makalah 1 ger
-
Upload
anggunnandaretnita -
Category
Documents
-
view
463 -
download
0
Transcript of makalah 1 ger
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri
dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51
tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali
ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi
dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara
nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi
neurofibrillary. Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada
berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan
menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin
banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya
sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota
keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke,
subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan penyebab utama demensia. Istilah
demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya
ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada
Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang
didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi
luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab pertama
penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50-60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%).
Diperkirakan penderita demensia terutama penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin
meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan
insidensi demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita Alzheimer 123/100.000/tahun
serta penyebab kematian keempat atau kelima (10).
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Diskusi Tahap 1
Ny.Ani,65 tahun datang diantar oleh kedua anaknya ke IGD RS tempat anda bertugas.
Selama 3 hari ini terutama pada malam hari pasien berulang kali berteriak “ pergi kamu “ dengan
ekspresi ketakutan. Kadang diikuti pula dengan gerakan seperti memukuli seseorang. Hal itu
tidak jelas ditunjukan kepada siapa, karena tidak ada orang lain di kamarnya. Walaupun
semalaman tidak tidur, namun pagi hari pasien tampak lebih tenang.
Sejak seminggu ini keluarga memberikan pasien obat untuk mengatasi masalah tidur.
Setelah “obat tidur” habis tidak dilanjutkan lagi dan diganti dengan “obat Amitri…” (keluarga
lupa nama obatnya).selanjutnya pasien tampak gelisah, mengeluh pusing, sulit b.a.b.,mulut/bibir
tampak kering dan selera makan menurun. Keluarga menduga timbulnya perubahan pada
pasien,baik fisik maupun mental terkait dengan obat yang diberikan.
Satu bulan yang lalu pasien diajak menginap di rumah anak bungsunya, Tn Ardi, 30 tahun
di tangerang untuk menjenguk cucunya yang baru lahir. Selama ini pasien tinggal di Jakarta
dengan anaknya yang kedua, Nn Ade 33 tahun. Keluarga berpendapat,keadaan pasien bisa lebih
baik bila dekat dengan cucu-cucunya . Kenyataannya, pasien kesal bila mendengar tangisan atau
teriakan sang cucu yang justru dianggap sangat mengganggu. Pagi hari badan terasa lemah,siang
mengantuk dan menjelang senja mulai gelisah. Lalu malam sering marah-marah bila mendengar
suara berisik anak/cucunya atau dari televisi,hingga beberapa hari tidak tidur.
Diskusi Tahap 2
Menurut kedua anak pasien ,”obat Amitri…”(nama obat itu masih belum diingat) sudah
biasa di konsumsi ibunya bila sedang mengalami “down”. Disamping mudah diperoleh dari toko
obat dekat rumah ( seharusnya dengan resep dokter ), obat relative murah dan ampuh. Juga aman
terhadap jantung pasien yang menurut dokter kondisinya cukup baik, demikian dengan hasil
pemeriksaan fisik lainnya.
2
Tahun 2000 obat tersebut mulai dikonsumsi pasien setelah meninggalnya sang suami
akibat serangan jantung . Saat kondisi ayahnya kritis, apalagi setelah wafat anaknya yang tertua
(Tn.Ahmat 35 tahun) terus bertanya tentang warisan rumah dan sempat mengancam bila haknya
tidak diberikan. Saat itu pasien sanagt terpukul, hingga mengalami depresi berat dan harus
dirawat.
Tahun 2001 setelah pensiun dari pekerjaannya, pasien ingin total beristirahat. Fungsi
pekerjaan rumah masih baik, mau membatu memasak ,dan merapikan rumah. Namun pasien
menjadi jarang berkomunikasi dan mulai engan menelpon rekan-rekan sekerjanya dulu, juga
malas beraktivitas diluar rumah.
Tahun 2003 pasien kembali terpukul akibat desakan Tn. Ahmat terhadap kepemilikan
rumah warisan tersebut. Setiap kali “down”,Ny Ani merasakan pikirannya seperti buntu telat
mikir,susah konsentrasi,malas beraktivitas,tanpa selera makan dan problem tidur. Setelah minum
“ obat Amitri…” biasanya kondisi membaik. Selanjutnya obat dikonsumsi diluar anjuran dokter.
Sejak tahun 2006 terlihat perubahan pada prilaku pasien. Obat-obatan atau vitamin sering
diminum melebihi dosis , karena pasien lupa apakah ia sudah meminumnya atau belum. Keluarga
menyadari ibunya semakin sering lupa sejak rentetan peristiwa yang sangat membebaninya.
Selain penurunan daya ingat, terjadi pula gangguan daya pikir lainnya. Menurut cucu-cucunya,
sang nenek mulai “telmi”/telat mikir dan “tidak nyambung”, sering mengulang pertanyaan dan
ucapannya. Akhirnya cucu-cucu malas berbicara dengan sang nenek.
Diskusi Tahap 3
Lima tahun belakangan ini pasien perlahan-lahan menunjukkan perubahan perilaku.
Pasien sering mengatakan bahwa dirinya orang bodoh karena sering lupa dan seketika tidak tahu
apa yang harus dikerjakan. Belakangan bukan hanya lupa barang-barang, tetapi salah
meletakannya. Pernah didapati makanan di lemari pakaian atau kunci dalam lemari es. Beberapa
kali nyaris terjadi kebakaran karena pasien lupa mematikan kompor gas sehabis
memasak ;memasaknya pun sudah tak dapat dilakukan dengan benar. Tak mampu lagi mengurus
atau menghitung uang dengan benar,padahal mantan karyawati senior bagian keuangan.
Sebelumnya pasien dikenal sebagai orang yang disiplin,sangat rapi,pembersih,menyukai
3
keteraturan (termasuk pemberian nama anak-anak yang disesuaikan dengan inisial namanya,yaitu
Ahmat-Ade-Ardi ,dalam keluarga sering terjadi kesalahpahaman akibat perfeksionisnya. Kini
keadaan sang ibu berubah draktis. Atas kejadian selama ini membuat keluarga bingung apa yang
sebenarnya terjadi. Sementara dimaklumi sebagai penyakit orang tua (“sakit tua”) akibat usia dan
peristiwa berat yang dialami.
Sejak tiga tahun ini pasien semakin sering. lupa /keliru nama anak-anaknya.terkadang
Nn.Ade dikira adik perempuannya,kedua anak laki-lakinya (Tn. Ahmat dan Tn. Ardi) sebagai
kakaknya atau mengira Tn.Ardi adalah suaminya. Kadang berbicara sendiri sambil menyebut
nama sang suami dan marah ketika dijelaskan bahwa suaminya telah tiada. Pasien telah keluar
sendirian dan tidak tahu alamat rumah sehingga diantar pulang oleh petugas keamanan. Pasien
menganggap ia hanya menginap sementara di rumah saudaranya ( sebenarnya rumahnya sendiri )
dan harus segera pulang karena orangtua ( padahal sudah lama meninggal) menunggu di rumah.
Mondar-mandir tanpa tujuan ,membongkar dan merapikan kembali baju-baju secara berulang.
Marah-marah tanpa sebab yang jelas,tiba-tiba menangis dan sebaliknya gembira berlebihan.
Keluarga kuatir akan kekambuhan depresinya.
Satu tahun terakhir keadaan makin memburuk,aktivitas dan perawatan diri. Walau pasien
masih dapat melakukan sendiri,seperti makan,mandi atau berpakaian,namun hasilnya akan
barantakan,sehingga perlu dibantu.
Gejala yang sama dialami pula oleh kakak perempuan pasien yang sebelum meninggal
menderita radang paru-paru akibat tidak bergerak, hanya di tempat tidur dan tidak bisa bicara
lagi.
Diskusi Tahap 4
Seorang wanita lansia, 65 tahun, tampak lebih tua dari usia, berpenampilan kurang rapi, ekspresi
gelisah.
Status internus dan Status dan Status Neurologis :
Saat kondisi fisik lebih tenang dalam posisi berbaring,hasil menunjukan : TD : 110/80 mmHg;
N:90X/m RR:20X/m, Suhu afebril, kulit lembab. Konjungtiva / sklera normal. Paru : sonor,
4
vesikuler ,ronkhi-/-. Jantung : BJ murni, murmur-, gallop-. Abdomen NT epigastrium, H/L: tidak
teraba, BU + normal. Fungsi motorik, sensorik dan koordinasi : dalam batas normal,kecuali
tremor kasar;refleks fisiologis normal,patologis:-
Laboratorum :dalam batas normal.
Status mental :
Kesadaran neurologis : compos mentis, psikologis dan social : terganggu. Aktivitas psikomotor
pada awal wawancara hiperaktif dengan ekspresi gelisah, irritable, sikap tidak komperatif, lalu
pada pertengahan wawancara tampak lebih tenang. Arus pikir produktivitas kurang, kontinuitas
inkohorensi, tanpa hendaya berbahasa. Gangguan isi pikir berupa waham curiga,non
bizar,sistematik. Gangguan persepsi halusinasi visual dan auditorik +, ilusi –, pemeriksaan fungsi
kognitif : penurunan memory jangka pendek /segera dan remote memory, perhatian/konsentrasi
terganggu ( seven serial test + ), disorientasi waktu,tempat dan orang,fungsi eksekutif (+pikiran
abstrak ) terganggu;Agnosia +,kemampuan menolong diri terganggu (Indeks ADL :11 Apraxia
+,IADL:8 fungsi eksekutif lainnya terganggu).
Pemeriksaan diagnostik lanjut/ penunjang :
Keluarga menolak diakukan pemeriksaan diagnostic lanjut (mis :CT Scan), kecuali lab,EKG,
Rontgent dengan alasan biaya. Pemeriksaan psikometri akan dilakukan bila kondisi pasien mulai
tenang.
Diskusi Tahap 5
5
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
STATUS PASIEN
Identitas
Nama : Ny.Ani
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Anamnesis
Keluhan Utama : Berteriak ketakutan dan mengamuk tanpa sebab yang jelas terutama pada
malam hari
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak kapan berlangsung ?
Merasa ketakutan karena apa? karena adanya halusinasi visual dan auditorik (+) pada
anamnesis didapatkan pasien berulang kali berteriak “ pergi kamu “ dengan ekspresi
ketakutan. Kadang diikuti pula dengan gerakan seperti memukuli seseorang. Hal itu tidak
jelas ditunjukan kepada siapa, karena tidak ada orang lain di kamarnya (2).
Apakah ada keluhan lain ? pada pasien ini ada keluhan lain yaitu gelisah, pusing,
mulut bibir kering,nafsu makan menurun,sulit bab diduga akibat efek kolinergik dari
pemakaian obat “amitri….”
Bagaimana kehidupan sosialnya?
6
Riwayat penyakit dahulu :
apakah dulu sudah pernah terjadi?
apakah pernah trauma?
Riwayat penyakit keluarga :
Apakah ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa ? Gejala yang sama dialami
pula oleh kakak perempuan pasien yang sebelum meninggal menderita radang paru-paru
akibat tidak bergerak, hanya di tempat tidur dan tidak bisa bicara lagi.
Riwayat pengobatan :
sudah mengkonsumsi obat apa? obat tidur (untuk mengatasi masalah tidur ),obat
“amitri…..”(kemungkinan golongan antidepresan trisiklik)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : pasien tampak lebih tua dari usianya , penampilan kurang rapi, ekspresi
gelisah, kondisi fisik lebih tenang dalam posisi berbaring
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/80 mmHg ( normal : <120/<80 ) normal
Nadi : 90x/m ( normal : 60-100 x/m ) normal
Pernapasan : 20x/m ( normal : 16-20 x/m ) normal
Suhu : afebril normal
Pemeriksaan fisik :
kepala dan leher : mata ( konjungtiva/sklera normal )
abdomen :
Nyeri tekan epigastrium di duga adanya peradangan intra abdominal ( gastritis )
Hati/Lien:tidak teraba normal
Bising Usus + normal
7
ekstremitas : -
jantung paru :
Paru : perkusi sonor , suara napas vesikuler , suara napas tambahan ronkhi -/- normal
Jantung : BJ murni,murmur -,gallop - normal
Kulit : lembab tidak ada dehidrasi
Fungsi motorik, sensorik dan koordinasi : dalam batas normal, kecuali tremor kasar gejala
parkinsonisme
Refleks fisiologis normal, patologis:- normal
Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan laboratorium : dalam batas normal.
Status mental :
1. Deskripsi umum
Pasien tampak lebih tua dari usianya, penampilan kurang rapi, ekspresi gelisah Kesadaran
neurologis :compos mentis, psikologis dan social : terganggu. Aktivitas psikomotor pada
awal wawancara hiperaktif dengan ekspresi gelisah, irritable, sikap tidak komperatif.
2. Afek dan mood : -
3. Gangguan persepsi
halusinasi visual dan auditorik +, ilusi –
Karena pada anamnesis didapatkan pasien berulang kali berteriak “ pergi kamu “
dengan ekspresi ketakutan. Kadang diikuti pula dengan gerakan seperti memukuli
seseorang. Hal itu tidak jelas ditunjukan kepada siapa,karena tidak ada orang lain di
kamarnya
4. Gangguan pikiran
Arus pikir produktivitas kurang, kontinuitas inkohorensi, tanpa hendaya berbahasa.
Gangguan isi pikir berupa waham curiga, non bizar, sistematik.
5. Pengendalian impuls : -
6. Daya nilai : -8
7. Tilikan : -
8. Taraf dapat dipercaya : -
9. Penilaian kognitif
pemeriksaan fungsi kognitif : penurunan memory jangka pendek /segera dan remote
memory, perhatian/konsentrasi terganggu ( seven serial test + ), disorientasi waktu, tempat
dan orang, fungsi eksekutif (+pikiran abstrak ) terganggu; Agnosia +.
10. Taraf intelektual : -
11. Fungsional assessment
kemampuan menolong diri terganggu (Indeks ADL :11 Apraxia +, IADL:8 fungsi
eksekutif lainnya terganggu).
12. Kompetensi : -
pemeriksaan tambahan : pemeriksaan psikometri (MMSE,CTD) akan dilakukan bila kondisi
pasien mulai tenang.
Psikometri hasil CDT dan MMSE, sebagai berikut :
Pemeriksaan CDT didapatkan hasil:
- pasien dapat menggambar lingkaran yang
tertutup (benar -skor 1)
- pasien dapat meletakkan angka-angka (1-12)
dengan benar (benar -skor 1)
- pasien tidak dapat meletakan angka ke-12 angka
dengan tepat (salah-skor 0)
- pasien tidak dapat meletakkan jarum jam dalam
posisi yang benar (salah-skor 0)
Hasil skor CDT adalah 2 gangguan kognitif
( skor 0-3 ) (3)
9
CDT merupakan pelengkap dari pemeriksaan MMSE dan sebagai gambaran dari fungsi frontal
dan Temporoparietal pada pasien. Selain itu, digunakan untuk menilai kemampuan pasien dalam
mengikuti instruksi serta kemampuan melakukan aktifitas kompleks seperti, planning,
organizing, sequencing, pikiran abstrak, dan kemampuan motorik pasien. (2)
Pemeriksaan MMSE didapatkan hasil:
Orientasi : 2
Registrasi : 3
Atensi dan kalkulasi : 1
Recall : 1
Bahasa : 3 (nama benda : 1;
pengulangan/pengertian verbal : 0 , baca : 1 ,
tulis : 1)
Total : 10 moderate cognitive impairament
Visuospasial : 0 ( 2 bentuk gambar yang tidak
saling bertindih ) (2)
Dari hasil psikometri dengannilai CDT = 2 dan MMSE = 10 dan visospasial menunjukkan
adanya penurunan atau gangguan fungsi kognitif yang nyata pada pasien. Hal ini menunjukkan
bahwa pemeriksaan psikometri ini menguatkan diagnosis.
MMSE dan CDT digunakan untuk mengetahui adanya gangguan kognitif tapi ada perbedaan
pada kedua pemeriksaan tersebut : (4)
10
1. MMSE :
a. Digunakan secara luas, mudah dan waktu pemeriksaan singkat
b. Kekurangannya tanpa penilaian judgment dan insight, tidak sensitive untuk
kelaianan hemisfer kanan dan lobus frontal
2. CDT :
a. Melengkapi MMSE, terurama gambaran fungsi frontal dan temporoparietal
b. Menilai kemampuan mengikuti instruksi yang kompleks seperti planning,
organzing, sequencing, pikiran abstrak dan kemampuan motorik.
Skema perjalanan penyakit :
Diagnosis
Diagnosis kerja : Demensia Alzheimer
Faktor resiko pada pasien ini karena keditakharmonisan keluarga,efek kolinergik dari
pemberian obat “amitri…”,usia yang sudah lanjut
Diagnosis banding :
- Gangguan tidur (parasomnia )
11
- Gangguan mental (depresi)
- Efek samping antidepresan
Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan :
1. Penurunan kemampuan daya ingat dan daya fikir yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily living) seperti: Mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar, dan kecil,
2. Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), gejala dan disabilitas sudah nyata
untuk paling sedikit 6 bulan (7).
Pedoman diagnostik F00 Demensia pada alzheimer adalah sebagai berikut;
1. Terdapatnya gejala demensia
2. Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit
ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan
tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau)
secara nyata
3. Tidak adanya yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit
otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme,
hiperkalsemia, defisiensi vitamin B 12, Defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus
bertekanan normal, atau hematom subdural)
4. Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal
seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan
inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini
dikemudian hari dapat bertumpang tindih)
Pedoman diagnostik F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer Onset Dini adalah sebagai
berikut;12
1. Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun
2. Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi)
3. Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan faktor yang menyokong
diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi (7)
Diagnosis multiaksial
Axis I : F00.0 demensia pada penyakit alzheimer onset dini
Axis II : ciri keperibadian anankastik
Axis III : gastritis, penyakit alzheimer
Axis IV : keluarga, ekonomi, pekerjaan.
Axis V : current : 50 ,HLPY : 60
Mekanisme/ Patofisiologi
Produksi dan akumulasi dari β-amyloid kematian sel defisiensi neurokimia
(asetilkolin,somatostatin,neuropeptida,substansiP,CRF,noreprine,serotonin) gangguan prilaku
dan kognitif
13
Patofisiologi ini menggabungkan berbagai teori-teori tentang yaitu tentang adanya
pembentukan beta amiloid, kematian sel neuron dan proses neuropatologis dan deficit
neurotransmitter
Ada faktor resiko terjadinya Alzheimer pada pasien ini , misalnya usia lanjut, depresi ,
riwayat keluarga , yang berkibat makin rentannya pasien ini mengalami demensia alzheimer
Selain itu, adanya pembentukan b-amiloid berlebihberlebih mengakibatkan terjadinya oksidasi
dan excitotoxicity yang dapat mengakibatkan kematian sel neuron . Selain itu b amiloid juga
menyebabkan terjadinya penumpukan b-amiloid dan inflamasi sehingga mengakibatkan
pembentukan plak senilis dan aktvasi mikroglial yang juga memperparah terjadinya kematian sel
neuron. Akibat kematian sel neuron ini , terjadilah deficit neurotransmitter, terutama asetilkolin
dan norepinefrin yang mengakibatkan munculnya perubahan kognitif dan kepribadian pasien (3)
Penatalaksanaan :
Pasien tidak dirawat karena tidak adanya perilaku yang mengancam nyawa
Stop pemberian obat amitri
a) Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi
untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga
harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat-
obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. Donezepil,
rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang digunakan untuk
mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut
menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi
neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan
tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang
yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi
kolinergik.Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan
karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai 14
rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek
samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. (6)
Terapi farmakologi pada pasien demensia berupa (5):
•Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
•Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
•Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
•Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
15
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
•Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
b) Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek
hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak
pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi
fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien
menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin
sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga
kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan
dirinya (sense of self) menghilang (6).
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif
sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya.
16
Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan
disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh
dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat
dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan
fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara
“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah
orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan
untuk masalah-masalah daya ingat. Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien
dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,
kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh
keluarganya (6).
Bentuk terapi psikososial pada pasien :
- Pada pasien
o Rehabilitasi kognitif
o Aktivitas terstruktur
o Terapi musik, pemijatan
o Kesehatan tidur/nutrisi
- Intervensi lingkungan
o Penyesuaian fisik dengan suasana aman-nyaman-tenang
o Warna ruang yang lembut, leluasa bergerak, musik yang sesuai
o Hindari lukisan seram, pajangan cermin yang banyak
o Hati-hati dering telepon yang berisik
o Familiar, konstan, tidak berubah-ubah
- Keluarga
o Informasi/edukasi diagnosis dan terapi, diskusi ke depan tentang prognosis,
konseling
17
o Manfaatkan sarana ang ada pada masyarakat (day care, caregiver) untuk pasien
maupun keluarga
c) Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain
Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk penguat
metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat
memperlambat perkembangan penyakit ini.
Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya
bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit
Alzheimer. Vitamin E menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit (6).
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Prognosis tergantung dari 3 faktor :
1. Derajat beratnya penyakit merupakan faktor yang paling mempengaruhi prognostik
2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia,keluarga demensia,dan jenis kelamin
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
18
Penyakit Alzhemair
I. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma,
neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi
penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron.
Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan
calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut
terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika (8).
II. Patogenesa
Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu :
1. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui
gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer
mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat
kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset
didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome
mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles
(NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit
alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah
dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada 19
sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6,
keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika
pada alzheimer. (8)
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer
yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif.
Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik
dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan
antara lain (8):
a. manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc.
Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal
primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan
ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada
dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy
D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan
kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron (8).
20
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin
alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna
dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan
penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor
immunitas (8).
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada
otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan
yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter
dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan
biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris
pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan
neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis
neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada
orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat
mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer
b. Noradrenalin
21
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat
yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.
Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer
menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al(1987),
Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-
mortem penderita alzheimer.
c. Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio
hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita
alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi
regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid
pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis
dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus
berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya
neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis
e. MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal
MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian
kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer,
didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat
pada daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.
III. GEJALA KLNIK
22
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan, sehingga pasien
dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat
beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:
o Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
o Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
o Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex contructions
o Language : poor woordlist generation, anomia
o Personality : indifference,occasional irritability
o Psychiatry feature : sadness, or delution in some
o Motor system : normal
o EEG : normal
o CT/MRI : normal
o PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion
o Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
o Memory : recent and remote recall more severely impaired
o Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
o Language : fluent aphasia
o Calculation : acalculation
o Personality : indifference, irritability
o Psychiatry feature : delution in some
o Motor system : restlessness, pacing
23
o EEG : slow background rhythm
o CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent
o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
o Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
o Intelectual function : severely deteriorated
o Motor system : limb rigidity and flexion poeture
o Sphincter control : urinary and fecal
o EEG : diffusely slow
o CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent
o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion (8).
IV. KRITERIA DIAGNOSA
Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu:
1. Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:
o Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental
atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
o Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
o Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
o Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
o Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2. Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:
24
o Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan motorik,
dan persepsi
o ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
o Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
o Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti
peningkatan aktivitas gelombang lambat
o Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3. Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia
lainnya terdiri dari:
o Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi,
emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
o Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut
dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot, mioklonus atau
gangguan berjalan
o Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4. Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas
terdiri dari:
o Awitan mendadak
o Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit lapang
pandang dan gangguan koordinasi
o Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:
25
o Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau kelainan
sistemik yang menyebabkan demensia
o Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia,
defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab
lainnya
6. Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik tersangka
penyakit alzheimer dab didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi atau otopsi.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-
1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap
utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi
protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus,
amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain
didapatkan ada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome,
parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor
protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini
terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit
26
didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik.
Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile
plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan
senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer
sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal
lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak
termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik
terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus
serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan
faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental
binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus.
Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini
sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan
pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus
cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada
lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
27
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum
danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk
menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan
memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi
neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui bila terjadi
perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan
kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi
fokal, faktor metabolik, dangangguan psikiatri
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena
berbagai penyebab.
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan
dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran
ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga
kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan
pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini
mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia
awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan
fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari 28
penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2,
dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini
sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi
penelitian neuropatologi
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan
PET) tidak digunakan secara rutin.
VI. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan
rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum
mempunyai efek yang menguntungkan (8).
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang
bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini
dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung.
29
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%),
hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida
dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi
kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita
alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2
reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala
tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan
enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas
asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1
tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif.
30
BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit alzeimer sangat sukar di diagnose hanya berdasarkan gejala-gejala klinik tanpa
di korfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuropatologi,neuropsikologis,MRI,SPECT,PET.
Sampai saat ini penyebab yang pasti belum di ketahui,tetapi faktor genetik sangat menentukan
( riwayat keluarga ),sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi genetic.
Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan . hanya dilakukan secara
empiris,simptomatik,dan suportif,untuk menyenangkan penderita atau keluarganya.
31
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Silbernagl S, Lang F. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi (Color Atlas of
Pathophysiology). Jakarta: EGC.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – Geriatri, Jilid III, Edisi IV, FKUI, 2006.
3. Darmojo Boedhi. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) 4th ed. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009
4. Mayo Clinic. Alzheimer Disease. Available at
http://www.mayoclinic.com/health/alzheimers-disease/DS00161 Acessed on 11 juni 2011
5. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Available at
http://www .idijakbar.com/prosiding/delirium.html accessed on 7 Juni 2011.
6. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
7. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67
8. Japardi,I. PENYAKIT ALZHEIMER, Fakultas Kedokteran Uiversitas Sumatera Utara.
available at http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBUQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id
%2Fbitstream%2F123456789%2F1996%2F1%2Fbedah-iskandar
%2520japardi38.pdf&rct=j&q=alzheimer
%20usu&ei=_yrzTbDhK4TPrQef4pTxBg&usg=AFQjCNFeIDvKfndPh_9P_Yop2jknZ5
MvUQ&sig2=8dhymXZtqq7iIyrbhsb0Mw&cad=rja accessed at 7 juni 2011
32