makalah 1 ger

46
BAB I PENDAHULUAN Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary. Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan penyebab utama demensia. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat 1

Transcript of makalah 1 ger

Page 1: makalah 1 ger

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri

dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51

tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali

ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi

dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara

nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi

neurofibrillary. Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada

berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan

menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin

banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya

sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota

keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke,

subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan penyebab utama demensia. Istilah

demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya

ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada

Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang

didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi

luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab pertama

penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50-60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%).

Diperkirakan penderita demensia terutama penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin

meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan

insidensi demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita Alzheimer 123/100.000/tahun

serta penyebab kematian keempat atau kelima (10).

1

Page 2: makalah 1 ger

BAB II

LAPORAN KASUS

Diskusi Tahap 1

Ny.Ani,65 tahun datang diantar oleh kedua anaknya ke IGD RS tempat anda bertugas.

Selama 3 hari ini terutama pada malam hari pasien berulang kali berteriak “ pergi kamu “ dengan

ekspresi ketakutan. Kadang diikuti pula dengan gerakan seperti memukuli seseorang. Hal itu

tidak jelas ditunjukan kepada siapa, karena tidak ada orang lain di kamarnya. Walaupun

semalaman tidak tidur, namun pagi hari pasien tampak lebih tenang.

Sejak seminggu ini keluarga memberikan pasien obat untuk mengatasi masalah tidur.

Setelah “obat tidur” habis tidak dilanjutkan lagi dan diganti dengan “obat Amitri…” (keluarga

lupa nama obatnya).selanjutnya pasien tampak gelisah, mengeluh pusing, sulit b.a.b.,mulut/bibir

tampak kering dan selera makan menurun. Keluarga menduga timbulnya perubahan pada

pasien,baik fisik maupun mental terkait dengan obat yang diberikan.

Satu bulan yang lalu pasien diajak menginap di rumah anak bungsunya, Tn Ardi, 30 tahun

di tangerang untuk menjenguk cucunya yang baru lahir. Selama ini pasien tinggal di Jakarta

dengan anaknya yang kedua, Nn Ade 33 tahun. Keluarga berpendapat,keadaan pasien bisa lebih

baik bila dekat dengan cucu-cucunya . Kenyataannya, pasien kesal bila mendengar tangisan atau

teriakan sang cucu yang justru dianggap sangat mengganggu. Pagi hari badan terasa lemah,siang

mengantuk dan menjelang senja mulai gelisah. Lalu malam sering marah-marah bila mendengar

suara berisik anak/cucunya atau dari televisi,hingga beberapa hari tidak tidur.

Diskusi Tahap 2

Menurut kedua anak pasien ,”obat Amitri…”(nama obat itu masih belum diingat) sudah

biasa di konsumsi ibunya bila sedang mengalami “down”. Disamping mudah diperoleh dari toko

obat dekat rumah ( seharusnya dengan resep dokter ), obat relative murah dan ampuh. Juga aman

terhadap jantung pasien yang menurut dokter kondisinya cukup baik, demikian dengan hasil

pemeriksaan fisik lainnya.

2

Page 3: makalah 1 ger

Tahun 2000 obat tersebut mulai dikonsumsi pasien setelah meninggalnya sang suami

akibat serangan jantung . Saat kondisi ayahnya kritis, apalagi setelah wafat anaknya yang tertua

(Tn.Ahmat 35 tahun) terus bertanya tentang warisan rumah dan sempat mengancam bila haknya

tidak diberikan. Saat itu pasien sanagt terpukul, hingga mengalami depresi berat dan harus

dirawat.

Tahun 2001 setelah pensiun dari pekerjaannya, pasien ingin total beristirahat. Fungsi

pekerjaan rumah masih baik, mau membatu memasak ,dan merapikan rumah. Namun pasien

menjadi jarang berkomunikasi dan mulai engan menelpon rekan-rekan sekerjanya dulu, juga

malas beraktivitas diluar rumah.

Tahun 2003 pasien kembali terpukul akibat desakan Tn. Ahmat terhadap kepemilikan

rumah warisan tersebut. Setiap kali “down”,Ny Ani merasakan pikirannya seperti buntu telat

mikir,susah konsentrasi,malas beraktivitas,tanpa selera makan dan problem tidur. Setelah minum

“ obat Amitri…” biasanya kondisi membaik. Selanjutnya obat dikonsumsi diluar anjuran dokter.

Sejak tahun 2006 terlihat perubahan pada prilaku pasien. Obat-obatan atau vitamin sering

diminum melebihi dosis , karena pasien lupa apakah ia sudah meminumnya atau belum. Keluarga

menyadari ibunya semakin sering lupa sejak rentetan peristiwa yang sangat membebaninya.

Selain penurunan daya ingat, terjadi pula gangguan daya pikir lainnya. Menurut cucu-cucunya,

sang nenek mulai “telmi”/telat mikir dan “tidak nyambung”, sering mengulang pertanyaan dan

ucapannya. Akhirnya cucu-cucu malas berbicara dengan sang nenek.

Diskusi Tahap 3

Lima tahun belakangan ini pasien perlahan-lahan menunjukkan perubahan perilaku.

Pasien sering mengatakan bahwa dirinya orang bodoh karena sering lupa dan seketika tidak tahu

apa yang harus dikerjakan. Belakangan bukan hanya lupa barang-barang, tetapi salah

meletakannya. Pernah didapati makanan di lemari pakaian atau kunci dalam lemari es. Beberapa

kali nyaris terjadi kebakaran karena pasien lupa mematikan kompor gas sehabis

memasak ;memasaknya pun sudah tak dapat dilakukan dengan benar. Tak mampu lagi mengurus

atau menghitung uang dengan benar,padahal mantan karyawati senior bagian keuangan.

Sebelumnya pasien dikenal sebagai orang yang disiplin,sangat rapi,pembersih,menyukai

3

Page 4: makalah 1 ger

keteraturan (termasuk pemberian nama anak-anak yang disesuaikan dengan inisial namanya,yaitu

Ahmat-Ade-Ardi ,dalam keluarga sering terjadi kesalahpahaman akibat perfeksionisnya. Kini

keadaan sang ibu berubah draktis. Atas kejadian selama ini membuat keluarga bingung apa yang

sebenarnya terjadi. Sementara dimaklumi sebagai penyakit orang tua (“sakit tua”) akibat usia dan

peristiwa berat yang dialami.

Sejak tiga tahun ini pasien semakin sering. lupa /keliru nama anak-anaknya.terkadang

Nn.Ade dikira adik perempuannya,kedua anak laki-lakinya (Tn. Ahmat dan Tn. Ardi) sebagai

kakaknya atau mengira Tn.Ardi adalah suaminya. Kadang berbicara sendiri sambil menyebut

nama sang suami dan marah ketika dijelaskan bahwa suaminya telah tiada. Pasien telah keluar

sendirian dan tidak tahu alamat rumah sehingga diantar pulang oleh petugas keamanan. Pasien

menganggap ia hanya menginap sementara di rumah saudaranya ( sebenarnya rumahnya sendiri )

dan harus segera pulang karena orangtua ( padahal sudah lama meninggal) menunggu di rumah.

Mondar-mandir tanpa tujuan ,membongkar dan merapikan kembali baju-baju secara berulang.

Marah-marah tanpa sebab yang jelas,tiba-tiba menangis dan sebaliknya gembira berlebihan.

Keluarga kuatir akan kekambuhan depresinya.

Satu tahun terakhir keadaan makin memburuk,aktivitas dan perawatan diri. Walau pasien

masih dapat melakukan sendiri,seperti makan,mandi atau berpakaian,namun hasilnya akan

barantakan,sehingga perlu dibantu.

Gejala yang sama dialami pula oleh kakak perempuan pasien yang sebelum meninggal

menderita radang paru-paru akibat tidak bergerak, hanya di tempat tidur dan tidak bisa bicara

lagi.

Diskusi Tahap 4

Seorang wanita lansia, 65 tahun, tampak lebih tua dari usia, berpenampilan kurang rapi, ekspresi

gelisah.

Status internus dan Status dan Status Neurologis :

Saat kondisi fisik lebih tenang dalam posisi berbaring,hasil menunjukan : TD : 110/80 mmHg;

N:90X/m RR:20X/m, Suhu afebril, kulit lembab. Konjungtiva / sklera normal. Paru : sonor,

4

Page 5: makalah 1 ger

vesikuler ,ronkhi-/-. Jantung : BJ murni, murmur-, gallop-. Abdomen NT epigastrium, H/L: tidak

teraba, BU + normal. Fungsi motorik, sensorik dan koordinasi : dalam batas normal,kecuali

tremor kasar;refleks fisiologis normal,patologis:-

Laboratorum :dalam batas normal.

Status mental :

Kesadaran neurologis : compos mentis, psikologis dan social : terganggu. Aktivitas psikomotor

pada awal wawancara hiperaktif dengan ekspresi gelisah, irritable, sikap tidak komperatif, lalu

pada pertengahan wawancara tampak lebih tenang. Arus pikir produktivitas kurang, kontinuitas

inkohorensi, tanpa hendaya berbahasa. Gangguan isi pikir berupa waham curiga,non

bizar,sistematik. Gangguan persepsi halusinasi visual dan auditorik +, ilusi –, pemeriksaan fungsi

kognitif : penurunan memory jangka pendek /segera dan remote memory, perhatian/konsentrasi

terganggu ( seven serial test + ), disorientasi waktu,tempat dan orang,fungsi eksekutif (+pikiran

abstrak ) terganggu;Agnosia +,kemampuan menolong diri terganggu (Indeks ADL :11 Apraxia

+,IADL:8 fungsi eksekutif lainnya terganggu).

Pemeriksaan diagnostik lanjut/ penunjang :

Keluarga menolak diakukan pemeriksaan diagnostic lanjut (mis :CT Scan), kecuali lab,EKG,

Rontgent dengan alasan biaya. Pemeriksaan psikometri akan dilakukan bila kondisi pasien mulai

tenang.

Diskusi Tahap 5

5

Page 6: makalah 1 ger

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

STATUS PASIEN

Identitas

Nama : Ny.Ani

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Anamnesis

Keluhan Utama : Berteriak ketakutan dan mengamuk tanpa sebab yang jelas terutama pada

malam hari

Riwayat penyakit sekarang :

Sejak kapan berlangsung ?

Merasa ketakutan karena apa? karena adanya halusinasi visual dan auditorik (+) pada

anamnesis didapatkan pasien berulang kali berteriak “ pergi kamu “ dengan ekspresi

ketakutan. Kadang diikuti pula dengan gerakan seperti memukuli seseorang. Hal itu tidak

jelas ditunjukan kepada siapa, karena tidak ada orang lain di kamarnya (2).

Apakah ada keluhan lain ? pada pasien ini ada keluhan lain yaitu gelisah, pusing,

mulut bibir kering,nafsu makan menurun,sulit bab diduga akibat efek kolinergik dari

pemakaian obat “amitri….”

Bagaimana kehidupan sosialnya?

6

Page 7: makalah 1 ger

Riwayat penyakit dahulu :

apakah dulu sudah pernah terjadi?

apakah pernah trauma?

Riwayat penyakit keluarga :

Apakah ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa ? Gejala yang sama dialami

pula oleh kakak perempuan pasien yang sebelum meninggal menderita radang paru-paru

akibat tidak bergerak, hanya di tempat tidur dan tidak bisa bicara lagi.

Riwayat pengobatan :

sudah mengkonsumsi obat apa? obat tidur (untuk mengatasi masalah tidur ),obat

“amitri…..”(kemungkinan golongan antidepresan trisiklik)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : pasien tampak lebih tua dari usianya , penampilan kurang rapi, ekspresi

gelisah, kondisi fisik lebih tenang dalam posisi berbaring

Tanda vital :

Tekanan darah : 110/80 mmHg ( normal : <120/<80 ) normal

Nadi : 90x/m ( normal : 60-100 x/m ) normal

Pernapasan : 20x/m ( normal : 16-20 x/m ) normal

Suhu : afebril normal

Pemeriksaan fisik :

kepala dan leher : mata ( konjungtiva/sklera normal )

abdomen :

Nyeri tekan epigastrium di duga adanya peradangan intra abdominal ( gastritis )

Hati/Lien:tidak teraba normal

Bising Usus + normal

7

Page 8: makalah 1 ger

ekstremitas : -

jantung paru :

Paru : perkusi sonor , suara napas vesikuler , suara napas tambahan ronkhi -/- normal

Jantung : BJ murni,murmur -,gallop - normal

Kulit : lembab tidak ada dehidrasi

Fungsi motorik, sensorik dan koordinasi : dalam batas normal, kecuali tremor kasar gejala

parkinsonisme

Refleks fisiologis normal, patologis:- normal

Pemeriksaan penunjang

pemeriksaan laboratorium : dalam batas normal.

Status mental :

1. Deskripsi umum

Pasien tampak lebih tua dari usianya, penampilan kurang rapi, ekspresi gelisah Kesadaran

neurologis :compos mentis, psikologis dan social : terganggu. Aktivitas psikomotor pada

awal wawancara hiperaktif dengan ekspresi gelisah, irritable, sikap tidak komperatif.

2. Afek dan mood : -

3. Gangguan persepsi

halusinasi visual dan auditorik +, ilusi –

Karena pada anamnesis didapatkan pasien berulang kali berteriak “ pergi kamu “

dengan ekspresi ketakutan. Kadang diikuti pula dengan gerakan seperti memukuli

seseorang. Hal itu tidak jelas ditunjukan kepada siapa,karena tidak ada orang lain di

kamarnya

4. Gangguan pikiran

Arus pikir produktivitas kurang, kontinuitas inkohorensi, tanpa hendaya berbahasa.

Gangguan isi pikir berupa waham curiga, non bizar, sistematik.

5. Pengendalian impuls : -

6. Daya nilai : -8

Page 9: makalah 1 ger

7. Tilikan : -

8. Taraf dapat dipercaya : -

9. Penilaian kognitif

pemeriksaan fungsi kognitif : penurunan memory jangka pendek /segera dan remote

memory, perhatian/konsentrasi terganggu ( seven serial test + ), disorientasi waktu, tempat

dan orang, fungsi eksekutif (+pikiran abstrak ) terganggu; Agnosia +.

10. Taraf intelektual : -

11. Fungsional assessment

kemampuan menolong diri terganggu (Indeks ADL :11 Apraxia +, IADL:8 fungsi

eksekutif lainnya terganggu).

12. Kompetensi : -

pemeriksaan tambahan : pemeriksaan psikometri (MMSE,CTD) akan dilakukan bila kondisi

pasien mulai tenang.

Psikometri hasil CDT dan MMSE, sebagai berikut :

Pemeriksaan CDT didapatkan hasil:

- pasien dapat menggambar lingkaran yang

tertutup (benar -skor 1)

- pasien dapat meletakkan angka-angka (1-12)

dengan benar (benar -skor 1)

- pasien tidak dapat meletakan angka ke-12 angka

dengan tepat (salah-skor 0)

- pasien tidak dapat meletakkan jarum jam dalam

posisi yang benar (salah-skor 0)

Hasil skor CDT adalah 2 gangguan kognitif

( skor 0-3 ) (3)

9

Page 10: makalah 1 ger

CDT merupakan pelengkap dari pemeriksaan MMSE dan sebagai gambaran dari fungsi frontal

dan Temporoparietal pada pasien. Selain itu, digunakan untuk menilai kemampuan pasien dalam

mengikuti instruksi serta kemampuan melakukan aktifitas kompleks seperti, planning,

organizing, sequencing, pikiran abstrak, dan kemampuan motorik pasien. (2)

Pemeriksaan MMSE didapatkan hasil:

Orientasi : 2

Registrasi : 3

Atensi dan kalkulasi : 1

Recall : 1

Bahasa : 3 (nama benda : 1;

pengulangan/pengertian verbal : 0 , baca : 1 ,

tulis : 1)

Total : 10 moderate cognitive impairament

Visuospasial : 0 ( 2 bentuk gambar yang tidak

saling bertindih ) (2)

Dari hasil psikometri dengannilai CDT = 2 dan MMSE = 10 dan visospasial menunjukkan

adanya penurunan atau gangguan fungsi kognitif yang nyata pada pasien. Hal ini menunjukkan

bahwa pemeriksaan psikometri ini menguatkan diagnosis.

MMSE dan CDT digunakan untuk mengetahui adanya gangguan kognitif tapi ada perbedaan

pada kedua pemeriksaan tersebut : (4)

10

Page 11: makalah 1 ger

1. MMSE :

a. Digunakan secara luas, mudah dan waktu pemeriksaan singkat

b. Kekurangannya tanpa penilaian judgment dan insight, tidak sensitive untuk

kelaianan hemisfer kanan dan lobus frontal

2. CDT :

a. Melengkapi MMSE, terurama gambaran fungsi frontal dan temporoparietal

b. Menilai kemampuan mengikuti instruksi yang kompleks seperti planning,

organzing, sequencing, pikiran abstrak dan kemampuan motorik.

Skema perjalanan penyakit :

Diagnosis

Diagnosis kerja : Demensia Alzheimer

Faktor resiko pada pasien ini karena keditakharmonisan keluarga,efek kolinergik dari

pemberian obat “amitri…”,usia yang sudah lanjut

Diagnosis banding :

- Gangguan tidur (parasomnia )

11

Page 12: makalah 1 ger

- Gangguan mental (depresi)

- Efek samping antidepresan

Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan :

1. Penurunan kemampuan daya ingat dan daya fikir yang sampai mengganggu kegiatan

harian seseorang (personal activities of daily living) seperti: Mandi, berpakaian, makan,

kebersihan diri, buang air besar, dan kecil,

2. Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), gejala dan disabilitas sudah nyata

untuk paling sedikit 6 bulan (7).

Pedoman diagnostik F00 Demensia pada alzheimer adalah sebagai berikut;

1. Terdapatnya gejala demensia

2. Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit

ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan

tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau)

secara nyata

3. Tidak adanya yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit

otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme,

hiperkalsemia, defisiensi vitamin B 12, Defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus

bertekanan normal, atau hematom subdural)

4. Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal

seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan

inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini

dikemudian hari dapat bertumpang tindih)

Pedoman diagnostik F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer Onset Dini adalah sebagai

berikut;12

Page 13: makalah 1 ger

1. Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun

2. Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi)

3. Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan faktor yang menyokong

diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi (7)

Diagnosis multiaksial

Axis I : F00.0 demensia pada penyakit alzheimer onset dini

Axis II : ciri keperibadian anankastik

Axis III : gastritis, penyakit alzheimer

Axis IV : keluarga, ekonomi, pekerjaan.

Axis V : current : 50 ,HLPY : 60

Mekanisme/ Patofisiologi

Produksi dan akumulasi dari β-amyloid kematian sel defisiensi neurokimia

(asetilkolin,somatostatin,neuropeptida,substansiP,CRF,noreprine,serotonin) gangguan prilaku

dan kognitif

13

Page 14: makalah 1 ger

Patofisiologi ini menggabungkan berbagai teori-teori tentang yaitu tentang adanya

pembentukan beta amiloid, kematian sel neuron dan proses neuropatologis dan deficit

neurotransmitter

Ada faktor resiko terjadinya Alzheimer pada pasien ini , misalnya usia lanjut, depresi ,

riwayat keluarga , yang berkibat makin rentannya pasien ini mengalami demensia alzheimer

Selain itu, adanya pembentukan b-amiloid berlebihberlebih mengakibatkan terjadinya oksidasi

dan excitotoxicity yang dapat mengakibatkan kematian sel neuron . Selain itu b amiloid juga

menyebabkan terjadinya penumpukan b-amiloid dan inflamasi sehingga mengakibatkan

pembentukan plak senilis dan aktvasi mikroglial yang juga memperparah terjadinya kematian sel

neuron. Akibat kematian sel neuron ini , terjadilah deficit neurotransmitter, terutama asetilkolin

dan norepinefrin yang mengakibatkan munculnya perubahan kognitif dan kepribadian pasien (3)

Penatalaksanaan :

Pasien tidak dirawat karena tidak adanya perilaku yang mengancam nyawa

Stop pemberian obat amitri

a) Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi

untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga

harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya

kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat-

obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. Donezepil,

rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang digunakan untuk

mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut

menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi

neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan

tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang

yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi

kolinergik.Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan

karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai 14

Page 15: makalah 1 ger

rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek

samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. (6)

Terapi farmakologi pada pasien demensia berupa (5):

•Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg

•Antipsikotika atipik:

o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg

o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75

o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg

o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Abilify 1 x 10 - 15 mg

•Anxiolitika

o Clobazam 1 x 10 mg

o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg

o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg

o Buspirone HCI 10 - 30 mg

o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg

o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

•Antidepresiva

o Amitriptyline 25 - 50 mg

o Tofranil 25 - 30 mg

15

Page 16: makalah 1 ger

o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)

o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1

x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.

o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)

•Mood stabilizers

o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg

o Topamate 1 x 50 mg

o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg

o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg

o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg

o Priadel 2 - 3 x 400 mg

b) Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan

demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek

hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak

pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi

fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien

menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin

sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga

kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan

dirinya (sense of self) menghilang (6).

Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif

sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya.

16

Page 17: makalah 1 ger

Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan

disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh

dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat

dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan

fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara

“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah

orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan

untuk masalah-masalah daya ingat. Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien

dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,

kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh

keluarganya (6).

Bentuk terapi psikososial pada pasien :

- Pada pasien

o Rehabilitasi kognitif

o Aktivitas terstruktur

o Terapi musik, pemijatan

o Kesehatan tidur/nutrisi

- Intervensi lingkungan

o Penyesuaian fisik dengan suasana aman-nyaman-tenang

o Warna ruang yang lembut, leluasa bergerak, musik yang sesuai

o Hindari lukisan seram, pajangan cermin yang banyak

o Hati-hati dering telepon yang berisik

o Familiar, konstan, tidak berubah-ubah

- Keluarga

o Informasi/edukasi diagnosis dan terapi, diskusi ke depan tentang prognosis,

konseling

17

Page 18: makalah 1 ger

o Manfaatkan sarana ang ada pada masyarakat (day care, caregiver) untuk pasien

maupun keluarga

c) Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain

Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk penguat

metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat

memperlambat perkembangan penyakit ini.

Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya

bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obat

antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit

Alzheimer. Vitamin E menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit (6).

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Prognosis tergantung dari 3 faktor :

1. Derajat beratnya penyakit merupakan faktor yang paling mempengaruhi prognostik

2. Variabilitas gambaran klinis

3. Perbedaan individual seperti usia,keluarga demensia,dan jenis kelamin

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

18

Page 19: makalah 1 ger

Penyakit Alzhemair

I. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa

adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma,

neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi

penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang

mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya

defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron.

Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan

calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau

terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit

genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi

beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut

terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika (8).

II. Patogenesa

Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu :

1. Faktor genetik

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui

gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer

mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal

Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat

kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset

didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome

mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles

(NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang

menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit

alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah

dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada 19

Page 20: makalah 1 ger

sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6,

keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika

pada alzheimer. (8)

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer

yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif.

Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik

dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga

berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan

antara lain (8):

a. manifestasi klinik yang sama

b. Tidak adanya respon imun yang spesifik

c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat

d. Timbulnya gejala mioklonus

e. Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam

patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc.

Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan

neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat

dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal

primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan

ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada

dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy

D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan

kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron (8).

20

Page 21: makalah 1 ger

4. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan

kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin

alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna

dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan

penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor

immunitas (8).

5. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma

kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada

otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan

yang sangat penting seperti:

a. Asetilkolin

Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter

dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan

penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan

biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris

pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan

neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis

neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu

didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada

orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat

mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer

b. Noradrenalin

21

Page 22: makalah 1 ger

Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak

penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat

yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.

Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer

menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al(1987),

Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-

mortem penderita alzheimer.

c. Dopamin

Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio

hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita

alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi

regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.

d. Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid

pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis

dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan

maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus

berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya

neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis

e. MAO (Monoamine Oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal

MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian

kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer,

didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat

pada daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.

III. GEJALA KLNIK

22

Page 23: makalah 1 ger

Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan, sehingga pasien

dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat

beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:

o Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)

o Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired

o Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex contructions

o Language : poor woordlist generation, anomia

o Personality : indifference,occasional irritability

o Psychiatry feature : sadness, or delution in some

o Motor system : normal

o EEG : normal

o CT/MRI : normal

o PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion

o Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)

o Memory : recent and remote recall more severely impaired

o Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions

o Language : fluent aphasia

o Calculation : acalculation

o Personality : indifference, irritability

o Psychiatry feature : delution in some

o Motor system : restlessness, pacing

23

Page 24: makalah 1 ger

o EEG : slow background rhythm

o CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent

o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion

o Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)

o Intelectual function : severely deteriorated

o Motor system : limb rigidity and flexion poeture

o Sphincter control : urinary and fecal

o EEG : diffusely slow

o CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent

o PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion (8).

IV. KRITERIA DIAGNOSA

Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu:

1. Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:

o Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental

atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik

o Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2

o Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

o Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun

o Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2. Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:

24

Page 25: makalah 1 ger

o Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan motorik,

dan persepsi

o ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku

o Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi

o Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti

peningkatan aktivitas gelombang lambat

o Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri

3. Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia

lainnya terdiri dari:

o Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi,

emosi, kelainan seksual, berat badan menurun

o Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut

dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot, mioklonus atau

gangguan berjalan

o Terdapat bangkitan pada stadium lanjut

4. Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas

terdiri dari:

o Awitan mendadak

o Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit lapang

pandang dan gangguan koordinasi

o Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan

5. Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:

25

Page 26: makalah 1 ger

o Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau kelainan

sistemik yang menyebabkan demensia

o Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia,

defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab

lainnya

6. Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik tersangka

penyakit alzheimer dab didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi atau otopsi.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara

umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-

1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal,

anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap

utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:

a. Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi

protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus,

amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain

didapatkan ada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome,

parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan

beratnya demensia.

b. Senile plaque (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi

filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor

protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini

terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit

26

Page 27: makalah 1 ger

didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik.

Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile

plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan

senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.

c. Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer

sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal

lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak

termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik

terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus

serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan

faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental

binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.

d. Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus.

Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini

sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan

pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

e. Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus

cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,

parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada

lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al

menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

27

Page 28: makalah 1 ger

2. Pemeriksaan neuropsikologik

Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan

neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum

danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk

menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan

memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi

neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:

a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui bila terjadi

perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.

b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan

kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi

fokal, faktor metabolik, dangangguan psikiatri

c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena

berbagai penyebab.

3. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi

perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan

dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti

multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya

merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran

ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga

kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan

pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini

mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler

(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia

awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah

subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan

fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari 28

Page 29: makalah 1 ger

penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari

hipokampus.

4. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit

Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik

5. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2,

dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini

sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi

penelitian neuropatologi

6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi

dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan

PET) tidak digunakan secara rutin.

VI. PENATALAKSANAAN

Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan

patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan

rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum

mempunyai efek yang menguntungkan (8).

1. Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan

simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar

asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang

bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini

dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung.

29

Page 30: makalah 1 ger

2. Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan

thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%),

hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida

dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi

kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.

3. Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi

kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita

alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.

4. Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan

noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2

reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang

kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif

5. Haloperiodol

Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan

tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala

tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant

(amitryptiline 25-100 mg/hari)

6. Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan

enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas

asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1

tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas

kerusakan fungsi kognitif.

30

Page 31: makalah 1 ger

BAB IV

KESIMPULAN

Penyakit alzeimer sangat sukar di diagnose hanya berdasarkan gejala-gejala klinik tanpa

di korfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuropatologi,neuropsikologis,MRI,SPECT,PET.

Sampai saat ini penyebab yang pasti belum di ketahui,tetapi faktor genetik sangat menentukan

( riwayat keluarga ),sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi genetic.

Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan . hanya dilakukan secara

empiris,simptomatik,dan suportif,untuk menyenangkan penderita atau keluarganya.

31

Page 32: makalah 1 ger

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Silbernagl S, Lang F. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi (Color Atlas of

Pathophysiology). Jakarta: EGC.

2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – Geriatri, Jilid III, Edisi IV, FKUI, 2006.

3. Darmojo Boedhi. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) 4th ed. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2009

4. Mayo Clinic. Alzheimer Disease. Available at

http://www.mayoclinic.com/health/alzheimers-disease/DS00161 Acessed on 11 juni 2011

5. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Available at

http://www .idijakbar.com/prosiding/delirium.html accessed on 7 Juni 2011.

6. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and

cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins

7. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67

8. Japardi,I. PENYAKIT ALZHEIMER, Fakultas Kedokteran Uiversitas Sumatera Utara.

available at http://www.google.co.id/url?

sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBUQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id

%2Fbitstream%2F123456789%2F1996%2F1%2Fbedah-iskandar

%2520japardi38.pdf&rct=j&q=alzheimer

%20usu&ei=_yrzTbDhK4TPrQef4pTxBg&usg=AFQjCNFeIDvKfndPh_9P_Yop2jknZ5

MvUQ&sig2=8dhymXZtqq7iIyrbhsb0Mw&cad=rja accessed at 7 juni 2011

32