Makalah GER 2.Fixed

28
BAB I PENDAHULUAN Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya. Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun. 1

description

geriatri

Transcript of Makalah GER 2.Fixed

BAB IPENDAHULUAN

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun.

BAB IILAPORAN KASUSSkenario 1Pak Andi 68th,mengeluh letih lesu tak bertenaga sejak seminggu. Ada batuk berdahak yang sebenarnya sudah dirasakannya sejak 1 bulan terakhir. Kadang-kadang ia demam tetapi tidak tinggi. Sesak nafas mulai dirasakan sejak sepuluh hari terahkir tetapi tidak di sertai mengi. Nyeri dada tidak ada. Berat badannya semakin menurun mungkin karena makan dan minumnya memang kurang. Pak Andi jarang ke dokter karena selama ini ia merasa sehat-sehat saja. Ia hanya khawatir terserang stroke seperti ayahnya yang seingatnya menderita kencing manis dan darah tinggi.Pada pemeriksaan fisik awal di dapatkan : Pak Andi kira-kira berumur tujuh puluh tahun, tampak sakit sedang, gizi kurang, tinggi badan 164cm, berat badan 45kg, tekanan darah 165/90mmHg. Suhu 37,8C, pernapasan 24x/menit, nadi 100x/menit, teratur.Tidak tampak kelainan pada kulit. Kelenjar getah bening leher dan kelenjar tiroid tidak membesar. Bunyi jantung I dan II normal, tidak ada BJ tambahan, irama teratur, tidak terdengar bising maupun gesek pericardial. Pada perkusi paru-paru didapatkan bunyi sonor, pada auskultasi terdengar ronkhi basah halus di bagian basal, nyaring.Dinding abdomen lemas, nyeri tekan tidak ada, bising usus dalam batas normal. Hepar teraba 1 jari b.a.c, tumpul, tidak nyeri tekan. Lien tidak teraba. Ascites tidak ada. Keempat ekstremitas tidak paresis atau plegia. Tidak ada edema. Tidak ada pembengkakan pada sendi. Pada pemeriksaan laboratorium sementara baru didapatkan hasil: Hb 10gr%, leukosit 9000/mm3, Ht 29%, Trombosit 276.000/mm3, GDS 284mg/dl.Pada anamnesis lanjutan diketahui bahwa Pak Andi pernah mengeluarkan dahak bercampur darah. Selama ini Pak Andi mengobati batuknya dengan obat-obat warung saja tapi batuknya tidak berkurang. Pak Andi dulunya adalah seorang perokok berat. Pak Andi tidak pernah menderita asma.

Skenario 2Dari hasil pemeriksaan laboratorium kemudian didapat: Hba1c 8,5% , laju endap darah 1 jam pertama 96 mm, SGOT 89, SGPT 118, Ureum 65mg/dl, kreatinin 2,35 mg/dl, asam urat 9,2 mg/dl, kolesterol total 245 mg/dl, trigliserida 230 mg/dl, albumin 2,6 gr/dl, kalium 2,8 meq/dl, natrium 130 meq/dl.Urine : protein +2, glukosa +2, keton +1, sedimen leukosit 10-15/LPB.CXR : tampak infiltrate pada kedua lapangan paru dengan gambaran bronkiektasis di paru kanan. Kedua sinus lancip, CTR 68%.Pemeriksaan laboratorium 1 dan 2 :Darah : - Hb : 10 g%- HBA1C : 8,5% Lekosit : 9.000/mm3- LED : 96 mm/jam Trombosit : 276.000- SGOT : 89 u/L Ht : 29%- SGPT : 118 u/L GDS : 284 mg/dl- Ureum : 65 mg/dl Kolesterol total : 245mg/dl- Kreatinin : 2,35 mg/dl Trigliserida : 230 mg/dl- Asam urat : 9,2 mg/dl Albumin : 2,6 gr/dl- Kalium: 2,8 meq/dl Natrium : 130 meq/dlUrin :- Protein : +2 Glukosa : +2 Keton : +1 Sedimen : Leukosit : 10-15/LPB

Pemeriksaan Penunjang:CXR : tampak infiltrate pada kedua lapangan paru dengan gambaran bronkiektasis di paru kanan. Kedua sinus lancip, CTR 68%.

BAB IIIPEMBAHASANDari informasi yang didapatkan dari pasien, maka data-data pasien adalah sebagai berikut:A. Anamnesis1. Identitasa) Nama: Pak Andib) Umur: 68 tahunc) Jenis Kelamin: laki-lakid) Alamat: -e) Pekerjaan: -2. Keluhan Utama: letih lesu tak bertenaga3. Keluhan Tambahan: batuk berdahak,sesak napas, demam tetapi tidak tinggi4. Riwayat Penyakit Sekarang: batuk berdahak sejak 1 bulan terakhir5. Riwayat Penyakit Dahulu: -6. Riwayat Keluarga: ayah menderita diabetes mellitus dan hipertensi7. Riwayat Kebiasaan: merokok8. Riwayat Pengobatan:-a) Ditanyakan: - apa jenis antibiotika yang diminum?- apakah pasien teratur dalam mengkonsumsi obat tersebut? - darimana obat tersebut didapatkan?- Apakah mengkonsumsi obat-obatan lain?B. Pemeriksaan Fisik1. Keadaan Umuma) Kesadaran: compos mentis,nampak sakit berat sedang, gizi kurangb) Nadi: 100x/menit (N)c) Pernafasan: 24x/menit (N= 14 20x/menit)d) Tekanan darah: 165/90mmHg (hipertensi stage II, JNC 7)e) Suhu: 37,8C Subfebris (N = 36,5-37,2)f) TB: 164cmg) BB: 45 kgh) BMI: BB/TB2 16,73 (Underweight)2. Status Generalisata: a) Inspeksi Kulit : tidak tampak kelainan Ekstremitas : tidak ada edema, tidak ada pembengkakan sendib) Palpasi KGB, Tiroid : normal Dinding abdomen : lemas, NT (-) Hepar : teraba 1 jari b.a.c, tumpul, tidak nyeri tekan Lien : tidak terabac) Perkusi Abdomen : tidak ada ascites Paru-paru : sonor (N)

d) Auskultasi Jantung : BJ I dan BJ II normal, tidak ada BJ tambahan, Irama teratur Bising (-) Gesek pericardial (-) Paru paru : ronki basah halus di basal, nyaring. Bising usus : normal

3. Status Neurologis : tidak paresis atau plegiaC. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan LaboratoriumHasil Pak AndiNilai NormalKeterangan

DarahHb10%13.5 17.5%menurun

Ht29%40-50%menurun

Lekosit9.000/mm34000-10000/mm3normal

Trombosit276.000150.000-440.000normal

LED96 mm/jam0 10meningkat

SGOT89 u/L5 40 u/Lmeningkat

SGPT118 u/L5 41 u/Lmeningkat

HBA1C8,5%40

Pasien menderita Hipertensi(2)Pada Pemeriksaan didapatkan tekanan darah Pasien adalah 165/90mmHg. Menurut Klasifikasi tekanan darah berdasarkan The Seventh Report of The Joint Nasional Committe on Prevention, Detection, Evaluation of High Blood Pressure/ JNC VII, masuk ke Hipertensi derajat 2.

Tekanan darahSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)

Normal< 120 dan < 80

Pre hipertensi120 139 atau 80 90

Hipertensi derajat 1140 159 atau 90 99

Hipertensi derajat 2>160 atau > 100

Pasien menderita Diabetes Melitus(2)Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien memiliki kemungkinan genetik DM, dan hasil laboratorium menunjukan peningkatan HBA1C dan gula darah sewaktu pasien.

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus :1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir2. AtauGejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dL ( 7,0 mmol/L)Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

.Pasien menderita Infeksi Paru KronisBerdasarkan anamnesis, diketahui pasien mengalami batuk berdahak sejak satu bulan, pada auskultasi didapatkan pula ronkhi basah di basal paru dan nyaring. Pada pemeriksaan penunjang yaitu rontgen thorax, didapatkan infiltrate pada kedua lapangan paru dengan gambaran bronkiektasis di paru kanan dengan kedua sinus lancip. Infeksi paru dapat mudah terjadi pada lansia dengan daya tahan tubuh rendah, ditambah adanya penyakit metabolic seperti DM yang memudahkan bakteri untuk berkembang dalam tubuh. Pasien mengalami nefropati diabetikum(3)Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan jumlah protein, glukosa, dan sedimen leukosit pada urine. Ini menandakan terjadinya kerusakan pada ginjal terutama bagian filtrasi, yang kemungkinan dikarenakan DM yang diderita pasien. Pasien mengalami Gout(4):Sirkulasi darah yang memburuk karena adanya diabetes mellitus membuat tubuh sulit untuk membuang asam urat yang ada. Asam urat tersebut dapat mengendap ke dalam persendian dan menjadi kristal asam urat yang membuat terjadinya gout arthritis. Gout yang disebabkan oleh penyakit metabolic ini disebut sebagai "secondary gout". DIAGNOSISPasien dinyatakan menderita kelainan metabolic Diabetes Mellitus disertai hipertensi dan infeksi paru dengan komplikasi nephropathy diabetikum.

PATOFISIOLOGI:Kelainan metabolik dapat menyebabkan Diabetes Melitus pada pasien. Terutama Diabetes Melitus tipe II yang sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Pada Diabetes Melitus tipe II(3), insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien DM tipe 2, terdapat kelainan pada pengikatan reseptor dengan insulin. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor insulin pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor ini dapat menganggu kerja insulin. Namun, sel beta pancreas masih melakukan kompensasi pada tahap awal sehingga pada fase awal dapat terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Pada pasien yang sudah berusia lanjut hal ini diperburuk dengan menurunkan kemampuan pancreas, sehingga dapat mempengaruhi kinerja kerja reseptor insulin pancreas. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta pankrreas dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar, dan meningginya kadar gula dalam darah yang memenuhi criteria diagnosis diabetes mellitus.

Diabetes melitus yang terdapat pada usia lanjut mempunyai gambaran klinis yang bervariasi luas, dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata dan kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia dan polifagia, pada DM usia lanjut tidak ada. Umumnya pasien datang dengan keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada usia lanjut, respon tubuh terhadap berbagai perubahan/gejala penyakit mengalami penurunan.Biasanya yang menyebabkan pasien usia lanjut datang berobat adalah karena gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan biasa.(5)

TATALAKSANAPada pasien ini dilakukan penanganan sebagai berikut: -Rawat Inap- Perbaiki keadaan umum dengan : 1. Infuse NaCl, KCl 2. Pemberian O2

- Lakukan terapi DMPrinsip terapi bagi penderita DM tipe 2 adalah sebagai berikut(7):1. Terapi nutrisi medikPasien diminta menjauhi makanan tinggi kolesterol dan glukosa dan menerapkan gaya hidup sehat2. Latihan jasmaniPasien diminta melakukan olahraga secara teratur, dapat berupa jalan, jogging atau sepeda santai3. Obat-obat anti hiperglikemik oral dan insulinBerdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi atas tiga golongan :- pemicu sekresi insulin (inslin secretagogue):sulfonilurea, metilglinid secretagogue- memperbaiki sensitivitas insulin di jaringan: biguanide, thiazolidinedione- menghambat penyerapan glukosa di usus: acarbose4. EdukasiUntuk mengontrol kadar gula dan tekanan darah tinggi pasien diperlukan bantuan dari keluarga dan kedisiplinan pasien untuk mengkonsumsi obat-obatnya.-Terapi infeksi paru- Suportif : oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik-ekspektoran, bronkodilator. - Antibiotika spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan kuman dan uji resistensi. Untuk semntara dapat diberikan AB broadspektrum - Pemilihan antibiotik juga harus memperhatikan penurunan fungsi organ yang mungkin sudah terjadi pada usia lanjut. -Program rehabilitasi medik (fisoterapi dada dan program lain yang terkait)

Pemberian medikamentosa untuk penyakit penyerta pasien, berupa: 1. Untuk hipertensi yang dialami oleh pasien, dapat berupa ACE inhibitor2. Asam Urat, berupa alupurinol3. Dislipidemia, dapat berupa obat golongan statin

Rujuk

PROGNOSIS

Ad Vitam: Dubia Ad Bonam, karena banyaknya penyakit penyerta dan komlikasi yang telah dialami oleh pasien, ditambah usia pasien yang telah lanjut.Ad Sanationam: Dubia Ad Bonam, karena jika dilakukan pengobatan dengan benar kondisi pasien akan terkontrol dan gejalanya akan berkurang atau tidak relieve kembali. Namun hal ini dipengaruhi oleh dukungan keluarga dan kedisiplinan pasien.Ad Fungsionam: Dubia Ad Malam, karena fungsi-fungsi organ pada pasien ini sulit untuk diperbaiki karena usia yang telah lanjut.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

4.1 DIABETES MELITUS PADA LANJUT USIADiabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, DM tipe 1 yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 yaitu Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)Klasifikasi Diabetes Melitus1. DIABETES MELITUS TIPE 1 Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). DM tipe 1 merupakan defisiensi insulin absolut akibat destruksi sel beta. Penyebab DM tipe 1 adalah autoimun dan idiopatik.Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.

2. DIABETES MELITUS TIPE 2Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Usia lanjut merupakan masa usia di mana terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan terjadinya kemunduran fungsional pada tubuh. Salah satunya adalah terjadinya penurunan produksi dan pengeluaran hormon yang diatur oleh enzim-enzim yang juga mengalami penurunan pada usia lanjut.Salah satu hormon yang menurun sekresinya pada usia lanjut adalah insulin. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus pada usia lanjut. Namun demikian, beberapa faktor resiko seperti resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan terjadinya perubahan vaskular, kegemukan akibat kurangnya aktivitas fisik yang tidak diimbangi dengan asupan makanan yang adekuat, sering mengkonsumsi obat-obatan, faktor genetik, dan keberadaan penyakit lain yang memperberat diabetes mellitus, juga memegang peran penting.Diabetes melitus yang terdapat pada usia lanjut mempunyai gambaran klinis yang bervariasi luas, dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata dan kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia dan polifagia, pada DM usia lanjut tidak ada. Umumnya pasien datang dengan keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada usia lanjut, respon tubuh terhadap berbagai perubahan/gejala penyakit mengalami penurunan.Biasanya yang menyebabkan pasien usia lanjut datang berobat adalah karena gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan biasa.(5)4.2 PATOFISIOLOGI DM PADA LANJUT USIAPatofisiologi diabetes melitus pada usia lanjut belum dapat diterangkan seluruhnya, namun didasarkan atas faktor-faktor yang muncul oleh perubahan proses menuanya sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan komposisi tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan neurohormonal khusunya penurunan kadar DHES dan IGF-1 plasma, serta meningkatnya stres oksidatif. Pada usia lanjut diduga terjadi age related metabolic adaptation, oleh karena itu munculnya diabetes pada usia lanjut kemungkinan karena aged related insulin resistance atau aged related insulin inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin action despite age.Berbagai faktor yang mengganggu homeostasis glukosa antara lain faktor genetik, lingkungan dan nutrisi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua, yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas faktor genetikdan biologik serta faktor ekstrinsik seperti faktor gaya hidup, lingkungan, kultur dan sosial ekonomi, maka timbulnya DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dapat mempengaruhi baik sekresi insulin maupun aksi insulin pada jaringan sasaran.Faktor resiko diabetes melitus akibat proses menua: Penurunan aktifitas fisik Peningkatan lemak Efek penuaan pada kerja insulin Obat-obatan Genetik Penyakit lain yang ada Efek penuaan pada selMenyebabkan resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2.Perubahan progresif metabolisme karbohidrat pada lanjut usia meliputi perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi glukosa dan hambatan pelepasan glukosa yang diperantarai insulin. Besarnya penurunan sekresi insulin lebih tampak pada respon pemberian glukosa secara oral dibandingkan dengan pemberian intravena. Perubahan metabolisme karbohidrat ini antara lain berupa hilangnya fase pertama pelepsan insulin. Pada lanjut usia sering terjadi hiperglikemia (kadar glukosa darah >200 mg/dl) pada 2 jam setelah pembebanan glukosa dengan kadar gula darah puasa normal (