Referat Fix

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya yang terpenting dalam suatu negara adalah penduduk. Jumlah penduduk yang banyak memiliki dua efek bagi suatu negara. Di satu sisi, jumlah penduduk yang banyak memiliki manfaat yang besar karena bisa dijadikan aset dan potensi bagi pambangunan suatu negara. Namun di sisi lain, apabila laju pertumbuhan penduduk tak dapat dikendalikan maka akan berpengaruh pada kesejahteraan penduduk dan dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia sehingga akan menyebabkan permasalahan kependudukan seperti yang terjadi di Indonesia. Solusi yang diciptakan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menghadirkan program Keluarga Berencana (KB). Program Keluarga Berencana (KB) adalah program yang membantu keluarga termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik sehingga dapat mencapai keluarga yang berkualitas (Jadmiko, 2011). Sebagian besar masyarakat masih menempatkan istri sebagai objek dalam masalah seksual dan reproduksi karena yang hamil dan melahirkan istri, istri pulalah yang harus KB agar tak hamil. 1

description

bbmbmbb

Transcript of Referat Fix

Page 1: Referat Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya yang terpenting dalam suatu negara adalah penduduk.

Jumlah penduduk yang banyak memiliki dua efek bagi suatu negara. Di satu

sisi, jumlah penduduk yang banyak memiliki manfaat yang besar karena bisa

dijadikan aset dan potensi bagi pambangunan suatu negara. Namun di sisi lain,

apabila laju pertumbuhan penduduk tak dapat dikendalikan maka akan

berpengaruh pada kesejahteraan penduduk dan dapat mempengaruhi kualitas

hidup manusia sehingga akan menyebabkan permasalahan kependudukan

seperti yang terjadi di Indonesia. Solusi yang diciptakan oleh pemerintah

untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menghadirkan program

Keluarga Berencana (KB). Program Keluarga Berencana (KB) adalah program

yang membantu keluarga termasuk individu anggota keluarga untuk

merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik sehingga dapat mencapai

keluarga yang berkualitas (Jadmiko, 2011).

Sebagian besar masyarakat masih menempatkan istri sebagai objek

dalam masalah seksual dan reproduksi karena yang hamil dan melahirkan istri,

istri pulalah yang harus KB agar tak hamil. Ketidakadilan gender dalam

program dan kesehatan reproduksi memang sangat mempengaruhi

keberhasilan program KB. Sebagian besar masyarakat, bahkan para provider

dan penentu kebijakan, masih menganggap penggunaan kontrasepsi adalah

urusan istri. Tentu itu kurang adil, mengingat istri yang sudah mengalami

masa hamil, persalinan, menyusui, mendidik, mengasuh, bahkan acap kali

diharuskan membantu suami mencari tambahan penghasilan, masih harus

menggunakan alat kontrasepsi yang terkadang tak cocok, bahkan

menimbulkan komplikasi. Adapun suami yang andil dalam proses reproduksi

tak mau berperan dengan memakai kontrasepsi. Jumlah akseptor KB wanita

masih mendominasi dikarenakan sebagian besar metode yang ditawarkan oleh

BKKBN masih condong ke arah perempuan. Berikut ini adalah tabel yang

1

Page 2: Referat Fix

menunjukkan jumlah akseptor KB sesuai dengan metode yang digunakan,

yaitu (Stya, 2014) :

Gambar 1.1. Data Akseptor (Stya, 2014)

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan

tindakan vasektomi mengenai deifnisi, sejarah, teknik, kerugian, dan efek

samping dari vasektomi itu sendiri, selain itu juga untuk melihat seberapa

besar efektivitas tindakan vasektomi sebagai salah satu kontrasepsi mantap

dalam menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.

2

Page 3: Referat Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya

kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat

permanen, yang bersifat permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan

pada pria vasektomi (Wiknjosastro, Saifuddin, & Rachimhadhi, 2007). Di

Indonesia, kontrasepsi mantap (kontap, sterilisasi), yaitu tubektomi pada

wanita dan vasektomi pada pria metode ini telah dikembangkan sejak tahun

1974 oleh PUSSI (Perkumpulan Untuk Sterilisasi Sukarela), yang kemudian

berubah nama menjadi PKMI (Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia).

Vasektomi merupakan suatu operasi kecil dan dapat dilakukan oleh seseorang

yang telah mendapatkan latihan khusus untuk itu. Selain itu vasektomi tidak

memerlukan alat-alat yang banyak, dapat secara poliklinis, dan umumnya

dilakukan dengan mempergunakan anastesi lokal (Wiknjosastro, Saifuddin, &

Rachimhadhi, 2007).

Vasektomi adalah pemotongan vas deferens, yang merupakan saluran

yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula

seminalis. Pemotongan vas deferens menyebabkan sperma tidak mampu

diejakulasikan dan pria akan menjadi tidak subur setelah vas deferens bersih

dari sperma, yang memakan waktu sekitar tiga bulan (Everett, 2005).

Vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi yang sangat aman,

sederhana, dan sangat efektif. Dalam pelaksanaan operasi sangat singkat dan

tidak memerlukan anestesi umum. Di seluruh dunia, sterilisasi vasektomi

masih merupakan metode yang terabaikan dan kurang mendapat perhatian,

baik dari pihak pria/suami maupun petugas medis keluarga berencana.

(Siddiqui, 2014).

2.2. Sejarah

Sejarah vasektomi dimulai dengan ditemukannya obstruksi vas deferens

pada bedah mayat oleh John Hunter seorang ahli bedah dan anatomi Inggris

3

Page 4: Referat Fix

pada tahun 1775. Pada mayat tersebut didapatkan adanya obstruksi dan

jaringan ikat pada vas deferens, tetapi testisnya normal baik bentuk maupun

ukurannya. Cooper (1823) melakukan vasektomi dengan ligasi vas deferens

pada seekor anjing jantan, pada akhir eksperimen tersebut menemukan bagian

proksimal ligasi terisi banyak spermatozoa sedangkan bagian distal ligasi

tidak ditemukan adanya spermatozoa. Pada pengamatan selama 6 tahun,

anjing tersebut dapat melakukan senggama tetapi tidak terjadi kehamilan pada

anjing betina pasangannya. (Sheynkin,2009).

Pada permulaan abad XXV vasektomi digunakan untuk pengobatan

masturbasi atau sebab-sebab eugenik pada kriminalitas, penderita dengan

gangguan mental, penderita dengan penyakit keturunan serta untuk

peremajaan seksualitas (sexual rejuventation).(Sheynkin,2009).

Di Amerika Serikat vasektomi untuk tindakan sterilisasi dilegalisasi

pada tahun 1960 dan didirikan Association for Voluntary Sterilization dan

Human Bettermen Foundation. Pada tahun 1970 dilakukan 550 ribu

vasektomi, sehingga satu dari tujuh pria dengan istri berusia antara 30-44

tahun telah menjalani vasektomi. Sejak tahun 1972 vasektomi makin popular

di Amerika Serikat, dan dilakukan pada lebih dari 1 juta akseptor setiap tahun

(Kim & Goldstein, 2009).

Li Shunqiang seorang ahli pada lembaga penelitian Keluarga Berencana

Chongquing Cina pada tahun 1974 mengemukakan teknik baru yang disebut

vasektomi tanpa pisau. Pada tahun 1976 di RRC telah dilakukan vasektomi

tanpa pisau terhadap 30 juta akseptor, di India 17 juta akseptor, Amerika

Serikat 8 juta akseptor, Eropa 4,5 juta akseptor (Sharlip, 2012).

Pada tahun 1989 metode vasektomi tanpa pisau diperkenalkan di

Indonesia oleh dr.Apichat Nirapathpongporn dari Thailand, kemudian pada

tahun 1990 Indonesia mengirim 4 orang ahli bedah urologi ke Thailand untuk

meninjau pelaksanaan vasektomi tanpa pisau. Di Indonesia sampai dengan

akhir 1997 telah dilakukan vasektomi pada 233.470 akseptor atau 0,9% dari

seluruh akseptor keluarga berencana. (Purwoko, 2005).

4

Page 5: Referat Fix

2.3. Anatomi Organ Reproduksi Pria

Organ reproduksi pria dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok

yaitu (Purwoko, 2005). :

1. Kelenjar

Terdiri dari testis, vesikula seminalis, prostat, kelenjar

bulbouretral. Testis berfungsi sebagai tempat produksi spermatozoa dan

testosteron, dan vesikula seminalis sebagai tempat produksi cairan

semen.

2. Saluran

Terdiri dari epididimis, vas deferens dan uretra. Epididimis

berfungsi menyimpan spermatozoa sebelum dikeluarkan ke vas

deferens. Vas deferens berbentuk tabung memanjang dari cauda

epididimis kelenjar prostat, bergabung dengan vesikula seminalis

membentuk duktus ejakulatorius.

3. Pelengkap

Terdiri dari penis, skrotum, funikulus spermatikus dan semen.

Penis merupakan alat persetubuhan pada pria, mengalami penegangan

saat koitus dan memancarkan sperma ke dalam vagina saat ejakulasi.

Skrotum merupakan kantong yang didalamnya terdapat testis,

epididimis, vas deferens, saraf dan pembuluh darah. Semen merupakan

cairan yang dikeluarkan pada saat ejakulasi berwarna keputihan dan

kental. Semen terdiri dari cairan yang berasal dari : kelenjar epididimis,

vesikula seminalis, kelenjar prostat, kelenjar bulbouretralis.

5

Page 6: Referat Fix

Gambar 2.1. Organ reproduksi pria (Purwoko, 2005)

Vasektomi bertujuan menghalangi transport spermatozoa tanpa

mengganggu fungsi testis, sehingga pada saat orgasmus ejakulat akan tetap

dikeluarkan sebagaimana sebelum vasektomi. Pada vesektomi libido tidak

terpengaruh, testis dan vaskularisasinya tidak terganggu sehingga produksi

hormon tetap berlangsung. (Shih, 2011).

2.4 Teknik Vasektomi

Teknik vasektomi konvensional

Ini merupakan teknik yang paling sering digunakan sebelum

ditemukannya teknik minimal invasif dan instrumen vasektomi khusus. Satu

insisi sktorummidline atau bilateral dilakukan dengan skalpel. Panjang insisi

biasanya 1,5-3 cm. Tidak ada instrumen khusus yang digunakan. Vas

biasanya digenggam dengan towel clip atau forsep Allis. Area diseksi di

sekitar vas biasanya lebih besar dibandingkan dengan teknik minimal invasif

(Shih, 2011).

Persiapan

Persiapan meliputi persiapan calon akseptor, persiapan alat dan

persiapan operator. Persiapan calon akseptor dilakukan dengan pencukuran

rambut kemaluan (pubes) serta pencucian dengan antiseptic (povidon yodin

10%) pada skrotum dan sekitarnya. Operator dan asisten mencuci tangan

6

Page 7: Referat Fix

sevara fubringer selama 10 menit, operator berdiri di sisi kanan akseptor

sedang asisten berdiri di sisi kiri akseptor (Sharlip, 2012).

Pelaksanaan

1. Medan operasi ditutup duk steril

2. Vas deferens difiksasi dengan klem allis, dilakukan anastesi lokal pada

tempat insisi dengan prokain HCL 1%, atau Lidokain HCL 1-2%

sebanyak 2 cc.

3. Insisi skrotum transversal atau longitudinal sepanjang 1-2cm sampai

menembus kulit, fascia dan tunika dartos. Insisi skrotum dapat dilakukan

dengan insisi tunggal pada garis tengah skrotum (raphe mediana), atau

dengan insisi ganda pada kedua basis skrotum 3-5cm diatas epididimis.

4. Vas deferens didorong kearah insisi sehingga selubung vas deferens

tampak keabu-abuan dan difiksasi dengan klem allis.

5. Selubung vas deferens dibuka, secara tajam dengan scalpel no.15

sepanjang 1-3cm dan disiangi sehingga vas deferens tampak putih

mengkilat seperti mutiara.

6. Vas deferens dijepit dengan forsep mosquito dan ditarik keluar dari

selubungnya. Akseptor akan merasa sakit yang dijalarkan ke abdomen

pada saat vas deferens ditarik untuk mengurangi rasa sakit tersebut

diberikan anastesi lokal pada selubung vas deferens.

7. Kedua ujung vas deferens yang dibebaskan tersebut diklem dan segmen

diantaranya dieksisi sepanjang 1,5-3cm untuk mencegah terjadinya

rekanalisasi, pemotongan vas deferens lebih dari 3 cm tidak

memungkinkan reanstomosis di kemudian hari.

8. Kedua ujung vas deferens diikat dengan chromic catgut no.3.0 atau

dexon no.3.0.

9. Kedua ujung vas deferens yang telah terikat dimasukkan kembali ke

dalam selubungnya.

10. Selubung vas deferens yang telah terikat dimasukkkan kembali ke dalam

selubungnya.

7

Page 8: Referat Fix

11. Selubung vas deferens diikat dengan chromic catgut no.3.0.

12. Perdarahan dirawat dan diligasi dengan teliti.

13. Kulit skrotum dijahit dengan chromic catgut no.2.0 atau sutera no.2.0.

14. Luka ditutup dengan kassa steril dan plester atau band aid.

Untuk mencegah terjadinya rekanalisasi dapat dilakukan beberapa

teknik pengikatan vas deferens, yaitu teknik Carlson ( pemotongan vas

deferens sepanjang 1,5-3 cm), teknik green ( elektrokoagulasi dan pengikatan

pada kedua ujung vas deferens), teknik strode (membenamkan ujung

proksimal vas deferens ke dalam fascia disekitarnya), teknik Dodson (fiksasi

ujung-ujung vas deferens pada dinding skrotum), teknik Hanley (menarik

kedua ujung vas deferens sampai overlapping dan mengikat kedua ujung

tersebut menjadi satu), dan teknik open ended (pengikatan hanya pada ujung

distal vas deferens) (Sharlip,2012).

Disamping dengan pengikatan atau ligasi, penutupan vas deferens dapat

dilakukan dengan beberapa cara lain yaitu penyumbatan dengan penyuntikan

zat silastik/silion kedalam lumen vas deferens, penempatan alat tertentu di

dalam vas deferens, dan penempatan surgical clip pada vas deferens

(Shih,2011).

Teknik vasektomi tanpa pisau

Teknik vasektomi tanpa pisau (metode Li) dikerjakan tanpa

melakukan insisi pada kulit skrotum. Kulit skrotum dibuka dengan klem

penyiang (vas deferens dissecting clamp) dan difiksasi dengan klem fiksasi

(extra cutaneus vas deferens fixing clamp). Klem penyiang dimodifikasi dari

Pean Aesculap kode BH III yang ujungnya depertajam dengan pengasahan

menggunakan kertas ampelas besi, sedang klem fiksasi dimodifikasi dari

towel clamp backhaus aesculap kode BF 437 (Nath, 2005).

Persiapan

Persiapan meliputi persiapan calon akseptor, persiapan alat dan

persiapan operator. Persiapan calon akseptor dilakukan dengan pencukuran

8

Page 9: Referat Fix

rambut kemaluan (pubes) serta pencucian dengan antiseptic (povidon yodin

10%) pada skrotum dan sekitarnya. Operator dan asisten mencuci tangan

secara furbinger selama 10 menit, operator berdiri di sisi kiri akseptor

(Sharlip, 2012).

Pelaksanaan

1. Medan operasi ditutup duk steril.

2. Vas deferens difiksasi dengan telunjuk dan jari tengah tangan kiri,

dilakukan anastesi local pada skrotum serta vas deferens kanan dan kiri

dengan prokain HCL 1%, atau lidokain HCL 1-2% sebanyak 2cc.

3. Vas deferens kanan difiksasi dengan klem fiksasi pada raphe median

klem fiksasi direbahkan ke kaudal sehingga ujung klem menonjol ke

permukaan.

4. Klem fiksasi dipegang dengan tangan kiri dengan posisi ibu jari diatas

klem, jari telunjuk meregangkan kulit skrotum dan jari tengah berada

dibawah klem.

5. Kulit skrotum diatas diatas vas deferens dibuka dengan klem penyiang.

Klem penyiang ditusukkan kulit skrotum membentuk sudut 45˚ terhadap

bidang datar, kemudian daun klem direnggangkan secara lembut

sehingga kulit beserta selubung vas deferens tersobek dan vas deferens

terlihat putih mengkilat seperti mutiara.

6. Vas deferens diluksir dengan menusukkan ujung kanan klem penyiang

kemudian memutarnya 180˚ searah jarum jam, klem fiksasi dilepas dari

kulit. Vas deferens dijepit dengan klem fiksasi pada bagian ujung yang

diluksir, klem penyiang dilepas dari vas deferens.

7. Vas deferens dibebaskan dibebaskan dari jaringan perivasal dengan klem

penyiang.

8. Benang sutera 3.0 disisipkan diantara celah lengkung vas deferens

menggunakan klem penyiang, kemudian dilakukan pengikatan pada vas

deferens bagian abdominal dan bagian testikuler.

9. Vas deferens diantara kedua ikatan sepanjang 1,5-3cm dipotong

9

Page 10: Referat Fix

10. Kedua puntung vas deferens dikembalikan ke dalam selubungnya dengan

posisi vas deferens bagian abdominal diluar selubung sedangkan vas

deferens bagian testikuler berada di dalam selubung.

11. Dilakukan pengikatan dan pemotongan vas deferens kiri dengan cara

yang sama melalui lubang pada kulit yang telah terbuka.

12. Perdarahan dirawat, dan kulit ditutup dengan band aid (plester obat).

Pasca bedah

1. Seluruh instrument bedah yang terpakai direndam dalam khlorin 0,5%.

2. Sarung tangan, baju operasi, topi dan masker direndam dalam khlorin

0,5%.

3. Akseptor diberikan antibiotika, analgetika, anti inflamasi.

4. Akseptor disarankan menggunakan kondom untuk 20 kali senggama

pasca bedah, sebelum dapat berhubungan secara bebas dengan

pasangannya.

2.5 Proses Follow-Up Setelah Vasektomi

Biasanya, pasien disarankan untuk tidak bekerja sehari setelah operasi

vasektomi dilakukan. Pasien juga disarankan untuk tidak melakukan olah

raga dan latihan dalam jangka waktu tertentu tergantung dari anjuran

dokternya. Setelah periode penyembuhan yang pendek, 80% pasien dapat

beraktivitas normal kembali pada 1 minggu. Tidak diperlukan konsultasi luka

operasi yang rutin (Dohie,2012).

Analisis semen merupakan bagian yang penting pada follow-up pasien

pasca-vasektomi dan analisis ini dilakukan 3 bulan setelah prosedur

dilakukan. Jumlah ejakulasi yang cukup, minimal 20, harus dilakukan dalam

3 bulan tersebut. Terdapat konsensus umum dimana pria dapat diberikan

pembersihan jika tidak ditemukan spermatozoa pada ejakulatnya. Minimal

80% pria tidak ditemukan spermatozoa pada ejakulat 3 bulan setelah

vasektomi dan pada kelompok pria ini tidak diperlukan follow-up lebih

lanjut. Pada beberapa pria, spermatozoa nonmotil dalam jumlah yang sedikit

10

Page 11: Referat Fix

dapat terjadi dan hal ini dapat bertahan lama. Kelompok pria ini dapat di-

berikan pembersihan jika terdapat < 100.000 spermatozoa non motil per mL 3

bulan setelah vasektomi. Pada kasus dimana terdapat spermatozoa motil yang

persisten setelah 6 bulan follow-up, pasien disarankan untuk melakukan

vasektomi ulangan (Dohie,2012)

Hal yang harus dilakukan setelah menjalani operasi :

1. Istirahat secukupnya dan selama 7 hari setelah operasi sebaiknya tidak

bekerja berat.

2. Bekas luka harus bersih dan tetap kering selama 7 hari.

3. Minum obat yang diberikan oleh dokter sesuai aturan.

4. Walaupun sudah diperbolehkan berhubungan intim dengan istri/pasangan

setelah 7 hari tindakan operasi, namun pasangan tersebut masih harus

memakai alat kontrasepsi lain selama kurang lebih 3 bulan. Bagi pria, kira-

kira pada 10-12 kali persenggamaan setelah operasi, dianjurkan memakai

kondom. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kehamilan akibat sisa-sisa

sperma yang terdapat dalam cairan mani. Sementara pasangannya

menggunakan metode lain yang cocok. Setelah vasektomi, air mani tetap

ada, tetapi tidak lagi mengandung bibit. Ini karena vasektomi tidak sama

dengan pengebirian.

5. Jangan lupa memeriksa ulang ke dokter 1 minggu, 3 bulan, dan 1 tahun

setelah operasi.

2.6 KEUNTUNGAN KONTRASEPSI VASEKTOMI

Keuntungan vasektomi antara lain (SMN, 2007) :

1. Efektif.

2. Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas.

3. Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit.

4. Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi lokal saja.

5. Biaya rendah.

11

Page 12: Referat Fix

6. Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa

malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita

dan paramedis wanita.

7. Teknik operasi kecil yang sederhana dapat dikerjakan kapan dan dimana

saja.

8. Komplikasi yang dijumpai sedikit dan ringan.

9. Bila pasangan suami istri ingin mendapatkan keturunan lagi, kedua ujung

vas deferens disambung kembali (operas rekanalisasi).

2.7 KOMPLIKASI / EFEK SAMPING VASEKTOMI

Vasektomi tidak memengaruhi spermatogenesis dan fungsi sel Leydig

secara signifikan. Volume ejakulat tidak berubah setelah dilakukan

vasektomi. Efek sistemik potensial, seperti aterosklerosis, belum terbukti, dan

tidak ada bukti signifikan untuk terjadinya penyakit sistemik setelah

vasektomi. Peningkatan kanker prostat pada pria yang menjalani vasektomi

belum dapat dibuktikan (Leslie,2007).

Ada beberapa efek samping yang mungkin terjadi pada pria setelah operasi

antara lain:

1. Reaksi Alergi Anastesi

Reaksi ini terjadi karena adanya reaksi hipersensitif/alergi karena

masuknya larutan anastesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian

anastesi lokal yang melebihi dosis.

Penanggulangan dan pengobatannya adalah dengan Komunikasi

Informasi Edukasi (KIE) untuk menjelaskan sebab terjadinya. Reaksi ini

dapat terjadi pada saat dilakukan anastesi dan pada setiap tindakan operasi

baik operasi besar atau kecil. Oleh karena itu perlu diterangkan sebelum

dilakukanoperasi dan klien harus mengerti semua resiko operasi tersebut.

Setelah itu klien diwajibkan untuk menandatangani informed consent.

2. Perdarahan

Biasanya terjadi perdarahan pada luka insisi di tempat operasi, dan

perdarahan dalam skrotum. Penyebab terjadinya perdarahan tersebut

12

Page 13: Referat Fix

karena terpotongnya pembuluh darah di daerah saluran mani dan atau

daerah insisi. Penanggulangannya perdarahan dihentikan dengan

penekanan pada pembuluh darah yang luka apabila terjadi pada saat

operasi.

3. Hematoma

Hematoma ditandai dengan adanya bengkak kebiruan pada luka insisi

kulit skrotum. Hal ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah

kapiler. Penanggulangannya dilakukan dengan tindakan medis yaitu

memberikan kompres hangat, beri penyangga skrotum. Bila perlu dapat

diberikan salep anti hematoma.

4. Infeksi

Gejala/keluhan apabila terjadi infeksi yaitu adanya tanda-tanda infeksi

seperti panas, nyeri, bengkak, merah dan bernanah pada luka insisi pada

kulit skrotum. Penyebab infeksi ini karena tidak dipenuhinya standar

sterilisasi peralatan, standar pencegahan infeksi dan kurang sempurnanya

teknik perawatan pasca operasi.

5. Granuloma Sperma

Granuloma sperma yaitu adanya benjolan kenyal yang kadang disertai

rasa nyeri di dalam skrotum. Penyebabnya adalah keluarnya spermatozoa

dari saluran dan masuk ke dalam jaringan sebagai akibat tidak

sempurnanya ikatan vas deferens.

Apabila granuloma sperma kecil akan di absorpsi spontan secara

sempurna. Bila granuloma besar rujuk ke RS untuk dilakukan eksisi

sperma granuloma dan mengikat kembali vas deferens, namun biasanya

akan sembuh sendiri. Rasa nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgetik.

6. Gangguan Psikis

Meningkatnya gairah seksual (libido) dan menurunnya kemampuan

ereksi (impotensi) merupakan keluhan yang sering dialami oleh pria

setelah operasi. Kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan psikologis

(baik yang meningkat libidonya ataupun yang impotensi), karena secara

13

Page 14: Referat Fix

biologis pada vasektomi produksi testoteron tidak terganggu sehingga

libido (nafsu seksual) tetap ada.

Penanggulangan dari efek samping ini tidak perlu dilakukan

tindakan medis, namun perlu dilakukan psikoterapi. Pada penelitian di

Jakarta terhadap 400 pria yang telah dilakukan vasektomi, dilaporkan 50%

gairah seksualnya bertambah, 40% tidak merasakan perubahan, 7% tidak

memperhatikan dan hanya 3% yang menurun gairah seksualnya (Awsare,

2005).

14

Page 15: Referat Fix

BAB III

KESIMPULAN

Vasektomi dalam pengertian kontrasepsi mantap adalah memotong dan

mengangkat sebagian duktus deferen kanan, kiri, sehingga akseptor menjadi

azoospermi oleh karena transport sperma dari testis dihalangi. Vasektomi adalah

prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan

melakukan oklusi vas deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan

proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. Teknik vasektomi terbagi

atas dua yaitu teknik konvensional dan teknik tanpa pisau.

Kontrasepsi pria merupakan hal yang penting dalam menunjang program

keluarga berencana. Vasektomi merupakan metode kontrasepsi yang efektif,

mudah, cepat, dan aman untuk dalam menekan laju pertumbuhan penduduk di

Indonesia. Tindakan ini memiliki angka keberhasilan yang tinggi dengan

frekuensi komplikasi yang rendah. Pemilihan prosedur tindakan dapat

mempengaruhi keluaran dari tindakan ini. Selain vasektomi, terdapat beberapa

alternatif kontrasepsi pria lainnya. Terapi kontrasepsi hormonal pada pria

merupakan alternatif kontrasepsi yang efektif, aman, dan dapat ditoleransi dengan

baik. Akan tetapi, terapi ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

 

15

Page 16: Referat Fix

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, H., Saifuddin, A. B., & Rachimhadhi, T. (2007). Ilmu Kandungan.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Everett, Suzanne. 2005. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual

Reproduktif (Edisi 2). Translated by Subekti, Nike Budhi. 2005. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Siddiqui, et. al. 2014. Vasectomy and Risk of Aggressive Prostate Cancer:

A 24-Year Follow-Up Study. Jakarta Pusat: Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FKUI.

Sheynkin, Y. R. (2009). History of vasectomy. Urologic Clinics of North

America, 36(3), 285-294.

Kim, H. H., & Goldstein, M. (2009). History of vasectomy reversal. Urologic

Clinics of North America, 36(3), 359-373.

Nath, N. C. (2005). Vasectomy without scalpel. Journal of the Indian Medical

Association, 103(5), 2.

SMN, M., SA, F., & SA, Z. (2007). Benefit of vasectomy using cautery in

comparison with excision and ligation. Journal of Clinical and Diagnostic

Research, 1(2), 45-49.

Shih, G., Turok, D. K., & Parker, W. J. (2011). Vasectomy: the other (better) form

of sterilization. Contraception, 83(4), 310-315.

Dohle GR, Diemer T, Kopa Z, Krausz C, Giwercman A, Jungwirth A. (2012).

European Association of Urology Guidelines on Vasectomy. Eur Urol.

61(2), 159-163.

Sharlip ID, Belker AM, Honig S, Labrecque M, Marmar JL, Ross LS. (2012).

Vasectomy: AUA Guideline. American Urological Association Guideline.

1(2), 101-130.

Awsare NS, Krishnan J, Boustead GB, Hanbury DC, McNicholas TA. (2012).

Complications of vasectomy. Ann R Coll Surg Engl. 87, 406–10.

16

Page 17: Referat Fix

Leslie TA, Illing RO, Cranston DW, Guillebaud J. (2007). The incidence of

chronic scrotal pain after vasectomy: a prospective audit. BJU Int; 100,

1330–3.

Jadmiko, A. W. (2011). Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Perubahan

Pengetahuan dan Sikap Suami tentang Vasektomi di Desa Jeruk, Wilayah

Kerja Puskesmas Miri, Kabupaten Sragen.

Stya Putri, M. A., Hariyadi, S., & Prihastuty, R. (2014). Motivasi Suami

Mengikuti Program KB dengan Metode Kontrasepsi Mantap

(Vasektomi).Developmental and Clinical Psychology, 3(1).

17