Final Referat Forensik

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Boraks atau sodium tetraborate decahydrate adalah mineral dengan toksisitas yang rendah. Umumnya boraks digunakan dalam berbagai produk misalnya produk insektisida, fungisida, herbisida, detergen (boraks juga merupakan prekursor dari sodium perborate monohidrate yang digunakan sebagai bahan untuk membuat detergen), bahan tambahan dalam pembuatan kaca, keramik dan boraks juga dapat dilarutkan di dalam air dan digunakan untuk membersihkan emas dan perak. Dewasa ini boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan yaitu bahan pengawet makanan, seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan kecap. Hal ini sering dilakukan mengingat sifat dari boraks tersebut dapat menghambat kerusakan makanan oleh mikroorganisme (bakteri dan jamur) sehingga proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah. Data Surveilans Keamanan Pangan Badam POM 1

description

forensik

Transcript of Final Referat Forensik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Boraks atau sodium tetraborate decahydrate adalah mineral

dengan toksisitas yang rendah. Umumnya boraks digunakan dalam

berbagai produk misalnya produk insektisida, fungisida, herbisida,

detergen (boraks juga merupakan prekursor dari sodium perborate

monohidrate yang digunakan sebagai bahan untuk membuat detergen),

bahan tambahan dalam pembuatan kaca, keramik dan boraks juga dapat

dilarutkan di dalam air dan digunakan untuk membersihkan emas dan

perak.

Dewasa ini boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan

pangan yaitu bahan pengawet makanan, seperti dalam pembuatan mie

basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan

kecap. Hal ini sering dilakukan mengingat sifat dari boraks tersebut dapat

menghambat kerusakan makanan oleh mikroorganisme (bakteri dan jamur)

sehingga proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat

dicegah. Data Surveilans Keamanan Pangan Badam POM RI tahun 2010

mengungkapkan penyalahgunaan boraks sebesar 8,80%.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.722/Menkes/IX/1988, boraks dan senyawanya merupakan salah satu

dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam

produk makanan. Meskipun begitu, boraks masih digunakan oleh

masyarakat karena berfungsi sebagai pengawet.

1

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada karya tulis ini adalah bagaimanakah aspek

medis dan hukum keracunan boraks

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui aspek medis dan hukum keracunan boraks.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi racun dan keracunan

2. Mengetahui sifat kimia dan fisika boraks

3. Mengetahui metabolisme boraks

4. Mengetahui penggunaan boraks dalam masyarakat

5. Mengetahui tanda dan gejala keracunan boraks

6. Mengetahui cara pemeriksaan pada kasus keracunan boraks

7. Mengetahui penanganan kasus keracunan boraks

8. Mengetahui cara identifikasi boraks pada makanan

9. Mengetahui aspek hukum penyalahgunaan boraks

1.4. Manfaat

Penyusunan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak :

1. Bagi civitas akademika dapat memberikan suatu pemahaman mengenai

kasus keracunan boraks terutama dalam aspek medis dan hukum.

2. Membantu perkembangan ilmu kedokteran dan sebagai bahan

reevaluasi terhadap penggunaan boraks sebagai bahan tambahan

pangan di Indonesia.

3. Sebagai dasar untuk penyusunan karya tulis maupun penelitian lain

selanjutnya.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

A.1.Keracunan

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi,

menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang

relatif kecil dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi

kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut buku Ilmu Kedokteran

Forensik Universitas Indonesia, racun merupakan zat yang bekerja pada

tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan

menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Racun

dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui

rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau

secara kumulatif.

Keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang

mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan

kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, fungsi dan respon

psikofisiologis. Sumber lain menyatakan bahwa keracunan dapat diartikan

sebagai setiap keadaaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan

keadaan yang tidak jelas. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi

tosik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan merupakan kondisi bahaya

kesehatan.(1)

A.2. Boraks

Boraks berasal dari bahasa arab yaitu BOURAQ yang berarti

kristal lunak yang mengandung unsur-unsur boron, berwarna putih atau

transparan dan larut dalam air. Boraks dalam nama ilmiahnya dikenal

sebagai natrium tetraborate decahydrate. Boraks mempunyai nama lain

natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang seharusnya

3

hanya digunakan dalam industri non pangan. Boraks dipasaran terkenal

dengan nama pijer, petitet, dan bleng.

Gambar 1. Boraks

B. SEJARAH BORAKS

Boraks telah digunakan selama ribuan tahun di China dan negara-

negara Timur Tengah. Di daerah-daerah tersebut, boraks masih sering

digunakan sebagai pengawet makanan, bahan pembersih, dan sebagai

antiseptik. Diperkirakan bahwa boraks digunakan di Cina sekitar 900 SM

untuk pengilap kaca. Di waktu yang sama boraks digunakan di Arab

sebagai bahan finishing emas. Marco Polo dianggap berperan dalam

meluasnya penggunaan boraks, karena membangun rute perdagangan yang

segera membawa boraks ke Eropa.

Kristal boraks buatan manusia pertama dibuat pada tahun 1702

oleh Wilhelm Homberg yang merupakan boraks dengan campuran dan

mineral asam dengan air. Air menguap meninggalkan kristal boraks dan

sering disebut "garam Homberg”. Peneliti Eropa segera menemukan sifat

senyawa tersebut sebagai antiseptik ringan dan dapat digunakan untuk

mencuci mata. Deposito boro n Turki, yang dikenal sejak abad ke-13,

mulai ditambang secara besar-besaran pada tahun 1861. Deposito boraks

pada tahun 1870-an ditemukan di Nevada dan Death Valley, California.

Saat itu dikenal tim dengan dua puluh keledai yang membawa boron

mengarungi gurun di Amerika.(2)

C. SIFAT BORAKS

4

1. Sifat Fisik

Boraks umumnya dalam bentuk padat atau serbuk kristal dalam

suhu kamar, dan boraks berwarna putih atau tidak berwarna. Boraks tidak

memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium, tidak larut dalam

alkohol dan stabil pada suhu serta tekanan normal. (3,6)

2. Sifat Kimia

Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H2O)10 dengan berat

molekul 381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %.

Boraks bersifat basa lemah dengan pH (9,15-9,20). Boraks umumnya larut

dalam air, kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C dan

kelarutan boraks dalam air akan meningkat seiring dengan peningkatan

suhu air dan boraks tidak larut dalam senyawa alkohol.

Boraks merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan

digunakan sebagai campuran bahan makanan. Dalam air, boraks berubah

menjadi natrium hidroksida dan asam borat. (3,4,6)

Gambar 2. Stuktur Kimia Boraks

D. PENGGUNAAN BORAKS

Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat antiseptik,

obat pencuci mata (barie acid 30%), salep (Boorsalp) untuk

menyembuhkan penyakit kulit, salep untuk mengobati penyakit bibir

(Borax-gliserin), dan pembasmi semut (barie acid borax).

1. Farmasi dan Kosmetik

Boraks merupakan antiseptik ringan serta asam ringan yang

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan eksternal

tubuh. Umumnya digunakan dalam cairan lensa kontak, desinfektan mata,

5

obat vagina, bedak bayi, preparat anti-penuaan dan preparat lain yang

memiliki fungsi serupa.(2)

2. Suplemen Nutrisi

Boraks dan senyawa boraks lainnya semakin sering digunakan

untuk suplemen gizi sebagai sumber boron. Diperkirakan bahwa boron

memiliki peran dalam kesehatan tulang dan sendi serta memiliki efek

mengurangi gejala arthritis. Penting untuk dicatat bahwa efek kesehatan

dari boraks dan suplemen yang berbahan dasar boraks didasarkan pada

studi yang sangat baru dan atau hanya didasarkan pada klaim-klaim

produsen dari suplemen. Tidak boleh dianggap bahwa boraks harus

langsung dicerna sebagai suplemen atau karena alasan lainnya. (2)

3. Penghambat pembakaran

Boraks menghambat pelepasan gas mudah terbakar dari

pembakaran material selulosa, seperti katun, kayu, dan produk berbahan

kertas. Boraks juga melepaskan kimia terikat air untuk mengurangi

pembakaran, sebuah Char karbon terbentuk yang selanjutnya menghambat

pembakaran. Futon, matras, furnitur berlapis, isolasi, dan papan gypsum

yang barang-barang umum menggunakan boraks sebagai flame retardant.(2)

4. Plastik dan Tekstil

Digunakan sebagai pelapis, dan produk industri lainnya juga

mengandung boraks untuk memperkuat kemampuan menahan paparan api.(2)

5. Kaca dan Fiberglass

Kaca mengandalkan boraks dan boraks sejenis lainnya untuk

meningkatkan ketahanan suhu dan ketahanan kimia kaca. Bola lampu

halogen, ovenware, perangkat kaca microwaveable, gelas laboraksorium,

dan banyak barang kaca sehari-hari disempurnakan dengan penambahan

boraks. Boraks juga membantu dalam proses fiberization dari fiberglass,

digunakan dalam ski, papan sirkuit, dan aplikasi lain yang sejenis. (2)

6

6. Pengawet kayu dan Pengendalian hama

Boraks digunakan mengontrol jamur dan serangga. Jamur adalah

tanaman yang tidak mengandung klorofil dan harus mengambil sumber

makanan dari luar (seperti selulosa kayu). Senyawa boron menghambat

pertumbuhan jamur dan telah terbukti merupakan pengawet kayu yang

baik. Demikian pula, boraks digunakan dalam kolam renang dan spa

sebagai pengganti klorin yang lebih lembut. Asam, boraks, dan garam

lainnya biasanya digunakan untuk memperlembut air kolam renang dan

mencegah kontaminasi. (2)

Boraks adalah zat alami, dan sangat populer sebagai pengontrol

serangga. Tidak seperti semprotan untuk membunuh lebah atau semut,

boraks tidak membunuh serangga karena kontak dengan bahan kimia.

Sebaliknya, ia bertindak sebagai pengering yang dehidrasi banyak

serangga dengan menyebabkan retakan kecil atau celah di eksoskeleton

mereka. Keasinan boraks juga mengganggu metabolisme elektrolitik

serangga yang sangat sederhana. (2)

7. Penggunaan boraks dalam makanan

Saat ini, kasus keracunan makanan bukan hal yang asing.

Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan

sejumlah produk makanan seperti ikan asin, mie basah, tahu, dan bakso

yang memakai boraks dan formalin sebagai pengawet. Produk makanan

yang berformalin dan boraks tidak hanya ditemukan di sejumlah pasar

tradisional, tetapi sering pula ditemukan di berbagai supermarket di

berbagai wilayah di tanah air. Padahal perlu kita ketahui bahwa

penggunaan boraks umumnya untuk pembersih dan insektisida yang

bersifat toksik atau beracun untuk manusia. Adanya bahan aditif dan

pengawet berbahaya dalam makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi

rahasia umum. Akan tetapi, masalah klasik tersebut seringkali muncul

menjadi pembicaraan hangat dengan kembali ditemukannya sebagai

pengawet tersebut pada berbagai jenis bahan makanan yang dikonsumsi

sehari-hari.

7

Pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah,

bakso, makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering

tidak mengandung boraks. Data hasil pemeriksaan boraks pada beberapa

bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan POM, 2004) (SUCI

LESTARI USU, IDENTIFIKASI BORAKS DALAM BAKSO DENGAN

REAKSI NYALA, 2011)

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25615.

8. Penggunaan lainnya

Boraks umumnya digunakan dalam metalurgi sebagai pengeras dan

mempererat paduan baja serta untuk membantu dalam pelapisan logam.

Digunakan dalam pelapis keramik dan enamel, bahan perekat, sebagai

pelumas, dan dalam banyak produk industri lainnya.

E. TOKSIKOKINETIK

E.1. Absorbsi

Absorbsi dari boraks umumnya dapat melalui jalur saluran

pernafasan, saluran pencernaan dan kulit yang terluka.

a. Saluran Pencernaan

Dari beberapa studi yang dilakukan boraks umumnya diabsorbsi

secara baik melalui saluran pencernaan, umumnya boraks akan

diabsorbsi secara cepat dalam saluran cerna yaitu >90% boraks yang

masuk secara oral akan diabsorbsi melalui saluran cerna dalam waktu 3

jam dan akan terabsorbsi secara lengkap dalam 24 jam.

b. Saluran Pernafasan

8

Boraks dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan, dan umumnya

jumlah inhalasi boraks melalui saluran pernafasan dapat dipengaruhi

oleh berbagai faktor misalnya kapasitas reservoir di saluran nafas

bagian atas dan sistem pernafasan di saluran nafas berupa sistem

mukosillier.

c. Kulit

Dari studi yang dilakukan terhadap manusia boraks tidak dapat

diabsorbsi melalui kulit yang utuh, walaupun didapatkan bukti bahwa

boraks dapat diabsorbsi melalui kulit apabila terjadi kerusakan pada

kulit.

E.2. Distribusi

Dari studi yang dilakukan terhadap binatang didapatkan bahwa

distribusi dari senyawa boraks adalah dalam bentuk asam borat yang tidak

terdisossiasi dan akan terdistribusi pada semua jaringan. Terutama

distribusi dari boraks adalah di tulang, dimana konsentrasinya bisa

mencapai 2-3 kali lipat dari konsentrasi di plasma dan di jaringan adiposa

dimana konsentrasinya mencapai 20% dari plasma.

E.3. Metabolisme

Boraks umumnya tidak dimetabolisme di dalam tubuh, hal ini

disebabkan oleh karena diperlukan energi yang besar (523kJ/Mol) untuk

memecah ikatan antara oksigen dengan boron.

E.4. Ekskresi

Boraks umumnya akan diekskresikan >90% melalui urine dalam

bentuk yang tidak dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks

adalah sekitar 20 jam, namun pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam

jumlah yang besar maka waktu eliminasi senyawa boraks akan berbentuk

bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya akan diekskresikan

dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urine, boraks juga

9

diekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan

feces.(3,4,5)

F. INTOKSIKASI

F.1. Intoksikasi akut

Umumnya intoksikasi akut pada senyawa boraks mempunyai

waktu laten yaitu umumnya dibutuhkan waktu beberapa jam untuk

menimbulkan gejala-gejala keracunan boraks. Boraks memiliki dosis lethal

(LD50 untuk orang dewasa adalah 15-20 gram, LD50 untuk untuk anak-anak

adalah 5 gram dan LD50 untuk bayi adalah 1-3 gram).

Gejala intoksikasi akut boraks :

1. Gejala saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut dan diare.

2. Gejala neurologis : nyeri kepala, halusinasi, tremor dan kejang.

3. Gejala sistem urinarius : menimbulkan gagal ginjal akut (ATN/ Acute

Tubular Necrosis) sehingga dapat menyebabkan oligouria sampai

anuria.

4. Gejala pada sistem intergumentum : pada konsumsi boraks dalam dosis

tinggi secara oral dapat menimbulkan erythema pada kulit wajah,

telapak tangan, telapak kaki, daerah bokong dan skrotum dalam waktu

24 jam, kemudian diikuti proses deskuamasi atau dermatitis eksfoliatif

setelah 1-2 hari timbul perubahan warna gejala tersebut mirip penyakit

Ritter’s syndrome.

5. Gejala intoksikasi akut yang berat : umumnya akan menimbulkan

gangguan neurologis yang berat (penurunan kesadaran sampai koma)

bahkan sampai meninggal. Umumnya pada pasien yang meninggal

akibat intoksikasi akut boraks ditemukan adanya edema serebri, gagal

ginjal akut akibat ATN dan hepatitis.(3,4)

10

F.2. Intoksikasi kronik

1. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pernafasan

Gejala intoksikasi kronik saluran pernafasan berupa iritasi saluran

pernafasan seperti rhinitis dan umumnya gejala iritasi pada saluran

bersifat transient tidak bersifat menetap.

2. Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan

Gejala intoksikasi kronik pada saluran pencernaan berupa gejala mual,

muntah, nyeri perut, kadang-kadang terdapat perubahan warna lidah

menjadi kemerahan (red glossy tongue) dan sering mengalami

sariawan yang berulang.

3. Gejala intoksikasi kronik pada sistem neurologis

Gejala intoksikasi kronik sistem neurologis dapat berupa letargi,

tremor, kejang dan penurunan kesadaran sampai terjadinya koma.

4. Gejala intoksikasi kronik pada sistem intergumentum

Gejala intoksikasi kronik sistem intergumentum dapat berupa

erythema pada kulit bahkan sampai terjadi ulseratif, bahkan dapat

menyebabkan rontoknya rambut sampai terjadi alopesia.

5. Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik

Gejala intoksikasi kronik pada sistem immunologik berupa gangguan

proliferasi dari sel limfosit sehingga dapat menimbulkan kerentanan

terhadap infeksi.

6. Gejala intoksikasi kronik pada sistem endrokrin

Pada penelitian yang dilakukan pada tikus percobaan gejala intoksikasi

kronik pada sistem endrokrin berupa gangguan pada hormon LH

(Luteinezing Hormone) dan FSH (Folikel Stimulation Hormone)

sehingga dapat menggangu kesuburan, namun efek tersebut pada

manusia masih dalam tahap penelitian oleh US. EPA.

7. Gejala intoksikasi pada sistem reproduksi

Pada hasil percobaan yang dilakukan pada tikus percobaan didapatkan

hasil bahwa pada tikus jantan didapatkan adanya gangguan

spermatogenesis, hal ini diduga karena sel sertoli yang terdapat pada

testis merupakan salah satu target organ pada senyawa boraks dan

11

tikus betina didapatkan adanya gangguan ovulasi, akibat terganggunya

hipothalamus-pituitary axis.

8. Efek reproduktif dan teratogenik pada intoksikasi kronik

Efek terhadap sistem reproduktif akibat intoksikasi kronik boraks

yang didapat dari hasil penelitian terhadap tikus biasanya disebabkan

oleh karena terganggunya hipothalamus-pituitary axis yang

menyebabkan gangguan ovulasi pada tikus betina serta degeratif dari

epitel spermatogenik atau sel sertoli, namun efek terhadap sistem

reproduktif tersebut sangat bergantung pada dosis.

9. Efek karsinogenik dan mutagenik.

Dari hasil studi yang dilakukan selama 2 tahun pada binatang

percobaan tidak didapat kan adanya aktifitas karsinogenik yang

disebabkan oleh senyawa boraks.asam boraks dan boraks

diklasifikasikan oleh US.EPA melalui carcinogen assessment

guidelines 2005 tidak bersifat karsiogenik pada manusia (3,4,5)

G. PEMERIKSAAN KERACUNAN SECARA UMUM

a. Pemeriksaan Luar

1. Bau yang tercium

Ini dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan oleh

korban. Pemeriksa dapat mencium bau minyak tanah pada penelanan

larutan insektisida, bau kutu busuk pada malation, mau amonia, fenol

(asam karbolat), lisol, alkohol, eter, kloroform dan lain-lain.

2. Adanya busa atau buih halus sukar pecah

Pada mulut dan hidung dapat ditemukan adanya busa, kadang-kadang

disertai bercak darah.

3. Bercak coklat

Kadang dapat ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak berwarna

coklat agak mencekung di kulit yang terkena insektisida bersangkutan.

4. Pakaian

12

Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh

tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak

berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.

5. Bercak-bercak racun

Dari distribusi racun dapat diperkirakan cara kematian, bunuh diri,

kecelakaan atau pembunuhan. Pada kasus bunuh diri distribusi bercak

biasanya teratur pada bagian depan dan tengah dari pakaian, pada

kecelakaan tidak khas, sedangkan pada kasus pembunuhan distribusi

bercak racun biasanya tidak beraturan (seperti disiram).

6. Lebam mayat

Warna lebam mayat merah kebiruan gelap. Kadang warna lebam

mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena pada dasarnya

adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit.

b. Pemeriksaan Dalam

1. Darah berwarna lebih gelap dan encer.

2. Busa halus di dalam saluran nafas.

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga

menjadi lebih berat, berwarna gelap dan pada pengirisan banyak

mengeluarkan darah.

4. Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada

bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikuler, subpleura

visceralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fissura

interlobularis, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot

temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.

5. Edema paru : bau dari zat pelarut mungkin dapat dideteksi, misalnya

bau minyak tanah, bensin, terpentin atau bau seperti mentega yang

tengik. Dalam lambung akan ditemukan cairan yang terdiri dari dua

lapis, yang satu adalah cairan lambung dan lapisan lainnya adalah

lapisan larutan insektisida.

c. Pemeriksaan Toksikologi

13

Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun

umumnya tidak akan dijumpai kelainan-kelainan yang khas yang dapat

dijadikan pegangan untuk menegakkan diagnosa atau menentukan sebab

kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak

harus dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setiap kasus

keracunan atau yang diduga mati akibat racun. Setelah mayat korban

dibedah oleh dokter kemudian diambil dan dikumpulkan jaringan-jaringan

atau organ-organ tubuh si korban untuk dijadikan barang bukti dan bahan

pemeriksaan toksikologi. Prinsip pengambilan sampel pada keracunan

adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah disishkan untuk cadangan dan

untuk pemeriksaan histopatologis.

Secara umum sampel yang harus diambil adalah :

1. Lambung dengan isinya.

2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-

ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.

3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer

(v.jugularis, a. femoralis dan sebagainya) masing-masing 50 ml dan

dibagi 2 yang satu diberi bahan pengawet (NaF 1%), yang lain tidak

diberi bahan pengawet.

4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang

diambil sebanyak 500 gram.

5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam

berat khususnya, dan bila urine tidak tersedia.

6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan

keracunan sianida, hal tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari

jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk meretensi racun

walaupun telah mengalami pembusukan.

7. Urine diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun

akan dieksresikan melalui urine, khususnya untuk tes penyaring pada

keracunan narkotika, alkohol, dan stimulan.

8. Empedu sama halnya dengan urine diambil oleh karena tempat ekskesi

berbagai racun terutama narkotika.

14

9. Pada kasus khusus dapat diambil :

a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter.

b. Jaringan otot, yaitu dari tempat yang terhindar dari kontaminasi,

misalnya muskulus psoas sebanyak 200 gram.

c. Lemak di bawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram.

d. Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.

e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram.

f. Cairan otak.

Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih

atau baru.

1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jka pada gelas

plastik darah yang bersifat asam dapat melumerkan polimer plastik

dari plastik itu sendiri, karena dapat membuat keliru pada analisa gas

kromatografi.

2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung

sampel darah :

a. Pembuluh darah femoral

b. Jantung

Pada kasus mayat yang tidak diotopsi :

1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat

diambil dari subclavia.

2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditusuk pada trans-thoracic

secara acak, secara umum tidak bisa diterima, karena bila tidak

berhati-hati darah bisa terkontaminasi dengan cairan dari esophagus,

kantung pericardial, perut atau cavitas pleura.

3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukkan

pada bagian bawah dinding perut terus sampai pada tulang pubis.

Pada mayat yang diotopsi :

1. Darah diambil dari vena femoral.

15

2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari

vena subklavia, aorta, arteri pulmonalis, vena cava superior dan

jantung.

3. Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.

4. Pada kejadian yang jarang terjadi biasanya berhubungan dengan

trauma massif, darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi

terdapat darah bebas pada rongga badan.

Bahan pengawet yang dipergunakan adalah :

(a) Alkohol absolute.

(b) Larutan garam jenuh.

(c) Natrium fluoride 1%.

(d) Natrium fuorida + natrium sitrat.

(e) Natrium benzoate dan phenyl mercuri nitrate.

Alkohol dan larutan garan jenuh digunakan untuk sampel padat atau

organ. Naf 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat digunakan untuk

sample cair, sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuri nitrat khusus

untuk pengawetan urin.

Untuk wadah pemeriksaan toksikologi idealnya diperllukan minimal 9

wadah, karena masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara

tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu :

(a) Dua buah toples masing-masing 2 liter untuk hati dan

usus.

(b) Tiga buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung

beserta isinya, otak dan ginjal.

(c) Empat buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2

buah) urine dan empedu.

Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka

pengiriman bahan pemeriksaan harus memenuhi kriteria :

(a) Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.

(b) Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.

16

(c) Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang

memuat keterangan mengenai tempat pengambilan bahan,

nama korban, bahan pengawet dan isinya.

(d) Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika

mungkin disertakan anamnesis dan gejala klinis.

(e) Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus

disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap

dan dugaan racun apa yang menyebabkan intoksikasi.

(f) Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar

botol tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan

tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat

dengan tali yang setiap persilangannya diikat mati serta

diberi lakban pengaman.

(g) Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus

dibuat berita acara penyegelan dan berita acara ini harus

disertakan dalam pengiriman. Demikian pula berita acara

penyegelan barang bukti lain seperti barang bukti atau obat.

Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh kertas

pembungkus, segel, atau materi yang digunakan.

(h) Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup,

alkohol tidak dapat dipakai untuk desinfektan local saat

pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan

dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut

alkohol. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimate 1%

atau mercuri klorida 1%.

Setelah semua proses pemeriksaan diatas dilakukan oleh ahli

kedokteran kehakiman maka hasil pemeriksaan tersebut dituangkan ke

dalam sebuah surat yaitu surat visum et repertum. Setelah dibuat

berdasarkan aturan yang berlaku maka surat tersebut sudah dapat

digunakan sebagai alat bukti di dalam proses peradilan.(10)

d. Pemeriksaan Khusus Intoksikasi Boraks

17

Pemeriksaan intoksikasi boraks dapat diperiksa kadar senyawa

boron didalam darah, jaringan dan urine dengan menggunakan metode

kolorimetrik atau spektrometrik atom bertemperatur tinggi, namun kadar

dari boron yang diukur umumnya tidak berkorelasi dengan manifestasi

klinis yang timbul.(8,9)

H. PENANGANAN KERACUNAN BORAKS

Apabila terjadi keracunan boraks, lakukan tindakan sebagai berikut :

Apabila boraks tertelan atau terminum, bilas lambung dengan air hangat.

Berikan larutan pencahar yang mengandung garam (saline cathartics)

dengan 15-30 g sodium sulfat dalam air.

Berikan cairan infus untuk mengurangi dehidrasi akibat muntah dan diare.

Atasi shock dengan oksigen, intravenoer plasma, atau transfusi darah.

Apabila terjadi kejang-kejang, berikan obat barbiturat yang aksinya

pendek (short acting barbiturate).

Berikan obat-obat pencegah infeksi (antibiotik).

Bila perlu berikan obat-obat analeptika, seperti caffeine sodium benzoat.

Pengobatan selanjutnya simptomatis untuk kerusakan kulit.

Sebaiknya segera bawa ke dokter terdekat.(10,11)

I. IDENTIFIKASI BORAKS DALAM MAKANAN

Identifikasi boraks pada makanan di laboratorium, ada 2 metode yang dapat

digunakan :

a. Metode Nyala Api

Alat :

- Cawan petri                   - Korek api

- Pinset                    - Pipet ukur

- Furnace                                - Kompor

- Mortar dan penggerus         

Bahan :

18

H2SO4                     10 ml

Metanol              2 ml

Air kapur jenuh

Kertas Lakmus

Cara Kerja :

o Siapkan alat dan bahan.

o Tumbuk sample hingga halus dengan mortar, kemudian timbang

sample sebanyak 3 gram sample.

o Masukkan ke dalam cawan petri, dan atur pH dengan

menambahkan air kapur jenuh hingga suasana menjadi asam,

diukur dengan kertas lakmus.

o Setelah asam, kemudian masukkan cawan petri ke dalam furnace.

o Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat, aduk sampai homogen hingga

larutan menjadi asam (lakmus biru menjadi merah), tambahkan 10

ml methanol kemudian nyalakan. Jika nyala api berwarna hijau

maka dinyatakan adanya asam borat dan boraks.

b. Metode Kertas Curcuma

Alat :

Waterbath                                    - Mortar dan penggerus

Kompor                                       - Pipet ukur

Pemijar (Movel Furnace)             - Rak tabung reaksi

Cawan porselin                            - Tabung reaksi

Corong                                         - Sendok

Pengaduk kaca                             - Timbangan

Bahan :

Kertas saring

Kertas curcuma

Amonia

Sample makanan

Air kapur jenuh

Kertas lakmus19

HCl 10%

Cara Kerja :

o Bahan makanan atau minuman kurang lebih 20 gram (sebelumnya

dihaluskan dulu) masukkan ke dalam cawan porselin.

o Tambahkan larutan kapur jenuh sampai basa (lakmus merah

menjadi biru).

o Isatkan dalam waterbath.

o Panaskan di atas kompor.

o Pijarkan sampai menjadi abu, kemudian kerjakan sebagai berikut :

Sebagian abu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan HCl

10% sampai menjadi asam, saring dengan kertas saring, celupkan

kertas curcuma ke dalam air hasil saringan, jika kertas curcuma

memerah kembali dengan asam tambahkan amoniak menjadi hijau

biru tua maka dinyatakan adanya asam borat dan boraks.(13)

c. Test kit boraks dari “easy test”.

Metode uji boraks yang mudah dan praktis. Produknya terdiri dari dua

botol reagen uji (untuk 50 kali pemakaian) dan botol reaksi.

Gambar 3. Produk test kit boraks dari “easy test”

Prosedur pemakaian test kit boraks untuk analisis cepat kandungan boraks

adalah sebagai berikut :

a. Bahan uji berupa padatan

Cincang atau lumatkan dengan digerus bahan yang akan diuji,

ambil setengah sendok teh dan masukkan dalam botol uji yang 20

telah disediakan. Campur dengan 10 ml air mendidih. Aduk dan

biarkan dingin.

Tambahkan 5 ml HCl teknis dan 4 tetes reagen cair. Tutup botol

dan kocok dengan kuat.

Ambil kertas uji dan celupkan ke dalam botol sampai terendam

sebagian.

Keringkan di bawah terik matahari atau diangin-anginkan. Setelah

kering amati bagian kertas uji yang tadi dibasahi. Jika terbentuk

warna merah bata berarti bahan yang diuji positif mengandung

boraks.

b. Bahan uji berupa cairan

Ambil 1 sendok makan bahan yang akan diuji (±5ml) dan 4 tetes

reagen cair. Tutup botol dan kocok dengan kuat.

Ambil kertas uji dan celupkan ke dalam botol sampai terendam

sebagian.

Keringkan di bawah terik matahari atau diangin-anginkan. Setelah

kering amati bagian kertas uji yang tadi dibasahi. Jika terbentuk

warna merah bata berarti bahan yang diuji positif mengandung

boraks.(4,5)

J. ASPEK HUKUM BAHAN TAMBAHAN PANGAN

a) Peraturan Perundang-undangan Yang Mengatur Tentang Produk

Makanan Yang Mengandung Bahan-Bahan Berbahaya

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/

Per/IX/1988, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak

digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient

khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan

sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (temasuk

organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,

pengepakkan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan

untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak

21

langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan

tersebut.

Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi

pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh

konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun

negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan

membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus

pembangunan bamgsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang

lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk

dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar

global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi

nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan

nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan.(11)

Beberapa bahan tambahan pangan yang bisa digunakan dalam

makanan antara lain (Depkes RI, 1988) :

1. Enzim

Bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad

renik yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk

mengatur proses fermentasi makanan. Contoh : amilase dari

aspergillus niger untuk tepung gandum dan rennet dalam pembuatan

keju.

2. Penambahan gizi

Bahan tambahan pangan berupa asam amino, mineral atau vitamin,

baik tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau

memperkaya gizi makanan. Contoh : asam askorbat, feri fosfat,

inositol, tokoferol, vitamin A, B12 dan vitamin D.

3. Humektan

Bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat

mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh : gliserol untuk

keju, es krim dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue.

4. Antibusa

22

Bahan tambahan pangan yang dapat menghilangkan busa yang dapat

timbul karena pengocokan atau pemasakan. Contoh : dimetil

polisiloksan pada jeli, minyak dan lemak, sari buah dan buah nanas

kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak dan lemak.

BTP yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan

menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 adalah :

1. Natrium tetraborat (boraks)

2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)

4. Kloramfenikol (chloramphenicol)

5. Kalium klorat (potassium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC)

7. Nitrofurazon (nitrofurazone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-

ethoxyphenyl urea)

9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)

10. Rhodamin B (pewarna merah)

11. Methanil yellow (pewarna kuning)

12. Dulsin (pemanis sintesis)

13. Potasium bromat (pengeras).

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

juga diatur tentang bahan-bahan tambahan pangan atau makanan, antara

lain :

Pasal 10 :

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan

dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan

pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas

maksimal yang ditetapkan;

(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang

dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan

23

dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas

maksimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

Dalam Pasal 11 juga disebutkan:

“...Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan,

tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib

terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam

kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan dilakukan

setelah memperoleh persetujuan dari pemerintah....”.(9)

b) Akibat Hukum Dari Produk Makanan Yang Mengandung Bahan-

Bahan Berbahaya

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan

maupun peraturan yang berkaitan dengan keamanan makanan baik di

tingkat produksi maupun di tingkat distribusi. Peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar bagi pengambilan tindakan atau

penghukuman atas perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau

bahaya kepada konsumen dalam berbagai bentuk perundangan-

perundangan, yang telah ada seperti : (14)

1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, antara lain :

a. Pasal 111

(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat

harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.

(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat

izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda

atau label yang berisi:

a) Nama produk;

b) Daftar bahan yang digunakan;

c) Berat bersih atau isi bersih;

d) Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan

makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan

24

e) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.

(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus dilakukan secara benar dan akurat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan.

(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar,

persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan,

ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk

dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

b. Pasal 112

Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan

mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan, dan

minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan

Pasal 111.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, antara lain :

(a) Pasal 8 yaitu: “setiap orang dilarang menyelenggarakan

kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan

atau peredaran makanan dalam keadaan yang tidak memenuhi

persyaratan sanitasi;

(b) Pasal 20 ayat (1): “setiap orang yang memproduksi pangan

untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan sistem jaminan

mutu, sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi”;

(c) Pasal 21 huruf (a): “setiap orang dilarang mengedarkan

pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang

dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa

manusia”;

25

(d) Pasal 26 huruf (b): “setiap orang dilarang

memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak

sama dengan mutu yang dijanjikan”;

(e) Pasal 55 yaitu: “barang siapa dengan sengaja bertentangan

dengan Pasal 8, Pasal 21 huruf (a), Pasal 26 huruf (b) dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda

paling banyak Rp. 600.000.000; (enam ratus juta rupiah);

3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

antara lain :

(a) Pasal 8 ayat (1) yaitu: “pelaku usaha dilarang

memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan /atau jasa

yang :

1. Tidak memenuhi atau sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses

pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu

sebagaimana dinyatakan pada label atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut;

3. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau

jasa tersebut;

4. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atau barang

tertentu;

5. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam

label;

6. Tidak memasang label atau memuat informasi penjelasan

mengenai barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi

bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,

akibat samping, nama dan alamat pelaku usaha serta

26

keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan

harus dipasang/dibuat;

7. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk

penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

(b) Pasal 62 ayat (1) yaitu: “pelaku usaha yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling

banyak Rp. 2.000.000.000; (dua milyar rupiah).(9,12,14)

27

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Boraks dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7 10H2O). Dapat

dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium

hidroksida dan asam borat (H3BO3).

Boraks biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik

dan mengurangi kesadahan air . Sebagian besar masyarakat masih belum

mengetahui secara pasti dampak penggunaan boraks pada produk makanan

padahal dalam jumlah tertentu sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat

menimbulkan keracunan dengan gejala akut seperti mual,muntah bahkan dalam

jangka panjang dapat menimbulkan gangguan neurologis.

Boraks dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, saluran

pernafasan maupun kulit yang terluka. Boraks tidak mengalami metabolisme

dalam tubuh sehingga keberadaan boraks dalam tubuh dapat terdeteksi dari urin.

Pemerintah dalam undang undang kesehatan telah mengatur mengenai

bahan tambahan pangan, namun penegakan hukum belum dilakukan secara tegas

dalam menindak oknum yang menyalahgunakan boraks sebagai bahan tambahan

pangan.

SARAN

1. Masyarakat diharapkan secara proaktif meningkatkan pengetahuannya

mengenai penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan dan harus

lebih jeli dalam memilih makanan dalam upaya menghindari efek buruk dari

boraks bagi tubuh.

2. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu menyusun

program kegiatan sebagai bentuk edukasi dalam upaya meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai penyalahgunaan boraks sebagai bahan

28

tambahan pangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat Indonesia dalam konteks makro.

3. Pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah dan pengambilan tindakan tegas

sangat dibutuhkan, seperti mengirimkan pengawas-pengawas pemerintah ke

daerah-daerah tertentu dan membuat undang-undang mengenai boraks.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Muni’m A, Herpian S, et

al. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Indonesia; 1997. P 71.

2. Rose Mill Company. What is boric acid?. Available at

http://www.natbat.com/What%20Is%20Boric%20Acid.pdf. Accessed 18

November 2012.

3. National Pesticide Information Center. Boric Acid Technical Fact Sheet.

Available at: http://npic.orst.edu/factsheets/borictech.pdf . Accessed 18

November 2012.

4. United States Enviromental Protection Agency. Health Effects Support

Document for Boron. Available at:

http://www.epa.gov/ogwdw/ccl/pdfs/reg_determine2/healtheffects_ccl2-

reg2_boron.pdf . Accessed 18 November 2012.

5. Forest Health Protection USDA Forest Service. Human Health and Ecological

Risk Assessment for Borax Final Report. Available at :

http://www.fs.fed.us/foresthealth/pesticide/pdfs/022406_borax.pdf

. Accessed 19 November 2012.

6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22602/4/Chapter%20II.pdf .

Accessed 18 November 2012.

7. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996

8. Nasution, Anisyah, Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan

Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009, USU 2010

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17797

9. Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-

Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 USU

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4909/1/09E01994.pdf

10. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta:

1999.

30

11. Sinaga Edward J. Peranan Toksikologi dalam Pembuatan Visum Et Repertum

Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dengan Menggunakan

Racun, 2010, USU http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996

12. World Health Organization. Management of Substance Abuse. WHO 2012.

www.who.int/substance_abuse/terminology/acute_intox/index.html

13. Day,JR.Analisis Kimia Kuantitatif.1996.Jakarta:Erlangga

14. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang

Kesehatan http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-36-2009Kesehatan.pdf

31