referat anak rico.docx

55
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan dan berkaitan dengan sanitasi yang buruk terutama di negara-negara berkembang. 1 Pada tahun 1813 Bretoneau melaporkan pertama kali tentang gambaran klinis dan kelainan anatomis dari demam tifoid, sedangkan Cornwalls Hewett (1826) melaporkan perubahan patologisnya. Pada tahun 1829 Pierre Louis (Perancis) mengeluarkan istilah typhoid yang berarti seperti typhus. Baik kata typhoid maupun typhus berasal dari kata Yunani typhos yang berarti asap/kabut. Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 Willian Word Gerhard dari Philadelphia dapat membedakan tifoid dari typhus. Pada tahun 1880 Ebrith menemukan Bacillus typhousus pada sediaan histologi yang berasal dari kelenjar limfe mesenterial dan limpa. 1

Transcript of referat anak rico.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman

Salmonella typhi. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan

dan berkaitan dengan sanitasi yang buruk terutama di negara-negara berkembang.1

Pada tahun 1813 Bretoneau melaporkan pertama kali tentang gambaran

klinis dan kelainan anatomis dari demam tifoid, sedangkan Cornwalls Hewett

(1826) melaporkan perubahan patologisnya. Pada tahun 1829 Pierre Louis

(Perancis) mengeluarkan istilah typhoid yang berarti seperti typhus. Baik kata

typhoid maupun typhus berasal dari kata Yunani typhos yang berarti asap/kabut.

Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami demam disertai

kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 Willian Word Gerhard dari

Philadelphia dapat membedakan tifoid dari typhus. Pada tahun 1880 Ebrith

menemukan Bacillus typhousus pada sediaan histologi yang berasal dari kelenjar

limfe mesenterial dan limpa. Pada tahun 1884 Gaffky berhasil membiakkan

Salmonella typhi, dan memastikan bahwa penularannya melalui air dan bukan

udara. Pada tahun 1896 Pfeifer berhasil pertama kali menemukan Salmonella dari

feses penderita kemudian Haeppe menemukan kuman Salmonella di dalam urin,

dan R. Neuhauwes menemukan kuman Salmonella di dalam darah. Pada tahun

yang bersamaan, Widal berhasil memperkenalkan diagnosis serologis demam

tifoid. Pfeifer dan Wright mencoba vaksinasi terhadap demam tifoid. Pada era

1970 dan 1980 mulai dicoba vaksin oral yang berisi kuman hidup yang

dilemahkan dan vaksin suntik yang berisi VI kapsul polisakarida. Pada tahun 1948

1

Woodward dkk di Malaysia menemukan bahwa Kloramfenikol adalah efektif

untuk pengobatan penyakit Demam Tifoid.2

Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang cenderung

meningkat pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan yang rendah.

Pada 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya

disebabkan oleh Salmonella parathypi. Pada91% kasus demam tifoid terjadi pada

umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah unur 5 tahun. Penyakit demam tifoid

termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang no.6 tahun

1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang

mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan

wabah.1

Penyebaran bakteri Salmonella ke dalam makanan atau minuman bisa

terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar

maupun setelah berkemih. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara lansung dari

tinja ke makanan (oro-fecal). 3

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk Mengetahui Definisi, epedemiologi, etiologi, patofisiologi,

Manisfestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, demam

tifoid serta laporan kasus pasien dengan demam tifoid di ruang anak RSUD

gambiran.

1.3 Manfaat Penulisan

Menambah pengalaman dalam penulisan, penerapan keilmuan dan

mengetahui definisi, epedemiologi,etiologi, patofisiologi, manisfestasi klinis,

diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, demam tifoid.

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.

Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.2

Demam tifoid merupakan suatu infeksi Fecal-Oral yang pada nantinya

akan menyerang saluran cerna khususnya usus halus (jejunum dan ileum)

dilanjutkan dengan masuknya ke dalam aliran darah (bakteremia) yang akan

menyebabkan gejala atau tanda yang khas tempat dimana kuman melewati organ

selama bakteremia tersebut.

2.2 Epidemiologi

Demam typoid merupakan penyakit infeksi serius serta merupakan

penyakit endemis yang menjadi masalah global termasuk Indonesia dan negara

Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand. Penyakit ini tergolong

menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman

yang terkontaminasi. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat

sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum

klinis yang sangat luas.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan

terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi

600.000 kasus kematian tiap tahun. Di Asia insiden tinggi yaitu rata-rata lebih dari

100 kasus per 100.000 populasi pertahun. di Indonesia demam typoid yang lebih

3

di kenal demgan penyakit tifus insidensi rata-rata mencapai 350-810 kasus per

100.000 penduduk, dengan mortalitas rata-rata bervariasi dari 3,1 -10,4 %.Umur

penderita dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus dengan kejadian

meningkat setelah 5 tahun.1,3,4

2.3 Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan paratyphi

dari genus salmonella famili enterobacteriaceae. yaitu bakteri batang gram

negative yang bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tetapi memiliki

fimbrae. Bersifat aerob dan anaerob fakultatif dan dapat tumbuh subur pada media

yang mengandung empedu. Suhu umum untuk tumbuh adalah 37 C dengan pH

antara 6-8. Dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti dalam

makanan, es, air, sampah, dan debu. Sedangkan reservoir satu-satunya adalah

manusia yaitu seseorang yang sedang sakit atau karier. Manusia yang terinfeksi

Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin,

dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. 9

Bakteri Salmonella thypi mempunyai 3 macam antigen yaitu :

Antigen O : Somatic (badan di dalam kapsul)

Antigen H : Flagela (alat gerak)

Antigen Vi : Kapsul (bagian terluar setelah badan)

Gambar 2.1 Salmonella typhi

4

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu

proses invasi kuman S. Typhi ke dinding sel epitel usus, proses kemampuan hidup

dalam makrofag, dan proses berkembangbiaknya kuman dalam makrofag. Akan

tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk menahan dan

membunuh kuman patogen ini, yaitu dengan adanya mekanisme pertahanan non

spesifik di saluran pencernaan, baik secara kimiawi dan fisik, dan mekanisme

pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular.5,6

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus

(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid

dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut

dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan

yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang

memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang

tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.

Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, setelah kuman sampai lambung

maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi

yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya.

Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam

lambung, yaitu, 1.) jumlah kuman yang masuk 2.) Kondisi asam lambung.

Untuk menimbulkan infeksi diperlukan S. Typhi sebanyak 105-109 yang

tertelan melalui makanan dan minuman. Keadaan asam lambung dapat

menghambat multiplikasi salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan

5

terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrotektomi,

hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam lambung.

Pada keadaan tersebut S.typhi lebih mudah melewati pertahanan tubuh.5,6 Sebagian

yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiiki mekanisme pertahanan

lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha menghanyutkan

kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan

peristatik usus. Disamping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan

merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek

yang akan menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi

mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan melekat pada

permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan masuk ke dalam

jaringan limfoid di kripti lamina propia (patc peyer), yang merupakan predilepsi

bakteri ini untuk berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh

monosit dan makrofag Namun S.typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak

dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul kuman. Melalui saluran

mesentrika, salmonella masuk aliran darah sistemik dan mencapai sel-sel

retikuloendotelial dari hepar dan lien. Seluruh fase ini disebut fase inkubasi, yang

terjadi selama 7-14 hari. Kemudian dari jaringan RES di hepar dan lien,

salmonella akan dilepas ke aliran darah sistemik melalui duktus toracicus dan

mencapai organ–organ tubuh terutama limpa, usus halus, dan vesika fellea.5,6

Kuman salmonella menghasilkan endotoksin yang merupakan kompleks

lipopolisakarida yang dianggap berperan penting pada patogenesis tifoid.

Endotoksin bersifat pirogenik yang memperbesar reaksi peradangan dimana

kuman ini berkembang biak. Disamping itu juga merupakan stimulator yang kuat

6

untuk memproduksi sitokin oleh sel-sel makrofag dan leukosit pada jaringan yang

mengalami peradangan. Sitokin ini merupakan mediator-mediator untuk

timbulnya demam dan gejala toksemia (proinflamatory).Oleh karena kuman

salmonella ini bersifat intraseluler maka hampir semua organ tubuh dapat

terserang dan kadang-kadang pada jaringan yang terinvasi dapat timbul fokal-

fokal infeksi..5

Kelainan patologis yang utama terdapat di usus halus terutama di ileum

bagian distal, dimana terdapat patch peyer. Pada minggu pertama, plaque peyer

terjadi hiperplasia yang kemudian berlanjut nekrosis pada minggu kedua, dan

ulserasi pada minggu ketiga yang akhirnya membentuk ulkus. Ulkus ini mudah

menimbulkan perdarahan dan perforasi yang dapat menyebabkan perdarahan,

yang merupakan komplikasi berbahaya.

Hepar membesar karena adanya infiltrasi sel-sel limfosit dan mononuklear

lainnya serta nekrosis fokal. Demikian juga proses ini terjadi pada jaringan RES

yang lain seperti lien dan kelenjar mesenterika. Kelainan–kelainan patologis yang

sama juga dapat ditemukan pada organ tubuh lain seperti tulang, ussus, paru,

ginjal jantung, dan selaput otak. Vesika fellea merupakan tempat yang paling

disukai oleh bakteri ini dapat bertahan di dalam vesika fellea dan mengalir ke

dalam usus dan menjadi karier intestinal. Demikian juga ginjal dapat mengandung

bakteri ini dalam jangka waktu yang lama sehingga juga dapat menjadi karier.

Adapun tempat-tempat yang dapat sebagai tempat bakteri ini bertahan,

memungkinkan penderita mengalami kekambuhan(relaps).

7

2.5 Manifestasi Klinis

Keluhan dan gejala Demam Tifoid umumnya tidak khas, dan bervariasi

dari gejala yang menyerupai flu ringan sampai sakit berat dan fatal yang mengenai

banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa

demam berkepanjangan 7 hari atau lebih, gangguan gastrointestinal dan keluhan

gangguan kesadaran.1,7

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara Demam lebih dari 7 hari,

biasanya mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi, sehingga pada

minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Demam yang

terjadi biasanya khas tinggi pada sore hingga malam hari dapat mencapai 39-40oC

dan cenderung turun menjelang pagi. Dalam minggu kedua, penderita terus berada

dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur- angsur turun

dan normal pada akhir minggu ketiga. Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada

bentuk demam yang khas seperti di atas pada demam tifoid. Tipe deman menjadi

tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan (penggunaan antipiretik

atau antibiotic lebih awal) atau komplikasi yang terjadi lebih awal. Pada

khususnya anak balita, demam tinggi dapat menyebabkan kejang.

Mekanisme demam sendiri tidak jauh berbeda dengan mekanisme demam

akibat infeksi pada umumnya. Dimana Bakteri Salmonella typhi yang

memproduksi endotoksin merupakan pirogen eksogen selain mediator- mediator

radang yang disekresi oleh sel- sel mukosa usus yang mengalami infeksi (IL-1,

IL-6, TNF-alfa, & IFN-6) yang merupakan pirogen endogen. Kedua pirogen ini

akan mengaktivasi pelepasan Fosfolipase A2 pada membran sel yang mana akan

mengaktivasi asam arakidonat yang melalui jalur siklooksigenase memproduksi

8

Prostaglandin E2 (PGE2). Prostaglandin E2 bersama dengan AMP siklik yang

diaktivasinya akan mengubah pengatur suhu yang terdapat di hipothalamus

sehingga terjadilah demam.

Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa konstipasi, diare, mual,

muntah, perut kembung, lidah kotor,sampai hepato-splenomegali. Gejala

gastrointestinal biasanya dipengaruhi oleh peredaran bakteri atau endotoksinnya

pada sirkulasi. Dari cavum oris didapatkan lidah kotor yaitu ditutupi selaput putih

dengan tepi yang kemerahan kadang saat lidah dijulurkan lidah akan tremor

semua tanda pada lidah ini disebut dengan Tifoid Tongue. Lidah tifoid biasanya

terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda antara lain,

lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat,

di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan

terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominen.

Meskipun jarang ditemukan pada anak- anak tapi cukup berarti diagnostik.

Gejala- gejala lain yang tidak spesifik seperti mual, anoreksia. Karena bakteri

menempel pada mukosa usus dan berkembang biak dalam Peyer patch di

dalamnya maka tidak jarang akan muncul gejala-gejala seperti diare atau kadang

diselingi konstipasi. Diare merupakan respon terhadap adanya bakteri dalam

lumen usus yang perlu untuk secepatnya dikeluarkan, namun diare pada demam

tifoid tidak sampai menyebabkan dehidrasi, begitupun dengan konstipasi yang

mungkin baru dialami setelah mengalami diare beberapa kali. Penderita anak-anak

lebih sering mengalami diare daripada konstipasi, dewasa sebaliknya, hal itulah

yang kadang- kadang membuat sering miss diagnosis ketika penderita datang

berobat.

9

Kuman yang mengalami perjalanan dalam sirkulasi (bakterimia) juga

menimbulkan gejala pada organ Retikulo Endotelial System salah satunya Hepar

dan Lien. Hepato-splenomegali terjadi akibat dari replikasi kuman dalam sel-sel

fagosit atau sinusoid. Replikasi dalam hepar dan lien ini tentunya akan

menyebabkan respon inflamasi lokal yang melibatkan mediator radang seperti

InterLeukin (IL-1, IL-6), Prostaglandin (PGE-2) dimana menyebabkan

permeabilitas kapiler akan meningkat sehingga terjadi oedema. Pembesaran pada

hepar-lien ini umumnya tidak selalu nyeri tekan dan hanya berlangsung singkat

(terutama terjadi waktu bakteremia sekunder). Ini cukup spesifik dalam membantu

diagnostik.

Gangguan sistem saraf terjadi bila ada toksin yang menembus Blood brain

barier, pada anak gangguan sistem saraf akibat tifoid ini lebih sering bersifat

Sindrom Otak Organik yang berarti kelainan extra cranial mengakibatkan

gangguan kesadaran seperti delirium, gelisah, somnolen, supor hingga koma. Pada

anak- anak tanda- tanda ini sering muncul waktu mereka tidur dengan manifestasi

khas “mengigau atau nglindur” yang terjadi selama periode demam tifoid

tersebut. Gangguan otak organik ini biasanya lebih berat ditemukan pada demam

tifoid pada keadaan lanjut yang sudah mengalami komplikasi. Pada keadaan ini

biasanya gangguan kesadaran tidak lagi ditemukan hanya sewaktu tidur saja

melainkan bisa timbul sewaktu- waktu.

Pada ekstremitas, punggung, atau perut mungkin didapatkan floresensi

kulit berupa ruam makulo papular kemerahan dengan ukuran 1-5 mm yang mirip

dengan ptechiae disebut dengan Roseola/Rose Spot. Penyebab roseola ini karena

emboli basil dalam kapiler kulit terkumpul di bawah permukaan kulit sehingga

10

menyerupai bentuk bunga roseola. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan

bertahan selama 2-3 hari. Namun menurut IDAI penyakit tropik infeksi ruam/rose

spot ini hampir tidak pernah dilaporkan pada kasus anak di Indonesia.

2.6 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis demam typoid didapatkan dari adanya data

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Data anemnesis

untuk mencari riwayat penyakit dan gejala-gejala yang mungkin timbul pada

pasien. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menemukan tanda-tanda yang ada

serta mencocokkan dengan gejala yang telah disebutkan pasien. Kemudian

pemeriksan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis.6

Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang

bervariasi dari ringan sampai berat bahkan asimtomatik.Walaupun gejala klinis

sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam

(1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Dari

anamnesis sering didapatkan :

a. Demam 7 hari atau lebih

b. Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi,

c. Delirium, nyeri kepala, malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala,

d. Pada demam typoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan

ikterus. 1,7

Pada pemeriksaan fisik pada sebagian besar anak mempunyai lidah typoid

yaitu di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus,

hepatomegali lebih sering dijumpai dari pada splenomegali.1,7

11

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan biakan salmonella,uji

serologis dan pemeriksaan radiologik.1

1. Pemeriksaan darah tepi

Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang

dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer,

yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus.

Tidak selalu ditemukan leukopenia, diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi

leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas

normal dan dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain.

Trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis

relatif.1,7

2. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi

maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji

serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa

antikoagulan. Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai

nilai penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan

adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen

spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang

diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang

digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan

spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit). 9

12

Uji serologi standar yang sering digunakan untuk mendeteksi antibodi

terhadap kuman S. Typhi yaitu uji widal. Uji widal telah digunakan sejak tahun

1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan

antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan

pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang sama.

Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran

tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam

serum. 5,6

Pada uji widal ini, biasanya positif pada awal minggu ke-2 dan pada

periode rekovalence titer makin tinggi. Maksud uji widal adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid

yaitu;

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

2. Aglutinin H (flagel kuman)

3. Aglutinin Vi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan

untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar

kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O.

Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa

tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah

sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin

H menetap lebih lama antara 9 bulan – 2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat

dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada pengidap

13

S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya tidak dipakai

untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk menentukan

pengidap S.typhi.5,6

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai

uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45 menit)

menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus

benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan.

Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa ≥ 1/200

atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid

dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau

infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman

S. typhi (karier). Banyak peneliti mengemukanan bahwa uji serologi widal kurang

dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada kasus demam tifoid yang

terbukti biakan darah positif.

Pemeriksaan Serologis yang lain adalah IgM anti salmonella atau yang

dikenal dengan TUBEXR tes yaitu pemeriksaan diagnostic in vitro semikuantitatif

yang cepat dan mudah untuk mendeteksi infeksi Tifoid akut. Pemeriksaan ini

mendeteksi antibody IgM terhadap antigen Lipo Polisakarida bakteri Salmonella

typhi dengan sensitivitas dan spesifitas mencapai > 95% dan > 91%.

Prinsip pemeriksaan dengan metode Inhibition Magnetic Binding

Immunoassay (IMBI). Antibodi IgM terhadap Lipopolisakarida bakteri dideteksi

melalui kemampuannya untuk menghambat reaksi antara kedua tipe partikel

reagen yaitu indikator mikrosfer latex yang disensitisasi dengan antibodi

monoclonal anti 09 (reagen warna biru) dan mikrosfer magnetic yang disensitisasi

14

dengan LPS Salmonella typhi (reagen warna coklat). Setelah sedimentasi partikel

dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel indikator yang tersisa dalam

cairan menunjukkan daya inhibisi. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara

dengan konsentrasi IgM Salmonella typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara

visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.

Ada 4 interpretasi hasil :

Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam

tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.

Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid

Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid

Penggunaan antigen 09 LPS memiliki sifat- sifat sebagai berikut:

Immunodominan yang kuat

Bersifat thymus independent tipe 1, imunogenik pada bayi (antigen Vi dan

H kurang imunogenik) dan merupakan mitogen yang sangat kuat terhadap

sel B.

Dapat menstimulasi sel limfosit B tanpa bantuan limfosit T sehingga respon

antibodi dapat terdeteksi lebih cepat.

Lipopolisakarida dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat

melalui aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor yang lain.

15

Spesifitas yang tinggi (90%) dikarenakan antigen 09 yang jarang ditemukan

baik di alam maupun diantara mikroorganisme

Kelebihan pemeriksaan menggunakan IgM anti Salmonella:

Mendeteksi infeksi akut Salmonella

Muncul pada hari ke 3 demam

Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella

Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit

Hasil dapat diperoleh lebih cepat

3. Pemeriksaan biakan salmonella (Gall Culture).

Diagnosis demam tifoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik

namun identifikasi kuman S.typhy memerlukan waktu 3-5 hari. Diagnostik pasti

demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari

darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots.

Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah

ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit/ minggu I,

sedangkan pada stadium berikutnya di dalam feses pada minggu ke II dan urin

pada minggu ke III. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid. Hasil

negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada

beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1)

jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu;

dan (3) waktu pengambilan darah.

Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil

dibutuhkan 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk

kultur hanya sekitar 0.5-1 mL. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk

16

S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini

dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.typhi dan S. paratyphi yang

dapat tumbuh pada media tersebut. Waktu pengambilan darah paling baik adalah

pada saat demam tinggi atau sebelum pemakain antibiotik, karena 1-2 hari setelah

diberi antibiotik kuman sukar ditemukan dalam darah. Biakan darah positif

ditemukan pada 75-80% penderita pada minggu pertama sakit, sedangkan pada

akhir minggu ketiga, biakan darah positif hanya pada 10% penderita. Setelah

minggu ke empat penyakit, sangat jarang ditemukan kuman didalam darah. Bila

terjadi relaps , maka biakan darah akan positif kembali.5,6

Biakan sumsum tulang sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan

menghilang pada fase penyembuhan. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih

sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Pengobatan

antibiotik akan mematikan kuman didalam darah beberapa jam setelah

pemberian , sedangkan kuman dalam sumsum tulang lebih sukar dimatikan. Oleh

karena itu pemeriksaan biakan darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian

antibiotik. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih

tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume

sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika

sebelumnya.5,6

4. Pemeriksaan radiologi

- Foto thoraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia

- Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intrainstestinal

seperti perforasi usus atau pendarahan saluran cerna.1

2.7 Penatalaksanaan

17

Prinsip utama dalam pengobatan demam tifoid adalah Istirahat dan

perawatan, diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), serta pemberian

antibiotika.Pada kasus tifoid yang berat hasus dirawat di rumah sakit agar

pemenuhan cairan, eletrolit, serta nutrisi disamping observasi kemungkinan

penyulit.

a) Istirahat dan perawatan bertujuan untuk menghentikan dan mencegah

penyebaran kuman. Anak yang menderita demam tifoid sebaiknya tirah

baring/ Bed rest total dengan perawatan sepenuhnya. Dalam perawatan

perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan

yang dipakai. Posisi anak juga perlu diawasi untuk mencegah dekubitus

dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu

diperhatikan dan dijaga.

b) Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik dan suportif), bertujuan untuk

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet

merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit

demam tifoid terutama sekali pada anak- anak, karena makanan yang

kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin

turun serta proses penyembuhan yang akan menjadi lama.Pemberian diet

penderita demam tifoid awalnya diberi bubur saring, kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,yang mana

perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.

Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan karena

usus harus diistirahatkan. Pemberian makanan padat dini terutama tinggi

18

serat seperti sayur dan daging dapat meningkatkan kerja dan peristaltic

usus sedangkan keadaan usus sedang kurang baik karena infeksi mukosa

dan epitel oleh kuman Salmonella typhi. Pemberian makanan tinggi kalori

dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang paling membantu

dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak memperburuk kondisi

usus.

Terapi penunjang/suportif lain yang dapat diberikan tergantung gejala

yang muncul pada anak yang sakit tersebut. Pemberian infus pada anak-

anak penting tapi tidak mutlak, mengingat resiko untuk terjadinya phlebitis

cukup tinggi. Oleh karena itu pemberian infuse sebaiknya diberikan bagi

anak yang sakit dengan intake perOral yang kurang. Jenis infus yang

diberikan tergantung usia: 3 bln-3 tahun D5 ¼ Normal saline, > 3 tahun

D5 ½ Normal saline. Jumlah pemberian infus disesuaikan dengan

kebutuhan kalori pada anak. Kebutuhan kalori anak pada infus setara

dengan kebutuhan cairan rumatannya.

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik.

Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini

adalah Paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg/kali minum, sedapat

mungkin untuk menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai

efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih

rentan kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila

tidak mampu intake peroral dapat diberikan via parenteral, obat yang

masih dianjurkan adalah yang mengandung Methamizole Na yaitu antrain

atau Novalgin.

19

c) Antibiotik

Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi

tifoid fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak

50-100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena

biasanya cukup 50 mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7

hari setelah demam turun. Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah

mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan carier.7

Jika tidak dapat diberikan Kloramfenikol, dipakai amoksilin 100

mg/kgbb/hari per oral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau

kotrimoksazol 48mg/kgbb/hari (dibagi 2 dosis) peroral selama 10 hari.7

Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin

seperti seftriakson(80 mg/kgbb/hari di bagi 2 dosis selama 10 hari) atau

sefiksim oral (20 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari.7

d) Terapi penyulit

Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai

syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30

menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48

jam.Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang

diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus

segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika

metronidazol.8

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid adalah komplikasi

intestinal berupa perdarahan sampai perforasi usus, perforasi terjadi pada 0,5-3 %

20

dan perdarahan usus yang berat ditemukan pada 1-10% anak dengan demam

typoid. Komplikasi ini biasanya terjadi pada minggu ke 3 sakit. Komplikasi ini

umumnya didahului suhu tubuh dan tekanan darah menurun, disertai dengan

peningkatan denyut nadi Perforasi jarang terjadi tanpa adanya perdarahan

sebelumnya dan sering terjadi di ileum bawah. Perforasi biasanya .ditandai

dengan peningkatan nyeri abdomen, kaku abdomen, muntah-muntah, nyeri pada

perabaan abdomen, defence muskular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda

peritonitis yang lain.

Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan

disebabkan oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat

timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah

abses paru, efusi, dan empiema.

2.9 Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di Negara maju, dengan

terapi antibiotic yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang,

angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan

dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau

perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia dapat mengakibatkan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps atau kambuh dapat timbuh beberapa kali. Individu yang

mengeluarkan Salmonella typhi lebih dari 3 bulan setelah infeksi umumnya

menjadi carier yang kronis. Resiko menjadi carier pada anak- anak rendah dan

meningkat sesuai usia. Carier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam

21

tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada carier kronis

dibandingkan populasi umum. Walaupun carier urin kronis juga dapat terjadi,

namun hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan

schistosomiasis.

2. 10. Pencegahan

Hindari minum air yang tidak dimasak.

Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik

tifoid. Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar

botol atau kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di

dalamnya. Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak

menelan air di pancuran kamar mandi.

Cuci tangan.

Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan

demam tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air

(diutamakan air mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau

mempersiapkan makanan atau setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih

tangan berbasis alkohol jika tidak tersedia air.

Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam

tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:

Sering cuci tangan.

Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari

penyebaran infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan

sabun, kemudian gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum

makan dan setelah menggunakan toilet.

22

Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.

Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali

sehari.

Hindari memegang makanan.

Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata

bahwa anda tidak menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau

fasilitas kesehatan, anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes

memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan bakteri Salmonella.

Gunakan barang pribadi yang terpisah.

Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan

cuci dengan menggunakan air dan sabun.

Pencegahan dengan menggunakan vaksinasi

Di banyak negara berkembang, tujuan kesehatan masyarakat dengan

mencegah dan mengendalikan demam tifoid dengan air minum yang aman,

perbaikan sanitasi, dan perawatan medis yang cukup, mungkin sulit untuk

dicapai. Untuk alasan itu, beberapa ahli percaya bahwa vaksinasi terhadap

populasi berisiko tinggi merupakan cara terbaik untuk mengendalikan demam

tifoid.

23

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : An. N

Alamat : Mrican

Umur : 9 tahun

BB : 26 kg

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Tanggal MRS : 23/7/2015

Nama Orang tua :

Ibu : Ny. B Ayah : Tn. W

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Umur : 33 tahun Umur : 35 tahun

Alamat : Mrican Alamat : Mrican

Keluhan Utama

Panas

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan panas hari ke 7. Panas awalnya sumer-

sumer kemudian panas mendadak tinggi. Panas bersifat naik turun, panas turun

ketika siang hari dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari.

Saat panas tinggi pasien sampai mengigau dan menggigil. Pasien juga mengeluh

nyeri pada perut hampir seluruh perutnya nyeri dan terasa penuh. Pasien

mengeluh pusing sejak 4 hari yang lalu. Kejang (-), mual (+), muntah (-), nyeri

24

saat kencing (-), Diare (-), Batuk (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), keluar cairan

dari telinga (-).Makan (+) tapi sedikit, selama sakit nafsu makan menurun, BAB(-)

terakhir 1 hari sebelum MRS, konsistensi padat, warnanya kuning kecoklatan,

darah (-), lendir (-). BAK (+) terakhir 3 jam yang lalu, lancar, warnanya kuning.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riw. Penyakit ini sebelumnya disangkal.

- Riw. Kejang di sangkal

- Riw. Alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riw. Penyakit seperti ini disangkal

- Riw. Kejang disangkal

- Riw. Alergi disangkal

Riwayat Sosial :

- Pasien tinggal serumah bersama orang tuanya.

- Air berasal dari PDAM. Makanan biasanya memasak sendiri

menggunakan kompor gas.

- Mempunya MCK sendiri dan dibersihkan 1 minggu sekali.

- Pasien sekolah di salah satu sekolah dasar di kediri.

- Pasien biasanya BAB 1-2 x sehari konsistensi padat, warna kuning

kecoklatan.

- pasien makan nasi 2-3x sehari, lauk dan sayuran.

- Pasien kadang-kadang jajan di luar, jajan sosis, tempura, jajan chiki, dan

jajan pentol

25

Riwayat Kelahiran : 9 Bulan/Pervaginam/Bidan/BBL : 2700 gram/Langsung

nangis/Ikterus neonatorum(-)/Sianosis (-).

Riwayat Imunisasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap

- BCG +

- HEPATITIS B +++

- DPT +++

- POLIO +++

- CAMPAK +

Riwayat Nutrisi

- ASI usia 0-2 bulan

- Susu formula + ASI usia 3-6 bulan

- Susu formula + bubur halus usia 6-9 bulan

- Susu formula + nasi Tim usia 9- 12 bulan

- Sekarang nasi + lauk (telor, ikan, daging dll) + sayur (sop, bayam dll)

Riwayat Tumbuh Kembang :

- Berat badan kadang naik, terkadang menetap setiap bulannya, kadang-

kadang berat badan turun.

- Pasien bisa tengkurap ketika usia 5 bulan

- Pasien bisa duduk ketika usia 7 bulan

- Pasien bisa berdiri tanpa berpegangan ketika usia 11 bulan

- Usia 11 bulan sudah lancar manggil ayah-ibu

- Pasien bisa berjalan Usia 14 bulan.

26

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 23-07-2015

Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign :

Tensi : 110/70, Nadi :125x/menit, RR :36x/menit, Temp : 38,5oC

ANTROPOMETRI

BB :26 kg

Status Gizi :

BB / U = -2 sd 2 (Gizi baik)

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

KEPALA

Bentuk dan ukuran : Normocephal

Rambut dan kulit kepala : Hitam, terdistribusi merata.

Mata :Mata cowong (-), anemis (-), pupil bulat isokor.

Telinga :cairan (-), nyeri (-)

Hidung : secret (-)

Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir kering (-), Lidah kotor pada

tengah dan tepi hiperemis(+)

Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil : T1/T1 hiperemis(-)

Leher : pembesaran KGB (-)

THORAKS

Inspeksi : simetris, retraksi intercostae (- )

Palpasi : fremitus sama kuat, kedua dada tidak ada yang tertinggal

27

Perkusi : sonor

Auskultasi : ro -/- whee -/-, suara paru : normal

JANTUNG

Inspeksi : iktus cordis (-)

Palpasi : iktus cordis tidak teraba, fremisment (-)

Perkusi : batas jantung kiri : ICS V midclavicula kiri

Kanan : parasternal, atas : sela iga III linea parasternal kiri

Auskultasi : S1-S2 tunggal, mur-mur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : supel, benjolan (-)

Palpasi : nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba

- - -

+ + +

+ + +

Perkusi : timpani, meteorismus (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

EKSTREMITAS : akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT< 2 detik

KULIT : turgor baik, ruam (-), petekie(-)

KGB : tidak teraba

28

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

(Darah Lengkap) Tgl : 23/07/2015

PARAMETERS NILAI RUJUKAN

Hb : 12,2 (11,7-15,5)

RBC : 4,70 (3,69-5,46)

Hct : 34,8 (35-50)

Wbc : 7.390 (4000-10.000)

Plt : 242.000 (150.000-450.000)

(Widal test) Tgl : 24/02/2015

Salmonella typhi O : (+) 1/160

Salmonella typhi H : (+) 1/320

Salmonella Paratyphi AO : (-)

Salmonella Paratyphi BO : (-)

PROBLEM LIST

Demam sejak 7 hari yang lalu, naik turun, panas tinggi ketika sore

menjelang malam hari.

Nyeri perut

Mual

Lidah kotor pada tengah dan tepi hiperemis(+)

Pusing (+)

Nafsu makan turun.

Pasien sering jajan di luar.

Salmonella typhi O : (+) 1/ 160

29

Salmonella typhi H : (+) 1/ 320

DIAGNOSIS

Demam tifoid

PENATALAKSANAAN

Tirah baring

Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat

Infus N2 22 tpm

Kloramfenikol : 3 x 500 mg sehari (selama 10-14 hari)

Paracetamol : 3 x 250 mg (bila demam).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kadar igM dan igG anti salmonella (tphy-dot)

Kultur darah

Kultur feses

Pemeriksaan Foto thoraks

Foto abdomen.

PROGNOSIS

Baik

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 24-7- 2015

S : Panas (+), Pusing (+), batuk (-) Pilek (-) Nyeri perut (+), nyeri

telan (-) mual (+), muntah (-). makan/minum (sedikit), BAB(+) padat

coklat, BAK(+) kuning.

O : KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

30

VS : Nadi : 116x/menit RR :24x/menit

Temp : 38,9oC Tensi : 100/70 mmHg

Pemeriksaan fisik

Kepala : Normocephal

Mata : Mata cowong (-), anemis (-), ikterik -

Telinga : Serumen -/-

Hidung : Sekret -/-

Mulut : Sianosis - ; Lidah Kotor +

Tenggorok : Faring Hiperemis (-), Tonsil T1/T1 hiperemis (-)

Thorax : BJ I-II +, regular, Wh -/- ; Rh -/-

Abdomen : supel, meteorismus (-), nyeri tekan (+), bising usus(+) normal,

hepar dan lien tidak teraba. Turgor: Normal

Extremitas : Akral hangat; Normal ; edem -; CRT < 2,bercak merah (-)

A : Demam tifoid

P : -Tirah baring

- Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat

-Infus N2 16 tpm

-Kloramfenikol : 3 x 500 mg

- Ampicillin 3x 500 mg

- Paracetamol : 3 x 250 mg (bila demam).

Tanggal 25-7-2015

S : Panas (+), mual (+), Nyeri perut (-), batuk (-), Pilek (-), pusing

(+), nyeri telan (-), makan/minum (sedikit), BAB(+), BAK banyak

(+) lancar (+)

O : KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital : Tensi: 100/80 suhu : 38,2 C

RR = 32x/menit Nadi : 100x/menit.

Kepala : Normocephal

Mata : mata cowong (-), anemis(-), ikterik (-)

Telinga : bentuk normal (-), Serumen -/-

Hidung : Sekret -/-

31

Mulut : Sianosis - ; Lidah Kotor ( +) tepi hiperemis

Tenggorok : Faring Hiperemis( –) tonsil T1/T1 hiperemis (-)

Thorax : BJ I-II +, regular, Whz -/- ; Rh -/-

Abdomen : Supel, meteorismus(-) hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),

bising usus (+) normal

Turgor : Normal ;

Extremitas : Akral hangat; Normal ; edem -; CRT < 2

A : Demam tifoid

P : -Tirah baring

- Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat

- Infus N2 16 tpm

- Kloramfenikol : 3 x 500 mg

- Ampicillin 3x 500 mg

- Paracetamol : 3 x 250 mg (bila demam).

Tanggal 26 Juli 2015

S : Panas (-), Pusing (-), Nyeri perut (-), nyeri telan (-), Batuk (-),

makan/minum (normal), BAB (+), BAK banyak (+) lancar (+)

O : KU : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital : Tensi 100/60 Nadi : 88x/menit

RR :24x/menit Temp : 36,9oC:

Kepala : Normocephal

Mata : mata cowong (-), anemis (-), ikterik (-)

Telinga : Serumen -/-

Hidung : Sekret -/-

Mulut : Sianosis - ; Lidah Kotor +

Tenggorok : Faring Hiperemis (– ), Tonsil hiperemis (-).

Turgor : Normal

Thorax : BJ I-II +, regular, Wh -/- ; Rh -/-

Abdomen :Supel, meteorismus (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

teraba, bising usus (+) normal.

Extremitas : Akral hangat; Normal ; edem (-) CRT < 2

32

A : Demam tifoid

P :- Tirah baring

- Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat

- Infus N2 16 tpm

- Kloramfenikol : 3 x 500 mg

- Ampicillin 3x 500 mg

- Paracetamol : 3 x 250 mg (bila demam).

Tanggal 27 Juli 2015

S : Panas (-), Pusing (-), Nyeri perut (-), nyeri telan (-), Batuk (-),

makan/minum (normal), BAB (+), BAK banyak (+) lancar (+)

O : KU : baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital : Tensi 110/70 Nadi : 100x/menit

RR :28x/menit Temp : 36,5oC:

Kepala : Normocephal

Mata : mata cowong (-), anemis (-), ikterik (-)

Telinga : Serumen -/-

Hidung : Sekret -/-

Mulut : Sianosis - ; Lidah Kotor (-)

Tenggorok : Faring Hiperemis (– ), Tonsil hiperemis (-).

Turgor : Normal

Thorax : BJ I-II +, regular, Wh -/- ; Rh -/-

Abdomen :Supel, meteorismus (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

teraba, bising usus (+) normal.

Extremitas : Akral hangat; Normal ; edem (-) CRT < 2

A : Demam tifoid

P : - Tirah baring

- Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat

- Infus N2 16 tpm

- Kloramfenikol : 3 x 500 mg

- Ampicillin 3x 500 mg

- Paracetamol : 3 x 250 mg (bila demam).

33

BAB 4

PEMBAHASAN

Diagnosis demam typoid ditegakkan berdasarkan data dari anamnesis,

Hasil pemeriksan fisik pasien serta dari hasil pemeriksaan penunjang

laboratorium. Pada kasus yang telah dibahas dibelakang, dari anamnesis

didapatkan pasien mempunyai gejala panas selama 7 hari. Panas bersifat naik

turun, panas turun ketika siang hari dan panas mulai meninggi ketika sore

menjelang malam hari. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut, nyeri terasa perut

hampir seluruh perutnya nyeri dan terasa penuh. Pasien mengeluh pusing sejak 4

hari yang lalu.. Kemudian dari anamnesis juga didapatkan data bahwa pasien

sering jajan diluar rumah. Pasien senang jajan sosis, tempura, chiki, dan pentol.

Pada hasil pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan ada nya lidah kotor

dengan ujung dan tepi yang hiperemis, dan nyeri tekan abdomen (+). Gejala-

gejala dan tanda-tanda khas yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik tersebut memenuhi gejala yang biasanya terdapat pada penyakit demam

typoid. Kemudian Pada pemeriksaan penunjang didapatkan nilai positif dari titer

typhi O (1/160) dan typhi H (1/320) pada test serologi Widal, dimana dari hasil

tersebut bisa digunakan untuk mendiagnosis pasien tersebut positif demam

thypoid. Seperti teori dalam buku Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia Dan Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu kesehatan Anak RS.

Soetomo Surabaya. Widal positif apabila titer S. Typhi titer 0 1: 200 atau

kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalense.1,8

Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan igM dan igG anti salmonella

( Typhi-dot) dan kultur yang merupakan gold standart atau diagnosis pasti demam

34

typoid, karena keterbatasan sarana yang ada. Diagnosis demam tifoid dengan

biakan kuman sebenarnya amat diagnostik namun identifikasi kuman S.typhy

memerlukan waktu 3-5 hari. Diagnostik pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila

ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang,

cairan duodenum atau dari rose spots.5,6 IgM anti salmonella atau yang dikenal

dengan TUBEXR tes adalah pemeriksaan diagnostic in vitro semikuantitatif yang

cepat dan mudah untuk mendeteksi infeksi Tifoid akut. Pemeriksaan ini

mendeteksi antibody IgM terhadap antigen Lipo Polisakarida bakteri Salmonella

typhi dengan sensitivitas dan spesifitas mencapai > 95% dan > 91%.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Pujiadi. Antonius H, Badriul Hegar, Setyo Handrastuti, Nikmah Salamah

Idris, Ellen Gandaputra, dan Eva Devita Harmoniati. Pedoman Pelayanan

Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Penerbit IDAI. 2009.

2. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Bab Demam Typoid dalam Buku Ajar

Infeksi & Pediatri Tropis edisi 2. Jakarta : Penerbit IDAI. 2008.

3. Yuniasti. A, Susanti R, dan Sulistyaningsih N. Potensi Gizi Mikroseng

Sebagai Imun Seluler Pada Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan vol 2, No I

Juni 2009.

4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Ilmu Kesehatan

Anak Nelson edisi bahasa Indonesia edisi.15. Jakarta: Penerbit EGC.

2000.

5. Widodo darmowandoyo. Bab Demam Typoid Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta :

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. halaman 367-375. 2002.

6. Alan R. Tumbelaka. Bab Diagnosis dan Tatalaksana Demam Typoid

dalam Buku Pediatrics Update. Cetakan pertama. Jakarta : Penerbit IDAI.

2003

7. WHO Indonesia. Bab Demam Typoid Dalam Buku Saku Pelayanan

Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Edisi pertama. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI. 2009.

8. Darmowandono. Widodo, M. Faried Kaspan. Bab Demam Tifoid Dalam

Buku Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi III hal

98-101. Surabaya : Penerbit FK UNAIR. 2006.

9. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid

Pada Anak. Surabaya : FK UNAIR. 2010.

36