Congenital Lobar Emfisema

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan perkembangan bronkopulmonar merupakan kasus yang jarang ditemukan di populasi. Termasuk dalam kelainan ini ialah congenital lobar emphysema (CLE), yaitu anomali pada perkembangan saluran pernapasan bagian bawah yang bermanifestasi sebagai hiperinflasi satu atau lebih lobus paru. Angka kejadian CLE yaitu 1,4-2,2% dari seluruh kelainan kongenital. Pada 14-40% kasus CLE, ditemukan kelainan congenital lainnya, seperti patent ductus arteriosus, ventricle septal defect dan hernia diafragmatika. 1 CLE menjadi penyebab penting distress pernafasan pada neonatus dan sering dibutuhkan operasi sebagai terapi definitif. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penemuan pada pemeriksaan radiologi konvensional. Namun, pada beberapa kasus, diagnosis CLE sulit ditegakkan sehingga dibutuhkan pemeriksaan diagnostik selanjutnya, seperti CT scan, MRI dan V/Q scintigraphy. 2 1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding dan 1

Transcript of Congenital Lobar Emfisema

Page 1: Congenital Lobar Emfisema

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan perkembangan bronkopulmonar merupakan kasus yang

jarang ditemukan di populasi. Termasuk dalam kelainan ini ialah congenital

lobar emphysema (CLE), yaitu anomali pada perkembangan saluran

pernapasan bagian bawah yang bermanifestasi sebagai hiperinflasi satu atau

lebih lobus paru. Angka kejadian CLE yaitu 1,4-2,2% dari seluruh kelainan

kongenital. Pada 14-40% kasus CLE, ditemukan kelainan congenital lainnya,

seperti patent ductus arteriosus, ventricle septal defect dan hernia

diafragmatika.1

CLE menjadi penyebab penting distress pernafasan pada neonatus dan

sering dibutuhkan operasi sebagai terapi definitif. Diagnosis biasanya

ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penemuan pada

pemeriksaan radiologi konvensional. Namun, pada beberapa kasus, diagnosis

CLE sulit ditegakkan sehingga dibutuhkan pemeriksaan diagnostik

selanjutnya, seperti CT scan, MRI dan V/Q scintigraphy.2

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding dan

penatalaksanaan dari congenital lobar emphysema. Dalam referat ini

pembahasan terutama dititikberatkan pada peranan radiologi dalam diagnosis

dan manajemen CLE.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai

penyakit dan peranan radiologi dalam diagnosis CLE. Referat ini juga

merupakan salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian

Radiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang.

1

Page 2: Congenital Lobar Emfisema

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk

pada berbagai literatur.

2

Page 3: Congenital Lobar Emfisema

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Sistem Pernafasan

Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, diverticulum

respiratorium (tunas paru) nampak sebagai suatu tonjolan keluar dari dinding

ventral usus depan. Karena itu, epitel lapisan dalam laring, trakea, dan bronkus,

serta lapisan epitel paru, seluruhnya berasal dari endoderm. Tetapi, unsur tulang

rawan dan otot pada trakea dan paru berasal dari mesoderm splanknik yang

mengelilingi usus depan.3

Selama pemisahannya dengan usus depan, tunas paru membentuk trakea

dan dua kantong keluar di sebelah lateral, yaitu tunas bronkialis. Pada awal

minggu ke 5, masing–masing tunas ini membesar membentuk bronkus utama

kanan dan kiri. Cabang kanan kemudian membentuk tiga cabang sekunder, dan

yang sebelah kiri membentuk dua cabang sekunder, sehingga akan membentuk

tiga lobus di sisi kanan dan dua lobus di sisi kiri.3

Gambar 2.1 Perkembangan trakea dan paru. A. 5 minggu B. 6 minggu. C. 8 minggu (Sumber: Sadler, dalam Langman’s Medical Embryology)

Dengan pertumbuhan selanjutnya ke arah kaudal dan lateral, tunas paru

menembus ke dalam rongga selom. Ruangan ini agak sempit dan dikenal sebagai

kanalis perikardioperitonealis. Saluran ini ditemukan di sisi kanan dan kiri usus

depan, dan berangsur – angsur dipenuhi oleh tunas paru yang terus berkembang.

Akhirnya, kanalis perikardioperitonealis terpisah dari rongga peritoneum dan

rongga perikardium masing–masing oleh lipatan pleuroperitoneal dan lipatan

pleuroperikardial, dan ruang yang masih tersisa adalah rongga pleura primitif.

3

Page 4: Congenital Lobar Emfisema

Mesoderm, yang meliputi sisi luar paru, berkembang menjadi pleura viseralis.

Lapisan mesoderm somatik, yang melapisi dinding tubuh dari sebelah dalam,

menjadi pleura parietalis. Ruang di antara pleura parietalis dan viseralis adalah

rongga pleura.3

Pada perkembangan selanjutnya, bronkus sekunder terus–menerus

bercabang secara dikotomi, dengan membentuk 10 bronkus tersier (segmental) di

paru kanan dan 8 di paru kiri, sehingga menciptakan segmen–segmen

bronkopulmoner paru dewasa. Pada akhir bulan ke 6, telah terbentuk lebih kurang

17 generasi anak cabang. Akan tetapi, sebelum percabangan bronkus tersebut

mencapai bentuk akhirnya, akan terbentuk 6 anak cabang tambahan pada

kehidupan pasca lahir. Sementara semua anak cabang baru ini terbentuk dan

cabang–cabang bronkus berkembang, paru–paru bergeser kedudukannya lebih ke

kaudal, sehingga pada saat lahir, bifurkasio trakea terletak berhadapan dengan

vertebra torakalis ke 4.3

Gambar 2.2 Stadium perkembangan paru (sumber: www.embryo.chronolab.com)

2.2 Anatomi Paru

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama

neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia

tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan

jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan

implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan

resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau

partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan

4

Page 5: Congenital Lobar Emfisema

ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.

Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.4

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap

dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia

pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus

dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transpor mukosilier ini berperan penting

dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakea dan bronkus

memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel

goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkitis kronis

yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.4

Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus

distal sampai terminal: bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

Gambar 2.3 Anatomi jalan nafas. Laring, trakea, dan bronkus tampak ventral (Sumber: Putz et al, dalam Atlas Anatomi Sobotta)

5

Page 6: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.4 Unit pertukaran udara (sumber: www.simbryo.stanford.edu)

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat

dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut

incissura interlobaris dalam beberapa lobus pulmonis. Pulmo dekstra dibagi

menjadi 3 lobi, yaitu: 4

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2. Lobus Medius

Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,

posterobasal

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,

lingularis inferior.

2. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan

posterobasal

6

Page 7: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.5 Lobus dan segmentasi paru (sumber: Putz et al, Atlas Anatomi Manusia Sobotta)

2.3 Definisi

Congenital lobar emphysema (CLE) adalah suatu keadaan kelainan

perkembangan pada saluran nafas bagian bawah yang ditandai oleh hiperinflasi

pada satu atau lebih lobus paru yang menyebabkan distress pernafasan pada

neonatus. Sebutan lain untuk CLE termasuk congenital lobar overinflation dan

infantile lobar emphysema.5

Congenital lobar emphysema adalah keadaan patologi yang jarang

terjadi, menyebabkan hiperinflasi lobus paru, air trapping, dan mediastinum

terdorong ke arah kontralateral. CLE merupakan penyebab terbanyak terjadinya

distress pernafasan berat dan sianosis pada periode neonatus.6

2.4 Epidemiologi

CLE merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan, dengan

prevalensi 1 dalam 20.000 – 30.000 kelahiran. CLE terdiagnosis pada 10 dari 70

pasien dengan kelainan kongenital paru yang ditemukan pada tahun 1970 – 1995

pada Children's National Medical Center, Washington DC. Beberapa pusat

kesehatan tersier mengobati satu atau dua kasus per tahun.7

7

Page 8: Congenital Lobar Emfisema

Setengah dari kasus CLE ditemukan pada 4 minggu pertama kehidupan,

dan tiga perempatnya ditemukan pada neonatus yang berusia kurang dari 6 bulan.

Hanya 5% dari semua kasus yang terjadi pada usia lebih dari 6 bulan, biasanya

merupakan infeksi saluran nafas yang berulang atau ditemukan secara tidak

sengaja pada pemeriksaan rontgen toraks. Sering salah diagnosis sebagai suatu

pneumotoraks. Jika diterapi dengan thoracostomy dapat mengurangi angka

kesakitan secara signifikan.8

CLE lebih banyak terdapat pada laki–laki dibandingkan perempuan

dengan perbandingan 3:1. Alasan mengapa lebih banyak pada laki–laki

dibandingkan pada perempuan masih belum diketahui. 8

CLE biasanya hanya mengenai satu lobus, dan ini biasanya pada lobus

superior paru. Frekuensi terbanyak yaitu pada lobus superior sinistra (43%) yang

kemudian diikuti dengan lobus medial dextra (32%), terakhir pada lobus superior

dextra (20%).9

2.5 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab CLE yang paling sering ditemukan ialah obstruksi pada jalan

nafas yang sedang dalam perkembangan. Hal ini terjadi pada 25% kasus.

Obstruksi jalan nafas ini dapat berupa obstruksi instrinsik ataupun ekstrinsik,

meskipun obstruksi intrinsik lebih sering ditemukan. Hal ini menyebabkan

obstruksi tipe check-valve yang menyebabkan terperangkapnya udara (air

trapping) di alveoli.10,11

Obstruksi intrinsik dapat berupa defek pada dinding bronkus, seperti

defisiensi kartilago bronkus. Pada tahun 1939, Overstreet melaporkan seorang

pasien bayi berumur 1 bulan yang meninggal akibat emfisema pada lobus superior

sinistra. Pada autopsi, ditemukan bahwa kondisi ini disebabkan oleh defisiensi

cincin kartilago pada bronkus yang terkena. Tahun 1945, Gross dan Lewis

melaporkan kasus pasien berumur 4 tahun dengan emfisema obstrutif pada lobus

superior sinistra yang juga disebabkan tidak terdapatnya cincin kartilago pada

bronkus yang dikenai.12

Keterlibatan chondromalacia cabang-cabang bronkus pada kasus CLE

diperkuat oleh penemuan Fischer dkk pada tahun 1952 dan Sloan pada tahun

8

Page 9: Congenital Lobar Emfisema

berikutnya. Pada pasien-pasien CLE yang akan dioperasi, dilakukan bronkoskopi

yang memperlihatkan kolaps dinding bronkus pada saat ekspirasi. Binet dkk juga

menemukan atrofi dan fragmentasi kartilago bronkus utama pada 3 kasus CLE.

Dalam sebuah review, dibahas 50 kasus CLE, dan mendapatkan 50% kasus

berkaitan dengan kelainan kartilago bronkus. Hanya sedikit yang disebabkan

sumbatan mukosa atau anomali pembuluh darah.12

Berkurangnya rigiditas bronkus akan menyebabkan berlebihnya produksi

mukosa yang bersama-sama dengan bronkus yang kolaps akan berakibat

mekanisme obstruksi focal ball-valve. Anomaly bronkus congenital lain termasuk

atresia, stenosis, bronkomalasia difus, dan bronkiektasia.10,13

Obstruksi bronkus didapat disebabkan oleh mekonium, plak mucus, benda

asing, jaringan granulasi, torsi bronkus, atau lipatan mukosa bronkus

abnormal.10,13 Pada tahun 1938, Royes menemukan adanya oklusi pada 5/8

diameter lumen bronkus oleh lipatan mukosa dan menduga membran tersebut

bertindak sebagai katup yang menyebabkan CLE. Penyebab terbentuknya lipatan

mukosa tidak diketahui; diduga hal ini akibat inflamasi peribronkial, namun hanya

sedikit yang terbukti. Lipatan mukosa bronchial ini terjadi pada 13% kasus. Pada

tahun 1951, Robertson dan James melaporkan 5 kasus CLE dan yakin bahwa

penyebabnya adalah sumbatan mukosa ataupun kelemahan dinding bronkus, yang

nantinya akan menyebabkan mekanisme check-valve.12,14

Kompresi ekstrinsik dapat disebabkan beberapa kelainan struktural seperti

anomali vaskular dan masa intratorakal. Beberapa diantaranya yaitu artery sling,

anomalous venous return, kista foregut, dan teratoma. Emfisema lobus mungkin

juga disebabkan oleh kompresi pada bronkus lobus superior kiri oleh suatu PDA,

anomali arteri pulmonalis sinistra atau pembesaran kelenjar getah bening.10,15

Balonde dkk menduga bahwa situs abnormal CLE terdapat pada alveolus

itu sendiri. Mereka menemukan bahwa pada sebagian besar stroma dinding

alveoli pasien dengan CLE akan menebal. Di dalam stroma itu terdapat sel-sel

berbentuk lonjong yang melekat pada matriks fibril refraktil. Mereka

menginterpretasikan observasi mikroskopik tersebut sebagai jaringan kolagen

imatur, yang dengan pewarnaan aniline Mallory, akan terlihat berwarna biru. Paru

normal juga diteliti sebagai pembanding dan ternyata tidak ada atau hanya sedikit

9

Page 10: Congenital Lobar Emfisema

yang berubah biru. Peningkatan jumlah jaringan penunjang ini akan menyebabkan

“alveolar fibrosis”. Selama inspirasi alveolus fibrotik ini akan meregang, namun

sewaktu ekspirasi, alveolus tersebut tidak dapat mengecil secara efektif

dikarenakan meningkatnya rigiditas alveoli sehingga terbentuk emfisema.16

CLE lebih sering mengenai lobus superior. Lobus inferior jarang terkena,

dimana kejadiannya <1%. Menurut Fischer, CLE lebih sering mengenai lobus

superior karena gaya yang bekerja pada lobus inferior lebih besar saat ekspirasi

dibandingkan pada lobus superior. Naiknya diafragma dan pergerakan muskulus

interkostalis yang lebih kuat pada bagian inferior menyebabkan udara di lobus

inferior lebih banyak dikeluarkan dan dapat melewati obstruksi parsial, sedangkan

lobus superior pergerakannya lebih pasif.16

Secara ringkas, penyebab CLE dapat dilihat pada table berikut:

A. Obstruksi bronkus ekstrinsik1. Kardiovaskular

a. Patent Ductus Arteriosusb. Aneurisma vena bronkusc. Pembuluh darah aberrantd. Kardiomegali

2. Tidak terbentuknya mediastinum3. Pembesaran kelenjar getah bening

B. Obstruksi bronkus intrinsik1. Defisiensi kartilago bronkus2. Stenosis bronkus3. Mukosa bronkus berlebih

C. Emfisema non-obstruktif1. Fibrosis alveolar

Tabel 2.1 Etiologi congenital lobar emphysema (sumber: Leape, dalam Infantile Lobar Emphysema)

2.6 Patologi

Makroskopis, lobus yang terkena akan tampak hiperekspansi dengan

parenkim yang pucat. Kelainan histologis akan bervariasi, mulai dari jalan nafas

yang berdilatasi secara seragam sampai bentuk polialveolar. Bronkus berukuran

kecil dari normal, kartilago berkurang atau tidak tampak. Pada paru normal,

kartilago ditemukan sampai pada dinding bronkus berdiameter 1 mm. Pada bentuk

alveolar, jalan nafas kecil memiliki ukuran dan bentuk yang normal namun alveoli

membesar dan bertambah banyak. Walaupun demikian, perubahan emfisematosa

10

Page 11: Congenital Lobar Emfisema

tidak terlalu tampak pada kedua tipe, sehingga penyakit ini lebih cocok dinamai

congenital hyperinflation daripada lobar emphysema.10,14,15

Gambar 2.6 Histopatologi jaringan paru perifer pada CLE. Alveolus berdilatasi 3-10 kali normal. (sumber: Ankermann et al, dalam Congenital Masses of the Lung)

2.7 Gejala Klinis

Gejala pada CLE tergantung pada perubahan fisiologik yang disebabkan

oleh lobus yang distensi. Jika distensinya ringan dan tidak progresif, pasien

mungkin menunjukkan gejala ringan. Fungsi yang menurun dari satu lobus

mungkin akan dikompensasi oleh lobus lainnya yang masih berfungsi dengan

baik. Sayangnya, pada sebagian besar kasus, distensi unilobar biasanya progresif.

Ukurannya akan bertambah besar sehingga mendesak lobus pada sisi yang sama

dan mendorong mediastinum sehingga paru kontralateral juga terdesak.

Selanjutnya, fungsi pernafasan akan semakin memburuk dengan terdorongnya

diafragma ke bawah karena peningkatan tekanan intratorakal. Akhirnya,

pergeseran mediastinum dan peningkatan tekanan intratorakal akan menghambat

aliran balik vena ke jantung.14,17

Gejala muncul dalam hari-hari pertama kehidupan pada 50% kasus. Pada

23-30% kasus, gejala muncul saat lahir. Hampir seluruh kasus menjadi

simptomatik dalam waktu 6 bulan. Tingkat keparahan dan onset timbulnya gejala

bervariasi, tergantung pada derajat distensi parenkim. Distress pernafasan

progresif berkembang secara cepat pada beberapa bayi, sedangkan pada bayi

11

Page 12: Congenital Lobar Emfisema

lainnya secara perlahan dan tersembunyi. Beberapa pasien bahkan asimptomatik

selama beberapa tahun.10

Berdasarkan onset munculnya gejala, Myers membagi CLE menjadi 3

tipe:18

Tipe I jika gejala muncul pada masa bayi

Tipe II jika gejala muncul pada masa anak-anak

Tipe III jika pasien asimtomatik

Leape dkk mengklasifikasikan CLE sebagai berikut:14

1. Sekitar setengah pasien menunjukkan gejala pada hari pertama atau kedua

kehidupan. Pada umumnya, pasien-pasien ini memiliki gejala yang lebih berat

dan menjalani operasi dalam beberapa minggu. Gejalanya sesuai dengan

distress pernafasan. Dispnea dan sianosis merupakan gejala yang paling

sering. Batuk dan wheezing mungkin menonjol.

2. Pada kasus yang jarang, bayi baru lahir menderita bentuk yang berat dari

panyakit ini dimana distensi lobus progresif dengan gangguan pernafasan

yang berat, dan pada akhirnya mengganggu fungsi jantung. Pasien ini akan

menderita distress berat, takipnea, dan retraksi, dan sianosis. Kadar oksigen

menurun, dan pasien ini bisa meninggal hanya dalam beberapa jam.

Lobektomi emergensi diperlukan untuk life-saving. Namun, ini merupakan

kasus yang sangat jarang.

3. Sebagian pasien lainnya tidak menunjukkan gejala sampai usia 1-4 bulan.

Gejalanya hampir sama seperti yang ditemukan pada neonatus tapi lebih

beragam dan biasanya lebih ringan. Sepertiga dari tipe ini biasanya dioperasi

1 bulan setelah onset gejala. Gejala paling sering ialah dispnea, jarang

ditemukan sianosis. Infeksi saluran nafas atas berulang atau berat badan yang

tidak kunjung bertambah, ditambah batuk dan wheezing mungkin dikeluhkan

pasien.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan nafas cuping hidung, retraksi kartilago

kostal, perkusi hipersonor pada hemitoraks yang sakit. Suara nafas melemah pada

daerah yang sakit. Ronchi terdengar pada kedua sisi paru. Apeks kordis mungkin

bergeser tergantung beratnya mediastinal shift. Terjadi penonjolan dinding dada

pada hemitoraks yang terkena dan pergerakan dinding dada terbatas. Bayi

12

Page 13: Congenital Lobar Emfisema

mungkin mengalami infeksi saluran nafas berulang atau kurang gizi sehingga

terjadi failure to thrive. Bisa juga ditemukan batuk, wheezing, merintih, dan

apnea.10,13,16

Anomali kongenital lain bisa ditemukan bersamaan dengan CLE. Seperti

telah disebutkan, kelainan kardiovaskular paling sering yaitu pada 20% kasus, tapi

kelainan renal, gastrointestinal, muskuloskeletal dan kulit juga dapat terjadi.10

2.8 Diagnosis

Menegakkan diagnosis CLE merupakan suatu diagnostic challenge bagi

banyak klinisi. Selain jarang ditemukan, CLE juga membutuhkan diagnosis dan

tatalaksana yang cepat karena dapat membahayakan kelangsungan hidup pasien.

Klinisi sering salah mendiagnosis CLE tahap awal dikarenakan butuh waktu bagi

lobus terkait untuk menampilkan gejala penekanan karena hiperaerasi. Sebagian

besar kasus muncul pada 1-10 bulan pertama kehidupan dengan jumlah kasus

tertinggi terdeteksi pada 6 bulan pertama. Gejala tersering adalah sesak nafas, baik

disertai ataupun tanpa sianosis. Dapat ditemukan pula adanya wheezing, suara

nafas yang asimetris dan pergeseran bunyi jantung pada kondisi lanjut. Tidak

adanya demam dan leukositosis pada bayi dengan kesulitan bernafas dapat

mengarahkan klinisi ke arah diagnosis ini. Penegakan diagnosis biasanya

dilakukan dengan didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dan bantuan foto

toraks.19,20

Walaupun pemeriksaan darah rutin, kultur dan pemeriksaan laboratorium

lainnya bermanfaat dalam memberikan petunjuk tidak adanya infeksi, prosedur

diagnostik terpenting adalah melakukan foto roentgen dada dengan posisi

posteroanterior dan lateral. Pentingnya mendapatkan foto rontgen dada yang baik

pada anak dengan distress pernafasan tidak dapat digantikan dengan modalitas

lain. Temuan dalam pemeriksaan fisik kadang didapatkan dengan akurat pada

anak dengan dispnea dan interpretasinya sering membingungkan. Gambaran pada

film dada dapat membantu karena anak tak pernah terlalu sakit untuk melakukan

pemeriksaan roentgen. Dengan persiapan selama beberapa menit, anak dapat

dibawa keluar dari ruang perawatan dan dibawa menuju instalasi radiologi

menggunakan oksigen dengan portable tank.14

13

Page 14: Congenital Lobar Emfisema

Pada beberapa persen kasus, diagnosis ternyata tidak dapat ditegakkan di

awal karena beberapa hal yang menghambat proses diagnosis. Klinisi terkadang

kurang memikirkan kemungkinan diagnosis CLE dan lebih mengarahkan

diagnosis ke arah emfisema menyeluruh ataupun pneumatocele. Kualitas hasil X

ray yang kurang juga dapat mengganggu proses diagnostik. Kesalahan

memposisikan pasien, exposure yang tidak adekuat dan pergerakan pasien saat

proses pengambilan foto dapat mengaburkan gambaran penting yang dibutuhkan

dalam diagnostik. Perlu dilakukan foto ulang pada keadaan tersebut. Tatalaksana

yang telah dilaksanakan sebelumnya, baik itu sesuai ataupun tidak sesuai

diagnosis, dapat mengaburkan gambaran diagnostik. Sebagai contoh, kesalahan

mendiagnosis CLE dengan pneumothoraks akan berujung pada needle

thoracentesis yang akan membingungkan gambaran radiologis.14

Gambar 2.7 Alur diagnosis CLE (sumber: Behrman et al, dalam Nelson Textbook of Pediatrics)

2.9 Pemeriksaan Radiologis

2.9.1 Foto Thorax

Gambaran radiologis pada foto thorax pasien CLE bergantung pada

usia pasien, lokasi lobus yang terkena CLE, derajat overdistensi lobus paru

dan kandungan cairan paru yang tedapat pada lobus tersebut.14

14

Page 15: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.8 CLE pada lobus medial dextra. A. Foto rontgen thorax PA menunjukkan emfisema pada lobus medial dextra. Perhatikan pergeseran mediastinum ke kiri dan lobus superior dan inferior dextra yang atelektatik. B. Pasien yang sama 11 bulan setelah lobektomi medial dextra. Tampak gambaran lapangan paru normal (sumber: Leape, dalam Infantile Lobar Emphysema)

Pada minggu pertama neonatal, lobus yang terpapar CLE akan

menunjukkan gambaran massa opaq dikarenakan retensi cairan amnion pada

bagian distal dari obstruksi. Tertumpuknya cairan pada paru berhubungan dengan

subtipe histologik polialveolar pada penderita CLE. Seiring berjalannya waktu,

cairan akan diserap oleh vaskularisasi dan sitem limfe, selanjutnya hemitoraks

yang terpapar tampak hiperlusen secara progresif.21,22

Gambaran radiografi yang didapatkan pada masa neonatal menunjukkan

hiperlusen dan overekspansi lobus dengan hemidiafragma ipsilateral tertekan dan

pergeseran mediastinum ke arah kontralateral. Derajat pergeseran mediastinum

akan meningkat saat ekspirasi. Dapat ditemukan berbagai derajat atelektasis pada

lobus ipsilateral atau lobus yang berhubungan dengan pergeseran

mediastinum.11,21,22

Kunci temuan X Ray pada CLE adalah distensi lobaris dan mediastinal

shift. Keberadaan corakan bronkovaskular, meskipun mengalami atenuasi, pada

area radiolusen menunjukkan bahwa area tersebut adalah jaringan paru. CLE

biasanya terbatas pada lobus atas dan tengah saja, tetapi pada kasus yang ekstrem

dapat ditemukan gambaran emfisematous pada seluruh paru. Juga dapat

ditemukan sebuah segitiga kecil dengan densitas yang meningkat pada batas

bawah jantung sisi ipsilateral. Gambaran tersebut menunjukkan lobus bawah yang

terkompresi dan atelektatik.14

15

Page 16: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.9 Perbandingan gambaran foto thorax CLE pada umur 1 dan 12 hari (A). Foto thorax pada usia 1 hari memperlihatkan lesi opak yang difus dan pembesaran lobus medial dextra. (B). Foto thorax pada usia 12 hari yang memperlihatkan lobus medial dextra hiperlusen dan hiperekspansi. Perhatikan pergeseran mediastinum (sumber: Donelly et al, dalam Localized Radiolucent Chest Lesions In Neonate: Causes And Differentiation)

Mediastinal shift meningkat pada ekspirasi karena lobus yang emfisema

tidak kosong. Diafragma tertekan dan akan mengalami sedikit perubahan pada

ekspirasi. Jika distensinya terlalu besar akan tampak defek pada anterior

mediastinum dan muncul herniasi lobus ke kontralateral. Foto posisi lateral akan

bermanfaat untuk menunjukkan hal tersebut.14,23

Pada foto lateral, akan tampak jantung terdorong ke posterior dengan

gambaran radiolusen luas pada retrosternal yang dapat disertai herniasi anterior

lobus paru. Lobus yang mengalami CLE tidak mengalami perubahan pada

ekspirasi ataupun posisi ipsilateral dekubitus.7

16

Page 17: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.10 CLE lobus superior dextra posisi PA. Lobus superior dextra distensi menyebabkan kolaps lobus medial dan inferior dan pergeseran mediastinum ke kiri. Corak vascular yang berkurang dan bayangan kabur lobus superior dextra mengisi hemitoraks dextra (sumber: Franken EA, dalam Infantile Lobar Emphysema: Report of Two Cases with Unusual Roentgenographic Manifestations).

Gambar 2.11 CLE lobus superior dextra posisi lateral. Pada foto lateral, tampak lobus superior dextra mengalami herniasi ke mediastinum anterior. (sumber: Franken EA, dalam Infantile Lobar Emphysema: Report of Two Cases with Unusual Roentgenographic Manifestations).

Keseluruhan temuan radiologis tersebut dapat dibagi menjadi tanda lobus

yang terdistensi dan tanda penekanan daerah sekitar. Dimana tanda distensi

meliputi pelebaran lobus, atenuasi corakan vascular dan gambaran hiperlusen.

Sedangkan tanda penekanan adalah kolaps lobus sekitarnya, pergeseran jantung

17

Page 18: Congenital Lobar Emfisema

dan mediastinum kontralateral, pendataran pada diafragma, bertambahnya jarak

antar iga dan herniasi paru ke anterior mediastinum.24

2.9.2 CT Scan

Computed Tomography Scanning (CT-scan) memberikan gambaran yang

lebih jelas meliputi lobus paru dan pembuluh darahnya.25

CT–scan merupakan prosedur diagnostik yang penting pada kasus ini

karena tidak hanya memperlihatkan bronkus yang menyempit secara abnormal,

lobus atas kiri yang hiperinflasi dan lobus bawah yang kolaps tapi juga

memperlihatkan meskipun paru kanan tertekan tetap terdiri dari 3 lobus, sehingga

menyingkirkan kemungkinan hipoplastik paru kanan sebagai gambaran kelainan.

CT–scan juga menyingkirkan kelainan vaskular dan kondisi lain yang mungkin

mirip dengan CLE seperti pneumotoraks, pneumatocele, herniasi diafragma atau

kistik adematoid malformasi.2

Gambar 2.12 CT Scan CLE potongan thorax atas. Perhatikan hiperaerasi dan overdistensi lobus superior dextra dengan pergeseran mediastinum dan kompresi dengan hipoventilasi lobus superior sinistra. (sumber: Popescu et al, dalam Congenital Lobar Emphysema Radiologic and Imagistic Diagnostic)

18

Page 19: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.13 CT Scan thorax CLE potongan tengah. Perhatikan hiperaerasi dan overdistensi lobus superior dextra dengan pergeseran mediastinum dan kompresi dengan hipoventilasi lobus superior sinistra. (sumber: Popescu et al, dalam Congenital Lobar Emphysema Radiologic and Imagistic Diagnostic)

Gambar 2.14 Hiperaerasi dan pergeseran mediastinum. CT – scan pada pasien ini menunjukan tanda hiperaerasi pada lobus atas paru kiri dan pendorongan mediastinum ke arah kanan (sumber: www.emedicine.medscape.com)

19

Page 20: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.15 Hiperaerasi sedang pada lobus tengah paru kanan (sumber: www.emedicine.medscape.com)

Gambar 2.16 Polyalveolar congenital lobar emphysema. CT–scan memperlihatkan gambaran polyalveolar congenital lobar emphysema dari lobus tengah paru kanan. Overdistensi yang ringan dan vaskular yang berkembang baik. Paru kiri mengalami pendesakan tetapi tidak terjadi hipoplasi. (sumber: www.emedicine.medscape.com)

Gambar 2.17 Kompresi dada kontralateral pada CLE. CT scan menunjukan gambaran hiperlusen, perluasan lobus dengan pergeseran midline dan kompresi pada paru yang sehat. Mediastinum secara signifikan terlihat menjauhi paru yang sakit.(sumber: Datta et al, dalam Congenital Lobar Emphysema: a case report)

20

Page 21: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.18 CT scan menunjukan gambaran hiperlusen, pendesakan lobus paru sehat dengan gambaran vaskular yang intak (sumber: Datta et al, dalam Congenital Lobar Emphysema: a case report)

2.9.3 MRI

MRI dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk menilai

vaskularisasi ke lobus yang terkena, namun pemeriksaan ini tidak rutin

dikerjakan. Pada CLE, lobus yang terkena biasanya mempunyai vaskularisasi

yang normal.

(A) (B)Gambar 2.19 MRI Congenital lobar emphysema. (A) potongan axial MRI menunjukkan hemitoraks dextra yang distensi, dan memiliki intensitas lebih tinggi dibandingkan paru kontralateral. (B) potongan sagital memperlihatkan overdistensi lobus superior dengan lobus inferior yang kolaps. (sumber: www.emedicine.medscape.com)

2.9.4 USG

Pemeriksaan USG dapat mengidentifikasi lesi paru kongenital di masa

prenatal. Namun, diagnosis pasti prenatal untuk CLE jarang ditegakkan, mungkin

disebabkan oleh prevalensinya yang rendah atau peningkatan echogenisitas pada

paru yang tidak terlalu jelas sehingga tidak diperhatikan.26

21

Page 22: Congenital Lobar Emfisema

Gambaran CLE pada pemeriksaan USG fetus ialah tampaknya paru yang

sedikit echogenik dengan atau tanpa lesi kistik atau lesi kistik campuran.

Peningkatan echogenisitas ini disebabkan cairan berlebihan di alveoli.

Selanjutnya, pembesaran paru dan penurunan diafragma membuktikan produksi

cairan paru lebih besar dibandingkan pertambahan volume paru. Dengan

demikian, bertambahnya cairan paru seiring waktu, echogenisitas dan ukuran lesi

seharusnya bertambah. Pergeseran mediastinum juga bisa terlihat. peningkatan

tekanan intratorakal menyebabkan gangguan sirkulasi janin dan gangguan

menelan sehingga terjadi polihidramnion dan fetal hydrops.17,26,27

Lesi echogenik pada paru biasanya baru bisa terlihat pada usia kehamilan

17-24 minggu. Hal ini dapat dijelaskan dengan proses perkembangan paru

intrauterine. Pada periode pseudoglandular (8-16 minggu), saluran nafas

berkembang sampai ke level bronkiolus terminal bersamaan dengan kelenjar-

kelenjar bronchial dan sel-sel goblet. Perkembangan ini akan selesai pada usia 16

minggu. Saccula, yang terdiri dari bronkioli, duktus alveoli dan alveoli, baru

dibentuk pada periode canalicular (17-24 minggu). Jadi, meskipun cairan paru

sudah diproduksi sejak usia kehamilan 10 minggu, jumlahnya tidak cukup untuk

membuat gambaran echogenic pada USG. Dan karena CLE menyebabkan

overdistensi pada alveoli, yang baru terbentuk pada periode canaliculer, gambaran

paru echogenic tidak akan terlihat sebelum usia kehamilan 17-24 minggu.27

Gambar 2.20 USG CLE prenatal potongan axial. Potongan axial thorax memperlihatkan sebuah massa paru echogenik, pergeseran posisi jantung ke kanan, dan penekanan jantung oleh massa paru echogenik (sumber: Pariente, dalam: Prenatal Diagnosis of Congenital Lobar Emphysema)

22

Page 23: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.21 USG CLE prenatal potongan sagital. Potongan sagital thorax memperlihatkan sebuah massa paru echogenik, pergeseran posisi jantung ke kanan, dan penekanan jantung oleh massa paru echogenik (sumber: Pariente, dalam: Prenatal Diagnosis of Congenital Lobar Emphysema)

Ukuran CLE dapat berkurang selama kehamilan. Pada CLE yang

disebabkan displasia kartilago bronkus atau plak mukus, meningkatnya tekanan

yang disebabkan cairan terperangkap yang bertambah banyak, akan menyebabkan

bronkus tetap paten, sehingga cairan bisa keluar dari paru. Quinton dan Smoleniec

melaporkan fetus berusia 18 minggu masa gestasi yang memiliki gambaran massa

echogenik pada parunya. Gambaran tersebut menghilang seutuhnya pada usia

kehamilan 29 minggu. Diagnosis CLE kemudian ditegakkan postnatal. Hal ini

menunjukkan pentingnya investigasi postnatal berkelanjutan dari kelainan USG

yang ditemukan prenatal walaupun gambarannya menghilang dalam masa

kehamilan.26,27

2.10 Diagnosis Banding

Gambaran hemitoraks hiperlusen unilateral (unilateral hiperlucent

hemithorax) merupakan temuan yang sering didapatkan pada radiografi dada

neonatus, juga dapat terlihat pada CT scan. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh

kondisi kongenital ataupun didapat setelah lahir yang melibatkan parenkim paru,

vaskular paru, rongga pleura dan dinding dada. Penyebab lain yang sering terjadi

adalah faktor teknis seperti rotasi pada posisi pasien. Unilateral hiperlucent

hemithorax memiliki banyak diagnosis banding diantaranya unilateral

23

Page 24: Congenital Lobar Emfisema

emphysematous atau bullous disease, pneumatocele, pneumothoraks, aspirasi

benda asing, sindrom Swyer-James, congenital lobar emphysema, massa

endobronchial, unilateral pulmonary agenesis, gangguan arteri pulmonalis pada

segmen proksimal, scimitar syndrome, hernia diaphragmatika, and Poland

syndrome. Beberapa penyebab unilateral hiperlucent hemithorax dapat

mengancam keselamatan pasien tetapi ada pula beberapa penyebab yang tidak

signifikan dan membahayakan. Saat mengevaluasi pasien dengan keadaan ini,

sangatlah penting untuk meyakinkan apakah unilateral hiperlucent hemithorax

benar-benar timbul karena hemitoraks yang terlalu lusen (hypoattenuating)

ataupun hemitoraks kontralateralnya yang terlalu opaque (hyperattenuating).28

a. Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah akumulasi udara pada ruang antara parietal dan

visceral pleura dan merupakan permasalahan yang sangat serius, terutama apabila

terjadi pada periode neonatal. Data yang didapatkan tentang insiden pneumotoraks

pada neonatal sangatlah terbatas. Sekitar 1-2% insiden pneumotoraks terjadi pada

neonatal dan biasanya banyak yang terjadi secara asimptomatik (sekitar 98%

kasus). Pneumotoraks banyak terjadi pada bayi prematur, 5-7% pada bayi dengan

berat badan di bawah 1500 grams. Frekuensi pneumotoraks meningkat pada bayi

dengan makrosomia (> 5000 gram) dan sebagian besar disebabkan oleh distosia.29

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, analisa gas

darah (hipoksia dan asidosis respiratorik) serta radiografi dada. Pada kasus yang

meragukan, dapat dilakukan CT scan dan ultrasound.29

Gambar 2.22 Diagram pneumotoraks neonatal. A. pneumotoraks anteromedial kecil. B. Seiring meluasnya pneumotoraks, udara mengelilingi tepi lateral paru. C. Pneumotoraks yang luas akan mendorong paru ke posterior dengan sedikit atau tanpa udara di lateral paru. (sumber: Dordevic et al, dalam: Influence Of Risk Factors On Frequency And Prognosis Of Neonatal Pneumothorax, Five-Year Experience)

24

Page 25: Congenital Lobar Emfisema

CLE dapat dibedakan dengan pneumotoraks melalui transluminasi dan

pengamatan gambaran vaskular pulmo yang meluas sampai ke bagian tepi paru

yang overinflasi. Tidak ada gambaran garis pleura pada CLE. Untuk

membedakan dapat digunakan posisi dekubitus dan cross lateral radiograph.

Selain itu dapat pula dilakukan CT scan thoraks.7,30

Gambar 2.23 Pneumotoraks dextra sedang. A. Posisi AP supine (lihat panah). B. Posisi lateral. Pneumotoraks anterior dan inferior menekan paru. Jelas bahwa posisi AP tidak memperlihatkan udara inter pleura dan kompresi paru. (sumber: Quigley et al, Pulmonary Pneumatocele: Pathology and Pathogenesis)

Membedakan antara CLE dan pneumothoraks sangatlah penting karena

needle decompression ataupun tube thoracostomy pada CLE dapat menimbulkan

efek merusak. Tension pneumotoraks biasanya memiliki onset yang mendadak

dengan progresivitas yang cepat ke arah hipoksia dan hemodinamik instabilitas.

Sebaliknya, pasien dengan CLE biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda

gangguan hemodinamik ataupun hipoksia yang progresif seperti pneumotoraks.7

Insersi tube sebagai tatalaksana pneumothoraks dapat berakibat pada

mortalitas dan morbiditas yang serius. Penggunaan chest tube tanpa melakukan

reseksi lobus berhubungan dengan 50% mortalitas karena terbentuknya fistula

bronchopleural dan tertusuknya jaringan paru. Pada pasien dengan temuan

rontgen dada seperti pneumothoraks tetapi mengalami distress pernapasan

minimal, pikirkanlah CLE dan hindari melakukan tube thorakostomy.7

b. Pneumatocele

Pneumatocele adalah ruang dengan dinding tipis yang berisi udara di

dalam paru yang biasanya berhubungan dengan kejadian pneumonia akut dan

25

Page 26: Congenital Lobar Emfisema

biasanya bersifat sementara. Karena lesi dapat menghilang secara spontan dan

pasien jarang yang mengalami kematian dalam keadaan akut, patogenesis dan

patofisiologi yang pasti tentang keadaan ini masih belum jelas.30

Ada tiga teori yang telah dikembangkan tentang proses pembentukan

pneumatocele. Teori pertama mengemukakan bahwa area dimana terjadi

overinflamasi (emfisema) disebabkan oleh obstruksi sementara bronkus ataupun

bronkiolus dengan check-valve type. Obstruksi dipercayai diakibatkan oleh

eksudat akibat proses inflamasi di dalam lumen saluran udara atau pada

dindingnya yang akan menyebabkan penurunan volume paru. Selama inspirasi,

udara masuk ke dalam area tersebut tetapi tidak dapat meninggalkannya. 30

Teori lain mengatakan bahwa pneumatocele dibentuk dari drainase

parenkim paru yang nekrotik dan pelebarannya juga disebabkan oleh mekanisme

check-valve karena obstruksi bronkiolus yang disebabkan oleh peningkatan

tekanan ataupun intra lumen eksudat.30

Teori ketiga mempostulatkan pneumatocele terbentuk karena

pengumpulan udara yang berasal dari jaringan interstisial, biasanya pleura.

Inflamasi dan neksrosis jalan nafas yang membentuk hubungan langsung antara

interstisial bronkovaskular dengan jaringan paru. Udara kemudian mengumpul

dan meluas ke arah pleura yang akan membentuk pneumatocele yang luas dan

dapat diidentifikasi lewat pemeriksaan radiologis. 30

Gambar 2.24 Foto Thorax Pneumocele (sumber: Quigley et al, Pulmonary Pneumatocele: Pathology and Pathogenesis)

26

Page 27: Congenital Lobar Emfisema

Agen penyebab pneumatocele biasanya adalah Staphylococcus aureus

tetapi dapat juga diakibatkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

influenzae, Escherichia coli, group A streptococci, Serratia marcescens,

Klebsiella pneumoniae, adenovirus, dan tuberculosis. Penyebab non infeksi

pneumatocele adalah ingesti hidrokarbon, trauma dan ventilasi tekanan positif.31

27

Page 28: Congenital Lobar Emfisema

Gambar 2.25 Foto thorax posisi PA dan lateral Pneumatocele yang didahului staphylococcal pneumonia (sumber: www.emedicine.medscape.com)

Trauma menyebabkan pneumatocele dengan mekanisme yang berbeda

daripada pneumatokel jenis infeksi. Ada dua tahap yang dilalui yaitu tahap

pertama terjadi kompresi paru oleh tekanan dari luar yang diikuti oleh tahapan

dekompresi cepat karena peningkatan tekanan negative intrathoraks. Sebuah burst

lesion terbentuk di dalam paru yang mengarah kepada proses pembentukan

pneumatocele.31

Insiden pneumatocele post infeksi berkisar pada 2-8% dari seluruh insiden

pneumonia pada anak. Frekuensi meningkat menjadi 85% pada pneumonia

staphylococcus.31

Anak dengan usia dibawah 1 tahun merupakan ¾ penderita stapilokokal

pneumonia. Karena pneumatocele adalah komplikasi tersering dari stapilokokal

pneumonia, maka pneumatocele lebih sering ditemukan pada anak ataupun bayi.

Sebuah studi melaporkan bahwa 70% pneumatocele terjadi pada anak dengan usia

di bawah 3 tahun.31

Gambar 2.26 Perkembangan pneumatocele. A. Foto toraks pada umur 19 hari menunjukkan perkembangan awal pneumatocele multiple di paru. Lesi lebih banyak terdapat di bagian kanan. Pneumonia berkembang dan terjadi penebalan pleura di daerah apex paru dextra. B. Pada hari ke

28

Page 29: Congenital Lobar Emfisema

42, pembesaran pneumatocele tampak jelas. Lesi menempati hampir seluruh hemitoraks dan menyebabkan kompresi pada lobus inferior dan pendorongan mediastinum ke kiri. Terdapat pneumatocele kecil di paru kiri. (sumber: Quigley et al, Pulmonary Pneumatocele: Pathology and Pathogenesis)

Secara ringkas, diagnosis banding untuk CLE disajikan pada tabel berikut:

LESI EPIDEMIOLOGI FAKTOR RESIKO

GAMBARAN RADIOLOGIS

Congenital Lobar Emphysema(CLE)

1 dalam 20.000-30.000 kelahiran.Pria 3 kali wanita.Terdiagnosa usia < 6 bulan.

Tidak ditemukan. Hiperlusen dan overekspansi lobus.

Hemidiapragma ipsilateral tertekan

Mediastimun shift (meningkat saat ekspirasi)

Herniasi lobus ke kontralateral (anterior mediastinum)

Jantung terdorong ke posterior

. Radiolusent retrosternal. Perubahan ekspirasi dan

inspirasi minimal. Bronkovaskular marking (+)Terbaik dilihat dengan Foto posisi lateral dan posisi ipsilateral dekubitus.

Pneumothoraks 1-2% dari total insiden pneumothorak.

Premature, BBL < 1500 gram, makrosomia > 5000 gram, riwayat distosia.

Pleural line (+) Hiperlusent antara pleural

line dan dinding dada Gambaran paru kolaps (+) Bronkovascular marking (-)

pada daerah hiperlusent.Terbaik dilihat dengan Posisi Lateral dekubitus dengan sisi yang sakit kearah atas dan cross table position.

Pneumatocele 2-8% dari seluruh total insiden pneumonia.70% terjadi pada usia < 3 tahun.

Pneumonia staphilokokkal, ingesti hidrokarbon, trauma, ventilasi tekanan positif.

Area hiperlusent, soliter ataupun multiple dengan berbagai ukuran

Lesi cavitasi berdinding tipis dalam wilayah parenkim paru.

Tabel 2.2 Diagnosis banding CLE

2.11 PenatalaksanaanUntuk kasus-kasus tanpa gejala ataupun dengan gejala yang ringan

pengobatan tidak selalu dibutuhkan. Namun untuk kasus yang lebih berat,

tindakan lobectomi harus dilakukan untuk mengangkat lobus yang terkena.

Penanganan congenital lobar emphysema terdiri dari :25

1. Penanganan suportif

Tindakan suportif mencakup thoracentesis untuk menangani distress

pernafasan.

29

Page 30: Congenital Lobar Emfisema

2. Pembedahan

Tindakan bedah yang dilakukan berupa lobektomi yaitu dengan

melakukan reseksi terhadap lobus yang terkena. Lobektomi sukses

pertama kali dilakukan oleh Gross pada tahun 1945.14

Urgensi dilakukannya operasi berbeda pada setiap kasus. Seperti yang

telah disebutkan sebelumnya, pasien yang membutuhkan lobektomi emergensi

yang disebabkan oleh distress pernafasan yang progresif dan berat sangat jarang.

Dokter yang menangani kasus seperti ini tidak boleh ragu-ragu untuk

merekomendasikan operasi emergensi jika keadaan bayi memburuk. Di sisi lain,

pasien yang terlihat stabil selama beberapa hari mungkin meninggal secara tiba-

tiba karena distress pernafasan. Untuk lebih amannya, lobektomi sebaiknya

dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan terutama dalam 24 jam pertama.

Pada kasus yang jarang pasien dengan gejala ringan yang disertai infeksi sekunder

bisa ditunda dilakukan operasi sampai proses infeksi tenang.14

Jika CLE ditemukan pada anak yang lebih tua secara tidak sengaja

biasanya pasien asimptomatik dan operasi tidak diindikasikan. Jika kemudian

gejala berkembang atau terjadi infeksi maka dapat menjadi indikasi lobektomi. 14

Lobektomi memiliki resiko yang kecil jika dilakukan oleh ahli bedah yang

berpengalaman. Insisi torakotomi standar dilakukan dengan pasien berada pada

posisi lateral. Intubasi diperlukan, namun ahli anestesiologi tidak boleh

memberikan tekanan positif sebelum rongga dada terbuka karena dapat terjadi

pengembangan lobus tiba-tiba dengan pergeseran mediastinum dan henti jantung.

Meskipun berbagai obat telah dicobakan kami menggunakan cyclopropane dan

kadang-kadang eter dengan hasil yang cukup memuaskan. 14

Saat rongga dada terbuka, lobus yang terkena mungkin akan mengembang

keluar dari rongga pleura. Biasanya berwarna merah muda bergelembung.

Emfisema biasanya terdistribusi pada lobus namun terkadang bisa terdapat bula

subpleura. Lobus yang lain akan tertekan oleh mediastinum, dan akan

mengembang dan mengempis sesuai dengan pernafasan buatan. Sedangkan pada

lobus yang emfisema lobus akan mengempis sedikit pada saat ekspirasi. 14

Pasien biasanya akan membaik post operasi meskipun terdapat luka bekas

torakotomi. Proses penyembuhan berlangsung singkat, rata-rata dalam sepuluh

30

Page 31: Congenital Lobar Emfisema

hari. Lobus yang tersisa akan mengisi rongga pleura dan gambaran rontgen dada

normal akan terlihat dalam 1 atau 2 bulan. Tidak terdapat komplikasi yang

signifikan setelah pembedahan. 14

Gambar 2.27 Thorakotomi pada CLE. Lobus medial dextra menonjol ke luar pada insisi torakotomi. Lobus itu tetap overinflasi saat ekspirasi meskipun lobus lainnya kolaps. (sumber: Leape, dalam: Infantile Lobar Emphysema)

Terapi medikamentosa hanya sedikit membantu dan seringkali tidak

efektif untuk neonatus. Aspirasi dengan menggunakan jarum harus dihindari

karena ditakutkan akan terjadi tension pneumothorax yang sering berakibat fatal.14

Pengobatan alternative yang mungkin bermanfaat untuk congenital lobar

emphysema ditujukan untuk menunjang fungsi respirasi pasien. Suplemen berupa

vitamin dan mineral bisa diberikan sebagai pengobatan herbal contohnya lobelia

(lobelia inflate) yang memperkuat paru dan mempertahankan elastisitasnya.32

31

Page 32: Congenital Lobar Emfisema

2.12 Komplikasi

Congestive heart disease

Komplikasi pada jantung dapat timbul akibat terhambatnya aliran balik

vena ke jantung karena peningkatan tekanan intrathorakal dan

pendorongan mediastinum.

Tension emphysema/pneumothorax

Hal ini dapat timbul sebagai komplikasi dari tindakan needle aspiration

dalam penatalaksanaan.14

2.13 Prognosis

Kasus yang ditatalaksana dengan lobektomi biasanya memberikan hasil

yang memuaskan. Tanpa tindakan pembedahan, angka kematian pasien dengan

CLE berkisar 50%, dan 75% pasien yang bertahan akan mengalami distress

pernafasan persisten, namun anak yang memiliki gejala ringan ataupun sedang

biasanya dapat bertahan tanpa penyulit dengan terapi konservatif.33,34,35

Angka kematian pasien yang mendapat tindakan bedah kurang dari 5%.

Kebanyakan kematian ini disebabkan oleh kelainan jantung dan kerusakan otak

karena hipoksia. Pada beberapa pasien, emfisema difus yang fatal berkembang

setelah operasi dan pada beberapa pasien ini ditemukan wheezing. Pada evaluasi

jangka panjang terhadap fungsi paru pasien CLE setelah dilakukan tindakan

lobektomi, beberapa penelitian menunjukkan adanya perkembangan paru sebagai

kompensasi terhadap CLE. Penelitian lain mengungkapkan adanya defek yang

menetap dengan peningkatan volume residu, kapasitas paru total, dan penurunan

ekspirasi. Terlepas dari kelainan fungsi paru yang ditemukan pada pemeriksaan

anak yang dioperasi, kebanyakan anak ini hidup tanpa gejala dan tumbuh

kembangnya berlangsung baik.33,36

32

Page 33: Congenital Lobar Emfisema

BAB III

PENUTUP

3.1 KesimpulanCLE merupakan salah satu penyebab distress pernafasan pada neonatus.

Gejalanya mungkin tampak saat lahir, terkadang bersifat progresif. Diagnosis

harus dipikirkan pada bayi dengan dispnea yang disertai dengan atau tanpa

sianosis. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan foto thorax biasa dan

pemeriksaan diagnostik lainnya. Penatalaksanaan ialah dengan reseksi lobus yang

terkena. Banyak factor yang diduga menyebabkan CLE, diantaranya

bronkomalasia, stenosis bronkial, plak mukosa, dan bentuk obstruksi bronkus

lainnya. Namun, pada kebanyakan kasus etiologinya tetap tidak diketahui.

3.2 Saran

Sebaiknya sebagai tenaga kesehatan, terutama dokter layanan primer yang

akan menjadi lini pertama pelayanan kesehatan, memiliki pengetahuan,

kemampuan dalam pemanfaatan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

radiologis guna membantu menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan

yang optimal bagi pasien.

33