mungkin mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat

membahayakan jiwa pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses

perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat menyebabkan kematian.

Enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga

mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna.

Mortalitas dari kondisi ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam

diagnosis, perawatan intensif neonatus, teknik pembedahan, dan

diagnosis dan penatalaksanaan penyakit Hirschprung dengan

enterokolitis. 4

2

Page 3: Referat Megacolon Congenital NEW

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Embriologi Kolon dan Rektum

2.1.1 Kolon

Secara embriologi, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan

kolon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam

perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional,

sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas.

Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar

usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada

kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit.5

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang

sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani.

Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5

inchi (sekitar 6,5cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat

katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum

menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup

ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi

menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat

dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri

atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon

sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk

S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu

dengan rectum. Rectum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus.

Satu inci terakhir dari rectum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh

sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani

adalah 5,9 inci.6

3

Page 4: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 1. Anatomi Kolon15

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan, yaitu tunika serosa,

muskularis, tela submukosa, dan tunika mukosa, akan tetapi usus besar

mempunyai gambaran-gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal

tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli

yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus

sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang

disebut haustra. Pada taenia, melekat kantong-kantong kecil perineum yang

berisi lemak yang disebut appendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar

lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai

sel goblet lebih banyak daripada usus halus.6

4

Page 5: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 2. Lapisan Dinding Kolon16

Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan

inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan

dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum. Arteri

mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama, yaitu arteri ileokolika,

arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika

inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal

kolon transversum sampai rectum bagian proksimal). Arteri mesenterika

inferior mempunyai tiga cabang, yaitu arteri kolika sinistra, arteri

hemoroidalis superior, dan arteri sigmoidea.6

5

Page 6: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 3. Vaskularisasi Kolon17

Vaskularisasi tambahan daerah rectum diatur oleh arteri sakralis

media dan arteri hemoroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari

kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior

serta vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system portal yang

mengalirkan darah ke hati.6

Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan

perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar.

Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon

transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai

bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf

splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan

penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum,

sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.7

Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :7

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

6

Page 7: Referat Megacolon Congenital NEW

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada

ketiga pleksus tersebut.7

Gambar 4. Skema syaraf autonom intrinsik usus12

Jadi pasien dengan kerusakan medulla spinalis, maka fungsi ususnya

tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschprung akan

mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi

keabsenan pleksus aurbach dan meissner.9

2.1.2 Rektum

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi,

sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana

bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal

canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke

bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal

dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.

Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.7

7

Page 8: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 5 . Anatomi anus dan rektum beserta otot-ototnya. LA = otot levator

anal; PR = otot puborektal; SE = sfingter anal externa: SI = sfingter anal internal;

TK = tulang koksigeus; MM = muskularis mukosa.12

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf

simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut

saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus.

Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan

muskulus levator ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus

pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf

simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol

oleh N. N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya

dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf

parasimpatis).7

2.2 Fisiologi Kolon

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, ekskresi

mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari

700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml

yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu

makan, minum, atau menelan ludah.10

Oksigen dan karbondioksida didalamnya diserap di usus, sedangkan

nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian dikeluarkan

sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada

8

Page 9: Referat Megacolon Congenital NEW

infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus, gas

tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.10

2.3 Penyakit Hirschsprung

2.3.1 Definisi

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan

disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan

meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu

termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rectum. Tidak adanya inervasi

saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus

proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid

pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat

mengenai selruh usus sampai pylorus.11

Gambar 6. Gambaran Megacolon Kongenital12

2.3.2 Epidemiologi

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi

berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk

Indonesia 200 juta dan tingkat kelahian 35 permil, maka diprediksikan akan

lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung. Kartono mencatat 20-40

pasien penyakit hirschsprung akan dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto

MAngunkusumo Jakarta.12

Menurut catatan Swenson, 81,1% dari 880 kasus yang diteliti adalah

laki-laki, sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor

keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).

9

Page 10: Referat Megacolon Congenital NEW

Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit

Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup

signifikan, yaitu Down Syndrome (5-10%) dan kelainan urologi seperti

refluks vesikoureter, hydronefrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai

1/ kasus).4

2.3.3 Etiologi

Sampai tahun 1930an etiologi Penyakit Hirschsprung belum jelas dik

eta-hui. Penyebab sindrom tersebut baru jelas setelah Robertson dan

Kernohan pada tahun 1938 serta Tiffin, Chandler,dan Faber pada tahun 194

0 mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung

primer disebabkan oleh gangguan peristalsis usus dengan defisiensi ganglion

di usus bagian distal.12

Sebelum tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah

defek ganglion pada kolon distal menjadi penyebab penyakit Hirschprung

ataukah defek ganglion pada kolon distal merupakan akibat dilatasi dari

stasis feses dalam kolon. Dari segi etiologi, Bodian dkk menyatakan bahwa

aganglionosis pada penyakit Hirschprung bukan disebabkan oleh kegagalan

perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, melainkan lesi primer,

sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi

dengan simpatektomi.12

Kenyataan ini mendorong Swenson untuk mengengembangkan

prosedur bedah definitif penyakit Hirschsprung dengan pengangkatan

segmen aganglion disertai dengan preservasi sfingter anal.12

2.3.4 Patogenesis

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal

colon dan spingter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu

bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal

sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian

proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum.7

10

Page 11: Referat Megacolon Congenital NEW

Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang

propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus

internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau

disganglionosis pada usus besar.7

Gambar 7. Gambaran segmen aganglion pada penyakit hirschprung12

a. Hipoganglionosis

Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area

hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.

Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang

dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari

jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus

berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai

sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.8

b. Imaturitas dari sel ganglion

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali

dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur

tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.

Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel

saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh

reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada

11

Page 12: Referat Megacolon Congenital NEW

minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan

oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2

sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan

hipoganglionosis.8

c. Kerusakan sel ganglion

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat

berasal dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab

nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas),

defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan

iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran

darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara

Swenson, Duhamel, atau Soave.8

2.3.5 Klasifikasi

Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam : 12

1. Megakolon kongenital segmen pendek

Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%).

2. Megakolon kongenital segmen panjang

Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%).

3. Kolon aganglionik total

Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)

4. Kolon aganglionik universal

Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%).

12

Page 13: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 8. Tipe penyakit hirschsprung,: (a) rectosigmoid aganglionosis, (b)

short atau ultrashort segment, (c) long segment, (d) total colonic

aganglionosis, (e) aganglionosis ke seluruh kolon dan sebagian ke usus

kecil12

2.3.6 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan

berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :

1. Periode Neonatal

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.

Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama)

merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat

angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono

mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu

48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya

dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.

Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius

bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang

pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,

meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya

berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai

13

Page 14: Referat Megacolon Congenital NEW

demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang

dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi

meski telah dilakukan kolostomi.12

2. Anak

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah

konstipasi kronis dan gizi buruk. Dapat pula terlihat gerakan

peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan

colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi

semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air

besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit

untuk defekasi. Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan

terdiagnosis di kemudian hari. 12

2.3.7 Diagnosis

Berbagai teknologi tersedia untuk menegakkan diagnosis penyakit

Hirschsprung. Namun demikian, dengan melakukan anamnesis yang cermat,

pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiografi, serta pemeriksaan

patologi anatomi biopsi isap rectum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada

sebagian kasus dapat ditegakkan. 12

1. Anamnesis12

a. Pada neonatus :

1) Mekonium keluar terlambat > 24 jam

2) Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir

3) Perut cembung dan tegang

4) Muntah

5) Feses encer 

b. Pada anak :12

1) Konstipasi kronis

2) Failure to thrive (gagal tumbuh)

3) Berat badan tidak bertambah

14

Page 15: Referat Megacolon Congenital NEW

4) Nafsu makan tidak ada (anoreksia)

Gambar 9. Foto pasien penderita Hirschsprung12

Sumber: Diambil dari http://freddypanjaitan.wordpress.com/2011

2. Pemeriksaan Fisik12

Pada inspeksi abdomen terlihat perut cembung atau membuncit

seluruhnya, didapatkan perut lunak hingga tegang pada palpasi,

bising usus melemah atau jarang. Pada pemeriksaan colok dubur

terasa ujung jari terjepit lumen rektum yang sempit dan sewaktu jari

ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah

yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk

sementara.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting

pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat

dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi

sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.11

15

Page 16: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 10. Foto polos abdomen pada penyakit Hirschsprung12

Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan

diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai

3 tanda khas :11

1) Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi

2) Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan

kearah daerah dilatasi

3) Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas

penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi

barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur

dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang

membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada

penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi

kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan

sigmoid.11

16

Page 17: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 11. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar11

b. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit

hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi

sfingter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon.

Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien

bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum. Metode

ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan

pada neonatus. 11

c. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis

penyakit hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat

17

Page 18: Referat Megacolon Congenital NEW

dilakukan dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction

khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya

diambil 2 cm diatas linea dentata dan juga mengambil sample yang

normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik.

Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena

contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal.11

2.3.8 Diagnosis Banding

1. Meconium plug syndrome12

Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirscprung pada neonatus,

tapi setelah colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya

normal.

2. Akalasia recti12

Keadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip

dengan Hirschprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya

ganglion Meissner dan Aurbach.

2.3.9 Penatalaksanaan

1. Tindakan Non Bedah

Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mencegah komplikasi-

komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan

umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan.

Pengobatan non bedah diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam

basa dan mencegah terjadinya over distensi sehingga akan menghindari

terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya sepsis. Tindakan-

tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan adalah pemasangan pipa

nasogastrik, pemasangan pipa rektum, pemberian antibiotik, lavase kolon

dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit serta pengaturan nutrisi.12

2. Tindakan Bedah

a. Tindakan Bedah Sementara

18

Page 19: Referat Megacolon Congenital NEW

Tindakan bedah sementara dimaksudkan untuk dekompresi

abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang

mempunyai ganglion normal bagian distal. Tindakan dimaksudkan

guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah terjadinya

enterokolitis yang diketahui sebagai penyebab utama

terjadinya kematian pada penderita penyakit Hirschsprung.

Manfaat lain dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian

pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan

kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang telah besar

sehingga memungkinkan dilakukan anastomose.12

b. Tindakan Bedah Definitif

Ada beberapa cara tindakan pembedahan yang dapat

digunakan untuk tindakan bedah definitif antara lain teknik

Swenson, Duhamel, Soave dan Rehbein Operation.12

Gambar 12. Tekhnik Operasi Definitif pada Hirschprung Disease12

1) Prosedur Swenson

Swenson memperkenalkan prosedur rektosigmoidektomi

dengan preservasi sfingter anal. Anastomosis dilakukan

langsung di luar rongga peritoneal. Pembedahan ini disebut

sebagai prosedur rektosigmoidektomi dilanjutkan dengan pull-

through abdomino-perineal. Puntung rektum ditinggalkan 2-3

19

Page 20: Referat Megacolon Congenital NEW

cm dari garis mukokutan. Pada masa pascabedah ditemukan

beberapa komplikasi seperti kebocoran anastomosis, stenosis,

inkontinensi, enterokolitis dan lain-lain.13

Teknik Pembedahan

Reseksi kolon aganglion dimulai dengan pemotongan

arteri dan vena sigmoidalis dan hemoroidalis superior. Segmen

sigmoid dibebaskan beberapa sentimeter dari dasar peritoneum

sampai 1-2 cm proksimal kolostomi. Puntung rektosigmoid

dibebaskan dari jaringan sekitarnya di dalam rongga pelvis

untuk dapat diprolapskan melalui anus. Pembebasan kolon

proksimal dilakukan untuk memungkinkan kolon tersebut dapat

ditarik ke perineum melalui anus tanpa tegangan.13

Puntung rektum diprolapskan dengan tarikan klem yang

dipasang di dalam lumen. Pemotongan rektum dilakukan 2 cm

proksimal dari garis mukokutan, bagian posterior dan bagian

anterior sama tinggi (Prosedur Swenson I). Atau pemotongan

dilakukan dengan arah miring, 2 cm di bagian anterior dan 0,5

cm di bagian posterior (prosedur Swenson II). Selanjut-nya,

kolon proksimal ditarik ke perineum melalui puntung rektum

yang telah terbuka. Anastomosis dilakukan dengan jahitan dua

lapis dengan menggunakan benang sutera atau benang vicryl.

Setelah anastomosis kolorektal selesai dilakukan, kemudian

rektum dimasukkan kembali ke rongga pelvis.

Reperitonealisasi dilakukan dengan perhatian pada

vaskularisasi kolon agar tidak terjahit. Penutupan dinding

abdomen dilakukan setelah pencucian rongga peritoneum.

Kateter dan pipa rektal kecil dipertahankan untuk 2 - 3 hari.13

20

Page 21: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 13. Prosedur Swenson12

2) Prosedur Duhamel

Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk

mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson.

Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal

yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rectum

yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang

aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang

ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan

anastomose end to side. Prosedur Duhamel asli memiliki

beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis,

inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung

rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang.12

Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur

Duhamel, diantaranya :12

a) Modifikasi Grob (1959)

Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan

endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensi

b) Modifikasi Talbert dan Ravitch

Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan

anastomose side to side yang panjang

c) Modifikasi Ikeda

21

Page 22: Referat Megacolon Congenital NEW

Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose,

yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian

d) Modifikasi Adang

Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan

prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak

langsung, yakni pada hari ke 7-14 pasca bedah dengan

memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem;

kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini

lebih dititik beratkan pada fungsi hemostasis.

Gambar 14. Skema tahapan bedah definitif prosedur Duhamel

modifikasi. (1) gambar kolon dan rektum setelah reseksi kolon

dilatasi; (2) pembebasan ruang retrorektal dari lantai dasar

peritoneum; (3) posisi kolon setelah pull-through retrorektal,

kolon dibiarkan prolaps; (4) dan (5), tahapan anastomosis,

reseksi kolon yang diprolapskan dan setelah reseksi septum.12

3) Prosedur Soave atau Endorectal Pull Through

22

Page 23: Referat Megacolon Congenital NEW

Soave mengerjakan prosedur bedah yang berbeda dengan

dua prosedur bedah seperti diuraikan di atas. la melakukan

pendekatan abdominoperineal dengan membuang lapisan

mukosa rektosigmoid dari lapisan seromuskular. Selanjutnya

dilakukan penarikan kolon berganglion normal keluar anus

melalui selubung seromuskular rektosigmoid. Prosedur ini

disebut juga sebagai prosedur pull-through endorektal. Setelah

21 hari, sisa kolon yang diprolapskan dipotong. Boley pada

waktu yang hampir bersamaan melakukan prosedur pull-

through endorektal persis seperti prosedur Soave dengan

anastomosis langsung tanpa kolon diprolapskan lebih dahulu.

Tehnik ini dilakukan untuk mencegah retraksi kolon bila terjadi

nekrosis bagian kolon yang diprolapskan.13

Gambar 15. Skema tahapan bedah prosedur Soave

(sigmoidektomi dengan tarik-melalui endorektal). Reseksi

kolon disertai diseksi mukosa rektum, sehingga tersisa

selubung seromuskular.12

4) Prosedur Rehbein

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection,

dimana dilakukan anastomose end to end antara usus

aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm

diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang

dikerjakan intra abdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,

sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah

stenosis.12

23

Page 24: Referat Megacolon Congenital NEW

Gambar 16. Skema tahapan bedah prosedur Rehbein, deep anterior

resection (rekto-sigmoidektomi dengan anastomosis ujung-ke-ujung,

dilakukan intraabdominal extraperitoneal).12

2.3.10 Komplikasi

Secara garis besar, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit

Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis,

enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter. Beberapa hal dicatat sebagai

faktor predisposisi terjadinya penyulit pasca operasi, diantaranya : usia

muda saat operasi, kondisi umum penderita saat operasi, prosedur bedah

yang digunakan, keterampilan dan pengalaman dokter bedah, jenis dan

cara pemberian antibiotik serta perawatan pasaca bedah.12

1. Kebocoran Anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh

ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi

yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan

abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi

pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.12

Kartono mendapatkan angka kebocoran anastomese hingga

7,7% dengan menggunakan prosedur Swenson, sedangkan apabila

dikerjakan dengan prosedur Duhamel modifikasi hasilnya sangat

baik dengan tak satu kasus pun mengalami kebocoran.12

Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini

beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala

24

Page 25: Referat Megacolon Congenital NEW

peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik,

kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau

peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-

tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen

proksimal.4,12

2. Stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh

gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang

menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah

yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan

komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior

berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis

memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi yang

terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi

abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat

dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari

businasi hingga sfingterektomi posterior.4

3. Enterokolitis

Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya,

dan dapat berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan

kematian akibat enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan

angka 14,5% dan 18,5% masing-masing untuk prosedur Duhamel

modifikasi dan Swenson. Sedangkan angka kematiannya adalah 3,1%

untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk prosedur Duhamel

modifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan

tanda-tanda enterokolitis adalah 4

a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit,

b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi,

c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari

d. Pemberian antibiotika yang tepat.

25

Page 26: Referat Megacolon Congenital NEW

Sedangkan untuk koreksi bedahnya tergantung

penyebab/prosedur operasi yang telah dikerjakan. Businasi pada

stenosis, sfingterotomi posterior untuk spasme spingter ani, dapat

juga dilakukan reseksi ulang stenosis. Prosedur Swenson biasanya

disebabkan spinkter ani terlalu ketat sehingga perlu spinkterektomi

posterior. Sedangkan pada prosedur Duhamel modifikasi, penyebab

enterokolitis biasanya adalah pemotongan septum yang tidak

sempurna sehingga perlu dilakukan pemotongan ulang yang lebih

panjang.12

Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih

kecil pada pasien dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis

merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada megakolon

kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson

adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah

disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon

aganlionik yang tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis

berupa distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau

atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk.

Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah karena

terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon

kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough,

kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi persisten dan

enterokolitis berulang pasca bedah.12

4. Gangguan Fungsi Sphingter

Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang

diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling

(kecepirit) merupakan parameter yang sering dipakai peneliti

terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun

secara teoritis tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan

keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita,

26

Page 27: Referat Megacolon Congenital NEW

keluarnya sedikit-sedikit dan sering. Untuk menilai kecipirit, umur

dan lamanya pasca operasi sangatlah menentukan, Swenson

memperoleh angka 13,3% terjadinya kecipirit, sedangkan Kleinhaus

justru lebih rendah yakni 3,2% dengan prosedur yang sama. Kartono

mendapatkan angka 1,6% untuk prosedur Swenson dan 0% untuk

prosedur Duhamel modifikasi. Sedangkan prosedur Rehbein juga

memberikan angka 0%. Pembedahan dikatakan berhasil bila

penderita dapat defekasi teratur dan kontinen.12

2.3.10 Prognosis

Secara umum prognosisnya baik jika gejala obstruksi segera diatasi,

90% pasien dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan

pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang

masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus

dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari

tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%. 12

DAFTAR PUSTAKA

1. KA Sari. 2011. Penyakit Hirschsprung. Medan: Universitas Sumatra Utara

2. Asrul mappiwali. 2011.Hirschprung Disease. Available from: URL:

http://www.scribd.com diakses 7 september 2012

27

Page 28: Referat Megacolon Congenital NEW

3. Hidayat M, Nurmantu F, Bahar B. Anorectal Function of Hirsphrung’s

Patients After Definitive Surgery. The Indonesian Journal of Medical Science.

2009 June;2(2): 77-78

4. Swenson O. Hirschsprung’s disease : A Review. J Pediatr 2002 ; 109 : 914-

918

5. Sadler,T.W, 2000. Sistem Pencernaan.Dalam : Embriologi Kedokteran Langm

anEdisi 7,Jakarta : EGC, 243-271

6. Lindseth, Glenda N, 2005. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati. Patofisi

ologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Volume 1, Edisi 6.Jakarta. EGC.

456-468

7. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies

of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th

edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153

8. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in:

Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia.

page 453-468.

9. Taylo,Clive R, 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi,

Obstruksiusus. Mahanani, Dewi Asih,dkk. Ringkasan Patologi Anatomi.

Jakarta.EGC5. 532-538

10. Pieter, John, 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.Sjamsuhida

ja R, De Jong,Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 646-647

11. Wyllie, Robert, 2000. Megakolon Aganglionik Bawaan (PenyakitHirschsprun

g) .Behrmann, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak  Nelson. Edisi 15, Jilid

II. Jakarta: EGC, 1316-1319

12. Kartono, Darmawan, 2004. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung Seto, 3-

82

13. Hansen, T.J., Koeppen, B.M. 2006. Chapter35 Digestive System in Netter’s

Atlas of Human’s Anatomy. McGraw-Hill. New York. Page 617-640.

14. Lee, Steven L. Hirschprung disease. Available from :

http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 8 September 2012.

28

Page 29: Referat Megacolon Congenital NEW

15. Anatomi Kolon. Available from: URL: http://www.scribd.com diakses 7

september 2012

16. Victor,P. E. 2007. Atlas of Histology with Functional Correlation. New York.

Page 42

17. Urban, Fischer. 2007. Atlas of Human Anatomy Sobotta

29