Referat forensik

23
ASPEK MEDIKOLEGAL REKAYASA GENETIK a. Pendahuluan Genetik adalah ilmu tentang keturunan yang mempelajari berbagai problematika manusia seperti kesehatannya, cacat lahirnya jasmani maupun mental, pewarisan ciri–ciri dan kelainan bawaan, bahkan sampai merekayasanya. 1 Dalam arti paling luas, rekayasa genetik merupakan modifikasi genetik untuk kepentingan manusia akan tetapi para ilmuwan sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik- teknik genetik molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. 2 Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan biomedis telah membuka jalan untuk potensi keuntungan yang sangat besar bagi pengobatan dan bagi manusia pada umumnya. Seiring dengan perkembangan ini, telah muncul juga banyak isu etik dan legal yang pada awalnya tidak terpikirkan. Pemanfaatan rekayasa genetik kini tidak hanya terhadap hewan maupun tumbuhan tetapi juga pada manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang cukup banyak memgandung isu 1

description

forensic

Transcript of Referat forensik

Page 1: Referat forensik

ASPEK MEDIKOLEGAL REKAYASA GENETIK

a. Pendahuluan

Genetik adalah ilmu tentang keturunan yang mempelajari berbagai

problematika manusia seperti kesehatannya, cacat lahirnya jasmani maupun

mental, pewarisan ciri–ciri dan kelainan bawaan, bahkan sampai merekayasanya.1

Dalam arti paling luas, rekayasa genetik merupakan modifikasi genetik

untuk kepentingan manusia akan tetapi para ilmuwan sekarang lebih bersepakat

dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik genetik

molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah

sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.2

Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan biomedis

telah membuka jalan untuk potensi keuntungan yang sangat besar bagi

pengobatan dan bagi manusia pada umumnya. Seiring dengan perkembangan ini,

telah muncul juga banyak isu etik dan legal yang pada awalnya tidak terpikirkan.

Pemanfaatan rekayasa genetik kini tidak hanya terhadap hewan maupun tumbuhan

tetapi juga pada manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang cukup banyak

memgandung isu etik dan legal didalamnya adalah teknologi dalam bidang

reproduksi misalnya proses bayi tabung.1,2

Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan

melibatkan beberapa metode tertentu seperti in vitro fertilization, kloning dan

DNA rekombinan. Namun, di dalam referat ini penulis cuma akan membahas

aspek medikolegal pada rekayasa genetik metode kloning.3

Kloning manusia merupakan topik sains fiksi selama ratusan tahun, dan

menjadi nyata dengan kemunculan Dolly, sebuah domba kloning pada tahun

1997. Kloning sejak awal menyebabkan perdebatan dan kontroversi di seluruh

dunia dan terkait dengan banyak isu medikolegal, etik dan isu sosial.4

1

Page 2: Referat forensik

b. Pengertian Rekayasa Genetik

Rekayasa genetik adalah manipulasi kimiawi terhadap informasi genetik

yang ada pada hewan, tumbuhan dan manusia yang menyebabkan terjadinya

perubahan biologis pada sel dan struktur organik. Informasi genetik tersimpan

dalam nukleus setiap benda hidup dan gen yang mengandung informasi ini

disusun sepanjang struktur fibrotik yang dikenal sebagai kromosom.2,3

Rekayasa genetik dapat dilakukan dengan 2 cara, bergantung dari jenis

selnya. Ketika sel yang hendak direkayasa adalah sel somatik, maka perubahan

hanya akan terjadi pada individu yang bersangkutan dan tidak dapat diturunkan.

Ketika sel yang hendak direkayasa adalah sel germinal (sperma atau ovum) maka

perubahan tidak hanya terjadi pada individu yang bersangkutan tetapi juga pada

keturunannya.3

Kloning

Klon berarti satu atau sekelompok sel, organisme atau tanaman yang identik

secara genetik diperoleh secara reproduksi vegetatif dari single parent.3

Kata "klon" berasal dari kata Yunani untuk mengambil pemotongan dari

tanaman. Para ilmuwan secara tradisional menggunakan istilah "kloning" untuk

menggambarkan proses menduplikasi bahan biologis. Dalam istilah sederhana,

kloning manusia adalah proses memproduksi manusia identik secara genetik.

Dalam istilah biologi, kloning manusia didefinisikan sebagai "replikasi aseksual

dari genom yang ada atau individu, atau replika dari urutan DNA, seperti gen,

yang dihasilkan oleh rekayasa genetika".4

Kloning merupakan teknologi yang memungkinkan makhluk hidup

memberikan keturunan yang memiliki sifat yang persis dengan dirinya. Nukleus

sel akan bereplikasi merupakan hasil operasi mikro terhadap nukleus dari sel

ovum. Sel yang dimodifikasi kemudian membelah dan tumbuh guna

menghasilkan salinan dari organisme original. Melalui kloning, ada kemungkinan

untuk menciptakan organisme eugenik yang memiliki karakteristik yang persis

sama dengan induknya. 4

2

Page 3: Referat forensik

c. Pandangan terhadap rekayasa genetika pada manusia

Rekayasa genetika adalah kontroversial dan subjek yang rumit,karena ada

keprihatinan tentang manfaat dan risiko terhadap lingkungan dan kesehatan

manusia, tetapi ada juga kekhawatiran tentang apakah itu hak untuk memodifikasi

genetik organisme di tempat pertama. Rekayasa genetika memungkinkan ilmuwan

untuk mengganggu proses evolusi alami,dan dengan sepenuhnya mengubah

organisme. Rekayasa genetika dipandang oleh banyak orang sebagai”bermain

Tuhan” atau menempatkan orang-orang di tempat Sang Pencipta, karena

memberikan kepada beberapa orang yang kemampuan untuk mengubah dunia

alam sepenuhnya. Oleh modifikasi genetik organisme, ilmuwan mengasumsikan

bahwa ilmu ini sangat baru yang lebih baik untuk mengisi dunia daripada Tuhan

atau Pencipta lainnya, termasuk evolusi alami dan seleksi alam. Kelompok agama

mungkin memiliki alasan khusus untuk keberatan terhadap rekayasa genetik.

Sebagai contoh, Muslim akan keberatan dengan gen babi yang dimasukkan ke

sayuran dan buah-buahan, terutama jika dimodifikasi produk tidak jelas diberi

label sebagai mengandung babi gen. Vegetarian pasti akan keberatan dengan

hewan gen yang dimasukkan dalam buah-buahan dan sayuran, karena mereka

tidak bisa lagi makan produk mereka jika mereka merasa kuat tentang tidak

makandaging. Manusia memodifikasi dunia dengan cara yang tidak akan terjadi

secara alami. Selain atas isu-isu, ada kekhawatiran tentang melanggar hak asasi

manusia, dan juga tentang apakah genetik rekayasa jauh berbeda dari yang sangat

tua praktek pembiakan selektif.2,5,6

d. Argument dan asumsi alam

Dengan mempertimbangkan luasnya bidang rekayasa genetik dan berbagai

implikasinya terhadap identitas manusia dan pribadi,maka berfokus pembahasan

ini berfokus pada kemungkinan modifikasi genetik pada manusia. Selain

itu,dikatakan bahwa modifikasi genetik mempengaruhi bukan hanya sel-sel

somatik dari individu-individu yang diobati tetapi juga sel-sel germinal, dan

bahwa modifikasi ini, akan diturunkan ke generasi berikutnya.7

3

Page 4: Referat forensik

e. Aspek Medikolegal

Pemanfaatan rekayasa genetik pada manusia sudah menjadi perdebatan di

seluruh dunia. Pada tahun 2005, United Nations Declaration on Human Cloning

mendeklarasikan hal sebagai berikut:8

(a) Member States are called upon to adopt all measures necessary to protect

adequately human life in the application of life sciences

(Negara anggota yang terpanggil untuk mengadopsi segala aturan yang

layak dalam aplikasi ilmu sains untuk melindungi kehidupan manusia) 8

(b) Member States are called upon to prohibit all forms of human cloning

inasmuch as they are incompatible with human dignity and the protection of

human life 8

(Negara anggota terpanggil untuk menghindari segala bentuk kloning

manusia karena tidak sesuai dengan takdir manusia dan perlindungan

kehidupan manusia) 8

(c) Member States are further called upon to adopt the measures necessary to

prohibit the application of genetic engineering techniques that may be

contrary to human dignity

(Negara anggota terpanggi; untuk mengadopsi segala aturan yang melarang

aplikasi teknik rekayasa genetik yang bertentangan dengan takdir manusia) 8

(d) Member States are called upon to take measures to prevent the exploitation

of women in the application of life sciences

(Negara anggota terpanggil untuk menghindari segala bentuk eksploitasi

wanita dalam aplikasi ilmu sains) 8

(e) Member States are also called upon to adopt and implement without delay

national legislation to bring into effect paragraphs (a) to (d)

(Negara anggota juga terpanggil untuk mengadopsi dan tidak menunda

penerapan legislasi nasional guna membawa efek seperti pada poin a hingga

d) 8

(f) Member States are further called upon, in their financing of medical

research, including of life sciences, to take into account the pressing global

4

Page 5: Referat forensik

issues such as HIV/AIDS, tuberculosis and malaria, which affect in

particular the developing countries.

(Negara anggota juga terpanggil, dalam pendanaan penelitian medis

termasuk sains kehidupan, untuk penanganan masalah global seperti

HIV/AIDS, tuberkulosis, dan malaria yang mana terjadi di beberapa negara

berkembang. 8

f. Peraturan Di Beberapa Negara Mengenai Rekayasa Genetika Pada Manusia

Indonesia

Di Indonesia, perihal kloning tidak dijelaskan dengan terperinci. Dalam

Undang-Undang No. 23/1992 tentang Penyidikan, pada pasal 81

disebutkan, barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan penelitian

dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan pada

manusia tanpa memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang

bersangkutan serta norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3); dipidana dengan pidana

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak

Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).9

Malaysia

Pada tahun 2002 sebuah konferensi publik nasional yang diselenggarakan

oleh Kementerian Luar Negeri di Institut Strategis dan Studi Internasional

dari Malaysia diadakan di Kuala Lumpur untuk membahas tentang kloning

manusia dan untuk merumuskan posisi Malaysia di negosiasi United

Nations. Di Malaysia, otoritas keagamaan tertinggi, Dewan Fatwa

Nasional, mendukung penelitian sel induk embrio berdasarkan sabda Nabi

Muhammad bahwa sebelum 120 hari embrio belum diresapi dengan jiwa.10

India

5

Page 6: Referat forensik

Status Kloning di India memungkinkan eksperimen dengan penelitian sel

induk. Di India terminasi kehamilan diizinkan di bawah Undang-Undang

MTP 1971. Hasil jaringan janin tersebut, yang tersedia secara bebas di

Klinik MTP dan rumah sakit dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian.

Terminasi kehamilan untuk mendapatkan janin untuk penelitian sel induk

atau untuk transplantasi tidak diizinkan. Dan tidak diperbolehkan mencipta

embrio semata-mata untuk mendapatkan sel stemnya. Di India, hanya

penelitian program dan bukan transplantasi terapi diperbolehkan saat ini.4

Australia

Pemerintah Australia telah melarang terapi germline,dan menjadikannya

sebagai subjek pelanggaran untuk sanksi pidana di bawah Larangan

Kloning Manusia (UU Pasal 18). apa saja "Embrio manusia yang

mengandung sel manusia (dalam arti Pasal 18) yang genom telah diubah

sedemikian rupa perubahan yang diwariskan oleh manusia yang telah

diubah dianggap sebagai suatu larangan yang di atur dalam UU yang

sama (Pasal 22).11

Kanada

Menurut UU dalam Menghormati Assistensi mengenai Reproduksi

Manusia dan Penelitian Terkait pada 2004, perubahan genetik germline

dilarang dan disetujui oleh klausul pidana dan Berdasarkan UU ini,

perubahan genetik germline didefinisikan sebagai "mengubah DNA

manusia,sperma, telur, atau embrio sehingga perubahan dapat ditularkan

kepada anak-anak orang tersebut dan semua generasi untuk mengikuti.

Undang-undang Kanada melindungi dan melestarikan

"Individualitas manusia dan keragaman, dan integritas dari genom

manusia" dan karena itu diperlukan bahwa setiap orang yang mengubah,

memanipulasi, memperlakukan, atau membuat penggunaan

6

Page 7: Referat forensik

dalam embrio in vitro harus melakukannya sesuai dengan peraturan dan

memiliki lisensi. 11,12

Cina

Di Cina, sistem peraturan mengatur uji klinis pada manusia dan terapi gen

produk. Studi praklinis untuk produk terapi gen harus

mematuhi Poin ke Pertimbangan untuk Terapi Gen Manusia dan Kualitas

Produk obat. 11

Prancis

Di Perancis, UU No.94-654 yang mengatur sumbangan dan penggunaan

elemen dan produk dari tubuh manusia, reproduksi dengan bantuan medis,

dan diagnosis prenatal yang telah diubah pada tahun 2004 dengan Undang-

Undang Bioetika no.2004-800, mengatur terapi gen dan produk terapi gen.

Hukum Bioetika mendirikan Badan Biomedik Prancis, yang berada di

bawah pengawasan Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab untuk

jaminan kualitas dan memastikan praktek etika dalam penelitian biomedis.

Pada 23 Februari 2000 ditentukan kriteria untuk otorisasi dan

pemberitahuan sehubungan dengan impor dan ekspor jaringan dan sel

yang diperoleh dari jaringan manusia dan gen dan produk terapi sel yang

digunakan untuk tujuan terapeutik. 11

Bab VI UU Bioetika mengatur terapi gen dan produk terapi gen

tertentu. Menurut hukum Perancis, produk terapi gen tidak dapat

diproduksi, dilestarikan, didistribusikan, digunakan untuk tujuan

komersial, diimpor, diekspor atau kecuali telah diperoleh otorisasi. Setiap

orang yang tidak menghormati ketentuan hukum dikenakan sanksi pidana.

Hukum Bioetika eksplisit melarang terapi germline dan menganggap

praktek eugenic sebagai kejahatan terhadap umat manusia. Selanjutnya,

dalam rangka melindungi bioteknologi intervensi, hukum Perancis

menyatakan bahwa proses modifikasi genetik manusia

identitasnya tidak dapat dipatenkan (Pasal 17). 11,13

7

Page 8: Referat forensik

Jerman

Perubahan buatan dari germline manusia dikriminalisasi oleh

Perlindungan Embrio dalam Hukum (pasal 5, par. 1). Demikian juga,

hukum menghukum siapa saja yang menggunakan atau mencoba untuk

menggunakan sel germinal manusia dengan informasi genetik artifisial

diubah untuk pembuahan (pasal 5).Pengecualian terhadap larangan ini

adalah mungkin jika perubahan garis kuman bukanlah tujuan, tetapihanya

efek samping dari pengobatan medis. 11

g. Hak Asasi Manusia dan Hak Identitas Manusia

Kerangka hukum internasional mengenai hak asasi manusia telah

"ditemukan" hak untuk identitas dan diluncurkan ke dalam arena hukum

internasional. Selain referensi eksplisit dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak,

yang tegas mengakui hak atas identitas, yang terakhir telah berulang dipanggil

dalam kasus hukum dari Pengadilan HAM Eropa di Strasbourg (ECtHR), yaitu

melalui interpretasi yurisprudensi hak untuk menghormati kehidupan pribadi

seseorang, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Convention. Meskipun tidak secara

khusus disebutkan dalam salah satu artikel dari Konvensi Eropa tentang Hak

Asasi Manusia (ECHR), Pengadilan di Strasbourg telah diturunkan hak identitas

dari "hak untuk kehidupan pribadi seseorang", yang diabadikan dalam ECHR

(dengan cara yang sama untuk hak atas privasi). 7

Pendekatan baru dengan hak atas identitas pribadi didasarkan pada

eksistensial dan makna perkembangan identitas. Identitas tidak memandang

sebagai jumlah dari unsur yang berbeda, perwakilan dari identitas seseorang dan

subjek yang disalahpahami dan dipalsukan, tetapi sebagai narasi, cerita batin

individu yang setiap orang perlu untuk membangun, mengembangkan dan

menulis ulang dari waktu ke waktu untuk menentukan arti mereka. 14

Dalam Pasal 3 dari Deklarasi Internasional Human Genetik sangat

relevan, karena mengacu pada "identitas orang" yang meliputi tidak hanya

komponen genetik masing-masing individu, tetapi juga "pendidikan, faktor

lingkungan dan pribadi yang kompleks dan, ikatan sosial, spiritual dan kultural 8

Page 9: Referat forensik

emosional dengan orang lain.(human genetic) Hak Asasi Manusia (seperti

ECHR), hak asasi manusia internasional merupakan alat hukum di bidang

genetika yang mengekspos hak yang agak tidak diartikulasikan dan berhubungan

dengan identitas genetik. 7

h. Hukum Internasional Manipulasi Genetika Manusia (Peraturan Genom

Manusia)

Tujuan mendasar di balik hukum internasional tentang manipulasi genetik

manusia dan regulasi genome manusia adalah perlindungan identitas genetik dari

kedua individu manusia dan spesies manusia. Di antara konstruksi hukum yang

berbeda yang muncul untuk melindungi identitas genetik dari spesies manusia,

yang paling diakui adalah yang disebut Hak untuk Integritas Genetik dan Hak

atas Warisan Genetik Non-Modified. 7

Dalam konteks terapi gen, hak untuk integritas genetik menghambat

modifikasi dari kode genetik dari individu. Hak ini yang pada awalnya disebut

dalam 1982 Rekomendasi dari Majelis Parlemen Dewan of Eropa on Rekayasa

Genetika sebagai "hak untuk warisan genetik non-dimodifikasi". Sadar akan

bahaya yang ditimbulkan oleh "penggunaan teknik ilmiah baru untuk artifisial

merekombinasi materi genetik dari organisme hidup, disebut sebagai 'rekayasa

genetika'", Majelis Parlementer memutuskan untuk mengabadikan sebuah hak

asasi manusia yang menyangkut: "hak untuk mewarisi pola genetik yang belum

artifisial berubah ",yang terdiri dari hak-hak untuk hidup dan untuk martabat

manusia, hak ini tidak dirangkum secara absolut, karena menngkut pengecualian

untuk aplikasi terapi (terapi gen). Melalui rekomendasi itu, perlindungan dari

genom manusia dianggap sebagai langkah mendasar dalam menjamin

penghormatan atas martabat manusia di kedua aspek individu dan kolektif nya. 7,15,16

Peraturan mengenai gen manusia saat ini diatur dalam dua instrumen

internasional menganggap relevansi khusus: Deklarasi Universal tentang Genom

Manusia dan Hak Asasi Manusia (UDHGHR) dan Konvensi Oviedo Hak Asasi

Manusia dan Biomedik (Oviedo Convention). 7

9

Page 10: Referat forensik

Berdasarkan Rekomendasi tahun 1982, Konvensi Oviedo menekankan

perlindungan martabat dan identitas semua manusia (pasal 1), sehingga hanya

intervensi yang berusaha untuk memodifikasi genom manusia untuk pencegahan

tujuan, diagnostik atau terapeutik (pasal 13), sementara UDHGHR menyatakan

dalam pasal pertama bahwa genom manusia "mendasari kesatuan mendasar dari

semua anggota keluarga manusia, serta pengakuan martabat yang melekat pada

manusia dan keragaman". Kontribusi kepada kerangka hukum internasional,

dengan mendeklarasikan genom manusia sebagai Warisan umum manusia. 7,17

i. Aspek Etik (Moral)

Pada tahun 1988 Organisasi Kesehatan Dunia menegaskan bahwa kloning

untuk replikasi individu manusia secara etis tidak dapat diterima dan bertentangan

dengan martabat mansia dan integritas. Alasan yang mendasari bahwa kloning

melanggar martabat manusia adalah bahwa:18,19

Martabat erat berkaitan dengan otonomi dan Keunikan, adalah

kekhawatiran bahwa klon bersifat otonomi akan dikompromikan dan

keunikan akan hilang karena genom identik 19

Tindakan Kloning dapat terlibat sebagai niat untuk, “melanggar hak-hak

kloning di masa depan”,karena produk hasil Kloning tidak dibuat untuk

keuntungan mereka sendiri melainkan untuk kepentingan orang lain.15

Kasus etika yang paling mendasar kloning manusia adalah bahwa”manusia

tidak dibentuk dari genetiknya sendiri secara lengkap atau manusia

dibentuk dari genetic orang lain 18

Kloning adalah “Replikasi”dan bukan “Reproduksi”proses aseksual

merupakan proses yang tidak alamiah dan ditemukan hanya pada

kehidupan tingkat rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

kloning menurunkan martabat manusia.19

j. Aspek Religius (Agama)

10

Page 11: Referat forensik

Kebanyakan argumen utama untuk suatu larangan langsung pada kloning

manusia termasuk bahwa manusia memiliki hak untuk "lahir dengan cara manusia

dan tidak di laboratorium" dan bahwa hidup dimaksudkan untuk datang dari

Tuhan melalui hubungan antara seorang pria dan seorang wanita.4

Argumen lain termasuk yang "Kita semua memiliki hak untuk dilahirkan

melalui cinta". Ketika embrio yang dihasilkan melalui tabung uji atau piring petrie

"mereka dapat dibekukan, dituangkan ke wastafel dan diperlakukan sebagai obyek

bukan subyek dari nilai manusia yang tak terbatas." 4

Kloning menurut Kristen

Ajaran Katolik menentang proses kloning, apakah terapeutik atau

reproduksi, walaupun tujuan berbeda. Pendapat resmi dari Gereja Katolik Roma

adalah bahwa "setiap tindakan yang memungkinkan tindakan kloning manusia

adalah berniat jahat" dan tidak pernah akan dibenarkan. 4

Gereja Katolik tegas mengutuk setiap upaya yang bertujuan untuk kloning

manusia, menyebutnya sebagai tindakan tidak etis yang melanggar martabat

manusia. Dalam kritik dari kloning manusia, Gereja Katolik sebagian besar

mengacu pada argumen teologis dan etis, yang paling penting adalah

mengabaikan martabat manusia, instrumentalization umat manusia, dan

melemahnya peran keluarga. 20,21

Beberapa pemikir Katolik Roma dan Protestan telah menegaskan dan

memperkuat argumen masa lalu. Misalnya, teolog Protestan Allen Verhey

menentang argumen Paul Ramsey dan menyimpulkan bahwa kehidupan yang baik

dalam keluarga adalah yang tidak terkait dengan kloning manusia. 20

Pendapat ini sangat berbeda dengan ajaran dari kitab Injil. Menurut

Genesis 1:28, “Dan Tuhan memberkati mereka, dan Tuhan memberitahu kepada

mereka, berbuahlah dan berkembang biak”. 3

Namun, beberapa pemikir Protestan, dalam merefleksikan arti kemitraan

manusia dengan aktivitas kreatif Tuhan yang sedang berlangsung, telah

menyatakan dukungan untuk penelitian kloning yang memenuhi syarat dan untuk

membuat anak-anak menggunakan sel somatik teknik transfer inti. 20

11

Page 12: Referat forensik

Kloning menurut Yahudi

Beberapa pemikir Yahudi menyokong upaya penelitian pada pada hewan

dan bahkan pada kemungkinan kloning manusia (hanya dalam mengejar tujuan

yang layak). 20

Kloning menurut Hindu

Pandangan agama Hindu terhadap kloning manusia masih dalam

perdebatan. 4

Kloning menurut Islam

Ahli hukum Islam (Fuqua), untuk bagian mereka, melihat kloning manusia

sebagai "haram" (dilarang oleh agama), dan mereka memberi berbagai argumen

untuk menentangnya. Dalam pandangan mereka, kloning manusia adalah "haram"

untuk alasan teologis, fiqh, etika, sosial, psikologis dan ilmiah. Mereka melihat

kloning manusia sebagai sarana melemahnya keyakinan agama, mengubah ciptaan

Allah, melanggar martabat manusia, mengganggu kehidupan keluarga, dan

menyebabkan warisan dan keturunan menjadi kacau. Oleh karena itu mereka

memegang kloning bahkan untuk kebaikan hidup bersama menjadi tidak sah.22,23

Argumen teologis yang paling penting dari ulama Islam terhadap isu

kloning manusia merangkumi poin-poin berikut : 1) meragukan; 2) isu mukjizat;

3) tantangan terhadap Allah yang bersifat menciptakan; 4) melanggar tradisi

keanekaragaman; 5) membahayakan agama Islam; dan 6) bermain dengan

makhluk dengan mengubah gen mereka. Dan atas dasar hukum agama argumen

utama mereka adalah bahwa kloning 1) berakhir keperluan untuk reproduksi

seksual; 2) membingungkan garis keturunan; 3) menciptakan ketidakpastian

tentang afiliasi keluarga; 4) menyebabkan kebingungan tentang peraturan

tunjangan dan warisan; 5) menghapuskan institusi perkawinan dan keluarga; 6)

membuat membatalkan arti kebebasan; 7) memungkinkan hubungan tidak sah; 8)

mendorong homoseksualitas. 23

12

Page 13: Referat forensik

Kloning menurut Agama Lainnya

Buddha dan Hindu di sisi lain tampaknya memiliki pendekatan yang

berbeda terhadap kloning manusia. Misalnya, Korea Buddhisme melarang

pembunuhan hidup dan karena itu menerima kloning manusia untuk pasangan

tanpa anak, sementara Thervada-Buddha di Thailand menerima terapi kloning

manusia.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Glenn LM. Ethical Issues in Genetic Engineering and Transgenics.

Actionbioscience 2013; p.1-4.

2. Carlson T. Genetic Engineering: A Question of Ethics. MDH 2000: p.1-8.

3. Harding JR. Beyond Abortion: Human Genetics and the New Eugenics.

Pepperdine Law Review 1991; 18: p.471-475, 496-500.

13

Page 14: Referat forensik

4. Kanchan T, Kumar TSM, Kumar A, Das S. Multifaceted Aspects of Human

Cloning. JK Science 2006; 8: p.125-128.

5. Kingston HM. ABC of Clinical Genetics. London: BMJ Publishing Group;

2002: p.8-13.

6. Jones DG. Genetic Privacy and The Use of Archival Human Material in

Genetic Studies – Current Perspectives. Medicolegal and Bioethics 2015; 5:

p.43-52.

7. Andrade NNG. Human Genetic Manipulation And The Right To Identity: The

Contradictions Of Human Rights Law In Regulating The Human Genome.

SCRIPTed 2010; 7: p.430-435.

8. United Nations. United Declarations on Human Cloning. General Assembly

2005; 59(280): p.1-2.

9. Presiden Republik Indonesia. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang

Kesehatan. LN 1992/100; TLN No. 3495.

10. Kasmo MA, Usman AH, Said MMM et al. The Perception of Human Cloning:

A Comparative Study Between Difference Faith in Malaysia. Review of

European Studies 2015; 7: p.178-185.

11. Isasi RM, Nguyen TM, Knoppers BM et al. National Regulatory Frameworks

Regarding Human Genetic Modification Technologies (Somatic and Germline

Modification). Canada: CRDP; 2006: p. 1-8.

12. Michaelis RC, Flanders RG, Wulff PH. A Litigator’s Guide to DNA. London:

Elsevier Inc; 2008: p. 215-219.

13. Goodwin W, Linacare A, Hadi S. An Introduction to Forensics Genetics.

England: John Wiley & Sons Ltd; 2007: p.97-100.

14. Lanphier E. Don’t Edit The Human Germ Line. Nature 2015; 519: p. 410-411.

15. Eckert WG. Introduction to Forensic Sciences. New York: CRC Press LLC;

1997: p.90-95.

16. Alexander DR. Uses and Abuses of Genetic Engineering. Postgradmedj 2014;

p.249-251.

17. Yulinar SKM, Kartika E, Wibiayu A. Pangan Produk Rekayasa Genetika dan

Pengkajian Keamanannya di Indonesia. Badan POM RI 2010; 9: p.1-5.

14

Page 15: Referat forensik

18. Gardner RJM, Sutherland GR. Chromosome Abnormalities and Genetic

Counseling. Australia: Oxford University Press; 2004: p.15-22.

19. Nemie P. The Medical Profession, Societal Demands And Developing Legal

Standards. Malayan Law Journal Articles 2014; 5: p.1-7.

20. Religious Perspective. Religion and Human Cloning: A Historical Overview.

p. 39-43.

21. Kenney NJ, McGowan ML. Egg Donation Compensation: Ethical and Legal

Challenges. Medicolegal and Bioethics 2014; 4: p.15-24.

22. Kenney NJ, McGowan ML. Egg Donation Compensation: Ethical and Legal

Challenges. Medicolegal and Bioethics 2014; 4: p.15-24.

23. Damad SMM. Human Cloning from the Viewpoint of Fiqh and Ethics.

Journal of Medical Law 2012; 1: p.25-32.

15