REFERAT EMBALMING FORENSIK

79
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam hidup bermasyarakat terdapat kewajiban moral bagi pihak berwenang maupun kerabat untuk menjamin penghormatan terakhir yang layak dan tepat terhadap jenazah setelah meninggal dunia. Karena hal itulah pelayanan pemulasaraan dan kamar jenazah harus diperhatikan dengan seksama untuk memberikan penghormatan sebaik-baiknya terhadap keluarga yang sudah meninggal dunia. Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien. Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien, jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap maupun melalui otopsi. Perawatan jenazah baik dengan penyakit menular ataupun tidak tetap harus dilaksanakan dengan selalu menerapkan standar umum yang sudah berlaku di masing-masing instansi tanpa mengabaikan tradisi 1

description

TRISAKTI UNDIP UPN

Transcript of REFERAT EMBALMING FORENSIK

Page 1: REFERAT EMBALMING FORENSIK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam hidup bermasyarakat terdapat kewajiban moral bagi pihak

berwenang maupun kerabat untuk menjamin penghormatan terakhir yang

layak dan tepat terhadap jenazah setelah meninggal dunia. Karena hal itulah

pelayanan pemulasaraan dan kamar jenazah harus diperhatikan dengan

seksama untuk memberikan penghormatan sebaik-baiknya terhadap keluarga

yang sudah meninggal dunia.

Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan

termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik

pasien. Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian

pasien, jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat

kriminalitas, perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap

maupun melalui otopsi.

Perawatan jenazah baik dengan penyakit menular ataupun tidak tetap harus

dilaksanakan dengan selalu menerapkan standar umum yang sudah berlaku di

masing-masing instansi tanpa mengabaikan tradisi budaya dan agama yang

dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan harus dapat mengayomi

keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan

jenazah tidak menimbulkan resiko lain, hal ini penting mengingat kita

terkadang mengabaikan penanganan jenazah dengan baik .

Melihat permasalahan diatas, maka kita sebagai insan medis perlu paham

mengenai penatalaksanaan dan aspek medikolegal dari pemulasaraan di

Rumah Sakit, mengingat penatalaksanaan pasien bukan hanya masalah

pengobatan tetapi juga penatalaksanaan yang baik pada pasien yang sudah

meninggal sehingga pelayanan terhadap jenazah ini menjadi paripurna. Salah

satu upaya yang dilakukan adalah dengan kewaspadaan universal. Petugas

kesehatan yang bekerja dan keluarga jenazah yang ikut memandikan jenazah

1

Page 2: REFERAT EMBALMING FORENSIK

pada instalasi kamar jenazah tentunya juga memiliki faktor resiko untuk

tertular penyakit menular yang diderita pasien. Oleh karena itu,

penatalaksanaan yang tepat dan penerapan kewaspadaan universal pada hal ini

pada perawatan jenazah penting untuk diperhatikan, hal ini menjadi perhatian

khusus dikarenakan pada prakteknya penerapan tatalaksana dan pemulasaraan

jenazah harus kita pahami.

Dalam penatalaksanaan jenazah dibutuhkan penanganan yang baik dan

benar, dan harus sesuai dengan standar dan etika yang telah ditentukan. Agar

supaya penatalaksanaan perawatan jenazah berlangsung dengan baik

walaupun pasien sudah meninggal, maka kita tetap harus berupaya dengan

baik pemulasaraan dari jenazah tersebut sehingga kita tetap menghargai

jenazah sebagaimana layaknya manusia seutuhnya, sama ketika dia masih

hidup.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penatalaksanaan, perawatan jenazah di Rumah Sakit

dengan baik?

2. Bagaimana prosedur penatalaksanaan jenazah berdasarkan peraturan

pemerintah dan dari berbagai aspek agama di Indonesia?

3. Bagaimana aspek medikolegal pemulasaraan jenazah?

1.3 Tujuan Pembahasan

Untuk memberikan pengetahuan mengenai :

1. Mengetahui pengertian dan penatalaksanaan jenazah di Rumah Sakit.

2. Memahami peranan dokter perawat dan petugas kamar jenazah dalam

rangka pemulasaraan jenazah.

3. Memahami tata cara perawatan jenazah sesuai agama yang diakui di

Indonesia.

2

Page 3: REFERAT EMBALMING FORENSIK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Jenazah di Rumah Sakit

1. Prinsip Pelayanan Jenazah

Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana

manusia hidup, karena ia adalah manusia. Martabat kemanusiaan ini

secara khusus adalah perawatan kebersihan sebagaimana kepercayaan

atau adatnya, perlakuan sopan dan tidak merusak badan wadagnya tanpa

indikasi atau kepentingan kerahasiaannya. Oleh karenanya kamar jenazah

harus bersih dan bebas dari kontaminasi khususnya hal yang

membahayakan petugas. Demikian pula aman bagi petugas yang bekerja,

termasuk terhadap resiko penularan jenazah terinfeksi karena penyakit

mematikan.

2. Ciri Khusus Pelayanan Jenazah

Situasi khusus peristiwa kematian seseorang dan sikap sosial

budaya keluarga orang tersebut menghadapi sebuah kematian akan

mewarnai sarana dan prasarana pelayanan. Rasa duka mendalam sering

melibatkan suasana kekagetan, kesedihan atau haru luar biasa yang dapat

menjurus pada keputus-asaan keluarga, kesibukkan dan bahkan

kebingungan untuk jenazah segera dikubur. Kemendadakan

mengkonfirmasi keputusan dari keluarga dan kerabat rasa ingin tahu

masyarakat pada kasus kematian khusus atau bahkan suasana ketidak

menentuan pada korban mati massal atau mereka yang mencari keluarga

yang hilang. Hal-hal tersebut memunculkan suasana yang seringkali

emosional, dengan ekses kemarahan yang dapat membahayakan

keselamatan dokter dan atau petugas kamar jenazah terkait, termasuk

perusakan sarana dan prasarana. Dikaitkan dengan kasus forensik yang

memerlukan pengamanan jenazah sebagai barang bukti, hal-hal yang

berkaitkan dengan chain of custody memerlukan sarana dan prasarana

3

Page 4: REFERAT EMBALMING FORENSIK

khusus. Dengan perkembangan dunia yang anomic ( kematian akibat risk

society, sebagaimana ditunjukkan oleh terror bom) yang semakin banyak

menyebabkan kematian tidak wajar (pembunuhan, kecelakaan, bunuh

diri) siapapun, kamar jenazah seharusnya menjadi “outlet” yang dikelola

integrative dengan sekaligus dipimpin oleh pelayanan penuh 24 jam

sehari.

Demikian pula dalam pembahasan tentang ruang, secara implisit

tercakup pula sarana dan prasarana kenyamanan seperti AC, Ventilasi

ruangan yang baik, air yang mengalir lancar, cahaya yang terang, dengan

ruang public yang dilengkapi oleh toilet umum dan sarana telepon umum.

3. Jenis Pelayanan terkait Kamar Jenazah

Pelayanan jasa yang terkait dengan kamar jenazah dapat

dikelompokkan kedalam 5 kategori yakni:

a. Pelayanan jenazah purna-pasien atau “mayat dalam”

Cakupan pelayanan ini adalah berasal dari bagian akhir pelayanan

kesehatan yang dilakukan dirumah sakit, setelah pasien dinyatakan

meninggal, sebelum jenazahnya diserahkan ke pihak keluarga atau

pihak berkepentingan lainnya.

b. Pelayanan kedokteran forensik terhadap korban mati “mayat luar”

Rumah sakit pemerintah sering merupakan sarana bagi dibawanya

jenazah atau mayat tidak-dikenal atau memerlukan pemeriksaan

identitas dari luar kota setempat yang memerlukan pemeriksaan

forensik. Ada 2 jenis pemeriksaaan forensik, yakni visum luar dan

visum dalam, keduanya dengan atau tanpa diikuti pemeriksaan

penunjang seperti patologi anatomi, radiologi, toksikologi, analisa

mikrobiologi. Untuk pemeriksaan dalam dilakukan diruang otopsi.

c. Pelayanan sosial kemanusiaan lainnya : seperti pencarian orang

hilang, rumah duka/ penitipan jenazah.

d. Pelayanan bencana atau peristiwa dengan korban mati massal

e. Pelayanan untuk kepentingan keilmuan atau

4

Page 5: REFERAT EMBALMING FORENSIK

pendidikan/penelitian.

4. Tujuan pelayanan di pemulasaraan jenazah

a. pencegahan penularan penyakit

Apabila kamar jenazah menerima korban yang meninggal dengan

penyakit menular misalnya HIV/AIDS, maka dalam perawatan

jenazah perlu diterapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Jangan sampai petugas yang merawat dan orang-orang

sekitarnya menjadi tertular.

2. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh jenazah (kencing, darah,

kotoran dll) bisa mengandung kuman sehingga menjadi sumber

penularan.

3. Penerapan universal precaution :

a. Menggunakan tutup kepala

b. Menggunakan goggles

c. Menggunakan masker

d. Sarung tangan

e. Skop

f. Sepatu boot

4. Alat yang dipakai merawat jenazah diperlakukan khusus

dengan cara dekontaminasi (direndam) dengan clorin 0,5%

selama 10 menit. Pada kasus kematian tidak wajar dengan

korban yang diduga mengidap penyakit menular (missal

HIV/AIDS) maka pelaksanaan autopsy tetap mengacu prinsip-

prinsip universal precaution. Tetapi apabila dapat

dikoordinasikan dengan penyidik untuk tidak dilakukan

autopsy, cukup pemeriksaan luar.

b. Penegakan hukum

Sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu undang-undang

Nomor 8 tahun 1981(KUHAP) setiap dokter baik dokter umum,

dokter ahli forensic maupun dokter spesialis klinik lain wajib

memberi bantuan kepada pihak yang berwajib untuk kepentingan

5

Page 6: REFERAT EMBALMING FORENSIK

peradilan yang berwenang.

Pada pelaksanaan pelayanan pemeriksaan medis secara

kedokteran forensic sekalipun dapat dimintakan kepada setiap

dokter, baik dokter umum, dokter spesialis klinik maupun dokter

ahli forensic, namun untuk memperoleh hasil yang optimal baik

ditinjau dari segi kepentingan pelayanan, bantuan untuk proses

peradilan dan segi kepentingan pelayanan kesehatan sebaiknya

pemeriksaan dilakukan oleh dokter spesialis forensic.

5. Penatalaksanaan Jenazah di Rumah Sakit

Pasien yang datang kerumah sakit pada prinsipnya dibagi menjadi 2

yaitu:

1. Pasien yang tidak mengalami kekerasan.

2. Pasien yang mengalami kekerasan

Ad.1. Pasien yang tidak mengalami kekerasan apabila meninggal

dunia, langsung diberi surat kematian. Kemudian dibawa

kekamar jenazah hanya untuk dicatat dalam buku register.

Ad.2. Pasien yang mengalami kekerasan misalnya karena percobaan

bunuh diri, kecelakan dan pembubuhan, pasien overdosis

narkoba. Apabila pasien meninggal dokter tidak memberi

surat kematian tetapi korban dikirim ke kamar jenazah

dengan disertai surat pengantar yang di tandatangani olegh

dokter yang bersangkutan.

Apabila kamar jenazah menerima korban dari IRD tetapi belum

ada Surat Permohonan Visum et Repertum maka petugas menyuruh

keluarga korban untuk melapor ke Polisi dimana peristiwa tersebut

terjadi. Apabila keluarga menolak melapor Polisi dan tetap bersikeras

membawa jenazah maka diberikan surat pernyataan dan tidak

diberikan surat kematian.

Apabila Jenazah sudah dilengkapi dengan visum maka keluarga

korban diminta membuat surat pernyataan tidak keberatan untuk

6

Page 7: REFERAT EMBALMING FORENSIK

dilakukan otopsi, setelah selesai otopsi dibuatkan surat kematian.

6. Embalming dan Pengeriman Jenazah

Embalming atau pengawetan jenazah dilakukan dengan formalin.

Pengiriman jenazah harus dilakukan embalming dan harus dibuat

berita acara kematian kalau perlu.

2.2 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang diperlukan pada kamar jenazah terdiri dari :

a. Dokter Spesialis Forensik

b. Dokter Umum

c. Dokter Forensik Gigi

d. Teknisi Forensik

e. Teknisi Laboratorium Forensik

f. Tenaga Administrasi

g. Tenaga Pemulasaraan Jenazah

h. Supir Mobil Jenazah

i. Pekarya

2.3 Persiapan perawatan jenazah

Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah sebagai berikut :

a. Tindakan di luar kamar jenazah

1) Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan.

2) Memakai pelindung wajah dan jubah.

3) Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan

tangan di sisi atau terlipat di dada.

4) Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu

pula mulut, hidung dan telinga.

5) Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada

rembesan darah atau cairan tubuh lainnya.

6) Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.

7

Page 8: REFERAT EMBALMING FORENSIK

7) Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam

wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal.

8) Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.

9) Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan

oleh keluarga.

10) Pasang label identitas pada kaki.

11) Beritahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita

penyakit menular.

12) Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.

b. Tindakan di kamar jenazah

1) Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan

sebelum memakai sarung tangan.

2) Petugas memakai alat pelindung:

- Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku),

- Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut,

- Pelindung wajah (masker dan kaca mata),

- Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air.

3) Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah

memahami cara membersihkan/memandikan jenazah penderita

penyakit menular.

4) Bungkus jenazah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai

dengan agama dan kepercayaan yang dianut.

5) Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan

sesudah melepas sarung tangan.

6) Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

7) Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali

oleh petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut.

8) Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat

dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit

dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut.

9) Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah:

8

Page 9: REFERAT EMBALMING FORENSIK

- Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila

terkena darah atau cairan tubuh lain.

- Dilarang memanipulasi alat suntik. Buang semua alat/benda tajam

dalam wadah yang tahan tusukan.

- Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/

atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin

0,5%.

- Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses

dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi atau

sterilisasi.

- Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam

kantong plastik.

- Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara

pengelolaan sampah medis.

- Berikan barang-barang milik pasien kepada keluarga atau bawa

barang tersebut ke kamar jenazah. Jika perhiasan atau uang

diberikan kepada keluarga, pastikan ada petugas/perawat lain

yang menemani. Minta tanda tangan dari anggota keluarga yang

sudah dewasa untuk untuk vertifikasi penerimaan barang

berharga.

- Berikan support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan

teman dan kepada pasien lain yang sekamar.

Pada Commonwealth of Australia Interim Pandemic Influenza

Infection Control Guidelines tidak merekomendasikan untuk membalsem

jenazah pasien korban flu burung apabila terjadi pandemi flu burung. Namun

jika ini harus dilakukan untuk alasan budaya dan sosial, maka pembalseman

dapat dilakukan dengan syarat :

1. Petugas yang melakukan pembalseman harus memiliki sertifikat dari

institusi yang disetujui oleh direktur umum dari Departemen Kesehatan.

9

Page 10: REFERAT EMBALMING FORENSIK

2. Petugas yang melakukan pembalseman harus mengenakan alat

perlindungan diri yang lengkap (masker N95, baju panjang, sarung tangan,

penutup kepala, dan kaca mata khusus).

Menurut Departemen Kesehatan RI penggunaan formalin terhadap

jenazah pasien flu burung sudah tidak tepat, karena ini akan membuat risiko

petugas yang mengurus jenazah untuk tertular flu burung menjadi lebih besar.

Jika jenazah pasien flu burung bisa diformalin, maka akan menurunkan risiko

menularnya virus flu burung karena virus ini mudah mati dalam formalin.

Menurut WHO, apabila jenazah akan diautopsi maka jenazah dapat

disimpan dalam lemari pendingin. Apabila anggota keluarga ingin menyentuh

tubuh jenazah, hal itu dapat diizinkan dengan memakai apron dan sarung

tangan setelah sebelumnya keluarga mencuci tangan dengan sabun dan tubuh

jenazah yang disentuh sebelumnya dibersihkan dengan antiseptik standar

(alkohol 70%).

Petugas di pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur universal

precaution, yaitu dengan memakai alat pelindung diri. Apabila alat-alat ini

setelah dipakai harus direndam dalam larutan pemutih pakaian dengan

perbandingan 1:10 selama 10 menit. Setelah merawat jenazah pasien

tersebut, petugas wajib mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah

membuka sarung tangan.

2.4 Alat pelindung diri

a. Definisi

Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan

perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. Alat Pelindung Diri

harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-bahaya kecelakaan

yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati

agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan.

b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

10

Page 11: REFERAT EMBALMING FORENSIK

1. Sarung tangan

Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat

menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang

berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan

penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran

infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu

pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.

2. Masker

Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut,

bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (Jenggot). Masker dipakai

untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau

petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah

percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut

petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan,

maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun

ringan, kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya

tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman

tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker

yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari

tetesan partikel berukuran besar (>5 µm) yang tersebar melalui batuk

atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter).

Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar-

benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah)

sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan

demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang

dihisap dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.

3. Topi

Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga

serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama

pembedahan Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut.

11

Page 12: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien,

tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari

darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

4. Gaun Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti

pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang

diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet.

Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju

dan kulit petugas kesehatan dari sekresi, ekspirasi. Ketika merawat

pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular

tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap

memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan

terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi.

Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengangan sepenuhnya.

Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun

dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian

yang potensial tercemar lalu cuci tangan segera untuk mencegah

berpindahnya organisme.

5. Apron

Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang

tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan.

Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup

ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan

pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah,

cairan tubuh atau sekresi. Hal mencegah cairan tubuh pasien ini

penting jika gaun pelindung tidak tahan air.

6. Pelindung Kaki

Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera

akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak

sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, "sandal jepit" atau sepatu

yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu

12

Page 13: REFERAT EMBALMING FORENSIK

boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak

perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi

darah atau tumpahan cairan tubuh lain.

Prinsip Kewaspadaan Universal adalah memperlakukan setiap cairan

tubuh, darah, dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan infeksius. Air

yang dipakai harus klorin supaya virus yang berpotensi menularkan bibit

penyakit bisa mati. Untuk percikan darah dianjurkan menggunakan  Klorin

dari bahan pemutih dengan pengenceran 1:10 sampai 1:100. Cara ini akan

meminimalkan risiko terpajan darah atau cairan tubuh. Hal lain yang juga

harus diperhatikan, yakni seperti pastikan air bekas memandikan jenazah

bisa langsung mengalir ke got atau saluran pembuangan, dan jangan

sampai tergenang. Sebab, genangan tersebut memungkinkan terjadinya

penularan virus lain.

2.5 Perawatan Jenazah dengan Penyakit Menular

Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan

selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi

budaya dan agama yang dianut keluarganya. Penatalaksanaan terhadap

jenazah dengan penyakit menular dilakukan secara khusus sesuai dengan

Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular :

1. Memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan perundangan yang

berlaku.

2. Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

3. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapus-hamaan bahan dan alat yang

digunakan dalam penatalaksanaan jenazah dilakukan oleh petugas

kesehatan.

Peralatan dan Perlengkapan dalam Perawatan Jenazah meliputi :

1. Kasa atau perban

2. Sarung tangan

3. Penganjal dagu

13

Page 14: REFERAT EMBALMING FORENSIK

4. Pads

5. Kapas

6. Plastik jenazah

7. 3 buah label

8. Plester

9. Tas plastik

10. Air dalam baskom

11. Sabun

12. Handuk

13. Selimut mandi

14. Kain kafan

15. Daftar barang

16. Peniti

17. Sisir

18. Baju bersih

19. Celemek

20. Bengkok

21. Tempat pakaian kotor

22. Waslap

Jenazah tidak akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani

secara benar. Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika

penanganannya tidak memadai. Menurut Departemen Kesehatan RI, urutan

perlakuan yang diberikan pada jenazah pasien dengan penyakit menular

adalah berikut :

1. Luruskan tubuh pasien.

2. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang pada tubuh pasien.

3. Tutup mata, telinga, dan mulut dengan kapas maupun plester kedap

air.

4. Setiap luka harus diplester dengan rapat.

14

Page 15: REFERAT EMBALMING FORENSIK

5. Jenazah ditutup dengan kain kafan atau bahan dari plastik (bahan tidak

tembus air). 

6. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

7. Jenazah tidak boleh dibalsem ataupun disuntik pengawet (formalin

atau formaldehida) kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir

dalam hal tersebut.

8. Jika jenazah akan diautopsi, maka akan dilakukan oleh petugas khusus

dan autopsi dapat dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga

dan direktur rumah sakit.

9. Jenazah hanya boleh diangkut oleh mobil jenazah.

10. Jenazah tidak boleh disemayamkan lebih dari 4 jam di dalam

pemulasaran jenazah.

11. Jenazah dapat dikubur dalam tempat pemakaman umum dan dapat

disaksikan oleh seluruh anggota keluarga setelah semua prosedur di

atas telah dilalui.

2.6 Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang

dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran

infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat

berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas

kesehatan. Prinsip kewaspadaan universal (universal precaution) di pelayanan

kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan,

serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang

terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HIB tidak menunjukan gejala fisik.

Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan

petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak.

Kewaspadaan universal berlaku untuk darah, sekresi ekskresi (kecuali

keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk

mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi

yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum

15

Page 16: REFERAT EMBALMING FORENSIK

suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam system pelayanan kesehatan. Ketiga

prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu mencuci tangan

guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian

sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain,

pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan,

dan pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003).

A. Standar Kewaspadaan

a. Cuci tangan dengan menggunakan antiseptic setelah berhubungan

dengan pasien setelah membuka sarung tangan.

b. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubh .

c. Pakai sarung tangan bila mungkin aka nada hubungan dengan cairan

tubuh atau peralatan yang terkontaminasi dan saat menangani

peralatan habis pakai.

d. Menggunakan masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada

percikan cairan tubuh.

e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman, yang

sekali pakai tidak boleh digunakan ulang.

f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan

yang cocok

g. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis.

h. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai

dengan prosedur.

i. Buang limbah sesuai prosedur. Pemisahan limbah sesuai jenisnya

diawali sejak limbah tersebut dihasilkan.

16

Page 17: REFERAT EMBALMING FORENSIK

2.7 Alur pelayanan jenazah

17

JENAZAH DARI RUMAH SAKITINSTALASI GAWAT

DARURATINSTALASI RAWAT

JALANINSTALASI RAWAT

INAP

SURAT KETERANGAN ?

ADA TIDAKKKKK PEMERIKSAAN DOKTER

SURAT KEMARIAN DARI LUAR NEGERI

LAPOR POLISI KEMATIAN WAJAR

TIDAK

PERMINTAAN VeR

JENAZAH KASUS

MEDIKOLEGAL

AUTOPSI DAN SURAT KEMATIAN DIBUAT

OLEH DOKTER BAGIAN FORENSIK

JENAZAH BUKAN KASUS MEDIKOLEGAL

SURAT KEMATIAN DIBUAT OLEH DOKTER

YANG MEMERIKSA KEMATIAN DI RRJ,IGD

ATAU DOKTER BAG.FORENSIK

SURAT KEMATIAN DIREGISTRASI OLEH PETUGAS BAGIAN FORENSIK

PEMULASARAAN JENAZAH

JENAZAH KELUAR MELALUI PINTU COT ATAU BAGIAN FORENSIK

Page 18: REFERAT EMBALMING FORENSIK

2.8 Surat Keterangan Mati

Surat kematian adalah surat pernyataan yang bertujuan menerangkan

bahwa seseorang telah meninggal dunia pada waktu tertentu. Surat ini

diterbitkan oleh dokter apabila yang bersangkutan meninggal di rumah

sakit, dan dibuat oleh kelurahan jika yang bersangkutan meninggal di

tempat tinggalnya.

Dalam hal yang bersangkutan meninggal selain di rumah dan di rumah

sakit surat keterangan kematian dibuat dalam bentuk visum et repertum.

A. Guna surat kematian:

1. Sebagai bukti bahwa seseorang meninggal dunia.

2. Untuk statistik sebab kematian.

3. Dalam dunia ilmu kedokteran, dengan adanya kewajiban pengisian

formulir surat kematian oleh dokter pada setiap kasus kematian, maka

pada kasus kematian yang tidak wajar (pembunuhan) tidak terlanjur

dikubur sebelum dilakukan pemeriksaan bedah mayat.

B. Enam formulir kematian

1. Formulir A

- Surat keterangan pemeriksaan kematian.

- Diberikan kepada keluarga jenazah.

- Dipakai sebagai izin pemakaman bagi penduduk asli Indonesia.

- Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah atau janji waktu

menerima jabatan dan dibuat berdasarkan ordonansi surat kematian

yang tercantum dalam staadblad van nederlands Indie th. 1916.

- Berisi identitas jenazah, tanggal dan tempat jenazah diperiksa,

identitas dokter yang memeriksa yang disertai tanda tangan dokter.

2. Formulir B

- Dikirim ke DKK setempat.

18

Page 19: REFERAT EMBALMING FORENSIK

- Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah waktu menerima

jabatan dan dibuat atas dasar pasal 1 ordonansi pemeriksaan

kematian (Stb. 1916 no.612).

- Berisi: Identitas jenazah, jam dan tanggal pelaporan kematian,

tempat pemeriksaan jenazah, persangkaan sebab kematian, tanggal

dan jam pemeriksaan kematian, identitas dokter pemeriksa dan

tanda tangan.

3. Formulir M (surat kematian karena penyakit menular atau tidak)

- Formulir ini dibuat dan diberikan kepada keluarga korban, terutama

bila jenazahnya akan dikubur keluar kota atau keluar negeri.

- Berisi: Identitas jenazah, keterangan meninggal karena penyakit

menular atau tidak karena penyakit menular, identitas dokter, tanda

tangan dokter. Penyakit menular ialah penyakit-penyakit yang

tercantum dalam:

Undang-undang no. 6 thn 1962 tentang wabah.

Undang-undang no. 1 thn 1962 tentang karantina laut.

Undang-undang no. 2 thn 1962 tentang karantina udara

4. Formulir I

- Formulir ini dipakai oleh dunia International setelah disahkan oleh

WHO pada tahun 1948.

- Hanya dibuat atau diisi pada peristiwa kematian yang ada dalam

rumah sakit saja.

- Dalam formulir ini harus dinyatakan dengan jelas tentang

rangkaian peristiwa-peristiwa sakit serta penyakit yang menjadi

pokok pangkal rangkaian peristiwa-peristiwa tersebut tadi.

- Di isi dan ditanda tangani oleh dokter, kemudian dikirim ke Kan-

Wil Dep-Kes, kemudian selanjutnya diteruskan ke Departemen

Kesehatan.

5. Formulir CS

- Dibuat berdasarkan reglemen catatan sipil pasal 71 bagi golongan

Eropa dan pasal 79 bagi golongan Cina dan pasal 66 bagi golongan

19

Page 20: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Kristen dan pasal 47 bagi golongan asli Indonesia yang terkena

reglemen catatan sipil.

- Berisi: Identitas jenazah (nama, jenis kelamin dan umur), alamat

serta pekerjaan jenazah, identitas suami/isteri, alamat dan pekerjaan

suami/isteri, nama, alamat, pekerjaan ayah dan ibu, nama dan tanda

tangan dokter yang merawat, nama dan tanda tangan direktur

rumah sakit.

6. Formulir KIP

Gambar 1.Contoh Surat kematian oleh Dokter (Form. A)

20

Page 21: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Gambar 2. Surat kematian oleh dokter (Form. B)

2.9 Prosedur tetap pelayanan pemulasaraan jenazah di RSUP dr.kariadi

semarang

Tujuan : mengatur dan menertibkan pelayanan pemulaaran jenazah di RSUP

dr.Kariadi semarang.

Kebijaksanaan :

1. Yang dimaksud dengan jenis jenazah adalah :

- Jenazah biasa

- Jenazah khusus

- Jenazah dari luar (polisi)

- Jenazah WNA (warga Negara asing)

2. Failitas yang disediakan RSUP dr.kariadi berupa ruang tunggu jenazah

dengan tarif sesuai ketentuan berlaku.

3. Petugas ruangan adalah petugas dari instalasi Rawat inap dan instalasi

rawat darurat

4. Petugas kamar jenazah adalah petugas dari Instalasi Pemulasaran

Jenazah

21

Page 22: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Format prosedur tetap :

Unit kerja Langkah-langkah

I. Jenazah Biasa

1.petugas ruangan Memberitahu/melapor/menghubungi

petugas kamar jenazah dan Satpam RSUP

Dr.Kariadi bahwa ada jenazah atau

kematian

2. Dokter jaga ruangan Membuat laporan/surat kematian

3. Petugas ruangan Memindahkan jenazah ke kamar jenazah

sementara (transit) dan tunggu dalam waktu

2 jam

4.petugas kamar jenazah Menyiapkan surat-surat kematian dan berita

acara penyerahan jenazah dari petugas

ruangan kepada petuga kamar jenazah

disaksikan oleh seorang Satpam.

Menyiapkan dan membuat perincian biaya

5. petugas ruangan Menyiapkan kereta jenazah dan mengantar

ke kamar jenazah sementara di ruangan dan

diserahkan kepada petugas ruangan

Menerima kereta jenazah dan membawa

jenazah ke kamar jenazah Instalasi

Pemulasaran jenazah dengan dikawal oleh

seorang satpam dan petugas kamar jenazah

6. petugas kamar jenazah Menyerahkan jenazah lengkap dengan

surat-suratnya kepada petugas kamar

jenazah/dokter jaga IKK, dengan

menandatangani berita acara dan disaksikan

22

Page 23: REFERAT EMBALMING FORENSIK

oleh petugas satpam

Menerima jenazah lengkap dengan surat-

suratnya

Cek ulang kondisi jenazah dan surat

kematian dicatat di buku kegiata instalai

pemulasaran jenazah

Bila ada keluarganya jenazah diserahkan

kepada keluarga beserta surat kematiannya

untuk dibawa pulang

Bila ada keluarganya menghendaki untuk

dirawat (dimandikan, dll), mobil ambulance

jenazah, peti jenazah dan ruang tunggu

jenazah petugas kamar jenazah

menghubungi pihak ke III (KPRI Bina Citra

Husada)

Bila tidak ada keluarganya setelah waktu 2

x 24 jam maka jenazah dikuburkan oleh

petugas dengan biaya oleh RSUP

Dr.Kariadi

Unit kerja Langkah-langkah

II. Jenazah Khusus

Penanggung jawab ruangan/ Ka

ruang/pengamat

Melaporkan bahwa di ruangan ada

pasien meninggal dengan penyakit

menular (infeksius) ke instalasi

sterilisasi dan binatu/ instalasi sanitasi

dan satpam, serta menghubungi instalasi

23

Page 24: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Petugas kamar jenazah

Petugas instalasi sterilisasi &

Binatu/Instalasi Sanitasi

Petugas ruangan

Petugas kamar jenazah

pemulasaran jenazah agar menyediakan

kereta jenazah khusus dan pelengkapan

yang diperlukan (platik pembungkus

jenazah, peti jenazah yang dilapisi Zink,

dll) atas rekomendasi dokter jaga yang

bertanggung jawab.

Menyiapkan kereta jenazah khusus dan

perlengkapan yang diperlukan dan

membawa ke ruangan jenazah

sementara

Petugas datang ke ruangan tersebut

untuk melakukan penyemprotan dan

memasukan jenazah ke dalam

pembungkus jenazah

Dengan kereta jenazah khusus, jenazah

di bawa oleh perawat dan dikawal oleh

satpam dan petuga kamar jenazah ke

instalasi pemulasaran jenazah

dilengkapi dengan surat kematian yang

ditanda tangani oleh dokter/dokter jaga

ruangan

Menyiapkan dan membuat perincian

biaya

Petugas kamar jenazah menyiapkan peti

jenazah khusus, dan memasukan

jenazah ke dalam peti jenazah dan

24

Page 25: REFERAT EMBALMING FORENSIK

disegel

Jenazah diserahkan kepada keluarga

dengan menandatangani bukti

penyerahan khusus (berita acara

penyerahan) dan mencatat tempat

pemakamannya

Bila keluarganya/perwakilan keduataan

menghendaki untuk mobil ambulance

jenazah dan ruang tunggu jenazah

petugas kamar jenazah menghubungi

pihak ke III (KPRI Bina Citra Husada)

Bila dalam waktu 2x24 jam tidak ada

keluarga yang megurus, maka jenazah

dikuburkan oleh petugas dengan biaya

dari RSUP Dr.Kariadi

Unit kerja Langkah-langkah

III. Penerimaan jenazah dari luar (keluarga)

Keluarga Menghubungi intalasi pemulasaran

jenazah untuk menitipkan jenazah di

ruang Dahlia, kamboja/seruni

Melakukan negosiasi paket apa yang

dikehendaki oleh keluarga dengan pihak

ke II (KPRI Bina Citra Husada)

Memeriksa surat kematian dan mencatat

25

Page 26: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Petugas kamar jenazah

Keluarga

dalam buku kegiatan

Menerima jenazah dari keluarganya dan

menempatkan jenazah diruang

Dahlia/Kamboja/seruni dan

menghubungi pihak ke III

Membayar semua biaya di bank

Unit kerja Langkah-langkah

IV.Penerimaan Jenazah dari Luar RS

(Polisi)

polisi Membawa jenazah dan menyerahkan

kepada petugas instalasi pemulasaran

jenazah

Mengajukan surat perintaan untuk

dilakukan visum et repertum ke bagian

kedokteran kehakiman (forensik) dan

diserahkan ke TU IKK

Menerima jenazah yang diserahkan polisi

dengan berita acara penyerahan jenazah

dan dicacat dalam buku kegiatan

Menyerahkan urat permintaan VR kepada

dokter jaga

Melakukan tindakan VR dan

menyerahkan hasil tindakan VR kepada

26

Page 27: REFERAT EMBALMING FORENSIK

TU IKK

Menyerahkan jenazah yang sudah di VR

ke instalai pemulasaran jenazah

Mengetik hasil tindakan, minta tanda

tangan dokter yang melakukan VR dan

mengirimkan hail VR ke Sub Bagian

Rekam medi erta memberitahu kepada

petugas kamar jenazah bahwa VR sudah

selesai

Menyiapkan surat-surat yang diperlukan

yang berhubungan dengan kematian

Menerima jenazah dari bagian IKK

Menghubungi pihak ke III agar

menyiapkan dan membuat rincian biaya

yang pembayarannya melalui bank

Menyerahkan jenazah kepada keluarga

lengkap dengan surat-suratnya dan berita

acara serah terima jenazah

Bila keluarganya/perwakilannya

kedutaan menghendaki untuk perawatan

(dimandikan, dll) mobil ambulance, peti

jenazah dan ruang tunggu jenazah petuga

kamar jenazah menghubungi pihak ke III

(KPRI Bina Citra Husada)

27

Page 28: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Bila tidak ada keluarganya (ahli waris)

dalam waktu 2x24 jam maka jenazah

dikuburkan oleh petuga kamar jenazah

2.10 Perawatan Jenazah menurut Agama di Indonesia

1) Perawatan jenazah Menurut Agama-agama di Indonesia

A. ISLAM

1. Memandikan jenazah

Jenazah dibaringkan ditempat yang lebih tinggi (ranjang atau

balai) tidak kena hujan, matahari, tertutup (tidak terlihat kecuali

oleh orang yang memandikan dan muhrimnya)

Jenazah dipakaikan kain basahan agar auratnya tertutup.

Membersihkan kotoran dan najis yang melekat pada anggota

badan jenazah, mengeluarkan kotoran bagian dalam perut dengan

cara didudukkan dan menekan bagian bawah perut dan

mengangkat sedikit bagian kepala dan badan supaya kotoran

yang mungkin ada di dalam perut dapat keluar,

Menyiramkan air ke seluruh badan secara merata dari kepala

sampai ke kaki (tiga kali atau lebih) dengan mendahulukan

anggota badan sebelah kanan, baru bagian sebelah kiri, pada

waktu memulai menyirami air.

Mewudhukan jenazah sebagaimana wudhu akan sholat setelah

semuanya bersih.

Terakhir disiramkan dengan air kapur barus dan harum-haruman.

2. Mengkafani jenazah

Hal-hal yang perlu diketahui dalam mengkafani jenazah :

Jenazah laki-laki atau wanita minimal dibungkus selapis kain

kafan yang menutup seluruh tubuhnya. Sebaiknya untuk jenazah

laki-laki dibungkus 3 lapis kain kafan dan yang wanita dibungkus

28

Page 29: REFERAT EMBALMING FORENSIK

5 lembar kain kafan, yaitu, kain mandi, baju, tutup kepala,

kerudung dan kain kafan yang menutupi seluruh tubuhnya.

Cara memakaikan kain kafan :

Mula-mula siapkan selembar tikar di atas lantai, bentangkan

empat utas tali di atasnya kira-kira letaknya di kepala, lutut, dan

mata kaki jenazah yang hendak dikafani.

Lapisan kain kafan diletakkan sesuai urutan di atas tali lalu beri

harum-haruman.

Jenazah hendaknya dilapisi kapur barus halus, letakkan di atas

hamparan kain kafan dengan tangan di atas dada, tangan kanan di

atas tangan kiri. Tempelkan kapas secukupnya pada bagian muka

jenazah, pusar, kelamin, dan dubur.

Setelah itu balut dengan kain kafan dan ikat dengan tali yang

telah disiapkan dibagian atas kepala, lengan, lutut, dan mata kaki.

3. Mensholatkan jenazah

4. Menguburkan jenazah

Meletakkan usungan keranda di sebelah liang kubur yang

longgar.

Membuka tutup keranda dan selubung jenazah.

Dua atau tiga orang lelaki dari keluarga jenazah terdekat dan

diutamakan yang tidak junub pada malam hari, sebelumnya

masuk dalam liang kubur dengan berdiri, menyiapkan diri

menerima jenazah.

Memasukkan jenazah dari arah kaki, mendahulukan kepalanya

dimasukkan (dari arah selatan).

Meletakkan jenazah secara membujur, arah kepala di sebelah

barat, dan badan jasadnya dihadapkan miring atau serong,

mukanya menghadap kiblat.

Melepaskan semua ikatan tali, serta dilonggarkan kain kafannya

(pipi pelipis tidak harus menyentuh tanah)

29

Page 30: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Meletakkan gumpalan tanah sebagai penyangga di bagian

belakang badan, kepala, pinggang, perut, kaki, agar jasad tidak

terlentang.

Menutup rongga dengan rapat menggunakan kayu atau batu

untuk kemudian ditimbuni tanah yang cukup padat dan rapat.

Membuat onggakan gundukan tanah asal tidak melebihi

sejengkal tangan tingginya.

Para pelayat diutamakan turut serta menimbuni tanah dengan tiga

kali taburan tanah.

B. KRISTEN PROTESTAN

Perawatan jenazah dalam agama Kristen yaitu dimulai dari

dimandikan, dirias, di bajukan, didoakan, dimasukkan ke dalam peti

dan masuk ke acara kebaktian oleh pendeta yang dipercaya oleh

keluarga jenazah.

Di pemulasaran jenazah yang biasa dilakukan adalah tahapan-

tahapan sebagai berikut:

Memandikan jenazah

Memandikan jenazah dilakukan di ruang pemandian jenazah oleh

anggota yayasan atau pihak keluarga. Proses pemandian jenazah

dilakukan ketika sudah ke rumah persemayaman atau rumah duka.

Pemandian dilakukan oleh satu atau dua orang tergantung kondisi

jenazah.

Memakaikan pakaian jenazah

Jika jenazah seorang perempuan dipakaikan dress atau baju

pengantin sedangkan laki-laki dipakaikan jas.

Mengawetkan jenazah

Pengawetan jenazah dilakukan ketika jenazah telah selesai

dimandikan dan mengenakan pakaian lengkap. Pengawetan

jenazah ini diperlukan untuk mencegah pembusukan dan

penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan, dikarenakan

30

Page 31: REFERAT EMBALMING FORENSIK

biasanya keluarga jenazah tinggal di tempat yang berbeda-beda

sehingga perlu menunggu kedatangannya.

Merias jenazah

Merias jenazah dilakukan di ruang rias jenazah oleh satu orang

anggota yayasan. Dalam hal ini, merias jenazah adalah merias

wajah dan rambut. Setelah selesai merias, jenazah di bawa ke aula

(ruang persemayaman) dan dimasukkan ke dalam peti mati.

Menyemayamkan jenazah

Rumah duka bisa merupakan rumah sendiri atau rumah duka yang

memang disediakan. Biasanya ini sudah termasuk ke dalam

pelayanan jasa pengurusan jenazah di gereja- gereja atau organisasi

semacamnya berikut dengan dekorasi ruangan (sesuai dengan

kepercayaan masing-masing) dan makanan bagi pelayat.

Menguburkan jenazah

Penguburan dipimpin oleh pendeta yang dipercayakan oleh

keluarga. Tidak ada hal khusus dalam cara penguburan jenazah.

C. KATOLIK

Bila seseorang meninggal, diperlukan perawatan jenazah sebelum

akhirnya dimakamkan. Dalam rangka persiapan ini, biasanya jenazah

dimandikan, diberi pakaian yang pantas untuk menghadap Allah, dan

dimasukkan ke dalam peti.

Membacakan alkitab dihadapkan jenazah

Memandikan jenazah

Selesai bacaan singkat, jenazah dimandikan. Pemimpin ibadat atau

yang dituakan bisa memulai penuangan air pada jenazah sambil

memohon berkat pembersihan kepada Tuhan disusul memandikan

jenazah oleh para petugas yang dalam hati menyapa jenazah untuk

meminta permisi. Pemandian jenazah bisa diiringi nyanyian dan

doa-doa. Prosesi ini dilakukan dengan hormat dan kidhmat.

Mengenakan pakaian pesta

31

Page 32: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Sesudah memandikan, jenazah diberi pakaian pesta yang sudah

disiapkan oleh pihak keluarga dan dirias secara pantas.

Memasukkan jenazah ke peti

Sesudah dirias, jenazah dimasukkan ke dalam peti, dilakukan doa

singkat untuk mengiringi acara memasukkan jenazah ke peti. Peti

jenazah diberkati dengan percikan air suci oleh pemimpin ibadah

D. HINDU

Di pemulasaran jenazah yang biasa dilakukan adalah

tahapan-tahapan sebagai berikut:

Terlebih dahulu jenazah harus dimandikan dengan air tawar yang

bersih dan sedapat mungkin dicampur dengan wangi-wangian.

Setelah itu diberi secarik kain putih untuk menutupi bagian muka

wajah dan bagian alat kelaminnya.

Kemudian barulah diberilah pesalin dengan kain atau baju yang

baru (bersih), rambutnya dirapikan (perempuan : rambutnya

digulung sesuai dengan arah jarum jam), posisi tangan dengan

sikap “menyembah” ke bawah. Setelah itu dibungkus dengan kain

putih.

Pada saat membungkus jenazah tersebut supaya diperhatikan hal-

hal sebagai berikut :

Bila jenazah itu laki-laki maka lipatan kainnya : yang kanan

menutupi yang kiri, dan bila perempuan maka lipatan kainnya :

yang kiri menutupi yang kanan. Setelah terbungkus rapi ikatlah

bagian ujung (kepala dan kaki) serta bagian tengah jenazah yang

bersangkutan dengan benang atau sobekan kain pembungkus tadi.

Setelah selesai perawatan di atas, barulah jenazah tersebut

disemayamkan di tempat yang telah ditetapkan.

E. BUDHA

1. Pelaksanaan pemandian

32

Page 33: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat

pemandian yang telah siapkan.

Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu,

kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air yang sudah

dicampur dengan minyak wangi.

Jenazah dikremasi rambutnya dengan sampo, kemudian

disabun seluruh badannya dan giginya disikat dan kukunya

dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih.

Setelah itu jenazah dilap dengan handuk.

2. Pemakaian pakaian

Jenazah Laki-laki

Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang,

dan yang paling disenangi oleh sewaktu dia masih hidup, rambut

disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua

tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya

diberi kaos kaki berwarna putih.

Jenazah Perempuan

Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya

kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khususnya

pakaian yang disenangi oleh sewaktu dia hidup. Mukanya diberi

bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa

disanggul. Lalu kedua tangannya diberi sarung tangan, dan

kedua kakinya diberi kaos kaki warna putih.

Jenazah Khusus Pandita

Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning

dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi

kaos kaki warna putih.

3. Sikap tangan

Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas

tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang

lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat

33

Page 34: REFERAT EMBALMING FORENSIK

dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak

kaki tetap ke depan.

4. Memasukkan jenazah ke dalam peti

Peti jenazah yang sudah disiapkan, kemudian keempat sisi tersebut

dipasang atau dihiasi dengan rangkaian-rangkaian bunga, setelah

itu jenazah dimasukkan ke dalam peti atau kepala bagian bawah

diganjal dengan bantal kecil, begitu pula samping kanan dan

samping kiri. Setelah itu dengan peti masih dalam keadaan terbuka

dibacakan paritta-parita.

5. Menyemayamkan jenazah

Setelah peti jenazah ditutup rapat, jenazah dapat langsung

diberangkatkan ke makam atau crematorium, atau dapat juga

disemayamkan pada tempat yang telah ditentukan (tergantung

permintaan keluarganya). Jika jenazah disemayamkan maka di atas

peti jenazah itu dibuat sebuah altar dan di atasnya dipasang dua

buah vas bunga di sebelah kanan dan sebelah kiri kemudian

tengahnya dipasang foto almarhum/almarhumah dan sebelah depan

dipasang lilin, dan ditengah dipasang dupa dan air untuk

pemberkahan. Selama disemayamkan dapat dibacakan paritta atau

doanya pun sama dengan pada waktu jenazah belum ditutup

petinya.

6. Dimakamkan atau dikuburkan

Setelah sampai dipemakaman atau kuburan, jenazah diletakkan

di atas liang lahat, petinya ditopeng dengan dua buah kayu.

Bagi anggota militer, diadakan upacara militer terlebih dahulu.

Setelah itu baru jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat.

Pandita atau petugas upacara mempersiapkan upacara

pembacaan paritta atau doa.

7. Dikrematorium atau diperabukan

Bagi jenazah yang akan diperabukan, setelah samping di tempat

perabuan atau krematorium, jenazah langsung dimasukkan ke

34

Page 35: REFERAT EMBALMING FORENSIK

tempat perabuan, kemudian seluruh bunga-bungaan yang dipakai

menghiasi bagian atas peti jenazah tetap ikut dibakar.

2.11 Pengawetan Jenazah

Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke

seluruh penjuru dunia, maka pada kematian salah seorang anggota

keluarga ada kemungkinan perlunya dilakukan penundaan

penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar

kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya,

terkadang perlu dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke

tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah

untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke

lingkungan.

Pada prinsipnya pengawetan jenazah adalah suatu tindakan

medis melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk

menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya

tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenazah dapat

dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak

wajar pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan

jenazah atau autopsi selesai dilakukan.

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:

1. Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini

penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat

sudah mulai membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang

dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

2. Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari

suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman,

artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama

proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi

reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari,

harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara

baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.

35

Page 36: REFERAT EMBALMING FORENSIK

3. Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal

akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial

menulari petugas kamar jenazah, keluarga serta orang-orang disekitarnya.

Pada kasus semacam ini, walaupun penguburan atau kremasinya akan

segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan pengawetan jenazah untuk

mencegah penularan kuman/ bibit penyakit ke sekitarnya.

4. Untuk mempertahankan bentuk dan penampilan: Anggota keluarga yang

berduka biasanya menginginkan almarhum diawetkan sedemikian rupa

sehingga penampilannya dipertahankan semirip mungkin dengan

keadaannya sewaktu hidup. Sayangnya pengawetan jenazah yang ada di

Indonesia saat ini pada umumnya masih kurang memperhatikan aspek

kosmetik ini sehingga hasil pengawetannya masih jauh dari sempurna.

Keluhan yang biasa muncul pada pengawetan jenazah cara konvensional

dengan formalin adalah muka yang hitam, kulit yang kaku, obat yang perih

dan meleleh dari mulut dan hidung. Dengan pengembangan metode dan

bahan kimia baru, pada saat ini telah berhasil dibuat pengawetan jenazah

yang tidak mengubah warna kulit, tekstur tidak keras, tidak meleleh dan

tidak perih, malahan dilengkapi dengan bau wangi yang dapat dipilih

jenisnya.

Teknik pengawetan jenazah

Adapun tata cara untuk pengawetan jenazah, antara lain :

1. Dalam mengawetkan jenazah, harus ditanamkan untuk menghormati

setiap tubuh jenazah yang akan diawetkan.

2. Cuci jenazah atau mandikan jenazah dengan larutan desinfektan.

3. Baringkan jenazah dalam posisi supine.

4. Buka pakaian dan semua perhiasan yang dipakai jenazah.

5. Hilangkan kaku mayat. Apabila ada kaku mayat, hal tersebut harus

dilawan untuk mengurangi ketegangan otot. Otot yang tegang maka

akan meningkatkan tekanan ekstravaskular sehingga akan terjadi

36

Page 37: REFERAT EMBALMING FORENSIK

pengalihan cairan pengawet dari dalam pembuluh darah ke tempat

yang tidak semestinya.

6. Aturlah posisi penampilan mayat, tutup mata dan mulut jenazah.

7. Buatlah campuran cairan pengawet. Biasanya dibutuhkan 3 liter

cairan untuk mengawetkan mayat. Faktor yang berpengaruh terhadap

kebutuhan ini antara lain: ukuran tubuh, adanya edema dan tahap

pembusukan mayat sudah sampai dimana. Biasanya 16 ons cairan

dengan 1,5 galon air merupakan cairan pengawet terbaik, ini akan

menghasilkan larutan formalin sebesar 2-3%.

8. Pilih tempat suntikan. Tempat terbaik untuk menyuntikkan cairan

pengawet adalah pada vena femoralis, hal ini karena pada lokasi

tersebut menyebabkan tekanan yang diterima pada kepala sama pada

kedua sisinya. Pada orang tua sering mengalami sklerosing, maka

tempat suntikan dilakukan pada pembuluh karotis karena lebih dekat

dengan pusat sirkulasi.

9. Tempat pengaliran cairan pengawet paling baik yaitu pada vena

jugularis interna, karena lebih dekat dengan atrium kanan jantung

yang merupakan pusat pertemuan vena seluruh tubuh.

10. Masukkan kanul kedalam pembuluh darah kemudian dijepit dengan

ligature, tidak ada ligature bisa diikat pada kedua sisi pembuluh

darah pada kanul.

11. Hidupkan mesin pompa dengan tekanan 2-3 pon per inci persegi.

Selama pengaliran ini pastikan aliran cairan tedistribusi seluruhnya.

Lakukan pemijatan pada daerah yang kaku untuk melancarkan

drainase.

12. Setelah drainase tersebut akan mucul tanda-tanda pada mayat

seperti perut semakin keras, keluarnya cairan dari saluran

pencernaan dan mata menjadi merah serta tekanan ocular yang

tinggi, juga terjadi perubahan warna pada tubuh mayat. Jika terdapat

tanda-tanda tersebut, maka proses drainase dapat dihentikan dan

37

Page 38: REFERAT EMBALMING FORENSIK

kanul dicabut secara hati – hati dan di ikat untuk mencegah

keluarnya cairan pengawet tersebut.

13. Bekas luka pada tempat penyuntikan dibersihkan dan dijahit

kembali.

Aspek Medikolegal Pengawetan Jenazah

Di Inggris pengawetan jenazah dilakukan oleh orang yang

mempunyai sertifikat sebagai embalmer setelah yang bersangkutan

mengikuti pendidikan selama 3 tahun. Kasus yang diawetkan adalah

kasus kematian wajar dan kasus kematian tidak wajar setelah dilakukan

autopsi oleh dokter forensik. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada

institusi pendidikan yang khusus mendidik seorang untuk menjadi

embalmer. Dalam pendidikan S1 kedokteran tidak ada pelajaran

mengenai pengawetan jenazah, sehingga dokter pada umumnya tidak

menguasai tehnik melakukan pengawetan jenazah. Dalam pendidikan S2,

spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan

yang mencantumkan pelajaran mengenai pengawetan jenazah dalam

kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia,

maka pengawetan jenazah sebaiknya dilakukan oleh orang yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis

forensik. Adapun alasannya adalah sbb:

1. Karena Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical

examiner yang bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak

wajar, maka tugas memilah kasus seringkali justru ada pada

embalmer yang menjadi orang pertama yang memeriksa jenazah.

2. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak

melakukan pengawetan pada kasus kematian tidak wajar sebelum

dilakukan autopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan

penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau

berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan

benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini

38

Page 39: REFERAT EMBALMING FORENSIK

dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak Rumah Duka pun dapat

saja ikut dilibatkan sebagai turut tergugat.

3. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan pengawetan jenazah

ada pada dokter spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya.

Sertifikat pengawetan jenazah yang dibuat oleh dokter spesialis

forensik diterima di seluruh dunia. Pada prinsipnya sertifikat adalah

tanda pengakuan bahwa seseorang adalah ahli dan berwenang dan

telah melakukan pengawetan jenazah sesuai standar international dan

berani menjamin bahwa pengawetannya bagus dan ia siap untuk

mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya. Atas dasar itu tentu

dapat dimengerti mengapa beberapa embalmer yang sebenarnya

tidak punya keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengawetan

berani melakukan pengawetan tetapi tidak berani memberikan

sertifikat. Dalam hal telah dilakukan pengawetan tanpa sertifikat dan

hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak Rumah Duka

sebagai pihak yang memfasilitasi pengawetan tersebut dapat turut

digugat secara perdata berdasarkan pasal 1365 KUH Per.

39

Page 40: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Gambar 3. Contoh Surat persetujuan pengawetan jenazah

2.12 Prosedur Pengawasan Pengangkutan Jenazah

Pada suatu kasus dimana jenazah ternyata harus dibawa keluar kota

ataupun keluar negeri maka jenazah harus dipersiapkan dari mulai

pemberangkatan dan kedatangan jenazah, berikut tata cara yang harus

diperhatikan dalam membawa jenazah.

1. Pemberangkatan Jenazah

Syarat teknis pemberangkatan jenazah adalah: jenazah harus disuntik

dengan obat penahan pembusukan secukupnya yang dinyatakan dengan

keterangan dokter; jenazah harus dimasukkan ke dalam peti yang terbuat

dari logam (timah, seng, dan sebagainya); alasnya ditutup dengan bahan

yang menyerap (absorbent) umpamanya serbuk gergaji/arang halus yang

tebalnya + 5 cm; peti logam ditutup rapat-rapat (air tight), lalu

dimasukkan dalam peti kayu yang tebalnya sekurang-kurangnya 3 cm,

40

Page 41: REFERAT EMBALMING FORENSIK

sehingga peti tidak dapat bergerak di dalamnya. Peti kayu ini dipaku

dengan skrup dengan jarak sepanjang-panjangnya 20 cm dan diperkuat

dengan ban-ban logam (secured with metal bands). Sedangkan syarat

administrasi adalah: harus ada proses verbal yang sah dari pamong praja

setempat atau polisi tentang pemetian jenazah tersebut; harus ada

keterangan dokter yang menyatakan sebab kematian orang itu bukan

karena penyakit menular; segala surat keterangan/dokumen yang

bersangkutan harus disertakan pada jenazah tersebut untuk ditandatangani

oleh dokter KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan).

2. Kedatangan Jenazah

Syarat teknis kedatangan jenazah adalah: jenazah telah dimasukkan

dalam peti sesuai prosedur yang berlaku; apabila tidak sesuai dengan

ketentuan tersebut di atas, dapat dilakukan pemeriksaan ulang bersama

intansi terkait (bea cukai, kepolisian). Sedangkan syarat administrasi

yaitu: meninggal bukan karena penyakit karantina/penyakit menular

tertentu, dilengkapi dengan surat keterangan kematian dari dokter atau

rumah sakit yang berwenang; telah dilengkapi proses verbal yang sah dari

pamong praja setempat atau polisi tentang pemetian jenazah tersebut.

Terminal kargo yang menerima di Indonesia wajib memiliki fasilitas

ruang penyimpanan bagi jasad manusia. Bangunan terminal kargo harus

dilengkapi dengan prosedur dan sarana pendukung untuk mengantisipasi

adanya upacara penjemputan bagi jenazah, sehingga tidak menggangu

kegiatan pengiriman dan penerimaan kargo.

A. Transportasi Jenazah di Darat

Mobil jenazah merupakan alat transportasi yang digunakan untuk

mengangkut jenazah yang dilengkapi dengan peralatan sesuai standar.

Mobil ini dilengkapi dengan lampu isyarat warna merah dan sirine. Isyarat

peringatan dengan bunyi yang berupa sirine hanya dapat digunakan oleh

kendaraan jenazah yang sedang mengangkut jenazah. Pengguna jalan

berupa iring-iringan pengantar jenazah memiliki hak utama untuk

41

Page 42: REFERAT EMBALMING FORENSIK

didahulukan. Berbeda dengan angkutan umum lainnya, pengangkutan

jenazah tidak wajib memiliki izin penyelenggaraan.

B. Transportasi Jenazah di Laut

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara

kepulauan yang disatukan oleh wilayah perairan yang sangat luas. Di

beberapa daerah di Indonesia akses transportasi hanya bisa melalui kapal.

Ketika membawa jenazah di atas kapal harus disertai dengan dokumentasi:

surat keterangan kematian dari rumah sakit, surat keterangan kematian dari

polisi, surat keterangan kematian dari camat, surat keterangan kematian

dari karantina. Kemudian nakhoda harus meminta operasi menyediakan

ambulan pada pelabuhan tujuan.

C. Transportasi Jenazah di Udara

Setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan

dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan,

barang bawaan atau barang yang tidak bertuan disebut kargo. International

Air Transport Association (IATA) mengkategorikan peti atau kemasan

lain yang berisi jenazah atau abu jenazah termasuk dalam special cargo

yang memerlukan penanganan khusus (special handling). Pemeriksaan

dengan cara perlakuan khusus dilakukan dengan pemeriksaan fisik kargo,

dokumen dari instansi terkait dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Prosedur penerimaan kargo dan pos harus memuat proses

pemeriksaan terhadap dokumen, yaitu : administrasi, pemberitahuan

tentang isi, surat muatan udara (airway bill), daftar kargo dari perjanjian

kerjasama bagi pengirim pabrikan (known shipper) dan dokumen lain yang

diperlukan dalam pengangkutan kargo dan pos tertentu. Pengangkutan

jenazah menggunakan pesawat udara harus disertai dengan surat

keterangan dari instansi kesehatan.

Mekanisme Transportasi Jenazah antar Negara

42

Page 43: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Jenazah yang akan dibawa ke luar negeri maupun didatangkan ke

Indonesia memiliki persyaratan khusus yaitu :

Prosedur Pengiriman Jenazah ke Indonesia

Pengurusan pengiriman jenazah ke Indonesia, harus melakukan

koordinasi dengan:

1. Rumah Sakit (mengenai penyimpanan sementara jenazah)

2. KBRI / Konjen sebagai wakil pemerintah RI (mengenai

pengesahan dokumen dan terjemahannya)

3. Ward Office atau City Hall sebagai wakil pemerintah asal

4. Perusahaan peti jenazah

5. Perusahaan penerbangan (jika dibawa dengan pesawat terbang)

Prosedur pengurusannya adalah: pihak rumah sakit akan

menerbitkan surat kematian selanjutnya pengesahan surat kematian

oleh pemerintahan kota setempat, dan keterangan lokasi

pemakaman: bahwa jenazah akan dibawa ke Indonesia untuk

dimakamkan di sana. Mayat harus diawetkan, pengawetan jenazah

yang lazim dalam pengiriman via pesawat adalah memakai es

kering (dry ice). Berikutnya kontak ke perusahaan peti jenazah,

dan penerbitan surat keterangan mengenai: ukuran peti jenazah,

cara pengawetan jenazah (misalnya apakah memakai formalin, atau

es kering). Juga menerbitkan surat keterangan bahwa peti tersebut

berisi jenazah. KBRI/Konjen berdasarkan surat-surat tersebut, akan

menerbitkan surat pengantar perjalanan resmi. Dokumen maupun

terjemahan yang telah disahkan oleh KBRI atau Konsulat Jenderal

tersebut akan dipakai untuk mengurus pengiriman jenazah ke

Indonesia ke perusahaan penerbangan. Istilah baku untuk jenazah

dalam pengiriman via pesawat adalah “human remains”.

Legalisasi Akte kematian

Jika ada WNI yang meninggal dan jenazahnya akan dikirim ke

tanah air, perlu dilakukan legalisasi akte kematian dan dokumen repatriasi

43

Page 44: REFERAT EMBALMING FORENSIK

jenazah oleh KBRI. Dokumen – dokumen yang dilegalisir adalah : akte

kematian dari kantor registrasi kematian negara setempat; dokumen

ekspor; sertifikat pengawetan jenazah dan sertifikat peti kemas. Pada saat

yang sama, KBRI akan membatalkan paspor almarhum atau almarhumah

sebelum jenazah direpatriasi ke tanah air.

Gambar 4. Contoh akta kematian

2.13 Medikolegal

1. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

560/Menkes/SK/IV/2003 tentang pemulasaraan jenazah Rumah Sakit.

- Pasal 1 no. 18

Pemulasaraan/ perawatan jenazah adalah kegiatan yang meliputi

perawatan jenazah, konservasi bedah mayat yang dilakukan oleh

Rumah Sakit untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pemakaman dan

kepentingan proses peradilan ;

- Pasal 17 :

Tarif pemulasaraan/ perawatan jenazah

44

Page 45: REFERAT EMBALMING FORENSIK

(1) Jenis pemulasaraan/ perawatan jenazah

a. Perawatan jenazah dan penyimpanan jenazah

b. Konservasi jenazah

c. Bedah mayat

(2) Tarif pemulasaraan jenazah berlaku proporsional untuk semua

jenazah dalam rangka pemakaman.

(3) Tarif pemulasaraan jenazah diperhitungkan atas dasar jasa

sarana dan jasa pelayanan yang diperhitungkan sesuai cost

masing masing Rumah Sakit.

(4) Besarnya biaya jasa sarana untuk perawatan jenazah atau jasad,

konservasi jenazah serta bedah mayat secara proporsional

untuk setiap kelas perawatan.

2. UU Kesehatan 2009

- Pasal 118

(1) Mayat tidak dikenal harus dilakukan identifikasi

(2) Pemerintah-pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung

jawab atas upaya identifikasi.

- Pasal 120

(1) untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan

biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit

pendidikan atau institusi pendidikan kedokteran

(2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dapat dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau

mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas persetujuan

tertulis orang tersebut semasa hidupnya, atau persetujuan

tertulis keluarganya.

(3) Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah

diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya, dan

disimpan sekurang-kurangnya 1(satu) bulan sejak kematiannya.

45

Page 46: REFERAT EMBALMING FORENSIK

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan ayat (3) diatur

dalam Peraturan Menteri

- Pasal 122

(1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah

mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan.

(2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh dokter ahli forensik atau dokter lain apabila

tidak ada dokter ahli forensik dan perujukan ke tempat yang

ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas

tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat

forensik diatur dengan Peraturan Menteri.

- Pasal 125

Biaya pemeriksaan korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan

mayat untuk kepentingan hukum ditanggung pemerintah melalui

APBN dan APBD.

46

Page 47: REFERAT EMBALMING FORENSIK

BAB III

CONTOH KASUS

3.1 Kasus Jenazah Flu Burung (Depkes RI)

Seorang pasien terduga flu burung berinisial NP (8), Selasa (24/4)

sekitar pukul 22.15 Wita, meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah, Denpasar. Kasus NP menjadi kasus kedua terduga flu burung di

Bali dalam tahun 2012.

Perawatan jenazah pasien flu burung di Laboratorium/SMF

Forensik dibeberapa Rumah Sakit sendiri sedikit berbeda dengan yang

direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan RI. Berikut ini adalah tata

cara perawatan jenazah pasien dengan infeksi menular seperti: HIV/AIDS,

hepatitis, flu burung, anthrax, kholera, dan pes di RSUP Sanglah:12

1. Jenazah diberi label merah.

2. Jenazah dibiarkan dalam suhu ruangan selama minimal 4 jam

sebelum jenazah di bawa pulang atau dimasukkan dalam cooling

unit.

3. Mandikan jenazah dengan larutan pemutih pakaian dengan

perbandingan 1:10.

4. Apabila ada luka di tubuh jenazah, harus ditutup dengan plester

kedap air.

5. Setiap lubang alamiah tubuh ditutup dengan kapas yang dibasahi

dengan larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10.

6. Jenazah harus segera diawetkan dengan larutan formalin.

7. Setelah dikafani, jenazah dimasukkan dalam kantung jenazah yang

kedap air.

8. Jenazah dimasukkan ke dalam peti dan disegel.

47

Page 48: REFERAT EMBALMING FORENSIK

Menurut WHO, apabila jenazah akan diautopsi maka jenazah dapat

disimpan dalam lemari pendingin. Apabila anggota keluarga ingin

menyentuh tubuh jenazah, hal itu dapat diizinkan dengan memakai apron

dan sarung tangan setelah sebelumnya keluarga mencuci tangan dengan

sabun dan tubuh jenazah yang disentuh sebelumnya dibersihkan dengan

antiseptik standar (alkohol 70%).4

Petugas di pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur

universal precaution, yaitu dengan memakai alat perlindungan seperti: 12

1. Apron lengan panjang dari bahan plastik.

2. Tutup kepala.

3. Kaca mata google.

4. Masker.

5. Sarung tangan.

6. Sepatu boot.

Apabila alat-alat ini setelah dipakai harus direndam dalam larutan

pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10 selama 10 menit. Setelah

merawat jenazah pasien tersebut, petugas wajib mencuci tangan dengan

sabun sebelum dan setelah membuka sarung tangan.12

Perawatan jenazah pasien dengan AI sebenarnya hampir sama

dengan perawatan pasien dengan infeksi meular lainnya, seperti

HIV/AIDS, anthrax, kholera, hepatitis, dan pes. Sebenarnya jenazah tidak

akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara benar.

Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika penanganannya tidak

memadai dan ditangani bukan oleh petugas yang terlatih.

Terdapat perbedaan pendapat tentang perawatan jenazah pasien AI

antara yang direkomendasikan oleh Depkes RI dengan yang dilakukan di

Laboratorium/SMF Forensik Universitas Udayana RSUP Sanglah. Depkes

RI mengatakan bahwa jenazah pasien AI tidak boleh dibalsem ataupun

disuntik pengawet (formalin atau formaldehida), sedangkan hal yang

sebaliknya dilakukan di Laboratorium/SMF Forensik Universitas Udayana

RSUP Sanglah dengan tujuan mematikan virus H5N1 yang berada dalam

48

Page 49: REFERAT EMBALMING FORENSIK

tubuh jenazah, karena virus flu burung cepat mati apabila terpapar oleh

formalin.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, kedua hal tersebut tetap

bertujuan sama, yaitu berusaha mencegah penularan virus flu burung dari

jenazah ke petugas kesehatan dan keluarga dari jenazah tersebut.

49

Page 50: REFERAT EMBALMING FORENSIK

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari apa yang sudah kami dapatkan maka kami simpulkan bahwa

pelayanan penatalaksanaan pemulasaraan jenazah di Rumah Sakit sangat

penting untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap masyarakat.

1. Prosedur pemulasaraan jenazah dilakukan menurut standar operasional

yang telah ada di Rumah Sakit dan mengikuti pedoman pemulasaraan

oleh Depkes.

2. Penatalaksanaan pemulasaraan dibagi menjadi penatalaksanaan jenazah

meninggal denga penyakit infeksius maupun non infeksius dan dengan

perawatan jenazah yang berbeda dari segi medis dan administrasi

3. Penatalaksanaan jenazah dilakukan sesuai agama yang dianut oleh

jenazah dan merupakan tugas petugas kamar jenazah untuk

memfasilitasi dari mulai membersihkan dan merapihkan jenazah.

4.2 Saran

Petugas Kesehatan

1. Dapat memahami lebih lanjut mengenai peran seorang dokter dalam

menangani pasien meninggal baik secara medis maupun tata

administrasi

2. Memahami lebih lanjut mengenai hukum atau perundang-undangan

mengenai penatalaksanaan dan pemulasaraan jenazah agar dapat di

implementasikan kedalam kehidupan kelak.

Masyarakat Umum

1. Lebih memahami mengenai haknya dalam mendapatkan pelayanan

maksimal dalam perawatan jenazah

2. Lebih peduli mengenai anjuran petugas kesehatan untuk menatalaksana

keluarga (jenazah) yang meninggal akibat penyakit menular,

masyarakat dan keluarga tetap terlindungi dari suatu penyakit.

50

Page 51: REFERAT EMBALMING FORENSIK

DAFTAR PUSTAKA

1. National Pathology Accreditation Advisory Council. Requirements For

The Facilities And Operation Of Mortuaries. Secon Edition. 2009

2. Pedoman Tatalaksanaan Klinis Infeksi HIV di Sarana Pelayanan

Kesehatan’ halaman 198-199, terbitan PPM dan PL Depkes 2001.

3. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia. Avian

Influenza Situation in Indonesia; 30 April 2008. Diunduh dari:

http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/ situation_in_indonesia/

en/index.html. 20 Agustus 2015.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanganan Jenazah di

Daerah Bencana; 18 Mei 2008. Diunduh dari:

http://www.depkes.go.id/index.php?

option=news&task =viewarticle& sid=3025 . 18 Mei 2008.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanganan Jenazah di

Daerah Bencana; 18 Mei 2008. Diunduh dari:

http://www.depkes.go.id/index.php?

option=news&task =viewarticle& sid=3025 . 18 Mei 2008.

6. New South Wales Goverment, Departement of Health. Handling Bodies

by Funeral Director During an Influenza Pandemic. 1 Oktober 2003.

Diunduh dari: http://www.health.nsw.gov.au/factsheets/

general/handling_flu_bodies.html. 18 Mei 2008.

7. Aditama TY, Soepandi P, Giriputro S, Pohan HT, Amin Z, Setyanto DB,

et al. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung Di Sarana Pelayanan

Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan RI; 2006.

8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Flu Burung Gambaran Umum, Deteksi,

dan Penanganan Awal. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.

9. Pemulasaraan jenazah. Updated 20 may 2014. Available from:

http://www.scribd.com/doc/38673666/Pemulasaraan-tatalaksana.

Accessed on August 20, 2015

51