referat forensik 2003

61
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG REFERAT ASPEK MEDIKOLEGAL HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN DALAM PELAYANAN MEDIS Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikdi Bagian Ilmu Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Disusun Oleh : Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001 Dhamaningrum puspitasari H2A009014 Diphda Satria Risolawati H2A009015 Ghariza Pramitaningrum H2A009021 Ina Alfatah H2A009024 Laras Shafia Sari H2A008027 Diajukan Kepada : dr. Santosa, Sp.F, MHKes Residen Pembimbing: dr. Abdul Hakim

description

forensik

Transcript of referat forensik 2003

Page 1: referat forensik 2003

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

REFERATASPEK MEDIKOLEGAL HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN DALAM

PELAYANAN MEDIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikdi Bagian Ilmu Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang

Disusun Oleh :Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001Dhamaningrum puspitasari H2A009014Diphda Satria Risolawati H2A009015Ghariza Pramitaningrum H2A009021Ina Alfatah H2A009024Laras Shafia Sari H2A008027

Diajukan Kepada :dr. Santosa, Sp.F, MHKes

Residen Pembimbing:dr. Abdul Hakim

KEPANITERAAN SENIORBAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

DAN STUDI MEDIKOLEGALFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RSUP DR. KARIADI SEMARANG2014

Page 2: referat forensik 2003

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era global yang terjadi waktu ini, profesi kedokteran merupakan

salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat

banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang disampaikan

secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia sebagai induk organisasi para

dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media

elektronik. Ikatan Dokter Indonesia menganggap sorotan-sorotan tersebut

sebagai suatu kritik yang baik terhadap profesi kedokteran, agar para dokter

dapat meningkatkan pelayanan profesi kedokterannya terhadap masyarakat.

Ikatan Dokter Indonesia menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut

merupakan “puncak suatu gunung es”, artinya masih banyak kritik yang

tidak muncul ke pemukaan karena keengganan pasien atau keluarganya

menganggap apa yang dialaminya tersebut merupakan sesuatu yang wajar.

Bagi Ikatan Dokter Indonesia, banyaknya sorotan masyarakat terhadap

profesi dokter menggambarkan bahwa masyarakat belum puas dengan

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh para dokter.1

Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu

pertanda bahwa saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap

pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter di masyarakat. Pada

umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien terhadap

pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para

dokter atau terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang

didapatkan oleh pasien.2

Memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia.

Pemerintah menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama

dalam mencapai masyarakat adil makmur. Penyelenggaraan upaya

2

Page 3: referat forensik 2003

kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah,

masyarakat dan swasta.3

Mula-mula profesi dokter dianggap sebagai suatu profesi yang sangat

disanjung-sanjung karena kemampuannya untuk mengetahui hal-hal yang

tidak tampak dari luar. Dewasa ini dokter lebih dipandang sebagai ilmuwan

yang pengetahuannya sangat diperlukan untuk menyembuhkan berbagai

penyakit. Kedudukan dan peran dokter tetap dihormati, tetapi tidak lagi

disertai unsur pemujaan. Dari dokter dituntut suatu kecakapan ilmiah tanpa

melupakan segi seni dan artistiknya.2,3

Kesenjangan yang besar antara harapan pasien dengan kenyataan yang

diperolehnya menyusul dilakukannya merupakan predisposing faktor.

Kebanyakan orang kurang dapat memahami bahwa sebenarnya masih

banyak faktor lain di luar kekuasaan dokter yang dapat mempengaruhi hasil

upaya medis, seperti misalnya stadium penyakit, kondisi fisik, daya tahan

tubuh, kualitas obat dan juga kepatuhan pasien untuk mentaati nasehat

dokter. Faktor-faktor tadi dapat mengakibatkan upaya medis (yang terbaik

sekalipun) menjadi tidak berarti apa-apa. Oleh sebab itu, tidaklah salah jika

kemudian dikatakan bahwa hasil suatu upaya medis penuh dengan

uncertainty dan tidak dapat diperhitungkan secara matematik.4

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan ini adalah menjelaskan mengenai aspek

medikolegal hubungan dokter dan pasien dalam memberikan

pelayanan medis.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui aspekmedikolegal pelayanan medis dari

norma-norma yang mengikat dokter dalam memberikan

pelayanan medis.

b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban dokter maupun

pasien serta sanksi apabila terjadi suatu pelanggaran .

3

Page 4: referat forensik 2003

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Profesi Kedokteran

Profesi kedokteran merupakan profesi yang memiliki keluhuran

karena tugas utamanya adalah memberikan pelayanan untuk memenuhi

salah satu kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan kesehatan.

Dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai dokter terikat oleh

norma disiplin, norma etika, norma hukum, yang bila ditegakkan akan

menjamin mutu asuhan medis sehingga terjaga martabat dan keluhuran

profesinya. Norma merupakan patokan atau pedoman atau ukuran untuk

berperilaku bagi seseorang. Dalam memberikan pelayanan di bidang

kedokteran, dokter harus disiplin menerapkan keilmuannya dan bertindak

sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, kode etik, kode perilaku

profesional standar prosedur operasional, ketentuan-ketentuan lainnya

yang berlaku, dan kebiasaan umum (common practice) di bidang

kedokteran. Dokter yang tidak disiplin dalam penerapan keilmuannya dan

melakukan pelanggaran Dislplin Profesional Dokter dapat dikenakan

sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.1-4

Dalam hal penegakan disiplin dan pengenaan sanksi disiplin bagi

dokter yang melakukan pelanggaran disiplin profesional dokter

makalembaga yang berwenang menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran adalah MKDKI (Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia).5

I. Norma Disiplin

Dalam menjalankan profesi, para profesional harus mematuhi norma-

norma disiplin yang memfokuskan penerapan keilmuannya dalam

praktek. Dalam praktiknyanorma-norma ini diuraikan dalam bentuk

undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri kesehatan,

4

Page 5: referat forensik 2003

peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ataupun dalam ketentuan

yangdibuat dibuat dalamguidelines atau bahkan common practices yang

dibuat oleh organisasi profesi.1

Disiplin kedokteran adalah norma kepatuhan aturan-aturan/ketentuan

penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan atau atau lebih

khusus kepatuhan menerapkan kaidah-kaidah penatalakasanaan klinis

yang mencakup: penegakan diagnosis, tindakan pengobatan, dan

menetapkan prognosis. Pelanggaran disiplin dapat dikelompokan dalam

3 hal, yaitu2:

1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak

dilaksanakan dengan baik.

3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi

kedokteran.

Sesuai UU no 29 tahun 2004, MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia) adalah Majelis yang berwewenang menentukan

ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi

dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kedokteran gigi dan

menetapkan sanksi.4

BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang

memiliki kompetensi lain yang sesuai (rujukan bisa tidak dilakukan

bila: kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dirujuk, keberadaan

tenaga medis lain atau sarana kesehatan yang lebih tepat sulit

dijangkau atau didatangkan, atas kehendak pasien).

3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang

tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut

(delegasi kepada tenaga kesehatan harus sesuai kompetensi dan

ketrampilan mereka, tanggung jawab tetap pada dokter).

5

Page 6: referat forensik 2003

4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak

memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak

melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut.

5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan

fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan

dapat membahayakan pasien.

6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak

dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai

dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau

pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien.

7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak

sesuai dengan kebutuhan pasien.

8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada

pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.

9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari

pasien atau keluarga dekat atau wali atau pengampunya.

10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik,

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika

profesi, dan lain sebagainya.

Sanksi disiplin yang diberikan MKDKI sesuai UU no 29 Tahun 2004

pasal 69 ayat (3):

1. Pemberian peringatan tertulis.

2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP(rekomendasi pencabutan

STR atau SIP sementara selama-lamanya 1 tahun, atau rekomendasi

pencabutan STR atau SIP tetap atau selama-lamanya).

3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi

pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi (dapat berupa:

pendidikan formal, pelatihan dalam pengetahuan dan atau

ketrampilan, magang, sekurang-kurangnya 3 bulan dan paling lama 1

tahun).

6

Page 7: referat forensik 2003

II.Norma Etika

Etik profesi kedokteran mulai dikenal dalambentuk Code of

Hammurabi dan Code of Hittites. Selanjutnya etik kedokteran muncul

dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi

yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates. Sumpah

tersebut berisikan kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap,

atau semacam code of conduct bagi dokter. World Medical Association

dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter

(dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran

Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap

pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri.

Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu

kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.1-4

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan

penilaian etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat,

wilayah dancabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik

Kedokteran. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit)

didirikanKomite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya. Bahkan di

tingkat perhimpunan rumah sakitdidirikan pula Majelis Kehormatan

Etik Rumah Sakit (Makersi).4

Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila

dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi

pelanggarnya. Namun suatu pelanggaranetik profesi dapat dikenai

sanksi disiplin profesi. Sanksitersebut diberikan oleh MKEK setelah

dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwadokter tersebut melanggar etik

(profesi) kedokteran.4,5

Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari

prosespersidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena

domain danjurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi

dilakukan oleh MKEK IDIsedangkan gugatan perdata dan tuntutan

pidana dilaksanakan di lembagapengadilan di lingkungan peradilan

7

Page 8: referat forensik 2003

umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaranstandar dapat diperiksa

oleh MKEK, dapat puladiperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan

saling berhubungan di antarakeduanya. Seseorang yang telah diputus

melanggar etik oleh MKEK belum tentudinyatakan bersalah oleh

pengadilan, demikian pula sebaliknya.Persidangan MKEK bersifat

inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dananggota) bersikap

aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atauperorangan

sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel

tidakmenggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam

hukum acarapidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya

melakukan pembuktianmendekati ketentuan-ketentuan pembuktian

yang lazim.5

Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang

memperoleh5:

1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari

pihak-pihak terkait dan para ahli di bidangnya yang dibutuhkan.

2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk

berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi,

bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan

rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah

sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan

surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

III. Norma Hukum

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku

norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan

adanya kesalahan praktik sudah seharusnyalah diukur atau dilihat

dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut

pandang etika disebut ethical malpracticedan dari sudut pandang

hukum disebut yuridical malpractice.Antara etika dan hukum ada

perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas,

tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk

8

Page 9: referat forensik 2003

menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice

dengan sendirinya juga berbeda.Yang jelas tidak setiap ethical

malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua

bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.2

Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam

3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal

malpractice, Civil malpractice dan Administrativemalpractice.4-7

1. Criminal malpractice.

Dikategori criminal malpracticebila perbuatan tersebut memenuhi

rumusan delik pidana yakni :

a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act)

merupakan perbuatan tercela. Dilakukan dengan sikap batin

yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional),

kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).

b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang

berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness)

atau kealpaan (negligence).

Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional)

misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka

rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan

palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi

medis pasal 299 KUHP).

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness)

misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien

informed consent.

Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya

kurang hati-hati mengakibat kan luka,cacat atau meninggalnya

pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan

operasi. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal

malpractice adalah bersifat individual dan oleh sebab itu tidak

9

Page 10: referat forensik 2003

dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit

sarana kesehatan.

2. Civil malpractice

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil

malpracticeapabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak

memberikan prestasinya sebagaimana yang telah

disepakati.Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan

civil malpractice antara lain :

a. Tidak melakukan menurut kesepakatan wajib dilakukan.

b. Melakukan kesepakatan yang wajib dilakukan tetapi terlambat

melakukannya.

c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan

tetapi tidak sempurna.

d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya

dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat

individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain

berdasarkan principle of vicarius liability.

Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat

bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya

(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam

rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

3. Administrative malpractice

Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice

manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum

administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police

power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai

ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi

tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja,

Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga

perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga

kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar

10

Page 11: referat forensik 2003

hukum administrasi. Dalam kasus atau gugatan adanya civil

malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

a. Cara langsung, Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian

memakai tolok ukur adanya 4 D, yakni :

i. Dutty (kewajiban). Dalam hubungan perjanjian tenaga

dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak

berdasarkan:

Adanya indikasi medis.

Bertindak secara hati.

Hati dan teliti.

Bekerja sesuai standar profesi.

Sudah ada informed consent

ii. Dereliction of duty (penyimpangan dari kewajiban). Jika

seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa

yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya

dilakukan menurut standar profesinya, maka dokter dapat

dipersalahkan.

iii. Direct cause (penyebab langsung)

iv. Damage (kerugian). Dokter untuk dapat dipersalahkan

haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab

(causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh

karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela

diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.

Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar

menyalahkan dokter.

b. Cara tidak langsung, cara tidak langsung merupakan cara

pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan

fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan

perawatan (doktrinres ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur

dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi

kriteria:

11

Page 12: referat forensik 2003

Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai.

Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab

dokter.

Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan

perkataanlain tidak ada contributory negligence

B. Prinsip Dasar Etika Kedokteran

Prinsip dasar etika harus dijalankan bersama dengan prinsip-

prinsip lainnya tetapi pada beberapa kasus, satu prinsip menjadi lebih

penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain.

Keadaan terakhir disebut dengan Prima Facie. Konsil Kedokteran

Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan

bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah

dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau

bioetika, antara lain5,6:

1. Beneficence(berbuat baik)

Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik,

menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus

mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan.

Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang

terbaik bagi pasien. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;

Mengutamakan Alturisme

Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak

hanya menguntungkan seorang dokter

Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak

dibandingkan dengan suatu keburukannya

Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik

seperti yang orang lain inginkan

Memberi suatu resep

12

Page 13: referat forensik 2003

2. Non-malficence

Suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan

perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang

paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no

harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-

ciri:

Menolong pasien emergensi

Mengobati pasien yang luka

Tidak membunuh pasien

Tidak memandang pasien sebagai objek

Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter

Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

Tidak melakukan White Collar Crime

3. Justice(Keadilan)

Suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata

dan adil terhadap pasien tersebut. Justice mempunyai ciri-ciri :

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia

lakukan

Menghargai hak sehat pasien

Menghargai hak hukum pasien

4. Otonomi

Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia.

Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan

membuat keputusan sendiri. Otonomi mempunyai ciri-ciri:

Menghargai hak menentukan nasib sendiri

Berterus terang menghargai privasi

Menjaga rahasia pasien

Melaksanakan Informed Consent

13

Page 14: referat forensik 2003

Etika lainnya yang berkenaan dengan hubungan dokter-pasien

meliputi:

1. Veracity :Menyampaikan kebenaran pada setiap klien

2. Fidelity :Menghargai janji serta kerahasiaan klien

3. Avoidance of killing :Menghindari terjadinya kesalahan

menghilangkan nyawa seseorang

4. Gratitude :Rasa terima kasih

5. Reparation :Masalah kompensasi atau ganti rugi

6. Confidentiality :Menjaga

C. Upaya Kesehatan

Upaya Kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan upaya

kesehatan yang paripurna, terpadu, dan berkualitas, meliputi upaya

peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan,

yangdiselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur-unsur upaya kesehatan

meliputi2:

a. Upaya Kesehatan

Pelayanan kesehatan meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan,

dan pemulihan, baik pelayanan kesehatan konvensional maupun

pelayanan kesehatan yang terdiri dari pengobatan tradisional dan

komplementer melalui pendidikan dan pelatihan dengan selalu

mengutamakan keamanan dan efektifitas yang tinggi.

b. Sumber Daya Upaya Kesehatan

Hal ini terdiri dari SDM kesehatan, biaya, sarana dan prasarana,

termasuk fasilitas pelayanan kesehatan, sediaan farmasi dan alat

kesehatan, serta manajemen dan sistem informasi kesehatan yang

memadai guna terselenggaranya upaya kesehatan.

14

Page 15: referat forensik 2003

c. Pembinaan dan Pengawasan Upaya Kesehatan

Pelayanan kesehatan harus diberikan berdasarkan standar pelayanan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan

masukan dari organisasi profesi

d. Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan

Pelaksanaan penelitian dan pengembangan didasarkan pada masalah

kesehatan prioritas, sumber daya kesehatan, serta aspek terkait

lainnyadengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

sesuai.

Upaya kesehatan mencakup kesehatan fisik, mental, termasuk

intelegensia dan sosial. Terdapat tiga tingkatan upaya, yaitu upaya

kesehatan primer, upaya kesehatan sekunder, dan upaya kesehatan tersier.2

Upaya kesehatan primer adalah upaya kesehatan dimana terjadi

kontak pertama secara perorangan atau masyarakat dengan pelayanan

kesehatan melalui mekanisme rujukan timbal-balik, termasuk

penanggulangan bencana dan pelayanan gawat darurat.Upaya kesehatan

sekunder dan tersier adalah upaya kesehatan tingkat rujukan maupun

rujukan tingkat lanjut.2

D. Hubungan Dokter Pasien

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum

yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu,

seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran,

profesionalisme, dan lain-lain.  Bahkan di dalam praktek kedokteran,

aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh

karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum,

atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.1,5,6

Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban

memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik

seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian

perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur

15

Page 16: referat forensik 2003

dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat

administratif.4

Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap

bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai

domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi

standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan

demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran

etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.4,5

I. Etika Profesi Kedokteran

Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban

umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan

kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran

Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran

Internasional.6

Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral

kedokteran yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan

bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya

suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral.

Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut

sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para

tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical

ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.4,5

Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat

dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan

sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak

pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat

keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya),

beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non

maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien)

dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian

profesi).5

16

Page 17: referat forensik 2003

Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi

dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun

pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke

arah toolsdalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan

dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik

tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan

menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-

hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat

mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang

diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam

pendidikan.5

Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika

kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil

dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI

untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi).

Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas,

profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-

satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran

etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian

hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),

lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 tahun 2004,

akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin

profesi kedokteran.4,5

Kode Etik Kedokteran Indonesia6

Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan

mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

17

Page 18: referat forensik 2003

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan

profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak

boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya

kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang

bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya

tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan

kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam

mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau

pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat

menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat

yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya,

memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis

dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan

penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan

pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya

yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,

18

Page 19: referat forensik 2003

atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani

pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak

sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga

kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban

melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus

memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua

aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha

menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang

kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling

menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan

segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal

ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan,

maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten

yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar

senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam

beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

19

Page 20: referat forensik 2003

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu

meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai

suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain

bersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia

sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman

sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang

etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat

bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika

profesi kedokteran, sebagai konsekuensi dari kewajiban profesi yang

memberikan batasan hubungan tersebut.6

Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat

paternalistik hingga ke sifat kontraktual dan fiduciary. Pada masa

sebelum tahun 1950-an paternalistik dianggap sebagai sifat hubungan

20

Page 21: referat forensik 2003

yang paling tepat, dimana dokter menentukan apa yang akan dilakukan

terhadap pasien berdasarkan prinsip beneficence. Prinsip ini telah

mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan keputusan. Sampai

kemudian pada tahun 1970-an dikembangkanlah sifat hubungan

kontraktual antara dokter dengan pasien yang menitikberatkan kepada

hak otonomi pasien dalam menentukan apa-apa yang boleh dilakukan

terhadapnya. Kemudian sifat hubungan dokter-pasien tersebut dikoreksi

oleh para ahli etika kedokteran menjadi hubungan ficuiary (atas dasar

niat baik dan kepercayaan), yaitu hubungan yang menitikberatkan nila-

nilai keutamaan (virtue ethics). Sifat hubungan kontraktual dianggap

meminimalkan mutu hubungan karena hanya melihatnya dari sisi

hukum dan peraturan saja, dan disebut sebagai bottom line ethicts.5,6

Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of

Lisbon dari World Medical Association (WMA) adalah “the rights to

accept or to refuse treatment after receiving adequate information”.

Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga

menyebutkannya demikian “Setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi,... dst”.4

Selain itu, hak pasien beserta kewajiban pasien juga tertuang

dalam Undang-undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran,

pada pasal 52 yang mengatuur tentang hak pasien antara lain1,6,7:

a. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri, dan hak untuk mati

secara wajar.

b. Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai

prosedur.

c. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter

yang mengobatinya.

d. Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan

dapat menarik diri dari kontrak terapeutik.

e. Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan

diikutinya.

21

Page 22: referat forensik 2003

f. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran.

g. Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukam, dan

dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai

konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau

tindak lanjut.

h. Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi.

i. Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit.

j. Berhubungan dengan keluarga, penasihat, atau rohaniawan, dan

lain-lain yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit.

k. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat

serta pemeriksaan penunjang.

Pasal 53 UU no. 29 tahun 2004 juga mengatur tentang kewajiban pasien

antara lain1,6,7:

a. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter.

b. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang

penyakitnya.

c. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.

d. Menandatangani surat-surat persetujuan tindakana medik, surat

jaminan dirawat di rumah sakit, dan lain-lainnya.

e. Yakin pada dokternya, dan yakin akan sembuh.

f. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan

pengobatan serta honorarium dokter.

II.RAHASIA KEDOKTERAN

Penggunaan kata privasi, kerahasiaan dan keamanan seringkali

tertukar. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan yang penting,

diantaranya2:

1. Privasi adalah "hak individu untuk dibiarkan sendiri, termasuk

bebas dari campur tangan atau observasi terhadap hal-hal pribadi".

2. Kerahasiaan merupakan "pembatasan pengungkapan informasi

pribadi tertentu. Dalam hal ini mencakup tanggungjawab untuk

22

Page 23: referat forensik 2003

menggunakan, mengungkapkan, atau mengeluarkan informasi

hanya dengan sepengetahuan dan ijin individu". Informasi yang

bersifat rahasia dapat berupa tulisan ataupun verbal.

3. Keamanan meliputi “perlindungan fisik dan elektronik untuk

informasi berbasis komputer secara utuh, sehingga menjamin

ketersediaan dan kerahasiaan”

Kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik Kedokteran

pasal 47 ayat 2 yang menyatakan bahwa "rekam medis harus disimpan

dan dijaga kerahasiannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan

sarana kesehatan". Hal yang sama dikemukakan dalam pasal 11

Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia

Kedokteran. Selanjutnya, pasal 1 PP yang sama menyatakan bahwa

"yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang

diketahui oleh orang-orang".1,3,5,6,7

Selanjutnya UU Praktik Kedokteran memberikan peluang

pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal

48 ayat (2)5:

a. Untuk kepentingan kesehatan pasien

b. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam

rangka penegakan hukum

c. Permintaan pasien sendiri

d. Berdasarkan ketentuan undang-undang

Sedangkan pasal 12 Permenkes 749a menyatakan bahwa:

a. Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter

yang merawat pasien dengan ijin tertulis pasien.

b. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam

medis tanpa seijin pasien berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

Di bidang keamanan rekam medis, Permenkes No 749a/

MENKES/PER/XII/1989 menyatakan dalam pasal 13, bahwa

pimpinan sarana kesehatan bertanggungjawab atas (a) hilangnya,

23

Page 24: referat forensik 2003

rusaknya, atau pemalsuan rekam medis, (b) penggunaan oleh orang /

Badan yang tidak berhak.5,6

RAHASIA JABATAN DAN PEMBUATAN SKA / V ET R

Rahasia jabatan pembuatan SKA atau visum et repertum

berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafal

sumpah dokter, peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib

simpan rahasia Kedokteran dan Pasal 322 KUHP.7

Rahasia Kedokteran berdasarkan pasal 48 yang berbunyi:

1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik

kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan

kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum

dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau

berdasarkan ketentuan perundangundangan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan

Peraturan Menteri.

ASPEK HUKUM

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 seorang

dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran tersebut terhadap orang

lain bahkan isterinya, kecuali: karena daya paksa, diatur dalam pasal 48

KUHP :“Barang siapa melakukan suatu perbuatan karena pengaruh

daya paksa,tidak dapat dipidana”, karena menjalankan UU pasal 50

KUHP serta menjalankan perintah jabatan, diatur dalam pasal 51 KUHP

“Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah

jabatan yang diberikan oleh penguasa yang wenang, tidak dipidana”.

Tetapi apabila dokter membuka rahasia kedokteran tersebut, dapat

dikenai sanksi pidana penjara paling lama sembilan bulan berdasarkan

pasal 322 KUHP. Berdasarkan PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga

Kesehatan pasal 21, setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya

berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Dalam

pasal 33, dalam rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil tindakan

24

Page 25: referat forensik 2003

disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas

sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan

berupa teguran atau pencabutan ijin untuk melakukan upaya

kesehatan.6,8,9

Menurut pasal 24 UU yang sama, perlindungan hukum diberikan

kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan

standar profesi tenaga kesehatan.6,8,9

E. HUBUNGAN hukum ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN

DALAM UPAYA PELAYANAN MEDIS

1. Pola Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien

Hubungan hukum antara dokter dengan pasien telah terjadi sejak

dahulu (zaman Yunani kuno), dokter sebagai seorang yang

memberikan pengobatan terhadap orang yang membutuhkannya.

Hubungan ini juga disebut dengan transaksi terapeutik. Transaksi

terapeutik adalah perjanjian antara dokter dan pasien berupa hubungan

hukum yang melahirkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Objek

dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk

menyembuhkan pasien.1,2

Hubungan hukum antara dokter dengan pasien ini berawal dari

pola hubungan vertikal paternalistik seperti antara bapak dengan anak

yang bertolak dari prinsip “father knows best” yang melahirkan

hubungan yang bersifat paternalistik. Hubungan hukum timbul bila

pasien menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang

dirasakannya membahayakan kesehatannya. Keadaan psikobiologisnya

memberikan peringatan bahwa ia merasa sakit, dan dalam hal ini

dokterlah yang dianggapnya mampu menolongnya dan memberikan

bantuan pertolongan. Jadi, kedudukan dokter dianggap lebih tinggi

oleh pasien dan peranannya lebih penting daripada pasien.1

Dalam praktik sehari-hari, dapat dilihat berbagai hal yang

menyebabkan timbulnya hubungan antara pasien dengan dokter,

25

Page 26: referat forensik 2003

hubungan itu terjadi terutama karena beberapa sebab antara lain

karena pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta

pertolongan mengobati sakit yang dideritanya. Dalam keadaan seperti

ini terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, artinya para

pihak sudah sepenuhnya setuju untuk mengadakan hubungan hukum.

Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan pasien terhadap

dokter sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan tindakan

medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk

menerima upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hal ini

dilakukan setelah ia mendapat informasi dari dokter mengenai upaya

medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, termasuk

memperoleh informasi mengenai segala risiko yang mungkin terjadi.

Di Indonesia informed consent dalam pelayanan kesehatan, telah

memperoleh pembenaran secara yuridis melalui Peraturan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia No.585/Menkes/1989. Walaupun dalam

kenyataannya untuk pelaksanaan pemberian informasi guna

mendapatkan persetujuan itu tidak sesederhana yang dibayangkan,

Namun setidaknya persoalan telah diatur secara hukum, sehingga ada

kekuatan bagi kedua belah pihak untuk melakukan tindakan secara

hukum.1-7

Hubungan antara dokter dengan pasien yang terjadi seperti ini

merupakan salah satu ciri transaksi terapeutik yang membedakannya

dengan perjanjian biasa sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.

Alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan antara pasien

dengan dokter adalah karena keadaan pasien yang sangat mendesak

untuk segera mendapatkan pertolongan dari dokter, misalnya karena

terjadi kecelakaan lalu lintas, terjadi bencana alam, maupun karena

situasi lain yang menyebabkan keadaan pasien sudah gawat, sehingga

sangat sulit bagi dokter yang menangani untuk mengetahui dengan

pasti kehendak pasien. Dalam keadaan seperti ini dokter langsung

melakukan apa yang disebut dengan zaakwaarneming sebagai mana

26

Page 27: referat forensik 2003

diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu bentuk hubungan

hukum yang timbul karena adanya “persetujuan tindakan medis”

terlebih dahulu, melainkan karena keadaan yang memaksa atau

keadaan darurat.3-6

Dari hubungan pasien dengan dokter yang demikian tadi, timbul

persetujuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam pasal 1601 KUHPerdata. Bagi seorang dokter hal ini

berarti bahwa ia telah bersedia untuk berusaha dengan segala

kemampuannya memenuhi isi perjanjian itu, yakni merawat atau

menyembuhkan pasien. Sedang pasien berkewajiban untuk mematuhi

aturan-aturan yang ditentukan oleh dokter termasuk memberikan

imbalan jasa.8,9

2. Saat Terjadinya Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien

Hubungan hukum kontraktual yang terjadi antara pasien dan dokter

tidak dimulai dari saat pasien memasuki tempat praktek dokter tetapi

sejak dokter menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara lisan

(oral statement) atau yang tersirat (implied statement) dengan

menunjukkan sikap atau tindakan yang menyimpulkan

kesediaan.Dengan kata lain hubungan terapeutik juga memerlukan

kesediaan dokter. Hal ini sesuai dengan asas konsensual dan

berkontrak.9

Hubungan antara pasien dengan rumah sakit, dalam hal ini

terutama dokter, memang merupakan hubungan antara penerima

dengan pemberi jasa. Hubungan antara dokter dan pasien pada

umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Namun

perlu disadari bahwa dokter tidak bisa disamakan dengan

pemberi/penjualan jasa pada umumnya. Hubungan ini terjadi pada saat

pasien mendatangi dokter pada saat pasien bertemu dengan dokter dan

dokter pun memberikan pelayanan maka sejak itulah terjadi suatu

hubungan hukum. Pasien umumnya hanya dapat menerima saja segala

sesuatu yang dikatakan dokter tanpa dapat bertanya apapun. Dengan

27

Page 28: referat forensik 2003

kata lain, semua keputusan sepenuhnya berada ditangan dokter.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak-

haknya, maka pola hubungan demikian ini juga mengalami perubahan

yang sangat berarti. Pada saat ini secara hukum dokter adalah partner

dari pasien yang sama atau sederajat kedudukannya, pasien

mempunyai hak dan kewajiban teertentu seperti halnya dokter.8,9

Hubungan pasien dengan dokter adalah suatu Perikatan Berusaha

(Inspannings-verbintenia) yaitu dimana dalam melaksanakan tugasnya

dokter berusaha untuk mnyembuhkan atau memulihkan kesehatan

pasien. Dalam memberikan jasa ini dokter tidak boleh dan tidak

mungkin dapat memberikan garansi kepada pasiennya. Dan dokter

juga tidak dapat dipersalahkan begitu saja apabila hasil usahanya itu

tidak sesuai dengan yang diharapkan, sepanjang dalam melakukannya

dokter telah mematuhi standart profesi dan menghormati hak-hak

pasien.2,5,9

Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan

kewajiban bagi para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban

sebagai pengemban profesi. Hak-hak dokter yang tercantum pada

undang-undang no.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal

50sebagai berikut4-6:

1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan

sejujur-jujurnya dari pasien yang akan digunakannya bagi

kepentingan diagnosis maupun terapeutik.

2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang

diberikannya kepada pasien.

3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam

melaksanakan transaksi terapeutik.

4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas

pelayanan kesehatan yang diberikannya.

5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medik dari pasien

atau keluarganya.

28

Page 29: referat forensik 2003

Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban

yang harus dilaksanakan yaitu sebagai berikut6,7:

1. kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan

standar profesi, yaitu dengan cara melakukan tindakan medis

dalam suatu kasus yang konkret menurut ukuran tertentu yang

didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.

2. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia

atas kesehatan pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia.

3. Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau

keluarganya tentang tindakan medis yang dilakukannya dan risiko

yang mungkin terjadi akibat tindakan medis tersebut.

4. Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang

mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik

5. Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat

sebagai tugas perikemanusiaan.

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam

setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Dalam

menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada niat baik yaitu

berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang

dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar

profesinya untuk menyembuhkan atau menolong pasien. Antara lain

adalah2-5:

1. Tanggung Jawab Etis

Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang

dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah

Dokter. Kode etik adalah pedoman perilaku. Kode Etik

Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983. Kode Etik

Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang

mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter

29

Page 30: referat forensik 2003

dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan

kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran

Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan

ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus

pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti

pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu

merupakan pelanggaran etik kedokteran.

a. Pelanggaran etik murni:

Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan

jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi.

Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.

Memuji diri sendiri di depan pasien.

Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran yang

berkesinambungan.

Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

b. Pelanggaran etikolegal

Pelayanan dokter di bawah standar.

Menerbitkan surat keterangan palsu.

Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter.

Abortus provokatus.

Perlunya dipergunakan pemeriksaan dengan menggunakan

pemeriksaan penunjang, apabila dari hasil pemeriksaan luar kurang

didapatkan hasil yang akurat sehingga diperlukan pemeriksaan

menggunakan bantuan alat. Namun tidak semua pasien bersedia untuk

diperiksa dengan cara ini, hal ini terkait erat dengan biaya yang harus

dikeluarkan bagi pasien golongan ekonomi lemah.

2. Tanggung Jawab Hukum

Pengertian wanprestasi ialah suatu keadaan dimana seseorang telah

lalai memenuhi kewajibannya yang diharuskan oleh Undang-undang

30

Page 31: referat forensik 2003

perikatan hukum. Jadi Wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak

dipenuhinya perikatan hukum.

Ada 4 macam bentuk Wanprestasi yaitu:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali

b. Terlambat memenuhi prestasi

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sempurna

d. Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban atau isi

perikatan

Wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dari tindakan dokter.

Menurut pasal 1426 KUHPerdata ganti rugi yang dapat dibebankan

jika terjadi Wanprestasi adalah:

a. Kerugian yang nyata-nyata diderita kreditur yang disebut dengan

Damnun Emergens

b. Keuntungan yang seharusnya diperoleh yang disebut Lucrum

Cegans

Gugatan untuk membayar ganti rugi atas dasar persetujuan atau

perjanjian yang terjadi hanya dapat dilakukan bila memang ada

perjanjian dokter dengan pasien. Perjanjian tersebut dapat digolongkan

sebagai persetujuan untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Perjanjian

itu terjadi bila pasien memanggil dokter atau pergi ke dokter, dan

dokter memenuhi permintaan pasien untuk mengobatinya. Dalam hal

ini pasien akan membayar sejumlah honorarium. Sedangkan dokter

sebenarnya harus melakukan prestasi menyembuhkan pasien dari

penyakitnya. Tetapi penyembuhan itu tidak pasti selalu dapat

dilakukan sehingga seorang dokter hanya mengikatkan dirinya untuk

memberikan bantuan sedapat-dapatnya, sesuai dengan ilmu dan

ketrampilan yang dikuasainya. Artinya, dia berjanji akan berdaya

upaya sekuat-kuatnya untuk menyembuhkan pasien. Dalam gugatan

atas dasar wanprestasi ini, harus dibuktikan bahwa dokter itu benar-

benar telah mengadakan perjanjian, kemudian dia telah melakukan

wanprestasi terhadap perjanjian tersebut (yang tentu saja dalam hal ini

31

Page 32: referat forensik 2003

senantiasa harus didasarkan pada kesalahan profesi). Jadi di sini pasien

harus mempunyai bukti-bukti kerugian akibat tidak dipenuhinya

kewajiban dokter sesuai dengan standar profesi medis yang berlaku

dalam suatu kontrak terapeutik. Tetapi dalam prakteknya tidak mudah

untuk melaksanakannya, karena pasien juga tidak mempunyai cukup

informasi dari dokter mengenai tindakan-tindakan apa saja yang

merupakan kewajiban dokter dalam suatu kontrak terapeutik. Hal ini

yang sangat sulit dalam pembuktiannya karena mengingat perikatan

antara dokter dan pasien adalah bersifat inspaningsverbintenis.

3. Tanggung Jawab Perdata Dokter Karena Perbuatan Melanggar Hukum

(onrechtmatige daad)

Tanggung jawab karena kesalahan merupakan bentuk klasik

pertanggungjawaban perdata. Berdasar tiga prinsip yang diatur dalam

Pasal 1365, 1366, 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu

sebagai berikut: Pasien dapat menggugat seorang dokter oleh karena

dokter tersebut telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum,

seperti yang diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Didalam Pasal 1365 dinyatakan bahwa “Setiap perbuatan

yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian.”

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran hukum

masyarakat dalam perkembangan selanjutnya timbul permasalahan

tanggung jawab pidana seorang dokter, khususnya yang menyangkut

dengan kelalaian, hal mana dilandaskan pada teori-teori kesalahan

dalam hukum pidana. Tanggung jawab pidana di sini timbul bila

pertama-tama dapat dibuktikan adanya kesalahan profesional, misalnya

kesalahan dalam diagnosa atau kesalahan dalam cara-cara pengobatan

atau perawatan.

4. Tanggung jawab Hukum Dokter Dalam Bidang Hukum Pidana

32

Page 33: referat forensik 2003

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai criminal malpractice

apabila memenuhi rumusan delik pidana yaitu: Perbuatan tersebut

harus merupakan perbuatan tercela dan dilakukan sikap batin yang

salah yaitu berupa kesengajaan, kecerobohan atau kelapaan. Kesalahan

atau kelalaian tenaga kesehatan dapat terjadi di bidang hukum pidana,

diatur antara lain dalam : Pasal 263, 267, 294 ayat (2), 299, 304, 322,

344, 347, 348, 349, 351, 359, 360, 361, 531 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana.

Ada perbedaan penting antara tindak pidana biasa dengan ‘tindak

pidana medis’. Pada tindak pidana biasa yang terutama diperhatikan

adalah ‘akibatnya’, sedangkan pada tindak pidana medis adalah

‘penyebabnya’. Walaupun berakibat fatal, tetapi jika tidak ada unsur

kelalaian atau kesalahan maka dokternya tidak dapat dipersalahkan.

Dalam literatur hukum kedokteran negara Anglo-Saxon antara lain dari

Taylor dikatakan bahwa seorang dokter baru dapat dipersalahkan dan

digugat menurut hukum apabila dia sudah memenuhi syarat 4-D, yaitu:

Duty (Kewajiban), Derelictions of That Duty (Penyimpangan

kewajiban),Damage (Kerugian),Direct Causal Relationship(Berkaitan

langsung). Beberapa contoh dari criminal malpractice yang berupa

kesengajaan adalah melakukan aborsi tanpa indikasi medis,

membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan

seseorang yang dalam keadaan emergency, melakukan eutanasia,

menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak benar, membuat visum

et repertum yang tidak benar dan memberikan keterangan yang tidak

benar di sidang pengadilan dalam kapasitas sebagai ahli. Duty atau

kewajiban bisa berdasarkan perjanjian (ius contractu) atau menurut

undang-undang (ius delicto) adalah kewajiban dokter untuk bekerja

berdasarkan standar profesi serta kewajiban dokter untuk memperoleh

informed consent, dalam arti wajib memberikan informasi yang cukup

dan mengerti sebelum mengambil tindakannya. Informasi itu

mencakup antara lain : risiko yang melekat pada tindakan,

33

Page 34: referat forensik 2003

kemungkinan timbul efek sampingan, alternatif lain jika ada, apa

akibat jika tidak dilakukan dan sebagainya. Peraturan tentang

persetujuan tindakan medis sudah diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 585 Tahun 1989.

Penentuan bahwa adanya penyimpangan dari standar profesi medis

(Dereliction of The Duty) adalah sesuatu yang didasarkan atas fakta-

fakta secara kasuistis yang harus dipertimbangkan oleh para ahli dan

saksi ahli. Namun sering kali pasien mencampur adukkan antara akibat

dan kelalaian. Bahwa timbul akibat negatif atau keadaan pasien yang

tidak bertambah baik belum membuktikan adanya kelalaian. Kelalaian

itu harus dibuktikan dengan jelas. Harus dibuktikan dahulu bahwa

dokter itu telah melakukan ‘breach of duty’.Damage berarti kerugian

yang diderita pasien itu harus berwujud dalam bentuk fisik, finansial,

emosional atau berbagai kategori kerugian lainnya di dalam

kepustakaan dibedakan: Kerugian umum (general damages) termasuk

kehilangan pendapatan yang akan diterima, kesakitan dan penderitaan

dan kerugian khusus (special damages) kerugian finansial nyata yang

harus dikeluarkan, seperti biaya pengobatan, gaji yang tidak diterima.

Sebaliknya jika tidak ada kerugian, maka juga tidak ada penggantian

kerugian. Direct causal relationship berarti bahwa harus ada kaitan

kausal antara tindakan yang dilakukan dengan kerugian yang diderita.

5. Tanggung jawab Hukum Dokter Dalam Bidang Hukum Administrasi

Dikatakan pelanggaran administrative malpractice jika dokter

melanggar hukum tata usaaha negara. Contoh tindakan dokter yang

dikategorikan sebagai administrative malpracticeadalah menjalankan

praktek tanpa izin, melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan

izin yang dimiliki, melakukan praktek dengan menggunakan izin yang

sudah daluwarsa dan tidak membuat rekam medis. Tindakan administratif

dapat berbentuk teguran (lisan atau tertulis), mutasi, penundaan kenaikan

34

Page 35: referat forensik 2003

pangkat, penurunan jabatan, skorsing bahkan sampai pemecatan. Menurut

peraturan yang berlaku, seseorang yang telah lulus dan diwisuda sebagai

dokter tidak secara otomatis boleh melakukan pekerjaan dokter. Ia harus

lebih dahulu mengurus lisensi agar memperoleh kewenangan, dimana

tiap-tiap jenis lisensi memerlukan basic science dan mempunyai

kewenangan sendiri-sendiri. Tidak dibenarkan melakukan tindakan medis

yang melampaui batas kewenangan yang telah ditentukan. Meskipun

seorang dokter ahli kandungan mampu melakukan operasi amandel namun

lisensinya tidak membenarkan dilakukan tindakan medis tersebut. Jika

ketentuan tersebut dilanggar maka dokter dapat dianggap telah

melakukanadministrative malpractice dan dapat dikenai sanksi

administratif, misalnya berupa pembekuan lisensi untuk sementara

waktu. Pasal 11 Undang-Undang No. 6 Tahun 1963, sanksi administratif

dapat dijatuhkan terhadap dokter yang melalaikan kewajiban, melakukan

suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang dokter, baik

mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai dokter,

mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh dokter dan

melanggar ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-Undang No. 6

Tahun 1963.

Sebagai pihak penerima pelayanan kesehatan pasien dapat

dikategorikan sebagai konsumen pengguna jasa yang diberikan oleh

tenaga kesehatan (dalam hal ini dokter). Sementara itu, dokter dapat

dikategorikan sebagai pelaku usaha dibidang jasa, yaitu jasa dalam

pelayanan kesehatan.

6. Tanggung Jawab Hukum Dokter

Menurut UU Praktik Kedokteran pasal 85 UU Praktik Kedokteran

mencabut berlakunya Pasal 54 UU Kesehatan sebagai berikut:

a.Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian

dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

35

Page 36: referat forensik 2003

b. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana

dimaksud dalam ayat 1 ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga

Kesehatan.

c.Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, dan tata kerja Majelis Disiplin

Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan presiden.

Pasal 63 UU Praktik Kedokteran menentukan bahwa pimpinan

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan

oleh rapat pleno anggota. Tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia ditentukan dalam pasal 64 UU Praktik Kedokteran sebagai

berikut:

a. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus

pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan.

b. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran

disiplin dokter atau dokter gigi. Berdasarkan ketentuan pasal 64 UU

Praktik Kedokteran, apabila terjadi kesalahan yang melibatkan

pelayanan kesehatan oleh dokter maka pengaduan diajukan kepada

Majelia Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Disamping dapat mengadukan kerugian yang dideritanya kepada

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, pihak yang dirugikan

atas kesalahan pelayanan dokter juga dapat melaporkan tentang adanya

dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat

kerugian secara perdata ke pengadilan.Langkah-langkah yang dapat

dilakukan menurut UU Praktik Kedokteran berhubungan dengan

kesalahan pelayanan kesehatan yang dilakukan dokter terhadap pasien

adalah sebagai berikut:

a. Pengaduan dapat dilakukan oleh setiap orang, yaitu orang yang secara

langsung mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan

dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran,

termasuk korporasi yang dirugikan kepentingannya.

b. Pengaduan ditujukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia secara tertulis, namun apabila pihak pengadu

36

Page 37: referat forensik 2003

tudak dapat mengajukan pengaduan secara tertulis maka pengaduan

dapat dilakukan secara lisan.

c. Pengajuan pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran dapat dilakukan bersamaan dengan penuntutan hukum

secara pidana maupun digugat secara perdata ke pengadilan.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran berwenang untuk memeriksa

dan memberikan keputusan atas pengaduan yang diterima. Apabila

ditemukan adanya pelanggaran etika berdasarkan kode etik maka Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran yang akan meneruskan pengaduan pada

organisasi profesi. Meskipun demikian dugaan kesalahan yang dilakukan

oleh dokter dalam menjalankan profesi tidak sekaligus menghilangkan

proses verbal yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, baik secara

perdata maupun pidana.2-7

37

Page 38: referat forensik 2003

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam upaya pelayanan

medis yang didasarkan atas rasa kepercayaan pasien terhadap dokter

dimulai sejak saat pasien mengajukan keluhannya yang ditanggapi

oleh dokter

2. Tanggung jawab hukum dokter terhadap pasien dalam upaya

pelayanan medis  :

a. Tanggung jawab etik yaitu yang menyangkut moral profesi yang

terangkum dalam Lafal Sumpah Dokter dan dijabarkan dalam

Kode Etik Kedokteran Indonesia.

b. Tanggung Jawab Profesi yaitu tanggung jawab yang berkaitan

dengan profesi dokter yang menyangkut kemampuan dan keahlian

dokter dalam menjalankan tugas profesinya.

c. Tanggung jawab hukum yang meliputi  3 (tiga) bidang hukum,

yaitu:

i. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum perdata

yang terkait dengan aturan-aturan / pasal-pasal dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang mencakup 2 (dua) hal

yaitu :

Tanggung jawab hukum perdata dokter kepada pasien

karena wanprestasi terkait dengan syarat sahnya suatu

perjanjian yang diatur  dalam Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata dimana syarat ke-3 (tiga)

mengenai obyeknya harus tertentu tidak dapat terpenuhi,

mengingat obyek perikatan antara dokter dengan pasien

berupa upaya dokter untuk menyembuhkan pasien secara

cermat, hati-hati dan penuh ketegangan

38

Page 39: referat forensik 2003

(inspanningsverbintenis) sehingga Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata tidak dapat serta merta

diterapkan dalam  perikatan antara dokter dengan pasien.

Tanggung jawab hukum perdata dokter karena perbuatan

melawan hukum. Tanggung jawab hukum perdata dokter

karena perbuatan melanggar hukum  (onrechtmatige daad)

ini diatur dalam Pasal 1365, 1366, 1367 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, yaitu bahwa dokter harus

bertanggung jawab atas kesalahannya yang merugikan

pasien dan untuk mengganti kerugian, selain itu dokter

harus bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan

oleh kelalaian dan kurang hati-hati dalam menjalankan

tugas profesionalnya serta dokter harus bertanggung jawab

terhadap kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya yang

atas perintahnya melakukan perbuatan tersebut.

ii. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum pidana

Tanggung jawab ini timbul bila karena ada kesalahan

profesional yaitu kesalahan baik dalam diagnosa dan terapi

maupun tindakan medik tertentu yang harus memenuhi 4

(empat) syarat, yaitu Dutyof Care (kewajiban perawatan),

Derelictionof That Duty (penyimpangan kewajiban), Damage

(kerugian), Direct Causal Relationship (ada kaitannya dengan

penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang timbul) yang

terdiri dari baik kesengajaan maupun kealpaan.

iii.Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum

administrasi

Yaitu tanggung jawab dokter yang berkaitan dengan

persyaratan administrasi yang menyangkut kewenangan dokter

dalam menjalankan tugas profesinya. 

39

Page 40: referat forensik 2003

B. Saran

1. Untuk dapat mengurangi sengketa medis antara dokter dengan pasien,

dokter dalam menjalankan tugas profesinya jangan menjamin hasil

pengobatan; dokter diharapkan dapat memberikan pelayanan yang

sesuai dengan harapan pasien yaitu perawatan yang informatif,

manusiawi dan bermutu sesuai dengan standar profesi, dan dokter

harus senantiasa meningkatkan keahliannya melalui kursus-kursus,

seminar dan simposium serta dalam memberikan penjelasan terhadap

pasien agar menggunakan bahasa yang sederhana (jangan

menggunakan istilah kedokteran) agar mudah dimengerti oleh pasien

yang awam terhadap profesi kedokteran.

2. Pasien agar lebih memahami bahwa hubungan hukum antara dokter

dengan pasien itu melahirkan aspek hukum inspanningsverbintenis

karena obyek dari hubungan hukum itu adalah upaya maksimal yang

dilakukan oleh dokter secara hati-hati dan penuh ketegangan

berdasarkan pengetahuannya untuk menyembuhkan pasien. Jadi, tidak

menjanjikan suatu hasil yang pasti.

40

Page 41: referat forensik 2003

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna Budi, et all. 2007. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta:

Jakarta: FKUI.

2. Endang Kusumah Astuti. 2003. Hubungan Hukum Antara Dokter Dan

Pasien Dalam Upaya Pelayanan Medis. Semarang.

3. Bahder Johan Nasution. 2005. Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban

Dokter. Jakarta:Rineka Cipta.

4. Chrisdiono M. Achadiat. 2006. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran

Dalam Tantangan Zaman. Jakarta:EGC.

5. Ninik Maryati. 2007. Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana

Dan Perdata. Jakarta:PT Bina Aksara.

6. Hanafiah J. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Ed 4.

Jakarta:EGC.

7. Suharto, G. 2013. Peraturan Perundangan yang Berkaitan dengan Bidang

Kedokteran. Semarang: FK UNDIP.

8. Komariah. 2008. Hukum Perdata. Malang:UMM Press.

9. J.Satrio. 2008. Hukum Perikatan. Bandung:PT Citra Aditya Bakti.

41