Referat GER

22
REFERAT REFLUKS GASTROESOFAGEAL PEMBIMBING Dr. Afaf Susilawati, Sp.A DISUSUN OLEH Hairunnisa Arshad 030.07.291 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA PERIODE 21 JANUARI 2013 – 30 MARET 2013 1

Transcript of Referat GER

Page 1: Referat GER

REFERAT

REFLUKS GASTROESOFAGEAL

PEMBIMBING

Dr. Afaf Susilawati, Sp.A

DISUSUN OLEH

Hairunnisa Arshad

030.07.291

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

PERIODE 21 JANUARI 2013 – 30 MARET 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

1

Page 2: Referat GER

REFLUKS GASTROESOFAGEAL ( RGE ) / (GER)

PENDAHULUAN

Refluks Gastroesofageal (RGE) (GER) adalah suatu keadaan, dimana terjadi disfungsi

sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi lambung ke dalam

esofagus. Makanan yang kembali dari lambung ke esogafus tersebut, mungkin masuk

kembali ke dalam lambung atau dikeluarkan melalui mulut menyerupai “muntah”.1 Refluks

ini secara klinis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu refluks fisiologis dan patologis. Refluks

fisiologis dapat terjadi berulang-ulang sepanjang hidup, terutama pada anak, tetapi umumnya

tanpa mengakibatkan suatu kelainan yang berarti, sedangkan refluks patologis dapat

mengakibatkan berbagai kelainan respiratorik akibat aspirasi asam lambung. Refluks yang

terjadi patologis ini di panggil Gastroesophageal reflux disease (GERD)2.

Beberapa istilah di masyarakat yang dapat disamakan dengan RGE adalah olab

(Sunda), gumoh (Jawa ), menduga (Minang), meluah (Bali)1

PREVALENS

RGE dapat terjadi pada semua usia, dengan prevalens tertinggi pada bayi kemudian

menurun dan menghilang pada usia 12-15 bulan.2

Refluks gastroesofageal fisiologis biasanya terjadi setelah makan (33% pada dua jam

pertama setelah makan), dan kadang-kadang terjadi ketika tidur. Refluks gastroesofageal

yang patologis, GERD jarang terjadi yaitu (0,3% dari seluruh refluks, umumnya terjadi dua

jam setelah makan ) , dan sebagian kecil terjadi ketika tidur.2,11

Prevalensi GERD juga meningkat pada anak yang mempunyai riwayat kelainan

neurologis, asma, bronkopulmonar dysplasia dan batuk kronis.11

ETIOLOGI

2

Page 3: Referat GER

Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya refluks, yaitu : penurunan

kompetensi sfingter esofagus bagian bawah, pengembalian bahan refluks dari esofagus yang

tidak efisien, dan gangguan fungsi tamping (reservoir) lambung. Berbagai kelainan yang

dapat menyebabkan timbulnya refluks akan bekerja melalui ketiga hal tersebut2.

Penyebab refluks pada bayi2 :

Refluks fisiologis

Tonus sfingter menurun

Makan/minum berlebihan

Batuk dan lain-lain

Refluks patologis

Esofagitis kronis

Batuk kronis : asma, dysplasia bronkopulmonar

Pengaruh obat : aminofilin, β- blocker

Kelainan anatomis saluran cerna : malrotasi, stenosis pylorus

Infeksi : Gastroeneteritis akut, otitis media, infeksi saluran kemih

TIK meningkat

Gangguan neurologis

Miopati

Penyakit ginjal kronis

Gangguan metabolisme sejak lahir

Toksin

Alergi/intolerensi makanan: kedelai, susu sapi dan lain-lain.

ANATOMI DAN FISIOLOGI ESOFAGUS

3

Page 4: Referat GER

Esofagus berasal dari primitive fore gut yang dalam perkembangannya membentuk 2

celah laringotrakheal sepanjang dinding lateral yang kemudian bersatu dan memisahkan

esofagus primitive dari trakea bagian depan. Keadaan ini berlangsung pada usia janin minggu

ke 3-6. Pada manusia 1/3 bagian atas dinding atas esofagus terdiri atas otot lirik, sedangkan

2/3 bagian bawah adalah otot polos. Pada waktu istirehat ujung atas tertutup oleh sfingter

krikofaring (sfingter esofagus atas = SEA ) dan di bagian bawah oleh sfingter esofagus

bawah (SEB). Tonus kedua sfingter ini mencegah udara masuk dari atas dan mencegah

refluks makanan dari lambung. SEA melemas waktu menelan dan SEB-pun melemas ketika

peristaltik mencapai sfingter tersebut1,9.

Ada 2 jenis gelombang perilstatik yang terjadi waktu menelan, yaitu 1:

1. Gelombang peristaltik primer

Dimulai di faring sewaktu menelan, bergerak melalui sfingter krikofaring ke bawah ke arah

esofagus. Pada sikap tegak, cairan dan makanan yang agak cair masuk ke esofagus dan

lambung karena gaya berat, mendahului gelombang peristaltik primer1.

2. Gelombang peristaltik sekunder

Sisa makanan yang tidak terdorong oleh peristaltik primer menimbulkan reflex vago-vagal

dan reflex mienterik yang menimbulkan gelombang peristaltik sekunder. Gelombang

peristaltik primer maupun sekunder di esofagus terutama dikendalikan oleh reflex vagus,

sedangkan reflex mienterik kurang penting peranannya1.

KOMPETENSI SFINGTER ESOFAGUS BAGIAN BAWAH

4

Page 5: Referat GER

Fungsi sfingter esofagus bagian bawah yang utuh mncegah terjadinya refluks. Penurunan

kompetensi sfingter bagian bawah merupakan penyebab refluks tersering. Fungsi sfingter ini

pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: tekanan atau tonus sfingter, panjang seluruh

sfingter, dan panjang dari bagian sfingter yang terletak di dalam rongga abdomen.2

1. Tonus sfingter

Tonus yang rendah dapat memudahkan terjadinya refluks. Penurunan tonus hingga di

bawah 6 mmHg dilaporkan dapat menimbulkan kejadian refluks hingga 79,2%. Tonus

sfingter dapat menurun karena berbagai sebab, misalnya relaksasi esofagus bawah yang

sementara (transient lower esophageal relaxation), relaksasi kronis karena esofagitis

berat, beberapa jenis obat seperti aminofilin dan β-blocker, dll2.

2. Panjang sfingter

Panjang sfingter normal adalah 2,5-3 cm (75% terletak didalam rongga abdomen).

Semakin pendek sfingter maka semakin kurang kemampuannya dalam mencegah

refluks2.

3. Panjang bagian sfingter yang terletak di dalam rongga abdomen.

Tekanan positif dari rongga abdomen dapat membantu meningkatkan kompetensi sfingter

secara mekanis. Semakin pendek bagian sfingter yang terletak di dalam rongga abdomen,

maka semakin besar kemungkinan terjadinya refluks. Bila panjang bagian sfingter ini

kurang dari 2 cm, prevalens refluks menjadi kurang lebih 80%2.

4. Tekanan intrinsik sfingter

Sfingter bagian bawah esofagus ini akan semakin matur, demikian pula tonus

intrinsiknya. Tekanan sfingter ini mencapai titik puncak pada bayi lahir, kemudian

menurun dengan meningkatnya usia2.

5. Faktor anatomis

Selain tekanan atau tonus sfingter, panjang seluruh sfingter, dan panjang dari bagian

sfingter yang terletak di dalam rongga abdomen, faktor anatomis secara mekanik juga

berperan dalam terjadinya refluks. Bentuk anatomi esofagus lambung ternyata merupakan

faktor penting yang dapat mencegah refluks secara mekanik. Pada bayi baru lahir,

5

Page 6: Referat GER

angulus His (sudut antara bagian distal esofagus dan bagian kardia lambung ) masih

tumpul. Dengan berkembangnya bagian kardia, sudut ini semakin tajam, sehingga

terbentuk lipatan mukosa yang berfungsi sebagai katup (flap valve) yang dapat mencegah

terjadinya refluks secara mekanis ketika kardia mengalami distensi. Selain itu, lubang

keluar esofagus distal dalam keadaan kolaps membentuk huruf H, dan berperan sebagai

katup penyumbat ( choke valve ). Otot polos esofagus yang berjalan melingkar juga turut

berperan, karena dapat mengatur besar kecilnya diameter penampang esofagus 2.

Sebagian sfingter esofagus distal yang terletak di dalam rongga abdomen dipengaruhi

tekanan intraabdomen yang positif. Akibatnya, sfingter menjadi lebih kuat dalam

menghalangi makanan yang sudah masuk ke dalam lambung kembali kedalam esofagus.

Jepitan diafragma meningkatkan kompetensi sfingter. Sebaliknya, kompetensi sfingter

esofagus dapat berkurang karena radang kronis atau fibrosis karena esofagitis, dan pada

hernia difragmatika karena sfingter berada di dalam rongga dada dengan tekanan

negative2.

FISIOLOGIS REFLUKS

Sfingter esofagus tidak selalu berada dalam keadaan kontraksi. Pada saat menelan,

sebelum gerak peristaltik mencapai sfingter, sfingter mengalami relaksasi terlebih dahulu

karena pengaruh nervus vagus, sehingga memungkinkan terjadinya refluks. Asam

lambung yang masuk ke dalam esofagus akibat refluks yang patologis, pada keadaan

normal umumnya tidak akan menimbulkan kelainan yang berarti pada esofagus. Dalam

keadaan normal, bahan yang masuk kedalam esofagus akibat refluks dapat dikembalikan

lagi ke dalam lambung oleh gelombang peristaltik primer yang diawali dengan proses

menelan, atau dapat dikembalikan oleh gelombang peristaltik sekunder akibat distensi

esofagus karena makanan.2,9,10

6

Page 7: Referat GER

GEJALA KLINIS

Gejala klinis biasanya hanya ‘muntah’ tidak projektil, sehingga kebanyakan orang tua

menganggapnya suatu hal yang normal, dan tidak merisaukan keadaan bayinya kecuali

jika ‘muntah’ nya terus menerus. Gejala klinis lainnya yaitu adanya infeksi paru berulang

tanpa adanya gejala muntah yang menonjol.1

Gejala lain yang sering ditemukan pada kasus RGE adalah gagal tumbuh kembang

(failure to thrive). Gagal tumbuh kembang ini terjadi karena ‘muntah’ yang berat dan

terus menerus sehingga makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi terbuang

percuma. Keadaan ini merupakan problem utama pada bayi dan jarang ditemukan pada

anak yang lebih besar.1

7

Page 8: Referat GER

Manifestasi klinis Refluks Gastroesofagus secara umum2 :

Sering

Sering muntah

Kolik

Batuk malam hari

Wheezing

Pneumonia berulang

Otitis media berulang

Esofagitis

Jarang

Apnea

Gagal tumbuh

Stridor

Kelainan posisi kepala, leher dan toraks (Sindrom Sandifer)

Sangat Jarang

Suara parau

Hemoptisis

Anemia

Fibrosis paru

8

Page 9: Referat GER

Gejala klinis yang membedakan GER dan GERD11 :

GER

Regurgitasi dengan berat badan normal

Tidak ada tanda dan gejala esofagitis

GERD

Regurgitasi dengan berat badan kurang

Rewel, nyeri pada anak

Disfagia

Hematemesis dan Anemia Defisiensi Besi

Tidak ada gejala saluran pernafasan yang

signifikan

Apneu, sianosis pada infant

Wheezing

Aspirasi dan Pneumonia rekuren

Batuk Kronis

Stridor

Disgafia, odinofagia

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis RGE diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan laboratorium

dan pemeriksaan klinik. Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah :

1. Fluoroskopi dengan kontras barium1,3,9 : Dilaksanakan secara bersiri dengan

mengamati refleks barium dari lambung ke esofagus.

2. Pemantauan pH esogafus : dapat menentukan apakah pH penderita RGE dalam

keadaan normal atau mengalami perubahan. Pada keadaan normal pH esogafus

berkisar antara 5-6. Dasar dari perubahan pH adalah terjadinya refluks asam dari

cairan lambung.1,3,9

9

Page 10: Referat GER

3. Keterlambatan waktu pengosongan lambung : Diduga karena terdapat

ketidakmampuan otot fundus lambung untuk mengadakan kontraksi, untuk

mengosongkan lambung. Waktu pengosongan lambung dievaluasi 3-4 jam setelah

makan.1

DIAGNOSIS BANDING

Diambil dari gelaja muntah, dapat dibagi menjadi 3, yaitu pada bayi, anak 4.

Bayi Stenosis pylorus

Atresis duodenum

Mekoneum ileus

Malrotasi

Overfeeding

Alergi susu protein

Sepsis

Meningitis

Anak dengan muntah kronis

Anak dengan nyeri epigastrium dan

disfagia

TIK meningkat

Bulimia

Obstruksi intestinal

Ulkus peptikum

Achalasia

Infeksi esofagitis

Pill esofagitis

Eosinofilik esofagitis

10

Page 11: Referat GER

PENATALAKSANAAN

Pada 80% pasien, gejala teratasi dengan intervensi minimal, tanpa memerlukan

pengobatan medikamentosa. Tujuan pengobatan termasuk eliminasi gejala, penyembuhan

esofagitis, manajemen komplikasi, dan mempertahankan remisi. Pilihan terapi termasuk

perubahan gaya hidup, terapi farmakologi, dan pembedahan anti refluks. Juga sangat

penting pemberian edukasi kepada pasien atau keluarga dan melakukan tindakan yang

tepat pada bayi mengalami refluks gastroesofagus tanpa komplikasi.1,3,8

Terapi Konservatif

Pemberian ASI/SF dan perubahan posisi bayi1,2,3,8,11

1. ASI dan susu formula

ASI yang mempunyai sifat “easy in – easy out” harus terus diberikan karena :

- ASI hipoalergenik dan lebih mudah dicerna

- Pengosongan lambung 2x lebih cepat dari susu formula

- Pemberian ada libitum, volumenya lebih sedikit daripada susu formula

2. Formula hipoalergenik1,2,3,8,11

Formula hipoalergenik dapat dicoba selama 1-2 minggu pada bayi yang mendapat

formula yang mengalami muntah, karena beberapa orang bayi memiliki alergi

terhadap susu sapi.

3. Penambahan sereal1,2,3,8,11

Sebagai agen untuk mengentalkan formula. Formula ini memberikan kalori tambahan

juga dapat mengurangkan regurgitasi yang berlebihan, frekuensi dan volume muntah

dibandingkan dengan formula yang tidak menggunakan agen pengental.3

4. Terapi posisi1,2,3,7,8,11

Memposisikan daerah esofagus-lambung lebih tinggi dengan meninggikan kepala.

Refluks pada anak normal jarang terjadi saat tidur, tetapi pada refluks yang patologis,

justru lebih sering terjadi ketika anak sedang tidur. Oleh karena itu, pengaturan posisi

11

Page 12: Referat GER

perlu dilakukan hampir sepanjang hari. Posisi yang dianggap paling efektif adalah

berbaring telungkup (pronasi) dengan kepala ditinggikan 30°. Pada anak usia diatas 8-

10 bulan dalam keadaan tejaga sebaiknya kepala ditegakkan, dan pada waktu tidur

dibaringkan dengan kepala ditinggikan. Setelah minum ASI/SF, bayi digendong

setinggi payu dara ibu, dengan muka menghadap dada ibu. Hal ini menyebabkan bayi

tenang, sehingga mengurangi refluks.

Farmakoterapi

Tujuan diberikan adalah untuk menunjukkan efikasi yang baik pada populasi pasien,

mengurangi volume dan asiditas refluks, meningkatkan kompetensi LES, meningkatkan

klirens esofagus, meningkatkan resistensi mukosa esofagus, tidak ada efek yang

merugikan, dan aman serta biaya yang rendah1,3.

Obat-obat yang tersedia antaranya 1,3,11:

1. Obat prokinetik

Tujuan digunakan untuk memperbaiki peristaltik esofagus, dan mempercepat

pengosongan lambung. Obat ini juga dapat mengurangi frekuensi refluks. Antara lain

yang banyak dipakai :

- Betanikol : merupakan obat yang bersifat parasimpatomimetik, dan dapat

diberikan pada bayi dengan refluks. Betanikol berkerja pada sfingter esofagus

bagian bawah dengan meningkatkan tekanan sfingter pada saat istirehat.

- Metaklopramid : Obat ini dapat meningkatkan tekanan sfingter esofagus-bawah

dan mempercepat pengosongan lambung dengan cara meningkatkan kontraksi

antrum. Hanya perlu diingat efek samping metaklopramid terjadi pada 10-20%

kasus berupa gangguan pada susunan saraf pusat.

- Domperidon : Dapat meningkatkan tonus sfingter esofagus-bawah dan motilitas

antrum sehingga pengosongan lambung menjadi lebih cepat. Obat ini tidak

melewati sawar darah-otak, sehingga efek sampingnya lebih sedikit daripada

metaklopramid.

12

Page 13: Referat GER

- Cisaprid : Obat yang memberikan manfaat lain yang menguntungkan, seperti

mengurangi batuk yang timbul pada malam hari akibat refluks. Obat ini dapat

menyebabkan aritmia jantung yang serius sehingga pemberian pada anak-anak

sangat terbatas.

2. Antagonis reseptor histamine H2

Obat ini secara kompetitif menghambat aksi histamin pada reseptor histamin H2 pada

sel parietal lambung. Obat ini sangat selektif pada reseptor histamine H2 dan

memiliki sedikit atau tanpa efek pada reseptor histamine H1. Makanya, obat ini

menghambat sekresi asam yang dihasilkan oleh reseptor histamin, tapi tidak memiliki

efek pada sekresi asam yang disebabkan oleh asetilkolin atau gastrin. Obat yang

termasuk golongan ini adalah Cimetidin, Ranitidin, Famotidin dan Nizatidin.

3. Inhibitor Pompa Proton (PPI)

Obat ini terikat dengan hydrogen/potassium adenosine triphosphate, suatu enzim yang

berperan sebagai pompa proton pada sel parietal, karena itu dapat menghambat

pertukaran ion yang merupakan langkah akhir pada sekresi asam hidroklorida.

Sehingga kini, tidak ada PPI yang dibenarkan penggunaannya pada bayi < 1 tahun.

Diantara obat, omeprasol, lansoprasol, pantoprasol, rabeprasol dan esomeprasol.

Omeprasol dan lansoprasol telah dibenarkan oleh FDA pasa pasien anak-anak. Obat

yang lain masih belum dibenarkan penggunaannya.

Pembedahan Anti Refluks

Pembedahan anti refluks mungkin perlu dilakukan bagi anak-anak dengan

GER berat yang masih belum berhasil dengan pengobatan medikamentosa dan

komplikasi berat. Prosedur pembedahan yang paling umum dilakukan adalah the

nissen fundoplication. Prosedur ini melibatkan penjahitan lipatan fundus (bagian

paling atas lambung) di sekitar esofagus. Komplikasi masih tetap bisa terjadi setelah

pembedahan antirefluks yaitu jika penjahitan tidak kencang gejala sama masih bisa

berulang, tetapi jika terlalu kencang anak mungkin mengalami perut kembung dan gas

yang berlebihan1,3,10,11.

13

Page 14: Referat GER

Manajemen GER dan GERD secara skematik 11 :

14

Page 15: Referat GER

KOMPLIKASI

Anak bisa mengalami kedua-dua komplikasi esofageal dan ekstraesofageal GERD.

Komplikasi yang paling sering terjadi kepada anak yang mempunyai defisit neurologi dan

gangguan menelan4.

Komplikasi esofageal Komplikasi Pulmonal Komplikasi THT

Erosi Esophagitis Apneu atau ALTE Sinusitis

Striktura Esofageal Batuk Kronis Otitis media

Barret’s esofagus Asma Laringitis

Adenokarsinoma Aspirasi Pneumonia Dental erosi

PROGNOSIS

Bagi infantil, prognosis GER adalah baik, dengan kebanyakan pasien memberi respon

terhadap pengobatan konservatif dan non farmakologik 6.

Gejala yang berlanjutan sehingga > 18 bulan berkemungkinan untuk mendapat GER yang

kronis. Sekiranya kasus dengan komplikasi, perlunya tindakan bedah. Prognosis untuk

pembedahan adalah baik 6.

Bagi anak yang mempunyai masalah perkembangan dan kelainan pada motorik ,

manajemen untuk GER biasanya susah dengan adanya disfungsi pada reflex menghisap

dan menelan 6.

15

Page 16: Referat GER

DAFTAR PUSTAKA

1. Suraatmaja Sudaryat. Kapita Selekta. Gastroenterologi anak. Refluks Gastroesofageal

(RGE).CV Sagung Seto. Jakarta,2007. H ; 229-241.

2. Rahajoe NN, Supriyatno B dkk. Buku Ajar Respiratologi Anak. Kelainan Sistem Respiratorik

akibat Refluks Gastroesofagus. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010. Edisi 1, Cetakan Kedua.

Jakarta. Bab 7. H; 384-397.

3. Hegar Badriul, Vandenplas Yvan. Paediatrica Indonesiana. Gastroesophageal Reflux in

Children. Vol 51. P: 361-371.

4. Strange GR, Abramo JT, Deis NJ. Pediatric Emergency Medicine. 3 rd edition. McGraw Hill.

In Gastroesophageal reflux. Chapter 73. USA 2009. Page: 609-613.

5. Kleigman MR, et al. Nelson textbook of pediatrics. 18th edition : WB Saunders Co.2007.

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Chapter 320. Page : 1547-1550

6. Schwarz MS, Cuffari C et al. Pediatric Gastroesophageal Reflux. Updated: Jun 14, 2012 at

www.medicine.medscape.com

7. Christopher Boey CM. Acid reflux in Children. Malaysian Paediatric Association (MPA).

Updated 5 June 2012 at www.mpaweb.org.my

8. Shaw Vannesa, Lawson Margaret. Clinical Paediatric Dietetic. 3 rd edition. Gastroenterology;

Gastro-oesophageal reflux. Page 115-118.

9. Price AS, Wilson ML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume

1. Penerbit Buku Kedokteran EGC 2003. Cetakan 1, 2006. Gangguan Esofagus; Bab 23. H:

404-416.

10. Mayo Clinic. Infant Acid Reflux. Last review on August 21, 2010. Accessed at

http://www.mayoclinic.com

11. Jung DA. Gastroesophageal Reflux in Infant and Children. American Family Physician.

Volume 64, Number 11. December 1, 2001. Page : 1853-1860.

16