Congenital Hearing Loss (Penurunan Pendengaran Kongenital)

58
PENURUNAN PENDENGARAN KONGENITAL PENDAHULUAN Tuli merupakan defek sensoris yang paling sering terjadi (1 dari 1000-2000 kelahiran). Identifikasi dini memberikan intervensi yang tepat sesegera mungkin bila diindikasikan 50% disebabkan faktor lingkungan 50% penurunan pendengaran kongenital disebabkan faktor genetik 70% tidak sindromik o Biasanya disebabkan oleh mutasi pada gen tunggal 30% sindrom menyebabkan penurunan pendengaran kongenital 75-80% tuli genetik disebabkan oleh gen autosomal resesif (AR) 8-20% disebabkan gen autosomal dominan (AD) 1-3% diklasifikasikan sebagai kelainan X-linked, atau kromosomal. FAKTOR LINGKUNGAN Sindrom Rubella Katarak kongenital Anomali kardiovaskuler Retardasi mental Retinitis Tuli 1

description

Berbagai macam penurunan pendengaran kongenital berdasarkan faktor lingkungan, sindromik, nonsindromik, herediter.

Transcript of Congenital Hearing Loss (Penurunan Pendengaran Kongenital)

Rhinitis Alergi dan Otitis Media Supurativa Kronis

PENURUNAN PENDENGARAN KONGENITALPENDAHULUANTuli merupakan defek sensoris yang paling sering terjadi (1 dari 1000-2000 kelahiran).

Identifikasi dini memberikan intervensi yang tepat sesegera mungkin bila diindikasikan 50% disebabkan faktor lingkungan

50% penurunan pendengaran kongenital disebabkan faktor genetik 70% tidak sindromik

Biasanya disebabkan oleh mutasi pada gen tunggal

30% sindrom menyebabkan penurunan pendengaran kongenital 75-80% tuli genetik disebabkan oleh gen autosomal resesif (AR)

8-20% disebabkan gen autosomal dominan (AD)

1-3% diklasifikasikan sebagai kelainan X-linked, atau kromosomal.

FAKTOR LINGKUNGAN

Sindrom Rubella

Katarak kongenital Anomali kardiovaskuler

Retardasi mental

Retinitis

Tuli

5-10% ibu dengan rubella saat trimester pertama melahirkan bayi dengan tuli

Mata merupakan organ yang umumnya dipengaruhi, diikuti telinga, dan jantung Identifikasi antibody fluoresen, hemaglutinasi serum, dan kultur virus dari tenggorokan dapat mengkonformasi diagnosis

Tuli akibat virus menunjukkan adanya degenerasi organ Corti, adhesi antara organ Corti dan membrane Reissner, membran tektorial yang menggulung, atrofi stria parsial atau lengkap, dan degenerasi elemen neural yang menyebar (degenerasi koklea-sacculus)

Kern ikterik 20% bayi dengan kern ikterik mengalami tuli sekunder berat akibat kerusakan pada nucleus cochlearis ventral dan dorsal dan nucleus colliculus superior dan inferior Biasanya terjadi penurunan pendengaran frekuensi tinggi

Indikasi untuk transfusi penukaran biasanya bila bilirubin serum lebih dari 20 mg/dl.

Sifilis

Tamari dan Itkin memperkirakan bahwa penurunan pendengaran terjadi pada: 70% sifilis kongenital

25% sifilis fase laten

29% pasien asimptomatik dengan sifilis kongenital 39% neurosifilis asimptomatik

Karmody dan Schuknecht melaporkan 25%-38% pasien dengan sifilis kongenital mengalami penurunan pendengaran. Terdapat dua bentuk sifilis kongenital: dini (infantil) dan lambat (tardif). Bentuk infantile biasanya berat dan bilateral. Anak-anak ini biasanya memiliki keterlibatan multisystem dan mengakibatkan hasil fatal.Sifilis kongenital lambat memiliki penurunan pendengaran progresif dengan keparahan dan onset yang bervariasi. Penurunan pendengaran yang muncul saat awal masa kanak-kanak biasanya bilateral, mendadak, berat, dan berkaitan dengan gejala vestibuler. Bentuk onset-lambat (terkadang mencapai 5 dekade kehidupan) memiliki penurunan pendengaran ringan. Karmody dan Schuknecht juga menunjukkan bahwa kelainan vestibuler, vertigo episodic berat, merupakan gejala kelompok onset lambat yang juga sering terjadi dibandingkan kelompok infantile. Secara histopatologi, osteitis dengan leukositosis mononuclear, obliterasi endarteritis, dan hidrops endolimfatika ditemukan. Serologi cairan cerebrospinal dan serum dapat bernilai positif atau tidak. Pengobatan dengan steroid dan penicillin masih bermanfaat. Lokasi lain dari sifilis kongenital adalah:

1. Kartilago nasal dan kerangka tulang

2. Periostitis tulang cranium (bossing)

3. Priostitis tibia (saber shin)

4. Perlukaan pada jaringan odontogenous (Hutchinson teeth)

5. Perlukaan kartilago epifisis (Perawakan pendek)

6. Umumnya, keratitis interstitial (cloudy cornea)

Dua tanda dikaitkan dengan sifilis kongenital: Hennebert sign terdiri atas tes fistula positif tanpa bukti klini penyakit telinga tengah atau mastoid, atau fistula. Telah diketahui bahwa stimulasi vestibuler dimediasi oleh ikatan fibrosa antara bagian dasar dan labirin membrane vestibuler. Hennebert sign dapat juga muncul pada penyakit Meniere. Penjelasan lain adalah bahwa respon vestibuler muncul akibat pergerakan bagian dasar yang berlebihan. Nistagmus pada hennebert sign lebih khas pada pemberian tekanan negative.Fenomena Tullio terdiri atas vertigo dan nistagmus terhadap stimulasi dengan suara berintensitas tinggi, seperti kotak bising Barany. Fenomena ini terjadi tidak hanya pada pasien sifilis kongenital dengan fistula canalis semicircularis atau dehisensi, tetapi juga pasien postfenestrasi bila bagian dasarnya mobile dan fenestrumnya paten. Hal ini juga dapat terjadi pada otitis media kronik bila pasien memiliki membrane timpani dan tulang pendengaran yang intak, dan sebuah fistulakombinasi yang jarang.

Agar terjadi Fenomena Tullio, fistula canalis semicircularis dan mekanisme transmisi suara yang intak menuju telinga dalam (missal membrane timpani intak, tulang pendengaran intak, dan bagian dasar yang mobile) harus ada. Patofisiologinya adalah adanya energy suara intensitas tinggi yang ditransmisikan melalui dasar mengalami resistensi yang sedikit dan berubah menuju fistula daripada melalui membrane jendela ovale.

Penurunan pendengaran dapat terjadi dalam bentuk sekunder atau tersier pada sifilis dapatan. Secara histopatologi, osteitis dengan infiltrasi sel bulat didapatkan. Dengan sifilis tersier, lesi guma dapat terjadi di aurikula, mastoid telinga tengah dan piramida petrosa. Lesi ini dapat menimbulkan penurunan pendengaran campuran. Oleh karena penicillin dan antibiotic lainnya cukup efektif dalam mengobati sifilis dapatan, bentuk tuli ini sangat jarang.

Hipotiroidisme

Kreatinisme terdiri atas terlambatnya pertumbuhan, retardasi mental dan penurunan pendengaran campuran, nampaknya berhubungan dengan tuli kongenital.

NONSINDROMIK

Nonsindromik merupakan salah satu penyebab penurunan pendengaran kongenital (70% penurunan pendengaran). Diturunkan secara autosomal resesif (AR) merupakan bentuk penurunan pendengaran yang paling sering (80%). Locus autosomal dominan (AD) disebut sebagai DFNA, autosomal resesif disebut DFNB, dan X-linked merupakan DFN. Sekitar 38 locus tuli autosomal dominan telah dipetakan dan 11 gen telah digandakan. 21 locus untuk tuli AR dan 19 gen telah digandakan.Analisis populasi menyebutkan bahwa lebih dari 100 gen terlibat dalam kecacatan pendengaran non-sindromik. Mutasi molekul 26 connexin (protein gap junction, gen GJB2) ditemukan pada sekitar 49% pasien dengan tuli nonsindromik dan sekitar 37% kasus sporadic.

Uji terhadap connexin 26 tersedia secara komersial

Satu dalam 31 individu dapat menjadi pembawa mutasi ini. Satu mutasi yang sering ditemukan,dinamakan 30de1G.

Autosomal Dominan

AD: 15% kasus penurunan pendengaran nonsindromik

Locus DNFA

Kongenital, kecacatan pendengaran nonprogresif yang berat biasanya muncul lebih dari satu kelainan, dengan beberapa gen berbeda yang dilokasikan.

Contoh tuli autosomal:

Mutasi hilangnya COL11A2 (DFNA13), mengkode kolagen XI. Bersifat progresif, penurunan pendengaran sensorineural menghasilkan tuli sensorineural flat.

Mutasi DFNA6/14-WFS1 muncul sebagai kecacatan pendengaran sensorineural frekuensi rendah yang disebabkan oleh mutasi WFS1 heterozigos. Mutasi pada gen WFS1 merupakan bentuk yang sering ditemukan pada penurunan pendengaran sensorineural frekuensi rendah dominan.Autosomal ResesifPenelitian terkait genetik telah mengidentifikasi setidaknya 15 locus gen untuk penurunan pendengaran nonsindromik resesif. Gen DFNB2 pada kromosom 13q mungkin merupakan bentuk tersering dan telah diidentifikasi sebagai connexin 23. DFNB1, juga ditemukan pada kromosom 13 yang mengkode protein gap junction gen connexin 26. Connexin 26 memiliki perean penting dalam transduksi suara. Ekspresi connexin 26 mungkin berimplikasi pada penurunan pendengaran nonsindromik resesif, hal ini mungkin bahwa kondisi ini jarang, mempengaruhi satu atau sedikit keluarga yang menikah.Penurunan Pendengaran X-Linked NonsindromikKecacatan pendengaran nonsindromik X-linked lebih jarang ditemukan daripada tuli sindromik X-linked. Kebanyakan gen X-linked bertanggungjawab terhadap kecacatan pendengaran herediter yang belum dapat diketahui penyebabnya. Setidaknya 6 locus pada kromosom X terhadap penurunan pendengaran nonsindromik telah diketahui.

Dua tipe nonsindromik, penurunan pendengaran sensorineural berat yang terkait X-linked tekah dideskripsikan: onset dini, tipe progresif yang cepat dan tipe progresif yang perlahan dan ringan.

Kecacatan pendengaran diakibatkan onset prelingual dan dikarakteristikkan oleh satu atau dua bentuk. Fiksasi X-linked pada stapes dengan aliran perilimfatik berkaitan dengan kecacatan pendengaran campuranyang dilokasikan pada locus DNF3, yang mengkode faktor transkripsi POU3F4. Gen ini dilokasikan dekat dengan gen yang menyebabkan koroideremia, dan hilangnya gen ini menimbulkan sindrom koroideremia berkelanjutan. Penurunan pendengaran, dan retardasi mental. CT scan preoperative dapat digunakan untuk mendeteksi temuan yang diprediksikan, seperti pembesaran canalis auditorius internus dengan penipisan atau absennya tulang pada basis koklea. Bentuk kecacatan pendengaran X-linked dikaitkan dengan Xq13-q21.2. Peneliti juga mengidentifikasi kecacatan pendengaran sensorineural dominan X-linked yang berkaitan dengan locus Xp21.2. Kecacatan auditori pada laki-laki biasanya kongenital, bilateral, sesnsorineural. Wanita dewasa carrier mengalami kecacatan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi bilateral, ringan hingga sedang.SINDROMIK

Kelainan Sindromik Autosomal Dominan yang Lebih Sering

Sindroma Branchio-Oto-Renal diperkirakan terjadi pada 2% anak-anak dengan gangguan pendengaranan kongenital. Sindroma ini melibatkan karakter cabangnya, termasuk liang telinga dan daun telinga atau fistula servikal dan keterlibatan ginjal dari agenesis dan gagal ginjal akibat dysplasia minor. Dari ini, 30% diantaranya adalah tuli konduktif, 20% adalah sensorineural, dan 50% menunjukkan bentuk campuran. Mutasi EYA1, gen exons 16 didalam interval genomic 156 kB, telah terbukti menyebabkan sindroma ini. Protein yang dikode merupakan activator transkripsi. Gen ini didapatkan pada kromosom 8q.

Neurofibromatosis

Neurofibromatosis (NF) muncul dengan caf-au-lait spots dan multiple myeloma. Tumor kutaneous merupakan yang tersering, tetapi system saraf pusat, nervus peripheral dan organ viscera dapat terlibat. Retardasi mental, kebutaan dan penurunan pendengaran sensorineural dapat diakibatkan oleh tumor system saraf pusat.

Neurofibromatosis diklasifikasikan sebagai tipe 1 dan 2. NF tipe 1 lebih sering didapatkan dengan insidensi sekitar 1:3000 orang. Tipe 1 pada umumnya mencakup banyaknya caf-au-lait spots, neurofibroma kutaneus, neuroma pleksiform, pseudoartrosis, Nodul Lisch pada iris, dan glioma opticus. Neuroma akustikus biasanya unilateral dan muncul pada hanya 5% pasien tersebut. Penurunan pendengaran dapat terjadi sebagai akibat dari neurofibroma yang mencapai telinga tengah atau dalam, tetapi tuli yang signifikan jarang ditemukan. Fenotip yang diekspresikan dapat bervariasi dari sedikit caf-au-lait spots hingga neurofibroma buruk multiple. NF tipe 1 ini disebabkan oleh gangguan gen NF1 (gen faktor pertumbuhan saraf) yang terdapat pada kromosom 17q11.2.NF tipe 2, yang secara genetik kelainannya berbeda, ditandai oleh neuroma acusticus bilateral, caf-au-lait spots, dan katarak subkapsularis. Neuroma acusticus bilateral terjadi pada 95% pasien dan biasanya asimptomatik hingga awal masa dewasa. Hilangnya gen NF2 (gen penekan tumor) pada kromosom 22q12.2 menyebabkan abnormalitas yang berkaitan dengan neurofibromatosis tipe 2. Kedua tipe neurofibromatosis tersebut diturunkan sebagai autosomal dominan dengan penetrasi tinggi tetapi ekspresivitasnya bervariasi. Nilai mutasi yang tinggi merupakan karakteristik dari kedua tipe kelainan tersbeut.

Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfect ditandai oleh fragilitas tulang, sclera biru, penurunan pendengaran konduktif, sensorineural, atau campuran, dan hiperelastisitas persendian dan ligament. Kelainan ini ditransmisikan sebagai autosomal dominan dengan ekspresi beragam dan penetrasi yang kurang lengkap. 2 gen untuk osteogenesis imperfect telah diidentifikasi, COLIA1 pada kromosom 17q dan COLIA2 pada kromosom 7q. Usia dimana variasi sering terjadi menjadi gambaran klinis yang tampak. Sindroma van der Hoeve merupakan subtype dimana penurunan pendengaran progresif berawal sejak masa kanak-kank.OtosklerosisOtosklerosis disebabkan oleh proliferasi jaringan tipe spons pada kapsula otic yang mengakibatkan fiksasi tulang pendengaran dan menghasilkan penurunan pendengaran konduktif. Penurunan pendengaran dapat berawal sejak kecil tetapi seringnya terjadi pada usia dewasa dan terkadang melibatkan komponen sensorineural.

Otosklerosis terjadi dengan ditransmisikan pada pola autosomal dominan dengan penetransi yang menurun, sehingga hanya 25-40% pembawa gen akan menunjukkan fenotipnya. Proporsi yang lebih besar pada wanita otosklerosis menunjukkan kemungkinan pengaruh hormonal. Penelitian statistic terbaru menyebutkan peran gen COLIA1 pada otosklerosis, dan partikel virus campak telah diidentifikasi didalam pertumbuhan tulang yang berlebihan pada focus otosklerotik, mengakibatkan kemungkinan adanya interaksi dengan genom virus.

Sindroma Stickler

Cleft palate, mikrognatia, myopia berat, ablasi retina, katarak dan marfanoid habitus menandai sindroma Stickler secara klinis, Penurunan pendengaran sensorineural yang signifikan atau penurunan pendengaran campuran terjadi pada sekitar 15% kasus, sedangkan penurunan pendengaran dengan derajat keparahan lebih rendah dapat terjadi pada 80% kasus. Abnormalitas tulang pendengaran juga dapat muncul.

Kebanyakan kasus sindroma Stickler dapat disebabkan oleh mutasi gen COL2A1 yang ditemukan pada kromosom 12 yang menyebabkan sinyal terminasi prematur terhadap gen kolagen tipe II. Sebagai tambahan, perubahan gen COL11A2 pada kromosom 6 telah ditemukan dapat menyebabkan sindroma ini.Sindrom Treacher Collins

Sindrom Treacher Collins terdiri atas malformasi facial seperti hipoplasia malar, penurunan fisura palpebra, coloboma pada kelopak mata bawah (kelopak mata atas terlibat sindroma Goldenhar), hipoplasia mandibula, malformasi canalis acusticus eksternus, maloklusi gigi, dan celah palatum. Karakteristik pada wajah ini bersifat bilateral dan simetris pada sindrom Treacher Collins.

Penurunan pendengaran konduktif terjadi pada 30% kasus, tetapi penurunan pendengaran sensorineural dan gangguan fungsi vestibuler juga dapat muncul. Malformasi tulang pendengaran umumnya terjadi pada pasien ini. Sindrom ini diturunkan secara autosomal dominan dengan penetransi yang tinggi. Namun, mutasi baru dapat muncul sebanyak 60% kasus sindrom Treacher Collins.Gen yang bertanggung jawab terhadap sindorm Treacher Collins adalah TCOF1 yang berada di kromosom 5q dan memproduksi protein yang disebut treacle, yang bekerja pada perkembangan dini wajah. Terdapat variasi yang dapat dipertimbangkan pada ekspresi antara dan dalam keluarga yang mengindikasikan gen lain yang dapat memodifikasi ekspresi protein treacle.

Sindrom WaardenburgSindrom Waardenburg (WS) ditemukan pada 3% anak-anak dengan gangguan pendengaran dan merupakan bentuk tuli kongenital AD yang sering didapatkan. Terdapat sejumlah variabilitas ekspresi yang bermakna pada sindrom ini. Mungkin ditemukan penurunan pendengaran sensorineural bilateral atau unilateral pada pasien dan ekspresi fenotip dapat mencakup anomaly pigmentasi dan karakteristik craniofacial. Anomali pigmentasi meliputi: white forelock (20%-30% kasus), iris heterokromia, premature graying, dan vitiligo. Karakteristik craniofacial yang tampak pada sindrom Waardenburg mencakup dystopia canthorum, broad nasal root, dan synophrys. Seluruh karakteristik di atas sangatlah bervariasi penampakannya.

Terdapat 4 bentuk berbeda dari sindrom Waardenburg, yang dapat dibedakan secara klinis. Tipe 1 ditandai dengan gangguan pendengaran sensorineural kongenital, iris heterokromia, white forelock, patchy hipopigmentation, dan dystopia canthorum. Tipe 2 dibedakan dengan tipe 1 oleh absennya dystopia canthorum, sedangkan tipe 3 ditandai dengan adanya mikrosefal, abnormalitas tulang, dan retardasi mental, selain tanda-tanda yang dikaitkan dengan tipe 1. Kombinasi WS tipe 2 yang diturunkan secara resesif dengan Hirschsprung disease disebut sebagai sindrom Waardenburg-Shah atau WS tipe 4.Penurunan pendengaran sensorineural ditemukan pada 20% pasien tipe 1 dan lebih dari 50% pada pasien tipe 2. Sebenarnya, seluruh kasus tipe 1 dan tipe 3 disebabkan oleh mutasi gen PAX3 pada kromosom 2q37. Mutasi genetik ini menghasilkan defek perkembangan dan migrasi sel neural crest. Sekitar 20% kasus tipe 2 disebabkan oleh mutasi gen MITF (faktor transkripsi mikroftalmia) pada kromosom 3p. Sindrom Waardenburg juga dikaitkan dengan gen lain, seperti EDN3, EDNRB dan SOX10.

Kelainan Sindromik Autosomal Resesif yang Lebih Sering

Pola transmisi penurunan pendengaran herediter yang paling sering adalah secara autosomal resesif, yang terjadi pada 80% kasus tuli herediter. Separuh dari kasus ini merepresentasikan sindrom yang diketahui. Identifikasi sindrom resesif, termasuk penurunan pendengaran, mengharuskan pencarian yang cermat oleh dokter terhadap adanya komponen sindromik lainnya.

Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen

Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen merupakan sindrom yang jarang terjadi, terdiri atas penurunan pendengaran sensorineural sangat berat dan aritmia jantung. Defek genetik disebabkan oleh mutasi yang dipengaruhi gen kanal kalium yang mengakibatkan abnormalitas system konduksi jantung.

Elektrokardigrafi menunjukkan gelombang T besar dan pemanjangan interval QT, yang mengakibatkan episode sinkop di awal tahun kedua atau ketiga kehidupan. Komponen jantung dari kelainan ini diobati dengan beta-adrenergik bloker seperti propanolol. Elektrokardiogram harus dilakukan terhadap seluruh anak dengan penurunan pendengaran onset dini yang tidak diketahui etiologinya.Penelitian genetik menunjukkan satu bentuk sindrom Jervell dan Lange-Nielsen pada homozigositas terhadap mutasi gen kanal Kalium (KVLQT1) pada kromosom 11p15.5, yang dianggap dapat menghasilkan keterlambatan repolarisasi mioseluler jantung. Gen KCNE1 juga terbukti bertanggungjawab terhadap sindrom ini.

Sindrom Pendred

Sindrom Pendred meliputi tiroid goiter dan penurunan pendengaran sensorineural yang sangat berat. Penurunan pendengaran dapat bersifat progresif pada sekitar 10-15% pasien. Sebagian besar pasien dating dengan penurunan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi bilateral derajat sedang hingga berat, dengan sedikit residu pendengaran pada frekuensi rendah.

Penurunan pendengaran dikaitkan dengan metabolism iodium yang abnormal yang menghasilkan eutiroid goiter, yang biasanya terdeteksi secara klinis saat usia 8 tahun. Uji diskret perchlorate menunjukkan organifikasi iodium nonorganic abnormal pada pasien ini dan hal ini diperlukan untuk diagnosis definitif. Penelitian radiologis mengatakan bahwa sebagian besar pasien memiliki aplasia Mondini atau pembesaran aquaductus vestibuler.

Mutasi gen PDS, pada kromosom 7q, telah terbukti menyebabkan kelainan ini. Gen PDS mengkode protein pendrin, yang merupakan transporter sulfat. Sindrom ini diturunkan secara resesif pada banyak keluarga, sedangkan yang lainnya menunjukkan pola dominan dengan ekspresi yang bermacam-macam. Pengobatan terhadap goiter adalah dengan pemberian hormone tiroid eksogen.Sindrom Usher

Sindrom Usher memiliki prevalensi 3,5 per 100.000 penduduk; sindrom ini merupakan tipe penurunan pendengaran sindromik autosomal resesif yang sering ditemukan. Sindrom ini mempengaruhi sekitar setengah 16.000 orang tuli dan buta di Amerika Serikat. Sindrom in iditandai dengan penurunan pendengaran sensorineural dan retinitis pigmentosa (RP). Studi analisis keterkaitan genetik menunjukkan tiga subtype yang berbeda, dibedakan berdasarkan derajat keparahan progresi penurunan pendengaran dan luasnya keterlibatan system vestibuler.

Sindrom Usher tipe 1 ditandai dengan penurunan pendengaran kongenital bilateral yang sangat berat dan absennya fungsi vestibular; tipe 2 ditandai dengan penurunan pendengaran derajat sedang dan fungsi vestibuler yang normal. Pasien dengan tipe 3 menunjukkan penurunan pendengaran progresif dan gangguan fungsi vestibuler yang bervariasi dan ditemukan secara primer pada populasi orang Norwegia.

Evaluasi oftalmologik merupakan bagian prosedur diagnostic yang penting, dan pola elektroretinografik yang abnormal telah ditemukan pada anak-anak usia 2-3 tahun, sebelum perubahan retina ditemukan secara funduskopi. Diagnosis dini sindrom Usher memiliki implikasi rencana rehabilitasi dan edukasi yang penting terhadap anak tersebut. Pasien ini dapat dilakukan implantasi koklea.Studi analisis keterkaitan genetik menghasilkan setidaknya 5 gen berbeda untuk sindrom Usher tipe 1 dan sedikitnya 2 gen untuk sindrom Usher tipe 2. Hanya tipe 3 yang muncul akibat mutasi satu gen.

Kelainan Sex-Linked

Kelainan sex-linked jarang ditemukan, hanya sekitar 1-2% dari kasus gangguan pendengaran herediter.

Sindrom Alport

Sindrom Alport mempengaruhi kolagen pada membrane basalis ginjal dan telinga dalam, menghasilkan gagal ginjal dan penurunan pendengaran sensorineural yang progresif. Oenyakit ginjal dapat menyebabkan hematuria pada infantil, tetapi biasanya bersifat asimptomatik untuk beberapa tahun sebelum muncul insufisiensi renal. Penurunan pendengaran tidak terbukti secara klinis hingga decade kedua kehidupan. Dialisis dan transplantasi ginjal terbukti sebagai terapi lanjutan yang penting dalam pengobatan pasien ini.

COL4A5, yang mengkode kolagen tipe IV tertentu, telah diidentifikasi sebagai penyebab sindrom ini. Mutasi genetik gen ini mengakibatkan kolagen tipe IV yang fragil pada telinga dalam dan ginjal menghasilkan gangguan pendengaran progresif dan penyakit ginjal.

Kolagen ini ditemukan pada membrana basalis, bagian ligamentum spiralis, dan stria vaskularis. Meskipun mekanisme penurunan pendengaran masih belum diketahui, pada glomerulus terdapat focus penipisan dan penebalan dengan pemisahan membrana basalis. Kemungkinan pada telinga, pada sulcus spiralis, hilangnya integritas membrane basalis dapat mempengaruhi adhesi membran tektorial, dan membrane basiler dan hubungannya dengan ligamentum spiralis, translasi energy mekanis dapat juga terpengaruh.Sindrom Norrie

Tanda klasik sindrom Norrie meliputi gejala okuler spesifik (pseudotumor retina, hyperplasia retina, hipoplasia dan nekrosis lapisan dalam retina, katarak, ptisis bulbi), penurunan pendengaran sensorineural progresif, dan gangguan mental, meskipun kurang dari setengah pasien mengalami gangguan pendengaran atau retardasi mental. Sepertiga pasien tersebut mengalami onset penurunan pendengaran sensorineural yang progresif yang dimulai pada decade kedua atau ketiga.

Gen sindrom Norrie telah dipetakan pada kromosom Xp11.4, dimana penelitian telah menemukan adanya delesi yang melibatkan gen didekatnya. Sejumlah keluarga terbukti memiliki delesi yang bervariasi pada daerah kromosom ini.

Sindroma Otopalatodigital

Sindroma Otopalatodigital mencakup hipertelorisme, deformitas craniofacial yang melibatkan daerah supraorbital, wajah yang mendatar, hidung yang kecil, dan celah palatum. Pasien memiliki perawakan pendek dengan jemari dan ibu jari yang lebar yang bervariasi panjangnya, dengan luas sela yang berlebihan antara jari pertama dan jari kedua. Penurunan pendengaran konduktif ditemukan akibat malformasi tulang pendengaran. Laki-laki yang menderita sindrom ini menunjukkan tanda kelainan yang lengkap dan perempuan hanya menunjukkan keterlibatan yang ringan. Gen yang ditemukan terletak pada kromosom Xq28.Sindrom WildervanckSindrom Wildervanck terdiri dari tanda Klippel-Feil yang melibatkan fusi vertebra servikal, gangguan pendengaran sensorineural atau campuran, dan nervus cranialis VI; paralisis menyebabkan retraksi mata saat memandang ke lateral. Sindrom ini paling sering ditemukan pada perempuan karena mortalitas yang tinggi terkait bentuk X-linked dominan pada laki-laki. Tanda Klippel-Feil yang didapatkan meliputi gangguan pendengaran pada sekitar sepertiga kasus. Gangguan pendengaran dihubungkan dengan malformasi tulang pada telinga dalam.

Sindrom Mohr-Tranebjaerg (DFN-1)Sindrom Mohr-Tranebjaerg (DFN-1) merupakan salah satu bentuk penurunan pendengaran sindromik X-linked resesif yang ditandai dengan tuli sensorineural postlingual pada masa kanak-kanak diikuti dengan distonia progresif, spastisitas, disfagia, dan atrofi opticus. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi yang dianggap menghasilkan gangguan fungsi mitokondria.

Sindrom ini menyerupai degenerasi spinocerebellar yang disebut ataksi Fredreich, yang juga dapat mengakibatkan penurunan pendengaran sensorineural, ataksia, dan atrofi opticus. Karakteristik kardiomiopati pada ataksia Fredreich tidak ditemukan pada sindrom Mohr-Tranebjaerg.

X-linked Charcot-Marie-Tooth (CMT)X-linked CMT diturunkan secara dominan dan disebabkan oleh mutasi gen connexin 32 yang terdapat pada locus Xq13. Tanda klinis biasanya terdiri atas neuropati perifer yang berkombinasi dengan masalah kaki dan champagne bottle calves. Tuli sensorineural terjadi pada beberapa kasus.Kelainan Genetik Multifaktorial

Beberapa kelainan terjadi akibat kombinasi faktor genetik yang berinteraksi dengan pengaruh lingkungan. Misalnya pada tipe ini yang dikaitkan dengan penurunan pendengaran termasuk clefting syndromes, melibatkan penurunan pendengaran konduktif, dan mikrotia/mikrosomi hemifasial/spectrum Goldenhar.

Sindrom Goldenhar atau Displasia Oculoauriculovertebral

Displasia Oculoauriculovertebral (OAVD) memiliki insidensi 1 dalam 45.000 populasi. Hal ini mencakup beberapa tanda, seperti mikrotia hemifasial, disostosis otomandibular, lipodermoid epibulbar, koloboma pada kelopak atas, dan anomali vertebra yang berasal dari perkembangan vaskuler dan genetik yang menyimpang. Sindrom ini memiliki etiologi beragam dan tidak dikaitkan dengan locus genetik tunggal.

Sindrom Kromosom Autosomal

Trisomi 13 menunjukkan penurunan pendengaran sensorineural yang bermakna.

Sindrom Turner, monosomi pada semua atau sebagian kromosom X, umumnya muncul pada perempuan sebagai disgenesis gonadal, perawakan pendek, dan sering webbed neck dan shield chest. Mereka juga mengalami penurunan pendengaran sensorineural, konduktif, atau campuran, yang bersifat progresif dan dapat menjadi bukti pertama sindrom ini pada perempuan prepubertas.Kelainan Mitokondria

Penurunan pendengaran dapat terjadi sebagai gejala tambahan pada beberapa sindrom mitokondria. Mutasi pada genom mitokondria dapat mempengaruhi produksi energy selama sintesis Adenosin trifosfat (ATP) dan fosfolirasi oksidasi. Jaringan yang membutuhkan energi dengan kadar tinggi khususnya akan terpengaruh. Yang khas, penyakit mitokondria ini melibatkan degenerasi neuromuscular progresif dengan ataksia, oftalmoplegia, dan penurunan pendengaran progresif.Kelainan seperti sindrom Kearns-Sayre; ensefalopati mitokondrial, asidosis laktat, dan stroke (MELAS); epilepsy mioklonik dengan ragged red fibers (MERRF); dan neuropati opticus herediter Leber, seluruhnya merupakan kelainan mitokondria. Seluruh kelainan ini memiliki derajat penurunan pendengaran yang bervariasi.

Beberapa mutasi mitokondria lainnya telah ditemukan mampu memproduksi sensitivitas yang lebih tinggi terhadap efek ototoksis aminoglikosida. Screening terhadap mutasi tersebut akan diindikasikan pada ibu yang menunjukkan respon penurunan pendengaran terhadap dosis terapi normal aminoglikosida.Malformasi Struktur Telinga DalamPada usia kehamilan 9 minggu, koklea mencapai ukuran orang dewasa (2 berubah). Perkembangan normal yang tertahan atau perkembangan menyimpang dari struktur telinga dalam dapat menghasilkan gangguan pendengaran. Berdasarkan waktu dan lingkungan perkembangan yang kurang baik, anomali telinga tengah dapat muncul. Teknik pencitraan komputerisasi pada tulang temporal menunjukkan bahwa sekitar 20% anak-anak dengan penurunan pendengaran sensorineural kongenital mengalami abnormalitas telinga tengah yang sangat ringan hingga berat. Sekitar 65% abnormalitas tersebut bersifat bilateral; 35% unilateral. Pada penelitian histopatologis basis tulang temporal, malformasi telinga dalam telah diklasifikasikan secara khas menjadi lima kelompok berbedaAplasia Michel

Agenesis lengkap pada pars petrosa tulang temporal terjadi pada aplasia Michel, meskipun telinga luar dan tengah mungkin tidak terpengaruh. Malformasi ini diakibatkan oleh gangguan pada awal hingga akhir minggu ketiga kehamilan. Struktur telinga tengah normal menjadi lemah, menghasilkan anacusis. Amplifikasi konvensional atau implantasi koklea memberikan sedikit bantuan. Alat vibrotaktil terbukti bermanfaat pada beberapa pasien. Kelainan ini diketahui diturunkan secara autosomal dominan, tetapi juga mungkin diturunkan secara resesif.Aplasia Mondini

Aplasia Mondini melibatkan deformasi koklea yang hanya dapat diidentifikasi dengan jelas pada bagian basal koklea. Lengkungan atas menyerupai bentuk kloaka dan septum interscalar tidak ada. Duktus endolimfatikus juga biasanya mengalami pembesaran. Hal ini disebutkan bahwa deformitas terjadi akibat perkembangan yang terhambat pada kira-kira minggu keenam kehamilan karena adanya labirin vestibuler yang tidak berkembang. Anomali ini dapat diturunkan melalui pola autosomal dominan dan biasanya tidak bilateral. Hal ini telah dideskripsikan pada beberapa kelainan lainnya, termasuk sindrom Pendred, Waardenburg, Treacher Collins, dan Wildervanck. Hubungan antara aplasia Mondini dengan etiologi nongenetik, seperti infeksi cytomegalovirus kongenital (CMV), telah dilaporkan. Infeksi CMV terjadi pada lebih dari 40% tuli yang tidak diketahui etiologinya.Sindrom dengan anomali terkait dan lebih berat, CHARGE terdiri atas coloboma, penyakit jantung, atresia koana, perkembangan yang terlambat, hipoplasia genital, anomali telinga, termasuk hipoplasia telinga luar dan penurunan pendengaran. Individu ini memiliki deformitas tipe Mondini dan tidak memiliki canalis semicircularis.

Yang sering menyertai dysplasia Mondini adalah komunikasi abnormal antara ruang endolimfe dan perilimfe telinga tengah dan rongga subarachnoid. Hal ini biasanya disebabkan oleh defek area cribiformis pada sepertiga lateral canalis acusticus internus. Mungkin akibat kanal abnormal ini, fistula perilimfe sering ditemukan pada kelainan ini.Adanya struktur neurosensoris pada sebagian besar kasus menganjurkan program intervensi rehabilitasi dini yang agresif, termasuk amplifikasi konvensional.Aplasia Scheibe (Displasia Cochlearsaccular atau Displasia pars Inferior)

Labirin tulang dan labirin membranosa pars superior, yaitu utriculus dan canalis semicircularis, berdiferensiasi secara normal pada pasien aplasia Scheibe. Organ corti umumnya berdiferensiasi buruk dengan deformasi membran tektorial dan kolapsnya membrane Reissner, yang mempengaruhi scala media. Aplasia Scheibe merupakan bentuk yang paling sering dari aplasia telinga dalam dan dapat diturunkan sebagai pola nonsindromik autosomal resesif.y6uDeformitas telah dilaporkan pada tulang temporal pasien dengan sindrom Jervel dan Lange-Nielsen, Refsum, Usher, dan Waardenburg sebagaimana pada infantile dengan rubella kongenital.

Amplifikasi konvensional dengan intervensi rehabilitative bermanfaat dalam banyak kasus anak-anak tersebut.Aplasia Alexander

Pada aplasia Alexander, diferensiasi duktus koklearis pada tingkat lengkungan bawah menjadi terbatas dengan efek resultan pada organ corti dan sel ganglion. Pasien ini secara audiometri mengalami penurunan pendengaran frekuensi tinggi dengan residu pendengaran yang adekuat pada frekuensi rendah yang menjamin penggunaan amplifikasi.Sindrom Pembesaran Aquaductus VestibulerPembesaran aquaductus vestibuler dikaitkan dengan onset dini penurunan pendengaran sensorineural, yang biasanya bilateral dan sering bersifat progresif dan dapat disertai dengan vertigo atau gangguan koordinasi. Abnormalitas ini juga dapat menyertai deformitas koklea dan canalis semicircularis. Penurunan pendengaran progresif diketahui sebagai akibat dari perubahan hidrodinamik dan kemungkinan disrupsi membran labirinti. Kasus familial telah diamati, diperkirakan diturunkan secara autosomal dominan, tetapi juga mungkin secara resesif. Deformitas juga ditemukan dalam hubungannya dengan sindrom Pendred.Sindrom pembesaran aquaductus vestibuler (EVAS) didefinisikan sebagai ukuran aquaductus vestibuler lebih dari atau sama dengan 1.5 mm yang diukur jarak antara operculum dan crus communis pada CT scan. CT scan koronal merupakan tampilan terbaik untuk mengevaluasi kelainan ini pada anak-anak. Pembesaran aquaductus vestibuler juga dapat dilihat dengan high-resolution magnetic resonance imaging (MRI).

EVAS dapat muncul sebagai penurunan pendengaran sensorineural yang fluktuasi. Pengelolaan konservatif, antara lain menghindari trauma kepala dan olahraga, merupakan pengobatan yang utama. Tindakan pembedahan untuk menutup pembesaran struktur sering menghasilkan penurunan pendengaran yang signifikan dan hal ini tidak diindikasikan.Malformasi Canalis SemicircularisPembentukan canalis semicircularis dimulai sejak minggu keenam kehamilan. Canalis superior dibentuk pertama kali, dan canalis lateralis dibentuk terakhir. Defek canalis lateralis terpisah merupakan malformasi telinga tengah yang paling sering ditemukan pada penelitian pencitraan tulang temporal. Deformitas canalis semicircularis superior selalu disertai deformitas canalis semicircularis lateralis, sedangkan deformitas canalis lateralis sering muncul terpisah.Tipe abnormalitas ini ditemukan pada sekitar 20% tuli kongenital. Pada umumnya, kelainan ini dapat dikaitkan dengan kelainan genetik, tetapi lebih sering berdiri sendiri.

Tuli herediter juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Tuli herediter (kongenital) tanpa abnormalitas terkait (autosomal dominan, autosomal resesif atau sex-linked)

2. Tuli kongenital herediter terkait dengan penyakit system integumenter (AD, AR, atau sex-linked)

3. Tuli kongenital herediter terkait penyakit skeletal (AD, AR, atau sex-linked)

4. Tuli kongenital herediter terkait dengan abnormalitas lainnya (AD, AR, atau sex-linked).TULI HEREDITER TANPA ABNORMALITAS TERKAITAtrofi stria (Herediter, bukan kongenital)

1. Autosomal dominan

2. Penurunan pendengaran sensorineural dimulai sejak usia pertengahan dan progresif

3. Diskriminasi baik dipertahankan

4. Kurva audiometric flat5. Uji short increment sensitivity index (SISI) positif

6. Penurunan pendengaran bilateral dan simetris

7. Pasien tidak pernah mengalami tuli yang sangat berat

Otosklerosis (Herediter, bukan kongenital)

Dijelaskan pada Bab 36

TULI KONGENITAL HEREDITER TERKAIT PENYAKIT SISTEM INTEGUMENTER

Albinisme dengan Iris Biru

1. Autosomal dominan atau resesif

2. Penurunan pendengaran sensorineural

Displasia ektodermal (Hidrotik)

Perlu dicatat bahwa dysplasia ektodermal anhidrotik diturunkan secara sex-linked resesif, dengan penurunan pendengaran campuran atau konduktif.

1. Autosomal dominan

2. Kuku distrofia ringan

3. Coniform teeth4. Peningkatan kadar elektrolit dalam keringat

5. Penurunan pendengaran sensorineural

Sindrom Forney

1. Autosomal dominan

2. Lentigines3. Insufisiensi mitral

4. Malformasi skeletal

5. Penurunan pendengaran konduktifLentigo

1. Autosomal dominan

2. Bercak kecoklatan pada kulit, sejak usia 2 tahun

3. Hipertelorisme ocular

4. Stenosis pulmonal

5. Abnormalitas genital

6. Pertumbuhan terlambat

7. Penurunan pendengaran sensorineural

Sindrom Leopard

1. Autosomal dominan dengan penetransi bervariasi

2. Penurunan pendengaran sensorineural bervariasi

3. Hipertelorisme ocular

4. Stenosis pulmonal

5. Hipogonadisme

6. Perubahan EKG dengan QRS melebar atau bundle branch block7. Keterbelakangan pertumbuhan

8. Aparatus vestibuler normal

9. Lentigo

10. Perubahan kulit yang progesif selama decade pertama dan kedua kehidupan.

Piebaldness1. Sex-linked atau autosomal resesif

2. Iris biru

3. Pigmentasi retina baik

4. Depigmentasi kulit kepala, rambut dan wajah

5. Daerah depigmentasi pada tungkai dan badan

6. Penurunan pendengaran sensorineural

Sindrom Tietze

1. Autosomal dominan

2. Tuli sangat berat

3. Albinisme

4. Tidak adanya rambut alis

5. Iris biru

6. Tidak ada fotofobia atau nistagmus

Penyakit Waardenburg (telah dijelaskan sebelumnya)

1. Autosomal dominan dengan penetransi bervariasi

2. Berperan dalam 1%-7% dari seluruh tuli herediter

3. Celah canthus medial yang lebar (muncul pada semua kasus)

4. Pangkal hidung mendatar pada 75% kasus

5. Kedua alis mata bertemu

6. Penurunan pendengaran sensorineuralunilateral atau bilateral (muncul pada 20% kasus)

7. Iris berwarna

8. White forelock9. Area depigmentasi (10% pasien)

10. Metabolisme tirosin yang abnormal

11. Fungsi vestibuler menurun (75% pasien)

12. Celah bibir dan palatum (10% pasien)

Tuli kongenital herediter terkait penyakit skeletal

Akondroplasia1. Atosomal dominan

2. Kepala besar dan tungkai pendek

3. Dwarfisme/kerdil

4. Penurunan pendengaran campuran (fusi tulang pendengaran)

5. Saddle nose, penonjolan frontal dan mandibula

Penyakit Apert (Acrocephalosyndactyly)

1. Autosomal dominan

2. Syndactylia

3. Penurunan pendengaran konduktif sekunder flat hingga fiksasi os.stapes

4. Aquaductus koklearis yang paten secara histologist

5. Prominensia frontalis, eksoftalmos

6. Disostosis craniofacial, hipoplastik maxilla

7. Proptosis, saddle nose, arkus palatum tinggi, dan terkadang spina bifida

8. Terjadi pada sekitar 1:150.000 kelahiran.Atresia Auris Kongenital1. Autosomal dominan

2. Keterlibatan unilateral atau bilateral

3. Abnormalitas telinga tengah dengan anomaly nervus facialis

4. Hidrosefalus interna

5. Retardasi mental

6. Epilepsi

7. Atresia koana dan celah palatum

Disostosis Cleidocranial

1. Autosomal dominan

2. Tidak ada atau hipoplasia clavicula

3. Kegagalan menutupnya fontanella

4. Penurunan pendengaran sensorineural

Penyakit Crouzon (Disostosis Craniofacial)

1. Autosomal dominan

2. Penurunan pendengaran pada sepertiga kasus

3. Penurunan pendengaran campuran pada beberapa kasus

4. Sinostosis cranial

5. Eksoftalmus dan strabismus divergen6. Parrot-beaked nose7. Bibir atas yang pendek/kecil

8. Prognatisme mandibula dan maksila kecil

9. Hipertelorisme

10. Terkadang ditemukan atresia canalis acusticus eksternus

11. Pembesaran tulang sphenoid congenital

12. Penutupan premature sutura cranial, terkadang mengakibatkan retardasi mental.

Sindrom Engelmann (Displasia Diafisis)

1. Autosomal dominan; mungkin resesif

2. Penurunan pendengaran campuran yang progresif

3. Penebalan korteks diafisis tulang panjang dan tulang tengkorak yang progresif.

Sindrom Hand-Hearing

1. Autosomal dominan

2. Kontraktur fleksi jari-jari dan ibu jari (congenital)

3. Penurunan pendengaran sensorineural

Sindrom Klippel-Feil (Brevicollis, Wildervanck)

1. Autosomal resesif atau dominan

2. Insidensi pada perempuan lebih besar daripada laki-laki

3. Penurunan pendengaran sensorineural disertai dengan anomali telinga tengah

4. Leher pendek akibat fusi vertebra servikal

5. Spina bifida

6. Atresia canalis acusticus eksternus.

Deformitas Madelung (Terkait Dischondrosteosis Leri-Weill)1. Autosomal dominan

2. Perawakan pendek

3. Dislokasi ulna dan persendian siku

4. Penurunan pendengaran konduktif sekunder akibat malformasi tulang pendengaran dengan membran timpani dan canalis acusticus eksternus yang normal

5. Spina bifida (kadang)

6. Rasio perempuan dan laki-laki 4:1

Sindrom Marfan (Arachnodaktil, Ektopia Lensa, Tuli)

1. Autosomal dominan

2. Kurus, individu panjang dengan long spidery fingers3. Pigeon breast4. Skoliosis

5. Hammer toes

6. Penurunan pendengaran campuran

Sindrom Mohr (Oral-Facial-Digital Syndrome II)

1. Autosomal resesif

2. Penurunan pendengaran konduktif

3. Celah bibir, arcus palatum tinggi

4. Lidah noduler dan lobulasi

5. Pangkal hidung lebar, ujung hidung bifida

6. Hipoplasia corpus mandibula

7. Polidaktil dan sindaktil

Osteopetrosis (Penyakit Albers-Schonberg, Penyakit Tulang Marble)

1. Autosomal resesif (jarang ditransmisikan dominan)

2. Penurunan pendengaran konduktif atau campuran

3. Paralisis nervus facialis yang hilang timbul

4. Tulang sklerotik dan rapuh karena kegagalan resorpsi kartilago yang kalsifikasi

5. Keterlibatan nervus cranialis II, V, dan VII (kadang)

6. Atrofi opticus

7. Atresia sinus paranasal

8. Atresia koana

9. Meningkatnya insidensi osteomielitis

10. Bentuk yang tersebar luas: dapat terjadi obliterasi sumsum tulang, anemia berat, dan kematian yang cepat

11. Hepatosplenomegali (mungkin)

Sindrom Oto-fasial-servikal1. Autosomal dominan

2. Pangkal hidung yang dangkal

3. Hidung kecil menonjol

4. Wajah kecil memanjang

5. Tulang maksila dan zigomatikus mendatar

6. Telinga menonjol

7. Fistula preaurikula

8. Perkembangan otot leher yang buruk

9. Penurunan pendengaran konduktif

Sindrom Oto-palatum-digital

1. Autosomal resesif

2. Penurunan pendengaran konduktif

3. Dwarfisme/kerdil ringan

4. Celah palatum

5. Retardasi mental

6. Pangkal hidung lebar, hipertelorisme

7. Frontal dan Occipital bossing8. Mandibula kecil

9. Jemari yang pendek dan clubbed10. Telinga yang kecil dan rendah

11. Winged scapulae

12. Pendataran malar

13. Penurunan kemiringan mata

14. Kecenderungan mulut yang menurun

Penyakit Paget (Osteitis deformans)

1. Autosomal dominan dengan penetransi bervariasi

2. Penurunan pendengaran sensorineural, tetapi dapat juga terjadi penurunan pendengaran campuran3. Terkadang melibatkan nervus cranialis

4. Biasanya dimulai sejak usia pertengahan, melibatkan tulang tengkorak dan tulang panjang kaki

5. Tulang endochondral (terkadang resisten terhadap penyakit ini)

Sindrom Pierre-Robin (Celah palatum, mikrognatia dan glosoptosis)

1. Autosomal dominan dengan penetransi bervariasi (mungkin tidak herediterm tetapi disebabkan kelainan intrauteri)

2. Terjadi pada 1:30.000 hingga 1:50.000 kelahiran

3. Glosoptosis

4. Mikrognatia

5. Celah palatum (50% kasus)

6. Penurunan pendengaran campuran

7. Malformasi aurikula

8. Retardasi mental

9. Hipoplasia mandibula

10. Sindrom Mobius

11. Stenosis subglotis yang jarang

12. Aspirasi merupakan penyebab kematian tersering

Penyakit Pyle (Displasia Craniometafisial)1. Autosomal dominan (jarang autosomal resesif)

2. Penurunan pendengaran konduktif dapat berawal sejak usia berapapu. Bersifat progresif dan sekunder akibat adanya fiksasi os.stapes atau abnormalitas tulang pendengaran lainnya. Penurunan pendengaran campuran juga mungkin terjadi.

3. Palsi nervus cranialis sekunder akibat penyempitan foramen.

4. Gambaran tulang panjang yang merenggang

5. Atresia koana

6. Prognatisme

7. Atrofi opticus

8. Obstruksi sinus dan ductus nasolakrimalis

Sindrom Roaf

1. Tidak diturunkan

2. Lepasnya retina, katarak, myopia, coxa vara, kifoskoliosis, dan retardasi

3. Penurunan pendengaran sensorineural progresif

Dominant Proximal Symphalangia dan Penurunan Pendengaran

1. Autosomal dominan

2. Ankilosis sendi interphalang proksimal

3. Penurunan pendengaran konduktif di usia awal kehidupan.

Sindrom Treacher Collins (Disostosis Mandibulofasial; Sindrom Franceschetti-Zwahlen-Klein)

1. Autosomal dominan atau gangguan intrauteri

2. Fisura palpebra antimongoloid dengan kelopak bawah menakik

3. Malformasi tulang pendengaran (biasanya os.stapes normal)

4. Deformitas aurikula, atresia canalis acusticus eksternus

5. Penurunan pendengaran konduktif

6. Fistula preaurikuler

7. Hipoplasia mandibula dan malar8. Fishmouth9. IQ Normal

10. Biasanya keterlibatan bilateral

11. Mungkin memiliki celah bibir atau palatum

12. Terdapat hambatan perkembangan embrio pada usia kehamilan 6-8 minggu untuk menimbulkan temuan tersebut di atas.

Sindrom van Buchem (Hiperostosis Kortikalis Generalisata)

1. Autosomal resesif

2. Osteosklerotik menyeluruh selama pertumbuhan tulang termasuk tengkorak, mandibula, tulang iga, dan tulang pendek serta tulang panjang.

3. Palsi nervus cranialis akibat obstruksi foramen

4. Peningkatan kadar Alkali fosfatase dalam serum

5. Penurunan pendengaran sensorineural progresif

Sindrom van der Hoeve

1. Autosomal dominan dengan ekspresi yang bervariasi

2. Tulang yang rentan, ligamentum longgar

3. Sklera biru atau jernih, facies triangularis, dentinogenesis imperfecta

4. Sklera biru dan penurunan pendengaran tampak pada 60% kasus dan sering ditemukan setelah usia 20 tahun. Penurunan pendengaran bersifat konduktif dan diakibatkan fiksasi os.stapes karena adanya otosklerosis. Penurunan pendengaran juga dapat diakibatkan fraktur ossicula auditiva. (Beberapa menggunakan istilah sindrom van der Hoeve untuk mendeskripsikan osteogenesis imperfect dengan osteosklerosis. Sebagian menggunakan istilah osteogenesis imperfect, baik dengan atau tanpa adanya otosklerosis)5. Defek patologis dasar adalah aktivitas osteoblastik yang abnormal

6. Saat melakukan pembedahan pada pasien ini, sangatlah penting untuk menghindari fraktur cincin timpani atau tindakan yang lama terhadap os.incus. Dan sangat penting juga untuk mengingat bahwa footplate os.stapes dapat melayang (floating)7. Sclera mungkin dapat mengalami peningkatan kandungan mukopolisakarida.

8. Pasien ini memiliki kadar kalsium, fosfor dan alkali fosfatase serum yang normal

9. Terkadang, fragilitas kapiler darah juga ditemukan.

Tuli kongenital herediter terkait dengan abnormalitas lainnya

Neurinoma acusticus (Diturunkan)

1. Autosomal dominan

2. Penurunan pendengaran sensorineural progresif selama decade kedua atau ketiga kehidupan

3. Ataksia, penurunan penglihatan

4. Tidak ditemukan caf au lait spotsSindrom Alport (telah dijelaskan sebelumnya)

1. Autosomal dominan

2. Nefritis progresif dan penurunan pendengaran sensorineural

3. Hematuria, proteinuria dimulai sejak decade pertama atau kedua kehidupan

4. Laki-laki dengan penyakit ini biasanya meninggal akibat uremia pada usia 40 tahun. Perempuan jarang terpengaruh secara berat.

5. Ginjal dipengaruhi gromeluronefritis kronik dengan infiltrasi limfositik interstisial dan sel foam6. Penurunan pendengaran sensorineural progresif dimulai sejak usia 10 tahun. Meskipun sindrom ini tidak diturunkan secara sex-linked, penurunan pendengaran mempengaruhi hamper semua laki-laki tetapi tidak pada perempuan. Secara histologist, degenerasi organ corti dan stria vascularis ditemukan

7. Katarak sferofalera

8. Hipofungsi organ vestibuler

9. Berperan dalam 1% kasus tuli herediter

Sindrom Alstrom

1. Autosomal resesif

2. Degenerasi retina meningkatkan risiko penurunan penglihatan

3. Diabetes, obesitas

4. Penurunan pendengaran sensorineural progresif

Sindrom Cockayne

1. Autosomal resesif

2. Dwarfisme/kerdil

3. Retardasi mental4. Atrofi retina

5. Gangguan motorik

6. Penurunan pendengaran sensorineural yang progresif dan bilateral

Kretinisme Kongenital (lihat sebelumnya)

Kretinisme kongenital harus dibedakan dengan sindrom Pendred

1. Sekitar 35% muncul dengan penurunan pendengaran congenital tipe campuran (ireversibel)

2. Goiter (hipotiroid)

3. Retardasi mental dan fisik

4. Perkembangan abnormal piramida pterosa

5. Penyakit ini tidak diturunkan dalam pola Mandelian yang khas. Hal ini terkait dengan kondisi geografis tertentu dimana defisiensi diet ditemukan.

Sindrom Duane1. Autosomal dominan (beberapa sex-linked resesif)

2. Tidak mampu melakukan abduksi mata, retraksi mata3. Penyempitan fisura palpebra

4. Tortikolis

5. Tulang iga servikal

6. Penurunan pendengaran konduktif

Sindrom Anemia Fanconi

1. Autosomal resesif

2. Deformitas atau tidak memiliki ibu jari

3. Malformasi tulang, jantung dan ginjal lainnya

4. Pigmentasi kulit meningkat

5. Retardasi mental

6. Pansitopenia

7. Penurunan pendengaran konduktifDistrofi Kornea Fehr

1. Autosomal resesif

2. Penurunan pendengaran sensorineural dan penglihatan yang progresif.Sindrom Flynn-Aird

1. Autosomal dominan

2. Miopia, katarak, dan retinitis pigmentosa yang progresif

3. Penurunan pendengaran sensorineural yang progresif

4. Ataksia

5. Nyeri seperti ditusuk-tusuk pada persendianAtaksia Friedreich

1. Autosomal resesif

2. Onset nistagmus, ataksia, atrofi opticus, hiperefleksia, dan penurunan pendengaran sensorineural sejak masa kanak-kanak.Sindrom Goldenhar (telah dijelaskan sebelumnya)

1. Autosomal resesif

2. Dermoid epibulbar

3. Preauricular appendages4. Fusi atau tidak adanya vertebra servikalis

5. Coloboma pada mata

6. Penurunan pendengaran konduktif

Sindrom Hallgren

1. Autosomal resesif

2. Retinitis pigmentosa

3. Ataksia progresif

4. Retardasi mental pada 25% kasus

5. Penurunan pendengaran sensorineural

6. Sekitar 5% dari tuli herediterSindrom Hermann

1. Autosomal dominan

2. Onset fotomioclonus dan penurunan pendengaran sensorineural selama akhir masa kanak-kanak atau saat dewasa

3. Diabetes mellitus

4. Demensia progresif

5. Pielonefritis dan glomerulonefritis

Sindrom Hurler (Gargolisme)1. Autosomal resesif

2. Mukopolisakarida abnormal disimpan di dalam jaringan (saat mukopolisakarida disimpan dalam netrofil, disebur sebagai nadan Adler); mukosa telinga tengah dengan foamy gargoyle cells yang besar dan pengecatan PAS-positif.

3. Kondroitin sulfat B dan heparitin dalam urin

4. Penonjolan dahi dengan wajah yang kasar dan telinga rendah

5. Retardasi mental

6. Opasitas kornea progresif

7. Hepatosplenomegali

8. Penurunan pendengaran campuran

9. Dwarfisme/kerdil

10. Penyimpanan tiga gangliosid di otak: GM3, GM2, dan GM1

11. Defisiensi galaktosid-beta

Sindrom Hunter Tanda sindrom Hunter sama dengan sindrom Hurler, kecuali sindrom Hunter diturunkan secara sex-linked.

Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen (telah dijelaskan sebelumnya)

1. Autosomal resesif

2. Penurunan pendengaran sensorineural bilateral yang sangat berat (gangguan frekuensi tinggi lebih berat)

3. Terkait dengan penyakit jantung (interval QT memanjang pada EKG) dan penyakit Stokes-Adams

4. Sinkop berulang

5. Biasanya berakhir fatal dengan kematian mendadak

6. Secara histopatologis, terdapat nodul PAS-positif pada koklea

Sindrom Laurence-Moon-Bardet-Biedl

1. Autosomal resesif

2. Dwarfisme/kerdil

3. Obesitas

4. Hipogonadisme

5. Retinitis pigmentosa

6. Retardasi mental

7. Penurunan pendengaran sensorineural

(Resesif) Malformasi telinga letak rendah dan Penurunan pendengaran konduktif

1. Autosomal resesif

2. Retardasi mental pada 50% kasus(Dominan) Insufisien mitral, Fusi persendian, dan Penurunan pendengaran

1. Autosomal dominan dengan penetransi bervariasi

2. Penurunan pendengaran konduktif, biasanya akibat fiksasi os.stapes

3. Canalis acusticus eksternal yang sempit

4. Fusi vertebra servikalis dan tulang carpal serta tarsal

Sindrom Mobius (Diplegia Facialis Kongenital)

1. Autosomal dominan, dapat resesif

2. Diplegia facialis

3. Deformitas telinga luar

4. Oftalmoplegia

5. Tangan atau kaki terkadang hilang

6. Retardasi mental

7. Paralisis lifah

8. Penurunan pendengaran campuran

(Dominan) Saddle nose, Miopia, Katarak dan Penurunan pendengaran

1. Autosomal dominan

2. Saddle nose3. Miopia berta

4. Katarak juvenile

5. Penurunan pendengaran sensorineural yang progresif, sedang hingga berat, dan onset dini

Sindrom Norrie (telah dijelaskan sebelumnya)

1. Autosomal resesif

2. Kebutaan congenital karena pseudotumor retina

3. Penurunan pendengaran sensorineural yang progresif pada 30% kasus

Sindrom Pendred (telah dijelaskan sebelumnya)

1. Autosomal resesif

2. Penurunan pendengaran bilateral sekunder yang jumlahnya bervariasi akibat atrofi organ Corti. Audiogram U-shaped sering ditemukan.

3. Pasien eutiroid dan menjadi goiter difusa saat pubertas. Disebutkan bahwa defek metabolik disebabkan kesalahan iodinasi tirosin

4. Uji perchlorate positif

5. Goiter diobati dengan hormone eksogen untuk menekan sekresi TSH

6. IQ normal

7. Tidak seperti kretinisme congenital, tulang pyramid petrosa berkembang dengan baik8. Berperan pada 10% kasus tuli herediter.

Penyakit Refsum (Heredopathia Atactica Polineuritiformis)

1. Autosomal resesif

2. Retinitis pigmentosa

3. Polineuropati

4. Ataksia

5. Penurunan pendengeran sensorineural

6. Gangguan penglihatan biasanya berawal pada decade kedua

7. Ichtiosis sering muncul

8. Peningkatan kadar asam fitanik plasma

9. Etiologi: neuronal lipid storage disease dan polineuropati hipertrofi

(Resesif) Anomali Ginjal, Genital dan Telinga Tengah

1. Autosomal resesif

2. Hipoplasia renal

3. Malformasi genitalia interna

4. Malformasi telinga tengah

5. Penurunan pendengaran konduktif sedang hingga berat

Sindrom Richards-Rundel

1. Autosomal resesif

2. Defisiensi mental

3. Hipogonadisme (penurunan estrogen urin, pregnanediol dan 17-ketosteroid total)

4. Ataksia

5. Nistagmus horizontal pada pandangan bilateral

6. Penurunan pendengaran sensorineural yang berawal sejak infantile

7. Muscle wasting selama awal masa kanak-kanak dan tidak adanya reflex tendon dalam.

Sindrom Taylor

1. Autosomal resesif

2. Mikrotia atau anotia unilateral

3. Hipoplasia tulang fasialis unilateral

4. Penurunan pendengaran konduktif

Trisomi 13 hingga 15 (Kelompok D): Sindrom Patau

1. Daun telinga letak rendah

2. Atresia canalis acusticus ekstersnus

3. Celah bibir dan palatum

4. Coloboma pada kelopak mata

5. Mikrognatia

6. Fistula trakeoesofagal

7. Hemangioma

8. Penyakit jantung congenital

9. Retardasi mental

10. Penurunan pendengaran campuran

11. Hipertelorisme

12. Insidensi 0,45:1000 kelahiran13. Biasanya mengalami kematian pada awal masa kanak-kanak

Trisomi 16 hingga 18 (Kelompok E)

1. Daun telinga letak rendah

2. Atresia canalis eksternal

3. Mikrognatia, arkus palatum yang tinggi

4. Posisi jari yang khas

5. Occiput yang menonjol

6. Anomali jantung

7. Hernia

8. Pigeon breast9. Penurunan pendengaran campuran

10. Insidensi 0,25:1000 hingga 2:!000 kelahiran

11. Ptosis

12. Biasanya mengalami kematian pada awal kehidupan

Trisomi 21 hingga 22 (Sindrom Down; Trisomi G)

1. Kromosom ekstra pada no.21 atau no.22

2. Retardasi mental

3. Perawakan pendek

4. Brachisefali

5. Occiput mendatar

6. Bermata sipit

7. Epicanthus

8. Strabismus, nistagmus

9. Tampaknya berkaitan dengan leukemia

10. Stenosis subglotis

11. Pneumatisasi menurun atau tidak adanya sinus frontalis dan sphenoidalis

12. Insidensi 1:600 bayi yang hidup

Sindrom Turner

1. Tidak diturunkan; mungkin disebabkan kelainan intrauteri

2. Garis rambut sedikit

3. Webbing neck and digits4. Jarak antar kedua puting melebar

5. XO; 80% sex-chromatin negatives6. Aplasia gonadal

7. Insidensi 1:5000 kehidupan (Sindrom Klinefelter adalah XXY)

8. Deformitas tulang pendengaran

9. Letak teling rendah

10. Penurunan pendengaran campuran

11. Lobus telinga besar

12. Perawakan pendek

13. Abnormalitas jantung dan ginjal\

14. Beberapa disertai hiposmia

(Dominan) Urtikaria, Amiloidosis, Nefritis dan Penurunan pendengaran

1. Autosomal dominan

2. Urtikaria berulang

3. Amiloidosis

4. Penurunan pendengaran sensorineural yang progresif akibat degenerasi organ Corti, osifikasi membrane basilaris, dan degenerasi nervus koklearis

5. Biasanya meninggal akibat uremia.

Sindro, Usher (Retinitis Pigmentosa Resesif dengan Tuli Kongenital Berat) (telah dijelaskan sebelumnya)1. Autosomal resesif

2. Retinitis pigmentosa meningkatkan risiko penurunan penglihatan yang progresif. Pasien biasanya mengalami kebutaan total pada decade kedua atau ketiga

3. Pasien biasanya dilahirkan tuli sekunder akibat atrofi organ Corti. Mendengarkan suara frekuensi rendah dapat dilakukan beberapa pasien

4. Ataksia dan gangguan fungsi vestibuler sering terjadi. Sindrom Usher, di antara seluruh sindrom tuli congenital, kemungkinan besar melibatkan gejala vestibular.5. Terjadi pada 10% kasus tuli herediter

6. Sindrom Usher diklasifikasikan menjadi 4 tipe

Tipe I: tuli congenital sangat berat dengan onset retinitis pigmentosa saat usia 10 tahun; tidak terdapat respon vestibular, terjadi pada 90% kasus sindrom Usher

Tipe II: Tuli congenital sedang hingga berat dengan onset retinitis pigmentosa pada akhir masa remaja atau awal usia duapuluhan; respon vestibuler menurun atau normal; terjadi pada 10% dari seluruh kasus.

Tipe III: penurunan pendengaran progresif; retinitis pigmentosa muncul saat usia pubertas; terjadi pada kurang dari 1% dari seluruh kasus (tipe I, II, dan III bersifat autosomal resesif)

Tipe IV: diturunkan X-linked; fenotip serupa dengan tipe II.

Sindrom Well

1. Nefritis

2. Penurunan pendengaran

3. Autosomal dominan

DEFORMITAS TELINGA LUAR

Deformitas congenital telinga tengah dan luar telah diklasifikasikan, tetapi klasifikasi ini jarang digunakan dibandingkan pada anomali perkembangan telinga dalamTipe I1. Bentuk dan ukuran aurikula normal

2. Pneumatisasi tulang mastoid dan telinga tengah baik

3. Abnormalitas tulang pendengaran

4. Tipe yang paling seringTipe II

1. Microtia

2. Atresia canalis acusticus dan abnormalitas tulang pendengaran3. Aerasi tulang mastoid dan telinga tengah yang normalTipe III1. Microtia

2. Atresia canalis acusticus dan abnormalitas tulang pendengaran

3. Aerasi tulang mastoid dan telinga tengah buruk

a. Deformitas eksternal tidak berkorelasi dengan abnormalitas telinga tengah

b. Pasien dengan basis stapes yang terfiksasi secara congenital memiliki karakteristik berikut yang membedakannya dengan pasien otosklerosis:

i. Onset selama masa kanak-kanak

ii. Nonprogresif

iii. Riwayat penyakit keluarga negatif

iv. Penurunan pendengaran konduktif 50 dB hingga 60 dB flatv. Carhart notch tidak ditemukan

vi. Tanda Schwartze juga tidak didapatkan.EVALUASI DAN KONSELING GENETIK

Memperoleh riwayat penyakit keluarga yang terperinci. Mengamati perilaku herediter yang mungkin berkaitan dengan gangguan pendengaran herediter sindromik, seperti white forelock rambut, premature graying, warna mata yang berbeda, abnormalitas ginjal, rabun malam hari, sever farsightedness, aritmia jantung sejak anak-anak, atau keluarga kandung yang mengalami kematian mendadak akibat penyakit jantung

Evaluasi audiologik harus dilakukan pada semua kasus yang diduga mengalami gangguan pendengaran hereditar. Untuk infantil dan pasien muda, uji elektrofisiologi seperti auditory brain stem response (ABS), reflex stapedius, dan emisi otoacusticus (OAE) dapat dilakukan. Gambaran audiogram U-shaped atau cookie bite harus menjadi peringatan bagi dokter terhadap penurunan pendengaran herediter. Uji fungsi vestibuler dapat sangat membantu dalam diagnosis pasien dengan sindrom Usher.

Berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, evaluasi lanjutan, seperti pemeriksaan radiologi atau laboratorium dapat diindikasikan. Seluruh anak-anak yang didiagnosis penurunan pendengaran harus menjalani urinalisis untuk menilai adanya proteinuria dan hematuria. Uji lainnya harus dilakukan dengan indikasi yang tepat, contohnya, uji fungsi tiroid, EKG, Elektroretinogram, dan uji discharge perchlorate.

Penelitian radiografi seharusnya dilakukan sesuai kasus-per-kasus. CT scan dapat membantu menunjukkan abnormalitas koklear, penyimpangan canalis acusticus internus, dan displasia koklear. MRI dengan pemberian gadolinium merupakan penelitian terhadap pilihan pasien dengan riwayat keluarga NF tipe 2. MR juga digunakan bila penurunan pendengaran bersifat progresif tetapi hasil CT scan normal. Pada akhir evaluasi yang terkadang mahal dan intensif, etiologi spesifik dari penurunan pendengaran masih belum diketahui pasti.

Nilai risiko kekambuhan di masa yang akan datang pada keluarga yang hanya memiliki seorang anak, yang mengalami penurunan pendengaran yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, adalah 10% hingga 16%. Setiap anak yang lahir dengan pendengaran normal dalam sebuah keluarga dapat menurunkan kemungkinan bahwa kelainan tersebut disebabkan faktor genetic dan oleh karenanya menurunkan risiko kekambuhan. Demikian pula bila seorang anak lahir pada keluarga yang sama dan mengalami gangguan pendengaran, maka risiko kekambuhannya meningkat karena kemungkinan komponen genetic menyebabkan penurunan pendengaran.

SIMPULAN

Diagnosis, prognosis, dan estimasi risiko kekambuhan merupakan komponen evaluasi genetik yang lengkap terhadap anak yang siduga mengalami penurunan pendengaran genetik. Diagnosis tepat dengan pengamatan yang cermat terhadap etiologi harus dilakukan. Tinjauan terhadap data klinis dan laboratories oleh dokter terampil dapat mengarahkan identifikasi sindrom atau pola keluarga yang bermanfaat dalam memprediksikan kemungkinan tanda klinis kelainan tersebut. Diagnosis akurat juga meningkatkan ketepatan estimasi risiko kekambuhan. Penelitian selanjutnya terhadap dasar genetik penurunan pendengaran dapat mengarah pada pilihan terapi, seperti terapi gen, untuk menyediakan rehabilitasi pendengaran terhadap pasien ini.39