Referat Forensik

30
I. PENDAHULUAN Superimposisi Craniofacial adalah proses yang bertujuan untuk mengidentifikasi seseorang dengan menumpang tindihkan foto dengan model tengkorak. Proses ini biasanya dilakukan secara manual oleh antropolog forensik. Sehingga memakan waktu dan memperlihatkan beberapa kesulitan dalam menemukan kecocokan yang mendekati antara model 3 dimensi dari tengkorak dengan foto 2 dimensi wajah. Photographic Supra-Projection adalah proses forensik dimana foto atau video dari orang hilang di bandingkan dengan tengkorak yang ditemukan. Dengan memproyeksikan kedua foto diatas, antropolog forensik dapat mencoba untuk menetapkan apakah itu adalah orang yang sama. 1 Untuk melakukannya, dibutuhkan tengkorak 3 dimensi yang lebih akurat. Selanjutnya, dipikirkan dua pasang titik radiometrik yang cocok (titik – titik antropometrik di wajah dalam foto subyek dan titik – titik antropometrik cranial dalam model tengkorak yang didapatkan). Kemudian, tahap pengambilan keputusan dimulai dengan menganalisis jenis perbedaan yang diperoleh antara titik – titik tersebut. Beberapa diantara mereka akan benar – benar cocok, dan beberapa hanya sebagian yang cocok, dan sisanya tidak cocok. Setelah seluruh proses, ahli forensik harus mengumumkan jika tengkorak yang dianalisa sesuai dengan orang hilang tersebut atau tidak. 1 1

description

forensik

Transcript of Referat Forensik

Page 1: Referat Forensik

I. PENDAHULUAN

Superimposisi Craniofacial adalah proses yang bertujuan untuk

mengidentifikasi seseorang dengan menumpang tindihkan foto dengan model

tengkorak. Proses ini biasanya dilakukan secara manual oleh antropolog forensik.

Sehingga memakan waktu dan memperlihatkan beberapa kesulitan dalam

menemukan kecocokan yang mendekati antara model 3 dimensi dari tengkorak

dengan foto 2 dimensi wajah. Photographic Supra-Projection adalah proses

forensik dimana foto atau video dari orang hilang di bandingkan dengan

tengkorak yang ditemukan. Dengan memproyeksikan kedua foto diatas,

antropolog forensik dapat mencoba untuk menetapkan apakah itu adalah orang

yang sama.1

Untuk melakukannya, dibutuhkan tengkorak 3 dimensi yang lebih akurat.

Selanjutnya, dipikirkan dua pasang titik radiometrik yang cocok (titik – titik

antropometrik di wajah dalam foto subyek dan titik – titik antropometrik cranial

dalam model tengkorak yang didapatkan). Kemudian, tahap pengambilan

keputusan dimulai dengan menganalisis jenis perbedaan yang diperoleh antara

titik – titik tersebut. Beberapa diantara mereka akan benar – benar cocok, dan

beberapa hanya sebagian yang cocok, dan sisanya tidak cocok. Setelah seluruh

proses, ahli forensik harus mengumumkan jika tengkorak yang dianalisa sesuai

dengan orang hilang tersebut atau tidak.1

II. DEFINISI

Superimposisi adalah suatu sistem pemeriksaan untuk menentukan identitas

seseorang dengan membandingkan korban semasa hidupnya dengan tengkorak

yang ditemukan.2 Superimposisi merupakan penempatan dari suatu gambar/video

diatas sebuah gambar atau video yang telah ada, biasanya untuk menambah suatu

efek gambar tertentu, tetapi kadang – kadang juga untuk menyembunyikan

sesuatu.3

Photographic Superimposition adalah proses forensik dimana foto orang

hilang ditumpangtindihkan dengan tengkorak yang ditemukan untuk mengetahui

identitasnya.4

1

Page 2: Referat Forensik

Video Superimposition adalah proses forensik dimana mirip dengan

photography superimposition hanya saja metode ini lebih menggunakan video

sehingga spesifik dan lebih cepat.3

III. IDENTIFIKASI UMUM TULANG TENGKORAK

a. Ras

Antropolog memiliki banyak metode elaborasi dalam mengevaluasi ras dan populasi jika ditemukan tulang. Tulang tengkorak mencerminkan beberapa karakteristik dari populasi yang cukup diandalkan tetapi mungkin membingungkan bila orang tersebut adalah seorang keturunan campuran.5

- Caucasoid

Pada keturunan Caucasoid, memiliki karakteristik wajah yang

panjang dan sempit, dasar tulang orbita rectangular, Apertura nasalis

sempit dan oval, Inferior nasal spine tajam, tulang nasal menengah,

sudut mandibula sedikit tumpul, tulang zygomaticus cenderung

mundur terhadap tulang fasial. 5

Gambar 1 Gambar karakteristik di tengkorak manusia dengan

keturunan Caucasoid dalam pandangan frontal dan lateral

- Negroid

Pada keturunan Negroid, memiliki karakteristik wajah yang

prognathic, dasar tulang orbita oval cenderung persegi empat,

Apertura nasalis bulat, Inferior nasal spine pendek, tulang nasal

pendek, sudut mandibula tumpul, tulang zygomaticus tidak begitu

menjorok ke depan relatif terhadap tulang fasial. 5

2

Page 3: Referat Forensik

Gambar 2 Gambar karakteristik di tengkorak manusia dengan

keturunan Negroid dalam pandangan frontal dan lateral

- Mongoloid

Pada keturunan Mongoloid, memiliki karakteristik wajah yang datar,

dasar tulang orbita bundar, Apertura nasalis lebar dengan selokan

rendah, Inferior nasal spine tumpul, tulang nasal menonjol, sudut

mandibula hampir tepat, tulang zygomaticus yang menonjol. 5

3

Page 4: Referat Forensik

Gambar 3 Gambar karakteristik di tengkorak manusia dengan

keturunan Mongoloid dalam pandangan frontal dan lateral

Tabel Ciri-ciri morfologi untuk penilaian rasial tengkorak dan rahang bawah

b. Jenis Kelamin

- Laki – Laki

Dagu pada tengkorak laki – laki cenderung lebih petak dan lebih

lancip daripada perempuan, dahi lebih landai, berbentuk lebih

panjang, processus mastoideus, arcus zigomaticus, dan protuberentia

occipitalis lebih menonjol. 5

Gambar 4 A: laki-laki

- Perempuan4

Page 5: Referat Forensik

Dagu pada tengkorak perempuan lancip, dahi lebih lurus, berbentuk

lebih pendek dan lebar, processus mastoideus, arcus zigomaticus, dan

protuberentia occipitalis kurang menonjol dan kurang tegas. 5

Gambar 5 B: perempuan

Tabel Identifikasi jenis kelamin dari tengkorak kepala6

No Yang membedakan Laki – laki Perempuan1 Ukuran Kapasitas intrakranial

lebih besar 10 % dari perempuan

Kapasitas intrakranial lebih kecil 10% dari laki – laki

2 Glabella Kurang menonjol Lebih menonjol3 Daerah supra orbita Lebih menonjol Kurang menonjol4 Processus mastoideus Lebih menonjol Kurang menonjol5 Protuberantia occipitalis Lebih menonjol Kurang menonjol6 Arcus zigomaticus Lebih menonjol Kurang tegas7 Dahi Curam,agak datar Bulat/bundar8 Eminentia frontalis Lebih menonjol Kurang menonjol9 Orbita Letak lebih rendah,

relatif lebih kecil, batas agak bulat dan berbentuk seperti persegi empat

Lebih tinggi, relatif lebih besar, batas tajam dan berbentuk bulat

10 Nasion Angulasi jelas Angulasi kurang menonjol

11 Malar prominence Lebih lengkung Lebih datar12 Lobang hidung Lebih tinggi dan

sempitLebih rendah dan luas

13 Eminentia parietalis Kurang Lebih14 Condilus occipitalis Besar Kecil15 Condylar facet Panjang dan sempit Pendek dan luas16 Foramina Lebih besar Lebih kecil17 Palatum Lebih besar dan

berbentuk seperti huruf “U”

Lebih kecil dan parabolic

5

Page 6: Referat Forensik

18 Digastric groove Dalam Dangkal19 Sinus frontalis Lebih berkembang Kurang berkembang20 Gigi Lebih besar Lebih kecil21 Permukaan tulang Permukaan seluruhnya

kasar dengan tempat perlekatan otot yang lebih menonjol

Seluruhnya halus dengan tempat perlengketan otot yang kurang menonjol

c. Umur

Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil, usia

kanak – kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda, dan dewasa tua. 5

Usia perinatal yaitu bayi yang belum lahir, dapat ditentukan dari

ukuran tulang. Pada neonatus dan bayi yang belum mempunyai gigi sangat

sulit untuk menentukan usianya karena pengaruh proses pengembangan yang

berbeda pada masing – masing individu. Pada bayi dan anak kecil biasanya

telah memiliki gigi. 5

Masa kanak – kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai tumbuh.

Masa remaja menunjukkan pertumbuhan tulang panjang dan penyatuan pada

ujungnya. Penyatuan ini merupakan teknik yang berguna dalam penentuan

usia. Masing – masing epifisis akan menyatu pada diafisis pada usia – usia

tertentu.5

Dewasa muda dan dewasa tua dinilai dari penutupan sutura kranium

yang perlahan – lahan menyatu, morfologi pada ujung iga berubah sesuai

dengan umur. Iga berhubungan dengan sternum melalui tulang rawan. Ujung

iga saat mulai terbentuk tulang rawan awalnya berbentuk datar, namun selama

proses penuaan ujung iga mulai menjadi kasar dan tulang rawan menjadi

berbintik – bintik. Iregularitas dari ujung iga mulai ditentukan saat usia

menua.5

Perubahan yang berkaitan dengan umur secara kasar dibagi ke dalam

dua kategori (Bruce dan Young 1998): 6

Perubahan bentuk, yang dapat terjadi saat proses pertumbuhan (strain

cardioidal) atau berat badan atau rugi.

Dan perubahan karakteristik tekstur permukaan wajah dan warna kulit

dan rambut. Burt dan Perret (1995) menyelidiki isyarat visual pada usia

dengan menggunakan komposit wajah, dengan pencampuran warna dan

6

Page 7: Referat Forensik

informasi dari beberapa penyusun wajah. Dengan menggunakan teknik

grafis komputer Burt dan Perret mengumpulkan sejumlah wajah laki-laki

mulai dari usia 20-60 tahun dalam tujuh kelompok usia tertentu. Mereka

menemukan subyek yang cukup akurat dalam menilai usia gambar asli.

Gambar komposit yang dihasilkan dari beberapa gambar wajah yang

berbeda, dengan rata-rata bentuk wajah dan kemudian pencampuran

merah, hijau dan biru intensitas (warna RGB) di seluruh piksel. Hal ini

dicapai dengan menggunakan komputer atau teknik morphing warping,

di mana keselarasan merupakan kunci penting atau landmark pada setiap

wajah, kemudian didapat rata-rata sama tanpa mengaburkan karena

misalignment fitur dari wajah yang berbeda.6

d. Penentuan Ciri Khusus

Pada penentuan ciri khusus ini diharapkan dapat menentukan

identifikasi seseorang secara lebih akurat daripada sekedar mencari informasi

tentang usia/jenis kelamin. Misalnya: terdapat gigi yang terbungkus logam,

ada sejumlah gigi yang tanggal atau patah, tanda – tanda dekompresi maupun

trauma.5

IV. ANTROPOMETRI CRANIOFACIAL

a. Titik-Titik Antropometrik

Penanda pada tengkorak yang sering digunakan meliputi :

Craniometric Landmark : 7

1. Dacryon (Da) : penghubung antara tulang frontal, maksilla, dan tulang

lakrimalis di dinding lateral dari mata.

2. Frontomalar Temporal (Fmt) : titik paling lateral yang menghubungkan tulang

frontal dan tulang zigomatikum

3. Glabella (G) : titik paling menonjol antara pinggir supraorbita di bidang

midsagittal

4. Gnathion (Gn) : titik tengah yang dibangun antara titik paling depan dan

paling bawah di dagu

7

Page 8: Referat Forensik

5. Gonion (Go) : titik yang dibangun oleh perpotongan garis singgung antara

ramus asendens dari margin posterior dan basis mandibula, atau titik paling

lateral pada angulus mandibula

6. Nasion (N) : titik tengah sutura antara tulang frontal dan 2 tulang hidung

7. Nasospinale (Ns) : titik dimana garis ditarik antara margin yang lebih rendah

dari apertura hidung kiri dan kanan yang berpotongan dengan bidang

midsagittal

8. Pogonion (Pog) : titik paling anterior di garis tengah pada protuberans

mentalis

9. Prosthion (Pr) : apex dari alveolus di garis tengah antara gigi insisivus

sentralis rahang atas

10. Zygion (Zy) : titik paling lateral dari arcus zygomatikum

Gambar 6 Dari kiri ke kanan, craniometric landmarks utama: gambaran lateral

dan frontal

Sementara itu, face landmark yang paling lazim digunakan adalah :

Cephalometric Landmark : 7

1. Alare (Al) : titik paling lateral dari alar contour

2. Ectocanthion (Ec) : titik dari komisura eksterna (canthus lateralis) dari fissura

palpebra tepat di sebelah medial dari tuberkulum malar (Whitnall) yang man

melekat ligamentum palpebra

3. Endocanthion (En) : titik di komisura interna (canthus medial) dari fissura

palpebra

4. Glabella (g’) : di garis tengah, titik yang paling menonjol dari alis8

Page 9: Referat Forensik

5. Gnathion (gn’) : titik di tengah dagu antara Pog dan Me

6. Gonion (go’) : titik paling lateral dari garis rahang di angulus mandibula

7. Menton (Me) : titik terbawah dari bidang midsagittal di dagu

8. Nasion (n) : di garis tengah, titik cekung maksimum antara hidung dan dahi.

Frontal, titik ini terletak di titik tengah garis singgung antara lipatan palpebra

superior kanan dan kiri

9. Pogonion (pog’) : titik paling anterior dari dagu

10. Labiale inferius (Li) : titik tengah di garis vermilion dari bibir bawah

11. Labiale superius (La) : titik tengah di garis vermilion dari bibir atas

12. Subnasale (sn) : titik tengah dari dasar columella di sudut dimana batas bawah

septum nasal bertemu bibir atas

13. Tragion (t) : titik di cekukan tepat di atas tragus telinga; dia berada tepat 1

sampai 2 mm dibawah tulang belakang dari helix, yang dapat diraba

14. Zygion (Zy’) : titik paling lateral dari regio pipi (zygomaticomalar)

Gambar 7 Dari kiri ke kanan, cephalometric landmarks utama: gambaran lateral

dan frontal

b. Garis-Garis Antropometrik8

1. PNS = posterior nasal spine

2. Gn = gnathion (titik paling bawah depan di atas kontur dari symphysis tulang

pipi yang terletak di bisektris dari N-Pg dan bidang mandibular)

3. Ba = basion (titik terbawah di atas batas depan dari foramen magnum)

4. SE = sphenoidale (titik di persimpangan antara sisi atas sphenoid dan bagian

depan dari dasar kranial, yang dianggap mereprentasikan penghubung antara

tulang ethmoid bagian depan dan tulang sphenoid bagian belakang)

5. H = titik paling atas depan dari tulang hyoid

9

Page 10: Referat Forensik

6. MP-SN = sudut antara garis dari Gn ke Me (bidang mandibular) dan garis dari

S ke N

7. N-S-Ba = sudut antara N dan S serta antara S dan Ba (sudut pelana)

8. N-S-Gn (sudut Y-axis) = sudut antara N dan S serta S dan Gn

9. Co-Go-Me (sudut gonial) = sudut antara Co dan Go serta antara Go dan Me

10. Co-Go = jarak dari Co ke Go (ramus manibula)

11. ANS-PNS = jarak dari ANS ke PNS (dasar maksila)

12. TPFH = tinggi total wajah bagian posterior (jarak dari S ke Go)

13. P = ujung uvula

Gambar 8 Garis-garis antropometrik wajah

V. METODE SUPERIMPOSISI

a. Metode Konvensional

Superimposisi digunakan untuk mengidentifikasi atau dalam beberapa

kasus, menyangkal identitas orang yang dicurigai tersebut dengan

menggunakan salah satu teknik superimposisi yang ada. Prinsip-prinsip utama

superimposisi craniofacial sama dengan rekonstruksi craniofacial. Hal ini

adalah untuk mengatakan bahwa korelasi muka dengan tengkorak sangat

penting. Ini termasuk memberikan perhatian khusus pada garis dari dua

gambar yang ditumpahtindihkan, landmark atau titik antropometrik pada

10

Page 11: Referat Forensik

wajah dalam kaitannya dengan tengkorak, ketebalan jaringan lunak dan

morfologi umum dari tengkorak.9

Foto dari seorang individu secara manual ditumpangkan pada gambar

tengkorak untuk perbandingan. Teknik ini paling sering digunakan untuk

menghilangkan ketidakcocokan dari korban. Foto-foto korban yang pertama

kali dikumpulkan. Kemudian foto tengkorak yang cocok diambil pada setiap

individu. Kedua foto tersebut diperbesar sesuai ukuran sebenarnya. Foto

tengkorak ini kemudian ditumpangkan pada foto individu. Langkah-langkah

ini diulang untuk setiap individu dan dibandingkan hasilnya. 9

Keterbatasan utama dari metode ini adalah, diperlukan pembesaran

gambar tengkorak dan foto individu, juga tengkorak perlu diposisikan

sedemikian rupa sehingga sesuai dengan orientasi foto individu.9

Superimposisi fotografi adalah metode yang dipelopori oleh furue.

Metode ini melibatkan penggunaan dua cermin untuk memproyeksikan

gambar foto wajah di atas tengkorak. Cermin pertama adalah cermin optik

penuh diposisikan secara langsung berlawanan dengan foto. Cermin kedua

adalah cermin setengah perak ditempatkan pada sudut 45⁰ ke cermin optik

penuh dan sejalan dengan tengkorak. Perspektif akurasi dicapai dengan

memastikan jarak cermin setengah perak ke tengkorak (D1) sama dengan

jumlah jarak cermin optik penuh ke foto (d1) dengan jarak cermin optik penuh

untuk cermin setengah-perak (d2). Artinya, D1 = d1 + d2. Lensa 35mm

kamera single lens reflex (SLR) dengan fokus layar kaca gambar split standar

digantikan oleh sebuah fokus layar gambar udara yang ditetapkan pada ujung

berlawanan dari tengkorak. Jarak kamera ke tengkorak juga penting untuk

mencapai prospektif yang benar. Maksudnya adalah bahwa jarak ini kira – kira

sama dengan jarak dimana foto wajah awalnya diambil.10

11

Page 12: Referat Forensik

Gambar 9 Superimposisi Metode Konvensional

b. Metode Superimposisi dengan Bantuan Komputer

Dasar ilmiah dari Craniofacial Superimposisi didirikan oleh Broca

(1875) dan Bertillon (1896) lebih dari 100 tahun yang lalu. Sejak itu,

Craniofacial Superimposisi berkembang sebagai teknologi baru yang tersedia.

Pertama identifikasi dengan cara Craniofacial Superimposisi terdiri dari

memperoleh negatif dari foto wajah asli dan menandai titik - titik cephalometri

di atasnya. Tugas yang sama dilakukan dengan foto tengkorak. Kemudian,

kedua negatif ditumpang tindih dan positif dihasilkan. Prosedur ini secara

khusus bernama superimposisi fotografi. Video superimposisi telah lebih suka

fotografi superimposisi sejak awal karena sederhana dan lebih cepat. Ini

mengatasi waktu yang berlarut-larut dalam superimposisi fotografi, di mana

banyak foto-foto tengkorak harus diambil dalam berbagai orientasi.11

Penggunaan komputer untuk membantu antropolog forensik dalam

proses identifikasi digunakan pada generasi berikutnya dari Sistem

Craniofacial Superimposition. Selain orang yang menggunakan komputer

hanya sebagai perangkat penyimpanan atau alat visualisasi sederhana, hanya

ada beberapa orang yang memanfaatkan keuntungan dari perangkat digital dan

ilmu komputer, terutama menggunakan komputer grafis.11

Proses penumpangtindihan tengkorak dan gambar wajah,

membutuhkan: (1) penentuan ukuran nyata dari tokoh yaitu, scaling, dan (2)

orientasi tengkorak agar sesuai dengan posisi wajah di foto itu, dengan

menggunakan tiga gerakan yang mungkin: inklnasi, ekstensi, dan rotasi. 12

Page 13: Referat Forensik

Dalam semua karya-karya sebelumnya, proses overlay bergantung pada

jumlah landmark antropometris yang sesuai yang diusulkan oleh Martin dan

Saller dan sejak saat itu telah digunakan untuk penilaian kesesuaian antara

tengkorak dan wajah. Prosedur Identifikasi dapat mengikuti baik sebagai

anatomi atau pendekatan antropometris. Zaman dahulu bergantung pada

morfologi korelasi antara tengkorak dan wajah, sedangkan saat ini,

menekankan pengukuran jarak antara pasangan landmark dan perbandingan

rata-rata kedalaman jaringan wajah mereka. Hal ini juga penting untuk

memperhitungkan sebanyak mungkin titik-titik yang sesuai, serta proporsi

yang berbeda di antara mereka. Berbagai jenis teknologi mendukung teknik

Craniofacial Superimposition dari segi identifikasi awal yang melibatkan

sejumlah besar pendekatan yang sangat beragam yang ditemukan dalam

literatur. 11

Metode ini didefinisikan sebagai teknik superimposisi kraniofasial

digital atau computer-aided yang telah dianggap metode terkini. Dengan

demikian, perbedaan antara metode computer-aided dan non computer-aided

telah jelas dipandu oleh penggunaan teknologi berbasis komputer sepanjang

proses superimposisi kraniofasial sampai sekarang. 7

Computer-aided dibedakan antara metode non-otomatis dan otomatis.

Metode computer-aided non-otomatis menggunakan beberapa jenis

infrastruktur digital untuk mendukung proses superimposisi kraniofasial, yaitu

komputer yang digunakan untuk menyimpan dan / atau visualisasi data.

Namun, mereka ditandai oleh kenyataan bahwa kapasitas komputasi mereka

untuk mengotomatisasi tugas-tugas manusia tidak dianggap. Di sisi lain,

metode computer-aided otomatis menggunakan program komputer untuk

menyelesaikan identifikasi sub-tugas itu sendiri.7

13

Page 14: Referat Forensik

Gambar 10 Tiga tahapan yang terlibat dalam proses superimposisi craniofacial

Ada beberapa pernyataan yang harus dilakukan mengenai 3 tahapan

proses: 7

1. Tahap pertama adalah mencapai model digital tengkorak dan perbaikan

dari gambar wajah. Memperoleh model tengkorak tiga dimensi yang

akurat dianggap sebagai tugas yang sulit oleh para antropolog forensik di

masa lalu. Namun, langkah ini dapat dengan mudah dicapai

menggunakan maju perangkat pemindaian seperti scanner laser range.

Subyek dari proses identifikasi , yaitu tengkorak, adalah objek tiga

dimensi. Penggunaan model tengkorak tiga dimensi bukan gambar

tengkorak dua dimensi harus disukai karena merupakan representasi

yang lebih akurat. Hal ini sudah dibuktikan bahwa model tiga dimensi

jauh lebih informatif dalam tugas identifikasi forensik lainnya. Mengenai

gambar wajah, sebagian besar sistem terbaru menggunakan gambar

digital dua dimensi. Tahap ini juga melibatkan aplikasi dari teknik

pengolahan gambar untuk meningkatkan kualitas potret wajah yang

biasanya disediakan ketika orang hilang. Tahap pertama, metode

otomatis dapat menangani baik gambar wajah atau tengkorak 2 dimensi.

Di satu sisi, ketika berhadapan dengan gambar wajah 2 dimensi, sistem

otomatis mencapai pemulihan foto itu dengan menggunakan teknik

14

Page 15: Referat Forensik

pengolahan gambar digital. Di sisi lain, tujuan dari metode otomatis

mengenai tengkorak adalah pencapaian model 3 dimensi yang akurat. 3,11

2. Tahap kedua adalah skull-face overlay ( SFO ) yang terdiri dari mencari

overlay terbaik dari kedua gambar dua dimensi dari tengkorak dan wajah

atau dari model tengkorak tiga dimensi dan gambar wajah dua dimensi

yang dicapai selama tahap pertama. Sebuah prosedur trial - error

mencari penempatan terbaik tengkorak diatas wajah berdasarkan titik-

titik antropometrik dan kedalaman jaringan lunak pada titik-titik

tersebut. Tahap kedua, menunjukkan pembagian yang jelas antara

metode computer-aided non-otomatis dan otomatis. Orang dulu

menggunakan komputer untuk mendukung prosedur penumpangtindihan

dan / atau untuk memvisualisasikan tengkorak, wajah, dan superimposisi

yang diperoleh. Namun demikian, ukuran dan orientasi tengkorak diubah

secara manual untuk dicocokkan dengan salah satu kepala dalam foto.

Hal ini dicapai dengan menggerakan tengkorak secara fisik, sedangkan

komputer hanya digunakan untuk memvisualisasikan pada monitor, atau

(dengan bantuan beberapa perangkat lunak komersial) dengan

memindahkan gambar digital pada layar sampai ditemukan kecocokan.

Sebaliknya, yang terakhir, yaitu metode Penumpangtindihan tengkorak

dan wajah otomatis, menemukan superimposisi paling bagus antara

model tengkorak 3 dimensi dan gambar wajah 2 dimensi menggunakan

program komputer. 3,11

3. Tahap ketiga dari proses Craniofacial Superimposisi adalah pengambilan

keputusan. Berdasarkan SFO yang dicapai , keputusan identifikasi dibuat

oleh kecocokan antara landmark yang sesuai pada tengkorak dan di

wajah, atau dengan menganalisis profil masing-masing, juga digunakan

kraniofasial morphanalisis. Tahap ketiga, mengenai tahap pengambilan

keputusan, sistem otomatis membantu ahli forensik dengan menerapkan

sistem pendukung keputusan. Selain itu, program-program komputer

harus menggunakan data yang obyektif dan numerik untuk mengevaluasi

kecocokan yang diperoleh antara tengkorak dan wajah. Berdasarkan

evaluasi tersebut, sistem menunjukkan keputusan identifikasi untuk ahli

forensik. Dengan demikian, sistem pendukung keputusan ini

15

Page 16: Referat Forensik

dimaksudkan untuk membantu pengambil keputusan kumpulan

informasi yang berguna dari analisis tengkorak dan wajah yang telah

ditumpang tindih. Tentu saja, keputusan akhir akan selalu dibuat oleh

antropolog baik menurut dukungan sistem otomatis dan keahliannya. Di

sisi lain, jika keputusan identifikasi hanya bergantung pada ahli manusia

yang secara visual mengevaluasi tengkorak dan wajah yang ditumpang

tindih yang diperoleh pada tahap sebelumnya, maka metode tersebut

akan dianggap sebagai sistem non-otomatis, meskipun mungkin

menggunakan data digital sebagai sarana pendukung.3,11

Gambar 1112

Gambar 1212

16

Page 17: Referat Forensik

Gambar 1312

VI. VALIDITAS METODE SUPERIMPOSISI

Berbagai studi kasus telah dilakukan untuk menentukan identitas dari individu.

Namun, dengan kriteria yang lebih ketat baru-baru ini sehubungan dengan yang

diterima untuk dipresentasikan di pengadilan hukum, studi lebih lanjut tentang

keabsahan teknik dan akurasi sangat diperlukan . Penelitian paling terkenal untuk

menilai validitas superimposisi dilakukan pada tahun 1994 oleh Austin - Smith

dan Maples. Para penulis ini menggunakan tiga tengkorak identitas diketahui dan

mereka dibandingkan dengan 97 foto lateral dan 98 foto anterior. Ditemukan

bahwa kemungkinan memiliki identifikasi positif palsu menggunakan foto lateral

yang adalah 9,6 % dan menggunakan tembakan anterior adalah 8,5 %. Namun,

bila menggunakan gabungan foto lateral dan anterior, kemungkinan positif palsu

berkurang menjadi 0,6 %. Dapat disimpulkan bahwa tanpa gigi anterior,

tengkorak / foto superimposisi dapat diandalkan ketika terdapat dua atau lebih

foto, jelas menggambarkan fitur wajah dari sudut yang berbeda, yang digunakan

dalam perbandingan.13

Sebuah studi yang dilakukan di India pada tahun 2001 membuat tingkat

identifikasi positif 91 % dengan memperkenalkan teknik "kraniofasial

morphanalysis" untuk mengkorelasikan perbedaan antara bentuk wajah dan

tengkorak. Penelitian ini menyarankan bahwa metode baru ini bisa membantu

dalam mengurangi ketidakcocokan tapi tidak bisa mengklaim identifikasi pasti

17

Page 18: Referat Forensik

tengkorak. Studi-studi lain telah berusaha mengidentifikasi melalui superimposisi

ante mortem dan post mortem catatan gigi menggunakan fitur-fitur khusus dari

Adobe Photoshop serta penggunaan gips gigi dibandingkan dengan ante mortem

foto. Sayangnya gigi jarang terlihat pada foto wajah ante-mortem. 13

Beberapa keterbatasan untuk penggunaan superimposisi sebagai alat untuk

identifikasi ditemukan dalam penelitian ini, dan kegunaan dalam sistem hukum

harus dipertanyakan. Teknik ini berguna di negara-negara seperti Afrika Selatan

pada khususnya, dimana standar ilmiah teknik nyata seperti DNA komparatif

analisis atau odontologi tidak selalu bisa digunakan. Namun, dengan tidak adanya

faktor individualisasi atau bukti -bukti yang nyata lain, teknik ini seharusnya

hanya digunakan sebagai alat skrining awal. Namun, harus diperhitungkan bahwa

untuk penelitian ini semua superimposisi dilakukan secara digital di komputer dan

itu adalah mungkin bahwa metode tradisional yang lebih manual, dengan

menggunakan kamera video dll dapat menghasilkan hasil yang agak lebih baik. 13

Tampaknya menggunakan landmark untuk membuat penghakiman cocok

positif dan lebih obyektif tidak menambahkan banyak untuk seluruh prosedur.

Teknik landmark dapat digunakan sebagai sarana penyaringan pencocokan yang

tidak benar, seperti yang ditunjukkan oleh fakta bahwa lebih tengkorak yang benar

cocok untuk foto mereka ketika dua metode hasilnya digabungkan . Dengan

melakukan morfologi dengan teknik penilaian diikuti oleh teknik penilaian

komputerisasi landmark berbasis independen dan menggabungkan hasil mereka,

rata-rata positif palsu dan negatif lebih baik secara keseluruhan dan tingkat

identifikasi positif ditingkatkan. 13

Penggunaan landmark anatomi dan kraniofasial juga bukan hal baru bagi ilmu

pengetahuan dan obat-obatan, landmark jaringan lunak telah digunakan untuk

keperluan analisis cephalometri dan operasi maksilofasial setidaknya selama 20

tahun. Metode akurat mengidentifikasi dan landmark kraniofasial menjadi

masalah lama yang terjadi di lapangan, dengan teknik penenetuan landmark ini

melalui analisis tepi dan digitalisasi yang disarankan. 13

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah ukuran tertentu

landmark harus digunakan untuk metode ini dan apakah ukuran tertentu yang

lebih menguntungkan atau merugikan tekniknya. Menempatkan landmark 18

Page 19: Referat Forensik

berulang kali merupakan pertimbangan lebih lanjut dalam penelitian ini. Jika

landmark tidak bisa berulang kali ditempatkan, maka hasil penelitian tidak akan

berlaku. Dari awal penyidik sadar bahwa penempatan landmark pada tengkorak

tidak akan bermasalah seperti yang di foto wajah, sebagai landmark tengkorak

yang mudah ditemukan dan diamati. Ini memang menemukan bahwa landmark

bisa berulang kali ditempatkan pada tengkorak dengan tingkat akurasi yang baik,

tapi sedikit akurasi yang lebih rendah dicapai untuk penempatan landmark

berulang kali pada foto. Ini tetap menjadi perhatian yang harus dipertimbangkan

ketika laporan masuk ke dalam sistem hukum. 13

Sebagai kesimpulan, penelitian ini memiliki nilai tambah untuk penggunaan

proses superimposition di Afrika Selatan, karena telah menunjukkan bahwa ada

manfaat dalam menggunakan teknik sebagai sarana untuk mempersempit identitas

sisa-sisa kerangka diketahui, terutama ketika teknik-teknik lain seperti DNA atau

gigi tidak mungkin. Namun, tingkat akurasi terlalu rendah untuk menggunakannya

sendiri sebagai alat untuk secara pribadi mengidentifikasi seorang individu. Cara

di mana proses ini digunakan di Afrika Selatan harus dipertimbangkan kembali

untuk efisiensi yang lebih baik dan validitas ilmiah . Ini mungkin harus direvisi

untuk mengadopsi sudut pandang yang sama seperti di Amerika Serikat, yaitu

untuk tujuan pengecualian daripada inklusi. Berkenaan dengan studi validasi yang

telah dilakukan, saat ini, 100 % tingkat identifikasi positif belum pernah dibentuk,

dengan kemungkinan positif palsu dan negatif palsu menjadi kenyataan pernah

hadir. Sangat penting, menjadi jelas bahwa metode ini membutuhkan pengujian

konstan untuk memastikan bahwa teknik terbaik tersedia dan peralatan yang

digunakan tersedia untuk proses tersebut. 13

Kesulitan dalam teknik superimposisi

1) Korban tidak pernah membuat foto semasa hidupnya.

2) Foto korban harus baik posisinya maupun kwalitasnya.

3) Tengkorak yang ditemukan sudah hancur dan tidak berbentuk lagi.

4) Membutuhkan kamar gelap yang perlu biaya sendiri.2

19

Page 20: Referat Forensik

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballerinin L, Cordon O. Craniofacial Superimposition in Forensic

Identification using Genetic Algorithms. Third International Symposium on

Information Assurance and Security. 2007. IEE Computer Society.

2. Surjit S. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 41, No 4. Desember 2008.

3. Anonymous. Superimposition. [Citted : 2/3/2014] Available from :

http://en.m.wikipedia.org/wiki/Superimposition.

4. Ballermi L, Cordon O, Damas S, et al. Craniofacial In Forensic Identification

Using Genetic Alogarithms.

5. Brogdon BG. Forensic Radiology, University Distinguished, Departement and

Former Chairman, Departement Otradiology University of South Alabama.

CRC Press. Washington DC. 1998, pp 71-101.

6. Anonymous. Identifikasi Tulang. Available at : http://dokmud.

wordpress.com/ category/ referat-kedokteran/forensik/. Last updated October

2009.

7. Damas S, Cordon O, Ibanez O. Forensic Identification by Computer Aided

Craniofacial Superimposition : a Survey. ACM Journal Name, Vol. V, Pages

1-31.

8. Cistulli AP, Gotsopoulos H, Sullivan CE. Relationship Between Craniofacial

Abnormalities and Sleep Disordered Breathing in Marfan’s Syndrome. 2001.

9. Vanezies M. Forensic Facial Reconstruction Using 3D Computer Graphic: Evaluation

and Improvement of Its Reliablility in Identification. 2007, pp 21-43. Available at :

theses.gla.ac.uk/375/1/2008vanezisphd.pdf.2007.

10. Yoshino M, Kubota S, Matsuda H, et all. Face to Face Video Superimposition

Using 3 Dimensional Physiognomic Analysis, Japanese Journal of Science and

Technology for Identification (1996).

11. Campomanes-Almarez BR, Cordon O, Damas S, et al. Computer-based

Craniofacial Superimposition In Forensic Identification Using Soft

Computing. Journal of Ambient Intelligence and Humanized Computing.

Springer: Verlag Berlin Heidelberg. 2012.

12. Ibanez O, Cordon O, Damas S, et al. Forensic Identification by Craniofacial

Superimposition using Soft Computing. Genetic And Evolutionary

20

Page 21: Referat Forensik

Computation Conference (Gecco 2010). European Centre for Soft Computing.

Available at : www.softcomputing.es/socovifi.

13. Gordon GM, Steyn M. An investigation into the accuracy and reliability of

skull-photo superimposition in a South African sample. Forensic

Anthropology Research Centre, Department of Anatomy, P.O. Box 2034,

University of Pretoria, Pretoria, 0001, South Africa.

21