Referat Forensik DOA

22
REFERAT DEATH ON ARRIVAL Disusun oleh : Andona Murni Maharani G1A210109 Dhita Adriany Widjaja G1A210110 I Gede Ketut Alita Satria Nugraha G1A210111 Dike Hanurafinova Afifi G1A210112 Friska Furnandari G1A210113

Transcript of Referat Forensik DOA

REFERAT

DEATH ON ARRIVAL

Disusun oleh :

Andona Murni Maharani G1A210109 Dhita Adriany Widjaja G1A210110 I Gede Ketut Alita Satria Nugraha G1A210111 Dike Hanurafinova Afifi G1A210112 Friska Furnandari G1A210113

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJOFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANBAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

PURWOKERTO

2011

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Death On Arrival atau kematian dalam perjalanan atau yang disebut juga

kematian di tempat merupakan kasus yang amat penting untuk diketahui agar

pengelolaan terhadap pasien mejadi lebih paripurna. Pasien dengan

kegawatan akibat trauma, serangan jantung, atau kegawatdaruratan lainnya

dapat meninggal di rumah atau dalam perjalanan menuju ke rumah sakit

akibat penatalaksanaan terapi yang kurang memadai. Tak hanya bermasalah

pada terapi, tetapi juga dapat terjadi permasalahan pada ketiadaan

koordinasi yang baik diantara tenaga medis.

Bila terjadi bencana atau kecelakaan, secara otomatis masyarakat yang

menolong mengangkut para korban dengan segala macam kendaraan tanpa

koordinasi yang baik dan tanpa penanganan serta pengawasan oleh

paramedik selama proses pengangkutan ke rumah sakit. Hanya sebagian

kecil saja transportasi pasien gawat darurat tersebut dilakukan dengan

menggunakan ambulan. Permasalahan tambahan muncul kembali karena

tidak semua ambulan tersebut memenuhi syarat dan memiliki kelengkapan

peralatan sehingga risiko pasien terhadap kematian saat perjalanan pun

meningkat.

Berdasarkan permasalahan yang ada mengenai Death on arrival (DOA),

maka dalam referat ini akan dibahas mengenai pembahasan Death on

Arrival yang meliputi definisi, sebab, permasalahannya di Indonesia,

pencegahan, dan angka Kejadian DOA di Rumah Sakit Margono Soekarjo

bulan Januari-Juli 2011

2. Tujuan

a. Tujuan umum

Mengetahui secara rinci mengenai Death On Arrival (DOA)

b. Tujuan khusus

1. Mengetahui definisi mengenai Death On Arrival (DOA)

2. Pertolongan pertama pada pasien Death on Arrival

2

3. Mengetahui penyebab Death On Arrival (DOA)

4. Mengetahui permasalahan Death On Arrival (DOA) di Indonesia

5. Mengetahui pencegahan Death On Arrival (DOA)

6. Mengetahui Angka Kejadian DOA di Rumah Sakit Margono Soekarjo

bulan Januari-Juli 2011

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Death on Arrival

Kematian merupakan hal yang sering dokter dalam menghadapi pasien-

pasien kegawatdaruratan. Kematian pasien terjadi tidak hanya ketika pasien

berada pada pelayanan kesehatan tetapi dapat terjadi ketika pasien berada

dalam perjalanan menuju pelayanan kesehatan terdekat. Kematian pasien

dalam perjalanan disebut dengan istilah Death On Arrival (DOA). Istilah ini

sering digunakan pada penemuan pasien yang ditemukan telah meninggal

secara klinis tepat ketika dilakukan pemeriksaan awal (Primary Survey) oleh

tenaga medis di Unit Gawat Darurat.

2. Pertolongan pertama pada pasien Death on Arrival

Resusitasi Jantung Paru (RJP) tetap harus dilakukan walaupun dokter telah

menemukan pasien dalam keadaan meninggal secara klinis, upaya

penyelamatan untuk menolong pasien sampai dokter menyatakan bahwa

pasien telah meninggal dunia. Tindakan RJP wajib dilakukan pada keadaan

denyut nadi pasien sangat lemah dan diperkirakan masih dapat bernafas

spontan. Akan tetapi, terdapat pengecualian apabila keluarga menolak

permohonan untuk dilakukan tindakan tersebut. Selain itu, terdapat kondisi

dimana tindakan tersebut sudah tidak perlu dilakukan karena pasien sudah

meninggal dunia atau dikarenakan faktor lain, seperti:

a. Pasien dengan luka berat dan apabila dilakukan RJP dapat menyebabkan

kematian, misalnya pasien dengan cedera kepala berat, kepala terpenggal,

luka bakar luas dan berat, fraktur costa, trauma facial dan keadaan syok.

b. Tanda-tanda kematian secara klinis baik refleks batang otak telah tidak

ditemukan, respon pernapasan maupun jantung.

c. Telah ditemukan tanda-tanda kematian yang telah terjadi cukup lama

seperti adanya lebam mayat, kaku mayat dan hipersekresi.

Pernyataan kematian pasien harus dibuat dengan tepat dan akurat. Bila

ditemukan keadaan yang masih bisa dilakukan pertolongan, petugas

4

kesehatan wajib melakukan yang terbaik bagi pasien dengan

mempertimbangkan kerugian dan keuntungan tindakan yang akan dilakukan.

3. Penyebab Tersering Death on Arrival

a. Trauma Kepala

Trauma kepala adalah semua jenis trauma fisik yang mengenai bagian

kepala termasuk wajah. Trauma kepala merupakan salah satu penyebab

utama kematian pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Penyebab cedera

kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis trauma yang dialami yaitu jenis

trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul biasanya berkaitan

dengan kejadian pasca kecelakaan lalu lintas. Selain itu, pukulan benda

tumpul seperti balok kayu sering dilakukan pada korban tindakan kriminal

sedangkan trauma tajam paling sering berkaitan dengan luka tembak yang

dilakukan menggunakan senjata api.

Problem utama kejadian trauma kepala terutama terkait dalam

penanganan awal pasien di pelayanan kesehatan pertama tempat pasien

dirawat. Dalam penanganan pasien dengan trauma kepala selain harus

mempertimbangkan ketepatan waktu serta akurasi penegakkan diagnosis

juga harus diikuti dengan tindakan yang tepat sesuai keadaan pasien.

Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan

pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat

trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :

a) Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa

terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor

yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas,

memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.

b) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi

yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya

cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan

pertama, yaitu :

1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).

5

Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan

pembunuh tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari

gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas

utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian karena

masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali

masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster

maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup

lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan penurunan kesadaran

mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas,

selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat

terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga

menutupi aliran udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi

lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.

2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)

Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada

hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam

mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan

dapat menimbulkan kematian.

3. Menghentikan perdarahan (Circulations).

Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada

tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala

dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi

dengan pemberian cairan infus dan bila perlu dilanjutkan dengan

pemberian transfusi darah. Syok biasanya disebabkan karena

penderita kehilangan banyak darah.

Gambar 2.4 Tindakan Primary Survey ABC

6

b. Serangan Jantung (Infact Myocard Acute)

Serangan jantung dapat disebut juga keadaan Infact Myocard Acute

adalah keadaan terhentinya aliran darah yang menuju ke jantung dan

mengakibatkan sebagian sel jantung menjadi mati. Penyebab terjadinya

keadaan ini antara lain timbulnya ateresklerosis plak atau emboli yang

menghambat aliran pada pembuluh darah yang memperdarahi jantung.

Penyakit ini disebabkan dari gaya hidup yang kurang sehat yang terkait

dengan konsumsi makan-makanan berlemak tanpa diimbangi dengan

kegiatan fisik untuk membakar lemak dalam tubuh.

Gambar 2.5 Sumbatan Arteri Koronaria

c. Encephalitis

Encephalitis adalah infeksi yang mengenai jaringan otak oleh

mikroorganisme. Keadaan ini menimbulkan reaksi peradangan jaringan

otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.

Berbagai macam mikroorganisme penyebab diantaranya adalah bakteri

penyebab Encephalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli,

7

M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut

encephalitis supuratif akut.

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala

klinis encephalitis sangat khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria

diagnosis. Secara umum, gejala berupa trias encephalitis yang terdiri dari

demam, kejang dan kesadaran menurun. Inti dari

sindrom Encephalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda

dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia,

hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan

involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

3. Permasalahan Death On Arrival di Indonesia

Kejadian Death on Arrival pada umumnya terjadi akibat beberapa faktor.

Berikut adalah faktor-faktor yang dapt menjadi sebab DOA di Indonesia :

a. Faktor transportasi

Masalah transportasi merupakan masalah klasik yang dialami oleh

pasien Death On Arrival (DOA) di Indonesia. Kebanyakan transportasi

yang digunakan dalam mengangkut pasien tidak sesuai dengan standar

transportasi kegawatdaruratan yang ideal, seperti bukan ambulans ataupun

ambulans yang digunakan bukan ambulans gawat darurat yang tidak

dilengkapi peralatan yang memadai. Ambulans gawat darurat didesain

supaya mampu menangani pasien-pasien dengan kasus gawat darurat,

memberikan pertolongan pertama pada setiap kasus dan melakukan

perawatan yang cukup intensif selama dalam perjalanan.

8

Gambar 2.6 Ambulans Standar di Indonesia

Selain ambulans gawat darurat, adanya peralatan kesehatan yang

lengkap dan petugas kesehatan yang profesional dan berkompeten di

bidang pelayanan gawat darurat pada ambulans merupakan faktor penting

transportasi dalam penanganan keadaan gawat darurat di Indonesia.

Dengan demikian pertolongan darurat mampu dilakukan cepat, tepat dan

efisien, serta terhindar dari keterlambatan yang dapat berujung pada

kematian pasien.

b. Faktor Tenaga Medis Pertolongan Pertama

Dalam melakukan pertolongan pasien di lapangan bukanlah tenaga

medis yang memiliki pengetahuan sehingga upaya pertolongan yang

diberikan menimbulkan risiko kematian bagi penderita. Sertifikasi atau

pelatihan kegawatdaruratan perlu dilaksanakan secara berkala untuk terus

memperbaharui pengetahuan tenaga kesehatan dalam menangani

9

pertolongan pertama pada pasien gawat darurat.

Selain itu, hambatan ditemukan pada upaya transportasi pasien

dengan rujukan dari puskesmas atau rumah sakit perifer ke rumah sakit

rujukan juga sering kali tidak didampingi oleh tenaga medis yang

memadai dan terlatih. Transportasi pasien tersebut seringkali hanya

dilakukan oleh tenaga paramedis ataupun petugas yang kurang terlatih di

puskesmas sehingga saat dibutuhkan tindakan darurat dalam perjalanan

pasien tersebut, upaya tersebut tidak dapat diberikan secara maksimal.

Proses pengantaran dan tindakan teknis secara langsung dalan melakukan

transportasi juga patut diperhatikan dalam kasus kegawatdaruratan.

Pertolongan terbaik pada pasien gawat darurat tersebut harusnya

dilakukan oleh dokter atau perawat berpengalaman dan memiliki

kompetensi penanganan kasus kegawatdaruratan.

4. Pencegahan Death on Arrival (DOA)

a. Syarat penderita

Pasien gawat darurat dapat ditransportasikan bila penderita tersebut

memenuhi syarat untuk dilakukan transportasi diantaranya adalah apabila

gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah dapat diatasi, resusitasi

dilakukan bila diperlukan, perdarahan dihentikan, luka ditutup, patah

tulang di fiksasi dan selama perjalanan harus dimonitor :

a. Kesadaran

b. Pernafasan

c. Tekanan darah dan denyut nadi

d. Daerah perlukaan

b. Prinsip transportasi prehospital

Terdapat beberapa panduan dalam mengangkat pasien gawat darurat :

1) Kenali kemampuan diri dan kemampuan kelompok dalam melakukan

transportasi

2) Nilai beban yang diangkat, jika tidak mampu jangan memaksakan diri.

3) Apabila telah siap untuk melakukan transportasi, posisikan kedua kaki

berjarak sebahu, satu kaki sedikit ke depan

10

4) Posisi menjongkok merupakan posisi ideal dalam memulai proses

transportasi pasien . Jangan membungkuk saat mengangkat

5) Tangan yang memegang menghadap ke depan (jarak ±30 cm)

6) Tubuh sedekat mungkin ke beban (± 50 cm)

7) Jangan memutar tubuh saat mengangkat

5. Angka Kejadian DOA di Rumah Sakit Margono Soekarjo bulan

Januari-Juli 2011

Jumlah total pasien Death on Arrival (DOA) yang tercatat di Rumah

Sakit Margono Soekarjo (RSMS) dari bulan Januari hingga Juli tahun 2011

mencapai 19 kasus. Dari 19 kasus tersebut, kejadian DOA tersering terjadi

pada bulan Januari dan juni yaitu sebanyak 4 kasusb sedangkan pada bulan

Mei tidak dijumpai adanya kasus DOA.

Gambar 2.1 Grafik angka kejadian DOA di Rumah Sakit Margono Soekarjo periode Januari- Juli tahun 2011

Jumlah total pasien Death on Arrival (DOA) yang tercatat di

Rumah Sakit Margono Soekarjo (RSMS) dari bulan Januari sampai

Juli tahun 2011 mencapai 19 kasus. Dari 19 kasus tersebut, kejadian

DOA tersering pada bulan januari dan juni yaitu sebanyak 4 kasus.

Sedangkan pada bulan mei tidak dijumpai adanya kasus DOA

Dari 19 kasus tersebut, 10 kasus merupakan kasus yang terjadi

pada pasien laki- laki, sedangkan 9 terjadi pada wanita. Dibawah ini

11

merupakan grafik kejadian DOA berdasarkan jenis kelamin di

RSMS:

Gambar 2.2 Kejadian DOA Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2.1 Kejadian DOA berdasarkan Usia Korban

Usia Jumlah< 18 tahun 218- 55 tahun 12>55 tahun 5Jumlah 19

Dari 19 kasus tersebut, kejadian DOA tersering pada usia

dewasa yaitu 18-55 tahun sebanyak 12 orang, dan jarang terjadi pada

rentan usia kurang dari 18 tahun yaitu sebanyak 2 orang. 5 orang

lainnya merukapan usia tua yaitu lebih dari 55 tahun.

12

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari referat dijabarkan sebagai berikut :

1. DOA adalah penemuan pasien yang ditemukan telah meninggal secara klinis

tepat ketika dilakukan pemeriksaan awal (Primary Survey) oleh tenaga medis

di Unit Gawat Darurat.

2. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien Death on Arrival

adalah tindakan resusitasi jantung paru kecuali pada kasus-kasus khusus

3. Penyebab tersering dari DOA adalah trauma kepala, serangan jantung, dan

encephalitis.

4. Faktor –faktor yang mempengaruhi terjadinya DOA di Indonesia adalah faktor

transportasi yang kurang memadai dan tenaga medis pertolongan pertama

5. Pencegahan terhadap terjadinya DOA yang dapat dilakukan adalah tersedianya

fasilitas transportasi yang baik dan tenaga medis yang dapat menunjang

kestabilan pasien selama perjalanan

6. Kejadian kasus DOA di Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto dari

bulan Januari hingga Juli 2011 terbanyak berada pada bulan Januari dan Juni

sebanyak 4 kasus sedangkan tersedikit berada pada bulan Juni yakni tidak ada

pasien yang dinyatakan DOA

13

DAFTAR PUSTAKA

Grant HD et al, in Emergensi Care, 7th.ed. , Prentice Hall, 1996

Jagoda A, Bruns Jr J. Prehospital Management of Traumatic Brain Injury. In:

Leon-Carrions J, von Wild KRH, Zitnay GA, editors. Brain Injury Treatment:

Theories and Practice. New York: Taylor & Francis; 2006.p.1

Listiono LD. editor. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Edisi III. Jakarta: PT.

Gramedia; 1998.

McSwain NE; Pre-Hospital Care; in Feliciano, Moore & Mattox (eds);Textbook

of trauma; 3rd ed.; pp107-121; 1996

Pah-Lavan Z. Traumatic Brain Injury: the Cloud of Unknowing. J Community

Nursing 2006;20:4 – 11.

Pusponegoro AD. Pertolongan penderita trauma pra-rumah sakit. Jakarta:

Ambulans Gawat Darurat 118; 2001.Panduan Gawat darurat, Departemen

Kesehatan RI, 2001

Rao V, Lyketsos C. Neuropsychiatric Sequelae of Traumatic Brain Injury.

Psychosomatic 2000. 41:95 – 103.

Soedarmo S. Operasionalisasi ambulans, AGD 118, 2003

Sofwan Dahlan 2007. Ilmu Kedokteran Forensik : Pedoman Bagi Dokter dan

Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang

14

LAMPIRAN

No. Jenis Kelamin Usia Bulan1. Perempuan 48 th Januari

2. Perempuan 57 th Januari

3. Perempuan 50 th Januari

4. Laki-laki 43 thn Januari

5. Perempuan 48 thn Febuari

6. Laki-laki 45 thn Febuari

7. Perempuan 51 thn Maret

8. Laki-laki 2,5 thn Maret

9. Laki-laki 65 thn Maret

10. Perempuan 5 bln April

11. Laki-laki 74 thn April

12. Laki-laki 74 thn April

13. Laki-laki 56 thn Juni

14. Laki-laki 24 hr Juni

15. Laki-laki 42 thn Juni

16. Perempuan 27 th Juni

17. Perempuan 37 thn Juli

18. Perempuan 50 thn Juli

19. Laki-laki 37 thn Juli