REFERAT COASS SARAF.docx

34
BAB I PENDAHULUAN Proses neoplasmatik atau malignitas di susunan saraf mencakup neoplasma saraf primer dan non-saraf atau metastatik. Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intracranial dan 2% di ruang kanalis spinalis. 1 Urutan frekuensi neoplasma di ruang tengkorak adalah sebagai berikut : (1) glioma 41% (2) Meningioma 17%, (3) Adenoma hipofisis 13%, (4) Neurilemoma 12% (5) Neoplasma metastatic (6) Neoplasma pembuluh darah serebral. Urutan yang berlaku untuk proses neoplasmatik di dalam ruang kanalis spinalis berbeda dengan urutan diatas, yaitu sebagai berikut : (1) Neurilemoma, (2) Meningioma, (3) Glioma, (4) Sarkoma, (5) Hemangioma, (6) Kordoma. 1 Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat- tempat tertentu. Ependioma hampir selamanya berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis. Oligodendroma memilih lobus frontalis sebagai perkembangannya, sedangkan spongioblastoma seringkali menduduki bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus kalosum atau pons. Neoplasma saraf rupanya cenderung juga untuk berkembang pada golongan umur tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa, misalnya meduloblastoma. Begitu pula 1

Transcript of REFERAT COASS SARAF.docx

Page 1: REFERAT COASS SARAF.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Proses neoplasmatik atau malignitas di susunan saraf mencakup neoplasma saraf

primer dan non-saraf atau metastatik. Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di

seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang

intracranial dan 2% di ruang kanalis spinalis.1

Urutan frekuensi neoplasma di ruang tengkorak adalah sebagai berikut : (1) glioma

41% (2) Meningioma 17%, (3) Adenoma hipofisis 13%, (4) Neurilemoma 12% (5)

Neoplasma metastatic (6) Neoplasma pembuluh darah serebral. Urutan yang berlaku untuk

proses neoplasmatik di dalam ruang kanalis spinalis berbeda dengan urutan diatas, yaitu

sebagai berikut : (1) Neurilemoma, (2) Meningioma, (3) Glioma, (4) Sarkoma, (5)

Hemangioma, (6) Kordoma.1

Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu.

Ependioma hampir selamanya berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis

medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis.

Oligodendroma memilih lobus frontalis sebagai perkembangannya, sedangkan

spongioblastoma seringkali menduduki bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus

kalosum atau pons. Neoplasma saraf rupanya cenderung juga untuk berkembang pada

golongan umur tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak

daripada orang dewasa, misalnya meduloblastoma. Begitu pula glioma batang otak lebih

banyak dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa. Neoplasma serebelar dan

metastasis serebri lebih umum pada orang dewasa daripada anak-anak.1

Perbandingan antara neoplasma serebral primer dan metastatik adalah 4:1. Jenis

neoplasma metastatik di dalam ruang cranium kebanyakan neoplasma bronkus dan prostat

pada pria dan mamma pada wanita. Pada hakekatnya, neoplasma saraf primer tidak

mempunyai kecenderungan untuk bermetastasis di luar susunan saraf. Tetapi ada beberapa

laporan tentang neoplasma saraf primer dengan metastasis hematogen di luar susunan

saraf, yang kebanyakan terjadi sehubungan dengan tindakan operasi. Dalam hal ini,

dimungkinkan sel-sel neoplasma saraf primer terhanyut dalam aliran darah sewaktu

dilakukan operasi.1

1

Page 2: REFERAT COASS SARAF.docx

Neoplasma, yang berarti pertumbuhan baru, belum diketahui asal-usulnya,

walaupun banyak penelitian telah dilakukan. Ada beberapa faktor-faktor yang perlu

ditinjau, yaitu :

a) Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada

meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota

sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai

manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-

jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya

faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.1

b) Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang

mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya

sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak

bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,

teratoma intrakranial dan kordoma.1

c) Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami

perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu

glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.1

d) Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang

dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya

neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan

perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.1

e) Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini

telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-

ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.1

2

Page 3: REFERAT COASS SARAF.docx

Klasifikasi Neoplasma Sistem Saraf Pusat

a) Klasifikasi berdasarkan histogenetik memiliki nilai teoritis yang tinggi dan merupakan

cara logis untuk mengingat segala macam neoplasma intracranial yang berbeda, seperti

pada tabel berikut ini.2

Tabel 1. Klasifikasi neoplasma sistem saraf berdasarkan histogenesis

Jenis Sel NeoplasmaDerivat selular tuba neuralisSel-sel glia

Glioma

Astrosit AstrositomaGlioblastoma multiforme

Oligodendroglia OligodendrogliomaSel ependim Ependimoma

SubependimomaPapiloma pleksus koroideus

Neuron MeduloblastomaCampuran glia dan neuron GangliogliomaPinealosit Pineositoma

PineoblastomaSel yang berasal dari Krista neuralisSel schwann Schwannoma

NeurofibromaSel arakhnoid MeningiomaSel-sel lainSel jaringan ikat Sarkoma Sel limfoid Limfoma malignaSel vaskuler Hemangioblastoma Pituisit Adenoma hipofisisSisa embrionik Derivat ektodermal Kraniofaringioma

Kista epidermoidKista dermoid

Sisa notokordal Kordoma Sel benih Teratoma

Geminoma Melanosit Melanoma Adiposit Lipoma Neoplasma metastatikTumor tulang (tengkorak dan vertebra)

3

Page 4: REFERAT COASS SARAF.docx

b) Klasifikasi topografik

Bila seorang pasien datang dengan neoplasma intrakranial, biasanya letaknya bisa

dipastikan dengan pemeriksaan klinis dan radiologik. Menurut letaknya, neoplasma

intakranial dapat digolongkan menjadi supratentorial atau infratentorial.2

Tabel 2. Neoplasma Intrakranial diklasifikasikan menurut letak dan usia

Letak Anak DewasaSupratentorial Hemisfer serebri

30%Jarang

70%Neoplasma gliaMeningiomaMetastatis

Supraselar Kraniofaringioma Astrositoma pilositik juvenil

Adenoma hipofisisKraniofaringiomaNeoplasma glia

Pineal Pineoblastoma Tumor sel benih (teratoma)

Pineositoma Tumor sel germinal (germinoma)

Infratentorial (fossa posterior) Garis tengah

70%

Meduloblastoma Ependimoma

30%

Glioma batang otak

Hemisfer serebelum Astrositoma pilositik juvenil MetastasisHemangioblastoma

Sudut serebelopontin Kista epidermoid Schwannoma (neuroma kustik)Meningioma

Medulla spinalis Epidural

Jarang Tumor tulang

Sering MetastasisTumor tulang

Intradural, tetapi ekstramedular Jarang Neurofibroma

SchwannomaMeningioma

Intramedular Ependimoma Ependimoma Astrositoma

Persentase menunjukkan frekuensi neoplasma intracranial pada masing-masing kategori;

yaitu pada anak-anak 70% neoplasma adalah infratentorial dan 30% adalah supratentorial,

sedangkan pada orang dewasa 70% neoplasma adalah supratentorial dan 30%

infratentorial.

4

Page 5: REFERAT COASS SARAF.docx

Secara umum, neoplasma intracranial menyebabkan perubahan klinis dan patologis

sebagai berikut :

a) Penekanan

Penekanan jaringan saraf yang berdekatan terjadi pada semua neoplasma yang

bersifat ekspansif. Bila tumbuh lambat penekanan menyebabkan atrofi yang dapat

menyebabkan gejala-gejala disfungsi, misal atrofi korteks motorik yang berdekatan dengan

suatu meningioma meneybabkan paralisis neuron motorik atas, penekanan saraf kranial

dapat menyebabkan kelumpuhan saraf kranial. Secara umum, hilangnya penekanan diikuti

dengan pulihnya fungsi secara bermakna. Dengan penekanan yang lama dapat terjadi

defisit yang permanen.2

b) Destruksi

Destruksi jaringan saraf oleh infiltrasi langsung neoplasma ganas menyebabkan

deficit yang ireversibel.2

c) Edema serebri

Edema serebri sering terjadi disekitar neoplasma infiltrative dan dapat berat. Hal

ini diyakini disebabkan oleh neovaskularisasi yang menyertai neoplasma ganas. Pembuluh

darah baru memliki sawar darah-otak yang kurang baik sehingga memungkinkan

keluarnya protein dan cairan dengan lebih mudah dibandingkan pembuluh darah normal.

Edema serebri cenderung sangat nyata pada neoplasma yang sangat ganas. Edema serebri

menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang merupakan efek tambahan massa

tumor.2

d) Efek iritatif

Iritasi jaringan saraf bisa terjadi pada neoplasma yang menekan maupun yang

infiltrative. Rangsangan abnormal biasanya bermanifestasi menjadi epilepsi fokal parsial

sederhana maupun kompleks. Neoplasma yang berada di dekat korteks motorik dapat

membangkitkan potensial listrik abnormal yang menyebabkan rangsangan motorik

setengah tubuh kontralateral. Hingga 5% individu yang menderita neoplasma intracranial

mengalami kejang satu kali atau lebih. Perhatikan bahwa meskipun hanya sedikit kasus

epilepsy yang disebabkan oleh tumor, kejang sebaiknya benar-benar diperiksa untuk

mengetahui adanya tumor atau penyakit lain yang bisa diobati, terutama jika awitan terjadi

pada masa dewasa atau bila kejang bersifat fokal dan bukan generalisata.2

e) Hidrosefalus

5

Page 6: REFERAT COASS SARAF.docx

Neoplasma di region ventrikel ketiga atau di fossa posterior dapat menyebabkan

hidrosefalus obstruktif. Kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang

nyata.2

f) Peninggian tekanan intracranial

Neoplasma intracranial menyebabkan peninggian intracranial karena efek massa

neoplasma itu sendiri, edema serebrum, hidrosefalus. Banyak pasien neoplasma

intracranial datang dengan efek peninggian tekanan intracranial, yaitu sakit kepala,

muntah, edema papil, dan tanda-tanda local palsu akibat berpindahnya otak dan herniasi.

Pergeseran struktur-struktur otak seringkali dapat dideteksi secara radiografik dan

menunjukkan letak neoplasma intracranial.2

BAB II

6

Page 7: REFERAT COASS SARAF.docx

PEMBAHASAN

A. ANATOMI SELAPUT OTAK

Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak dan merupakan

membran pelindung dari otak. Terdiri dari duramater, arachmoideamater dan piamater

yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda. Perikranium yang masih merupakan

bagian dari lapisan dalam tengkorak dan duramater bersama-sama disebut juga

pachymeningens. Sementara piamater dan arachnoideamater disebut juga leptomeningens.3

Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges3

Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari

lamina meningialis dan lamina endostealis.Pada medulla spinalis lamina endostealis

melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga

di antara lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat ruangan extraduralis (spatium

epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus.Pada lapisan

perikranium banyak terdapat arteri meningeal, yang mensuplai duramater dan sumsum

tulang pada kubah tengkorak. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada

permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale

magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu

7

Page 8: REFERAT COASS SARAF.docx

lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx cerebri, tentorium cerebeli, falx

cerebeli, dan diafragma sellae.3

Falx cerebri memisahkan kedua belahan otak besar dan dibatasi oleh sinus sagital

inferior dan superior. Pada bagian depan falx cerebri terhubung dengan krista galli, dan

bercabang di belakang membentuk tentorium cerebeli. Tentorium cerebeli membagi

rongga kranium menjadi ruang supratentorial dan infratentorial. Falx cerebeli yang

berukuran lebih kecil memisahkan kedua belahan otak kecil. Falx cerebeli menutupi sinus

oksipital dan pada bagian belakang terhubung dengan tulang oksipital.3

Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus trigeminus

mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan tengah. Sementara nervus

vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika ada rangsangan langsung

terhadap duramater, sementara jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rangsang nyeri.

Beberapa nervus kranial dan pembuluh darah yang mensuplai otak berjalan melintasi

duramater dan berada di atasnya sehingga disebut juga segmen extradural intrakranial.

Sehingga beberapa nervus dan pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa

harus membuka duramater.3

Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan yang terbentuk

di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi pembuluh darah kapiler, vena

penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera dapat terjadi perdarahan

subdural.Arachnoideamater yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan

yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant.Arachnoideamater

membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam

sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.Lapisan disebelah profunda, meluas ke

dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri.Membentuk tela chorioidea

venticuli.Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-

pembuluh darah cerebral.3

Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan yang terbentuk di

antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi cairan serebrospinal dan

bentangan serat trabekular (trabekula arachnoideae). Piamater menempel erat pada

permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan girus otak. Pembuluh darah otak

memasuki otak dengan menembus lapisan piamater. Kecuali pembuluh kapiler, semua

pembuluh darah yang memasuki otak dilapisi oleh selubung pial dan selanjutnya membran

glial yang memisahkan mereka dari neuropil. Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh

8

Page 9: REFERAT COASS SARAF.docx

membran ini (ruang Virchow-Robin) berisi cairan serebrospinal. Plexus koroid dari

ventrikel cerebri yang mensekresi cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh

darah pial (tela choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel (ependyma).3

Gambar 2. Potongan sagital dari kepala

B. DEFINISI

Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang

melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di

bagian otak maupun, medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di

semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant

jarang terjadi.4

Meningioma merupakan neoplasma intracranial nomor 2 dalam urutan

frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Ia lebih sering dijumpai pada wanita daripada

pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan

untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis

kurang meyakinkan. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang

berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding

9

Page 10: REFERAT COASS SARAF.docx

dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan

dura yang menutupi radiks.4

Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital. Yang

terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar.

Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os

petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan

untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering

menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru

menimbulkan hyperostosis.4

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang

terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan

gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala

ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori

dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood.4

C. EPIDEMIOLOGI

Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intracranial dan 12 % dari semua

tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.

Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun,

tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang

lebih lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignant.

Meningioma malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih

banyak terjadi pada wanita.4

D. ETIOLOGI

Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan faktor resiko utama terjadinya

meningioma. Radiasi dosis rendah seperti pada pengobatan tinea kapitis maupun dosis

tinggi seperti pada penanganan tumor otak lain (misalnya meduloblastoma) meningkatkan

resiko terjadinya meningioma. Radioterapi dosis tinggi berhubungan dengan terjadinya

meningioma dalam waktu yang relatif singkat, antara 5-10 tahun.Sementara radiasi dosis

10

Page 11: REFERAT COASS SARAF.docx

rendah membutuhkan waktu beberapa dekade sampai timbulnya meningioma.Tumor yang

timbul akibat radiasi cenderung bersifat multipel dan secara histologi ganas, serta memiliki

kecenderungan yang lebih tinggi untuk timbul kembali.Trauma kepala diduga dapat

menyebabkan tumor meningens, namun sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut

yang dapat membuktikan hal tersebut. Foto dental standar bukan merupakan faktor resiko.4

Rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran yang cukup

penting juga dalam timbulnya tumor meningens.Estrogen dan progesteron diduga

merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma karena angka prevalensi yang

lebih tinggi pada wanita.Reseptor estrogen ditemukan pada meningioma, yakni ikatan pada

reseptor tipe 2 walaupun tingkat afinitasnya terhadap estrogen tidak sekuat reseptor yang

ditemukan pada kanker payudara. Sebagai perbandingan, reseptor progesteron

diekspresikan pada 80% wanita penderita meningioma dan 40% pada pria.Lokasi ikatan

dengan progesteron lebih jarang pada meningioma yang agresif. Cara kerja reseptor-

reseptor ini masih belum diketahui, namun inhibitor estrogen dan progesterone telah

dicoba sebagai terapi walaupun belum ada bukti keberhasilan.4

Infeksi virus seperti SV-40, termasuk dalam pathogenesis meningioma, namun data

yang terkumpul hingga saat ini masih belum meyakinkan. Meningioma diduga timbul

melalui proses bertahap yang melibatkan aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor

tumor. Penelitian genetic molecular telah menunjukan beberapa penyimpangan, yang

paling sering adalah hilangnya 22q pada 80% penderita meningioma sporadic. Hal ini

mengakibatkan hilangnya NF-2 gen supresor tumor yang berlokasi di 22q11 dan

berkurangnya produk protein merlin yang bertanggung jawab terhadap interaksi sel.4

Beberapa faktor pertumbuhan, termasuk epidermal growth factor, PDGF, insulin-

like growth factors, transforming growth factor I2 dan somatostatin diekspresikan secara

berlebih dan dapat merangsang pertumbuhan meningioma. Meningioma merupakan tumor

yang kaya akan pembuluh darah dan mengandung VEGF (vascular endothelial growth

factor) dalam konsentrasi yang tinggi.4

E. PATOLOGI

Meningioma biasanya terdapat di luar substansi otak dan melekat ke dura. Secara

mikroskopis, meningioma berbentuk massa keras berkapsul yang menekan struktur saraf

yang berdekatan. Infiltrasi dura biasanya terjadi dan tidak menunjukkan keganasan.

11

Page 12: REFERAT COASS SARAF.docx

Meningioma sering disertai hipertrofi tulang diatasnya, mengioma ini dapat juga

menginfiltrasi tulang dan meluas ke dalam tengkorak, suatu sifat agresif lokal yang tetap

tidak menunjukkan adanya keganasan. Istilah meningioma maligna digunakan jika

neoplasma menginfiltrasi otak dibawahnya.5

Secara mikroskopis, meningioma terdiri atas lembaran atau gulungan sel-sel

meningotelial, yang merupakan kumpulana padat sel-sel kumparan (spindle sel) dengan

inti oval dan sitoplasma sedikit (meningioma sinsitial atau meningotelial). Pada beberapa

kasus, sel-sel meningotelial lebih memanjang, menyerupai fibroblast. Badan Psamomma

(kalsifikasi bundar berlapis) tejadi pada banyak menigioma. Mitosis jarang terjadi. Jika

terdapat nekrosis, pleomorfisme selular, atau tingginya laju mitotic, dapat digunakan

istilah meningioma atipikal.5

F. MANIFESTASI KLINIS

Meningioma dapat timbul tanpa gejala apapun dan ditemukan secara tidak sengaja

melalui MRI. Pertumbuhan tumor dapat sangat lambat hingga tumor dapat mencapai

ukuran yang sangat besar tanpa menimbulkan gejala selain perubahan mental sebelum

tiba-tiba memerlukan perhatian medis, biasanya di lokasi subfrontal. Gejala umum yang

sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala hebat, perubahan kepribadian dan gangguan

ingatan, mual dan muntah, serta penglihatan kabur. Gejala lain yang muncul ditentukan

oleh lokasi tumor, dan biasanya disebabkan oleh kompresi atau penekanan struktur neural

penyebab.

Gambar 3. Gejala umum dari meningioma 6

12

Page 13: REFERAT COASS SARAF.docx

Berikut ini gejala-gejala meningiomaberdasrakan letaknya : 2,7,9

- Meningioma falx dan parasagital, sering melibatkan sinus sagitalis superior. Gejala

yang timbul biasanya berupa kelemahan pada tungkai bawah.

- Meningioma konveksitas, terjadi pada permukaan atas otak. Gejala meliputi

kejang, nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal, dan perubahan kepribadian

serta gangguan ingatan. Defisit neurologis fokal merupakan gangguan pada fungsi

saraf yang mempengaruhi lokasi tertentu, misalnya wajah sebelah kiri, tangan kiri,

kaki kiri, atau area kecil lain seperti lidah. Selain itu dapat juga terjadi gangguan

fungsi spesifik, misalnya gangguan berbicara, kesulitan bergerak, dan kehilangan

sensasi rasa.

- Meningioma sphenoid, berlokasi pada daerah belakang mata dan paling sering

menyerang wanita. Gejala dapat berupa kehilangan sensasi atau rasa baal pada

wajah, serta gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan disini dapat berupa

penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, sampai kebutaan. Dapat juga

terjadi kelumpuhan pada nervus III.

- Meningioma olfaktorius, terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak

dengan hidung. Gejala dapat berupa kehilangan kemampuan menghidu dan

gangguan penglihatan.

- Meningioma fossa posterior, berkembang di permukaan bawah bagian belakang

otak terutama pada sudut serebelopontin. Merupakan tumor kedua tersering di

fossa posterior setelah neuroma akustik. Gejala yang timbul meliputi nyeri hebat

pada wajah, rasa baal atau kesemutan pada wajah, dan kekakuan otot-otot wajah.

Selain itu dapat terjadi gangguan pendengaran, kesulitan menelan, dan kesulitan

berjalan.

- Meningioma suprasellar, terjadi di atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar

tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. Gejala yang dominan berupa

gangguan penglihatan akibat terjadi pembengkakan pada diskus optikus. Dapat

juga terjadi anosmia, sakit kepala dan gejala hipopituari.

- Meningioma tentorial. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan tanda-tanda

serebelum.

- Meningioma foramen magnus, seringkali menempel dengan nervus kranialis.

Gejala yang timbul berupa nyeri, kesulitan berjalan, dan kelemahan otot-otot

tangan.

13

Page 14: REFERAT COASS SARAF.docx

- Meningioma spinal, paling sering menyerang daerah dada terhitung sekitar 25-46%

dari tumor spinal primer. Gejala yang timbul merupakan akibat langsung dari

penekanan terhadap medula spinalis dan korda spinalis, paling sering berupa nyeri

radikular pada anggota gerak, paraparesis, perubahan refleks tendon, disfungsi

sfingter, dan nyeri pada dada. Paraparesis dan paraplegia timbul pada 80% pasien,

namun sekitar 67% pasien masih dapat berjalan.

- Meningioma intraorbital. Gejala yang dominan terutama pada mata berupa

pembengkakan bola mata, dan kehilangan penglihatan.

- Meningioma intraventrikular, timbul dari sel araknoid pada pleksus koroidales dan

terhitung sekitar 1% dari keseluruhan kasus meningioma.1 Gejala meliputi

gangguan kepribadian dan gangguan ingatan, sakit kepala hebat, pusing seperti

berputar. Selain itu dapat juga terjadi hidrosefalus komunikans sekunder akibat

peningkatan protein cairan otak.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari

meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran

radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya dapat

dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.

a. Foto polos

Hiperostosis adalah salahsatu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos.

Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus

sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah

meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi

terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.4,6

b. CT-Scan

Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan

dengan jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus dan

kalsifikasi pada beberapa kasus. Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi pada 50%

kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan

terjadi di lapisan white matter dan mengakibatkan penurunan densitas. Perdarahan, cairan

intratumoral, dan akumulasi cairan dapat jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering

14

Page 15: REFERAT COASS SARAF.docx

muncul akibat provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25%

kasus. Gambaran CT scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari meningioma.6,8

Penelitian membuktikan bahwa 45% proses kalsifikasi adalah meningioma.

Gambar 4 . Hasil CT scan meningioma parasagital 6

Gambar 5. Hasil CT scan meningioma konveksitas1

15

Page 16: REFERAT COASS SARAF.docx

Gambar 6. Hasil CT scan meningioma sphenoid 6

Gambar 7. Hasil CT scan meningioma tentorial 6

c. MRI

16

Page 17: REFERAT COASS SARAF.docx

MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada

lokasi tumor berada.

Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada sisanya

jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. Kelebihan MRI adalah mampu

memberikan gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi, membedakan tipe

jaringan ikat, kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat memperlihatkan

vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan hubungan antara tumor

dengan jaringan sekitarnya.6,8

d. Angiografi

Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai aliran

darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan dilakukan embolisasi

preoperasi untuk mengurangi resiko perdarahan intraoperatif.6,8

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meningioma tergantung daril lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.

Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama.

Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi

tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada

kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana

operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.

Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura,

jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.6

Rencana preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat

segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis

beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan

sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian

cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta

pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi

direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial.6

17

Page 18: REFERAT COASS SARAF.docx

a. Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

b. Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura

c. Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura,

atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang

yang hiperostotik)

d. Grade IV Reseksi parsial tumor

e. Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)

Radioterapi

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai

untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk

melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang

didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak

dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang

menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan

keefektivitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya

akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi

yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.6

Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan

komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan

mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa

insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.6

Radiasi Stereotaktik

Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada

tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik

radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang

digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah

sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC)

dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan

stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang

dari 2,5 cm.6

Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan

gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88%

pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan

18

Page 19: REFERAT COASS SARAF.docx

memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus.

Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti

selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 %

kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien

yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.6

Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak

diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai

terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali

diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena

atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil

yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya

sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi

kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat

memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat

kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada

meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa

sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian

hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma

yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang

waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini

kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.8

Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan

meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone

(anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg

2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan

meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada

10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal

atau parsial pada tiga pasien.6

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari

selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien

menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat

pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat

19

Page 20: REFERAT COASS SARAF.docx

pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut.

Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang

menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan

pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang

dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi

sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor

ini.6

I. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor

yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa

survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima

tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar

dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih

dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.8

Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya

mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan

kerusakan tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka

kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan

teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin

kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah

7,9% dan (1957–1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang

terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak.8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

20

Page 21: REFERAT COASS SARAF.docx

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung

yang melindungi otak dan medulla spinalis. Merupakan neoplasma intrakranial nomor 2

dalam urutan frekuensi yakni mencapai angka 30% dari keseluruhan tumor intrakranial,

dengan angka kejadian 4-5 dari 100,000 penduduk.

Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan factor resiko utama terjadinya

meningioma.Selain itu rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran

yang cukup penting juga dalam timbulnya tumor meningens.Estrogen dan progesterone

diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma karena angka prevalensi

yang lebih tinggi pada wanita. Meningioma diduga timbul melalui proses bertahap yang

melibatkan aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor tumor. Beberapa factor

pertumbuhan, termasuk epidermal growth factor, PDGF, insulin-like growth factors,

transforming growth factor I2 dan somatostatin diekspresikan secara berlebih dan dapat

merangsang pertumbuhan meningioma.

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang

terganggu dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.Gejala umum yang

sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala hebat, perubahan kepribadian dan gangguan

ingatan, mual dan muntah, serta penglihatan kabur.

Diagnosis dari meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien

dan gambaran radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari

meningioma hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.

Penanganan pasien dengan meningioma tergantung pada beberapa faktor, meliputi

tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien, umur pasien, serta lokasi dan ukuran dari tumor.

Sampai saat ini penatalaksanaan utama adalah dengan pembedahan. Namun dapat

digunakan radioterapi sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui

pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, M dan Sidharta, P. 2009. Neurologi Klinik Dasar. Jakart : PT. Dian Rakyat

2. Chandrasoma, P dan Taylor, CR. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

21

Page 22: REFERAT COASS SARAF.docx

3. Anatomi Menings, Available from : Anatomi

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf

4. Focusing on tumor meningioma. Availble from: http://www.abta.org/meningioma.pdf

5. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta : EGC

6. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma. Availble from:

http://www.neuroonkologi.com/articles

7. Syaiful Saanin, dr, Tumor Intrakranial dalam

http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Pendahuluan.html

8. Dewanto, G dkk. 2009. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC

9. Ginsberg, L. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.

22