Referat Kasus Anak

31
BAB 1 STATUS PASIEN 1.1 Identitas Pasien Nama : M. Zaki Umur : 2 th Jenis Kelamin : Laki-laki Nama Ayah : Chusnul Nama Ibu : Maskatik No.RM : 10791640 1.2 Identitas Keluarga 1. Ibu Umur : 25 th Pendidikan : SD Pekerjaan : swasta 2. Ayah Umur : 30 th Pendidikan : SMA Pekerjaan : swasta 3. Saudara-saudara Jumlah : 1 orang ( ) Umur : 7 th 1.3 Anamnesis Anamnesis diberikan oleh orang tua pasien (heteroanamnesis). 1

Transcript of Referat Kasus Anak

Page 1: Referat Kasus Anak

BAB 1

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien

Nama : M. Zaki

Umur : 2 th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Chusnul

Nama Ibu : Maskatik

No.RM : 10791640

1.2 Identitas Keluarga

1. Ibu

Umur : 25 th

Pendidikan : SD

Pekerjaan : swasta

2. Ayah

Umur : 30 th

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : swasta

3. Saudara-saudara

Jumlah : 1 orang (♂)

Umur : 7 th

1.3 Anamnesis

Anamnesis diberikan oleh orang tua pasien (heteroanamnesis).

1. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan batuk dan sesak napas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak laki-laki, 2 tahun, dalam kondisi sakit dan lemah datang dibawa

oleh kedua orang tuanya dengan keluhan batuk dan sesak napas. Batuk tidak

berdahak mulai 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas mulai dari 1 hari

1

Page 2: Referat Kasus Anak

sebelum masuk rumah sakit dan berlangsung terus menerus. Napasnya cepat.

Tidak ada demam. Muntah dan mencret pada saat setelah masuk rumah sakit.

Sebelum datang ke rumah sakit, pasien telah diperiksakan ke dokter sebelumnya.

Oleh dokter yang memeriksa, pasien hanya dibilang sesak saja lalu diberikan

resep salbutamol. Dokter juga memberikan interhistin dan cefixim untuk

mengatasi batuknya. Kondisi pasien tidak membaik dengan pemberian obat yang

telah diresepkan dokter sebelumnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa disangkal, tetapi orang tua pasien memberitahukan

bahwa pasien pernah sesak waktu bayi, dibawa ke IGD, tetapi kemudian pulang

paksa.

Riwayat alergi, diare, kejang, batuk lama disangkal.

Riwayat operasi disangkal.

Riwayat masuk keluar rumah sakit :

Bronkopneumonia, dirawat selama 1 bulan pada Februari 2009.

DBD, dirawat selama 9 hari pada April 2010.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu : TBC, asma

Ayah : alergi makanan (gatal-gatal)

Saudara : -

5. Riwayat Kelahiran

Lahir tanggal 23 Desember 2008

Normal, per vaginam, tanpa kesulitan.

Di RS Saiful Anwar, Malang.

BB : 2750 gr ; PB : 49 cm

6. Kelainan Bawaan

Terdapat bintik putih di tepi kornea (ptyrigium).

7. Makanan

Utama masih ASI. Kualitas kurang. Kuantitas kurang.

8. Imunisasi

Lengkap : - campak

- DPT

2

Page 3: Referat Kasus Anak

- Hepatitis B

- Polio

- BCG

1.4 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang, gizi cukup, napas spontan cepat

dengan retraksi dinding dada, atopi

Kesadaran : 456

Vital Sign : Temp : 36,8oC

BP : 110/70 mmHg

N : 90 x/menit

RR : 48 x/menit

PB : 78 cm

BB : 10,2 kg

1.5 Diagnosis

Sementara/awal : pneumonia, gizi kurang

Setelah hari ke-3 MRS : - asma serangan sedang, serangan pertama

- gizi kurang

1.6 Terapi

Awal : - iv. antrain 10 amp

- ampicillin 3x250 mg

- chloramphenicol 3x125 mg

- nebul Pz + ventolin /2 jam

Sekarang : - ampicillin 3x500 mg iv.

- dexamethasone 3x1,5 mg iv.

3

Page 4: Referat Kasus Anak

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Menurut GINA (Global Initiative for Asthma), asma adalah gangguan inflamasi

kronis saluran napas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil,

dan limfosit T. Inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang, sesak

napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.

Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengungkapkan bahwa kecurigaan asma

timbul apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara

episodic, cenderung pada malam/dini hari(nocturnal), musiman, setelah aktivitas

fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada penderita atau keluarganya.

2.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia, sekitar 130 juta orang terkena asma. Prevalensinya 8-10 kali

lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang. Pada

negara maju, prevalensi lebih tinggi pada kelompok pendapatan rendah di area

urban jika dibandingan dengan yang lain.

Di Indonesia, Sidhartani di Semarang tahun 1994 meneliti 632 anak usia dua belas

hingga enam belas tahun dengan menggunakan kuesioner International Study of

Asthma and Allergy in Children (ISAAC) dan pengukuran Peak Flow Meter

menemukan prevalensi asma sebesar 6,2%.

2.3 Etiologi

1. Infeksi saluran pernafasan; terutama disebabkan oleh infeksi virus. Bayi dan

anak dengan persisten wheezing dan asma mempunyai IgE tinggi dan respon

imun eosinofil, saat pertama kali terserang infeksi.

2. Alergen; terdapat dua respon yaitu, early asthmatic responses (respon dalam

waktu singkat) yang terjadi lewat terbentuknya mediator IgE dari sel mast dalam

hitungan menit pasca paparan alergen dan berakhir dalam dua puluh hingga tiga

puluh menit. Late asthmatic responses (respon lambat) yang terjadi dalam empat

4

Page 5: Referat Kasus Anak

hingga dua belas jam pasca paparan alergen dengan gejala berat yang berakhir

selama satu jam atau lebih. Alergen berupa makanan, kutu, debu, dan lain-lain

3. Irritan ; zat iritan berupa asap rokok, udara dingin, bahan kimia, parfum, bau

cat, polusi udara yang dapat mencetuskan hiperresponsif bronkial (mekanisme

inflamasi).

4. Perubahan cuaca

5. Olahraga ; panas dan kehilangan cairan dapat meningkatkan osmolaritas cairan

pernafasan dan mengakibatkan terbentuknya mediator-mediator. Dingin

mengakibatkan kongesti dan dilatasi pembuluh darah bronkial, selama fase

penghangatan setelah olahraga, pembuluh darah agak melebar.

6. Emosi

7. Reflux gastroesofagus (GER) ; asam mengakibatkan meningkatnya resistensi

jalan nafas

8. Inflamasi saluran nafas atas ; rhinitis alergi, sinusitis, dan lain lain

9. Asma nokturnal ; diakibatkan oleh alergen, sinusitis, refluks gastroesofagus,

inflamasi parenkim, dan lain lain.

2.4 Patogenesis

Obstruksi Jalan Napas

Obstruksi jalan napas pada asma merupakan akibat dari berbagai proses patologis.

Pada jalan napas kecil, aliran udara diatur oleh otot polos yang melingkari lumen

jalan napas; bronkokonstriksi dari lapisan otot bronkiolar ini menghambat dan

menghalangi aliran udara. Suatu infiltrate inflamasi selular yang terutama terdiri

dari eosinofil, dapat mengisi jalan napas dan menginduksi kerusakan epitel serta

deskuamasi ke dalam lumen jalan napas. Produksi mucus yang berlebihan dan

edema dari jaringan sekitar juga berperan dalam obstruksi jalan napas.

Inflamasi Jalan Napas, Hiperresponsif, dan Remodeling

Pada penderita asma, terdapat peningkatan jumlah sel mast, eosinofil teraktivasi,

dan helper T lymphocytes teraktivasi. Helper T lymphocytes yang memproduksi

sitokin proalergik¸ proinflamasi (e.g., IL-4, IL-5, IL-13) dan kemokin (e.g.,

RANTES, eotaxin) memediasi proses inflamasi ini. Sel-sel imun lainnya (e.g.,

5

Page 6: Referat Kasus Anak

cytotoxic T lymphocytes, NK cells, eosinophils, mast cells, basophils) juga dapat

memproduksi sitokin dan kemokin tersebut. Inflamasi jalan napas sangat

berhubungan dengan hipersensitivitas otot polos jalan napas (airways

hyperresponsiveness) terhadap paparan iritan, seperti udara dingin, udara kering,

bau-bauan, dan partikulat dalam asap.

Inflamasi jalan napas juga berhubungan dengan perubahan jalan napas yang

kurang reversible, seperti penebalan membrane basalis, deposisi kolagen

subepitel, dan hipertrofi hyperplasia kelenjar mucus. Remodeling jalan napas ini

menunjukkan adanya proses perbaikan jaringan yang menyimpang sebagai respon

terhadap cedera jaringan yang persisten.

Perubahan struktur yang terjadi :

- Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas

- Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mucus

- Penebalan membran reticular basal

- Pembuluh darah meningkat

- Matriks ekstraseluler fungsinya meningkat

- Perubahan struktur parenkim

- Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Proses inflamasi pada asma akan menyebabkan reaksi inflamasi akut dan kronis.

Pajanan allergen inhalasi pada pasien yang alergi dapat menimbulkan respons

alergi fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respons fase

lambat.

-Reaksi Fase Awal/Cepat (Early Phase Reaction)

Reaksi fase cepat dihasilkan oleh aktivitas sel-sel yang sensitive terhadap allergen

IgE spesifik, terutama sela mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen

alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan

antara sel dan IgE mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi

mediator-mediator seperti histamine, proteolitik, enzim glikolitik, heparin, serta

mediator newly generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosine, dan

oksigen reaktif. Bersama-sama dengan mediator yang sudah terbentuk

sebelumnya, mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran

6

Page 7: Referat Kasus Anak

respiratori dan menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mucus, vasodilatasi dan

kebocoran mikrovaskular.

-Reaksi Fase Lambat

Timbul beberapa jam lebih lambat dibandingkan fase awal.meliputi pengerahan

dan aktivitas dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, neutrofil dan makrofag. Juga

terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi dan

pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori yang

teraktivitas oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2. Selanjutnya

dalam 2-4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta

produksi mediator proinflamasi, seperti IL-2, IL-5 dan GM-CSF untuk

pengerahan dan aktivitas sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga

reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.

Eksaserbasi Asma Berat

Obstruksi jalan napas selama eksaserbasi asma dapat menjadi ekstensif, sehingga

menyebabkan insufisiensi respiratoris yang mengancam nyawa. Seringkali,

eksaserbasi asma memberat pada malam hari (i.e., antara tengah malam hingga

jam 8 pagi), ketika inflamasi jalan napas dan hiperresponsif pada puncaknya.

Komplikasi yang dapat terjadi selama eksaserbasi berat termasuk atelektasis dan

pneumomediastinum atau pneumothorax.

Yang harus diperhatikan, farmakoterapi lini pertama, ß-agonists, dapat

meningkatkan aliran darah pulmonary melalui area paru yang obstruksi dan tidak

teroksigenasi, menimbulkan ventilation-perfusion mismatching, dan menginduksi

terjadinya hipoksemia. Hipoksia kemudian mengakibatkan bronkokonstriksi yang

lebih memperparah kondisi.

2.5 Gejala Klinis

Gejala Asma diantaranya adalah batuk, sesak dengan bunyi mengi, sukar bernapas

dan rasa berat di dada, lendir atau dahak berlebihan, sukar keluar dan sering batuk

kecil atau berdehem. Batuk biasanya berpanjangan di waktu malam hari atau

cuaca sejuk, pernafasan berbunyi (wheezing), sesak napas, merasakan dada

sempit. Asma pada anak tidak harus sesak atau mengi. Batuk malam hari yang

7

Page 8: Referat Kasus Anak

lama dan berulang pada anak harus dicurigai adanya asma pada anak. Ciri lainnya

adalah batuk saat aktifitas (berlari, menangis atau tertawa).

Gejala asma yang khas biasanya berupa batuk episodik dan wheezing disertai rasa

tertekan di dada dan kesulitan bernafas, terutama pada malam hari. Batuk

biasanya kering namun dapat produktif dengan sputum yang kental dan lengket.

Adakalanya batuk merupakan gejala satu-satunya. Gambaran klinik ini akibat dari

penyempitan saluran pernafasan yang mengakibatkan obstruksi aliran udara.

Penyempitan saluran nafas terjadi akibat proses peradangan, melalui 3 hal :

• Kontraksi otot polos bronkus yang eksesif

• Penebalan dinding saluran bronchus

• Sekresi berlebihan di dalam lumen

Pedoman Nasional Asma Anak (Indonesia) mendefinisikan asma sebagai

kumpulan tanda dan gejala wheezing/mengi dan/atau batuk dengan karakteristik

sebagai berikut:

1. Timbul secara episodik dan/atau kronik

2. Cenderung pada malam/dini hari (nokturnal)

3. Musiman

4. Faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik

5. Reversibel (bisa sembuh seperti sedia kala) baik secara spontan maupun dengan

pengobatan

6. Adanya riwayat asma atau atopi (kecenderungan mengidap alergi) lain pada

pasien/keluarganya

7. Sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.

Manifestasi alergi lain yang dapat menyertai pada penderita asma:

1. Sering pilek, sinusitis, bersin, mimisan. tonsilitis (amandel), sesak, suara serak.

2. Pembesaran kelenjar di leher dan kepala belakang bawah.

3. Sering lebam kebiruan pada kaki atau tangan seperti bekas terbentur.

4. Kulit timbul bisul, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit

nyamuk. Sering menggosok mata, hidung atau telinga, kotoran telinga berlebihan.

5. Nyeri otot & tulang berulang malam hari.

6. Sering kencing, atau bed wetting (ngompol)

8

Page 9: Referat Kasus Anak

7. Gangguan saluran cerna : Gastroesofageal refluk, sering muntah, nyeri perut,

sariawan, lidah sering putih atau kotor, nyeri gusi atau gigi, mulut berbau, air liur

berlebihan, dan bibir kering.

8. Sering buang air besar (> 2 kali/hari), sulit buang air besar (obstipasi), kotoran

bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin.

9. Kepala,telapak kaki/tangan sering teraba hangat atau dingin. Sering berkeringat

(berlebihan).

10. Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata, mata sering berkedip,

11. Gangguan hormonal : tumbuh rambut berlebihan di kaki dan tangan,

keputihan.

12. Sering sakit kepala, migrain.

2.6 Klasifikasi

Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004

9

Page 10: Referat Kasus Anak

2.7 Diagnosis

Alur diagnosis

Batuk dan/mengi

10

Page 11: Referat Kasus Anak

11

Box 134-3. Differential Diagnosis of Childhood Asthma

UPPER RESPIRATORY TRACT CONDITIONS Allergic rhinitis* Chronic rhinitis* Sinusitis* Adenoidal or tonsillar hypertrophyNasal foreign body

MIDDLE RESPIRATORY TRACT CONDITIONS Laryngotracheobronchomalacia* Laryngotracheobronchitis (e.g., pertussis)* Laryngeal web, cyst or stenosisVocal cord dysfunction* Vocal cord paralysisTracheoesophageal fistulaVascular ring, sling, or external mass compressing on the airway (e.g., tumor)Foreign body aspiration* Chronic bronchitis from environmental tobacco smoke exposure* Toxic inhalations

LOWER RESPIRATORY TRACT CONDITIONS Bronchopulmonary dysplasia or chronic lung disease of preterm infantsViral bronchiolitis* Gastroesophageal reflux* Causes of bronchiectasis:Cystic fibrosisImmune deficiencyAllergic bronchopulmonary mycoses (e.g., aspergillosis)Chronic aspirationImmotile cilia syndrome, primary ciliary dyskinesiaBronchiolitis obliteransInterstitial lung diseasesHypersensitivity pneumonitisPulmonary eosinophilia, Churg-Strauss vasculitisPulmonary hemosiderosisTuberculosisPneumoniaPulmonary edema (e.g., congestive heart failure)Medications associated with chronic coughAcetylcholinesterase inhibitorsß-Adrenergic antagonists

*More common asthma masqueraders.

Page 12: Referat Kasus Anak

Penilaian derajat serangan asma

Parameter klinis, fungsi

paru, laboratorium

Ringan Sedang Berat (tanpa ancaman

henti napas)

Berat (ada ancaman

henti napas)

Sesak timbul-padasaat

(breathless)

BerjalanBayi:

menangiskeras

BerbicaraBayi :

- Tangis pendek dan

lemah- Kesulitan

makan/minum

IstirahatBayi :

Tidak maumakan/minum

Bicara Kalimat Penggal kalimat

Kata-kata

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk

Dudukbertopang

lengan

Kesadaran Mungkinirritable

Biasanya irritable

Biasanyairitable

Bingung danmengantuk

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas

Mengi (wheezing)

Sedang, seringhanya pada

akhir ekspirasi

Nyaring, sepanjang ekspirasi,} inspirasi�

Sangat nyaring,terdengar

tanpastetoskop

Sulit/tidak terdengar

Sesak nafas Minimal Sedang Berat

Obat Bantu nafas

Biasanya tidak Biasanya ya Ya

Retraksi Dangkal,retraksi

interkostal

Sedang, ditambah retraksi

suprasternal

Dalam, ditambah

nafas cupinghidung

Dangkal / hilang, gerakan paradoktorako-

abdominalLaju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun

12

Page 13: Referat Kasus Anak

Laju nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPulsus

paradoksusTidak ada

< 10 mmHgAda

10-20 mmHgAda

> 20 mmHgTidak ada, tanda kelelahan otot nafas

PEFR atau FEV1 (%

nilai dugaan/%

nilaiterbaik)

- pra bronkodilator

- pascabronkodilator

> 60%

40-60%

> 80%

60-80%

< 40%

< 60%Respon < 2

jamSaO2 % > 95% 91-95% ≤ 90%

PaO2 Normalbiasanya tidak

perlu diperiksa

> 60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :Usia laju nafas normal< 2 bulan < 60 / menit2 – 12 bulan < 50 / menit1 – 5 tahun < 40 / menit6 – 8 tahun < 30 / menit

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :Usia laju nadi normal2 – 12 bulan < 160 / menit1 – 2 tahun < 120 / menit3 – 8 tahun < 110 / menit

Sumber : GINA 2009

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan fungsi paru, terdiri dari

- Pengukuran sederhana ; peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak

ekspirasi (APE), pulse oxymetry, spirometri

- Pengukuran kompleks ; muscle strength testing, volume paru absolut, kapasitas

difusi uji fungsi paru yang biasa dilakukan adalah volume paru, fungsi jalan nafas,

13

Page 14: Referat Kasus Anak

pertukaran gas. Pemeriksaan analisis gas darah merupakan baku emas untuk

menilai parameter pertukaran gas, tetapi pulse oxymetry masih merupakan

pemeriksaan yang berguna dan efisien. Pada uji fungsi jalan nafas, hal yang paling

penting adalah manuver ekspirasi paksa secara maksimal yang dapar dilakukan

pada anak di atas 6 tahun adalah forced expiratory volume in 1 second (FEV1)

dan vital capacity (VC) dengan menggunakan spirometer serta pengukuran peak

expiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow meter.

Pengukuran variabilitas dan reversibilitas fungsi paru dalam 24 jam sangat

penting untuk mendiagnosis asma, menilai derajar beratnya asma, dan menjadi

acuan dalam strategi pedoman pengelolaan asma.

Pada pedoman nasional asma anak (PNAA) 2004, untuk mendukung diagnosis

asma anak dipakai batasan :

- variabilitas PEF atau FEV1 ≥15%

- kenaikan PEF atau FEV1 ≥15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator

- penurunan PEF atau FEV1 ≥20% setelah provokasi bronkus

penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama ≥2 minggu.

2. Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas

Pada pasien yang mempunyai gejala asma tetapi fungsi parunya tampak normal,

penilaian respon saluran nafas terhadap metakolin, histamin, atau olahraga dapat

membantu menegakkan diagnosis asma.

3. Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif

Dapat dilakukan dengan cara memeriksa sputum, dan dengan pengukuran kadar

NO ekshalasi. Tetapi, pemeriksaan ini tidak spesifik.

4. Penilaian status alergi

Dengan uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik dapat membantu menentukan

faktor risiko atau pencetus asma. Tes alergi untuk kelompok usia <5 tahun dapat

digunakan untuk :

Menentukan apakah anak atopi

Mengarahkan manipulasi lingkungan

Memprediksi prognosis anak dengan mengi

14

Page 15: Referat Kasus Anak

2.9 Penatalaksanaan

Asma terkontrol dapat dicapai pada sebagian besar anak dibawah usia 5 tahun

dengan strategi intervensi sebagai berikut :

Kerjasama antara keluarga pasien dan tim medis

Menghindari faktor risiko

Adanya rencana untuk menilai, menangani dengan terapi farmakologis

yang sesuai, dan memantau kontrol asma.

Mendidik keluarga pasien untuk mengenali serangan asma dan terapi

awalnya, mengenali episode berat, dan mengidentifikasi ketika dibutuhkan

penanganan segera di rumah sakit.

Terapi yang tidak perlu dilakukan/diberikan untuk asma :

1. Sedatif

2. Mukolitik ; karena dapat memperberat batuk

3. Terapi fisik pada dada/fisioterapi ; karena dapat meningkatkan ketidak

nyamanan pada pasien

4. Antibiotik ; antibiotik diberikan pada pasien pneumonia atau infeksi bakteri,

bukan asma

5. Adrenalin ; tidak berguna pada pasien asma

15

Box 134-5. Goals of Childhood Asthma Management

Maintain normal activity

Regular school or daycare attendance

Full participation in physical exercise, athletics, and other recreational activities

Prevent sleep disturbance

Prevent chronic asthma symptoms

Keep asthma exacerbations from becoming severe

Maintain normal lung function

Experience little to no adverse effects of treatment

Page 16: Referat Kasus Anak

Asthma Medication by Category

Quick-relief medications (“relievers”) Short-acting inhaled ß-agonists: Albuterol (Ventolin, Proventil) Levalbuterol (Xopenex) Terbutaline (Brethaire) Pirbuterol (Maxair) Metaproterenol (Alupent)Inhaled anticholinergics: Ipratropium (Atrovent) AtropineShort-course systemic glucocorticoids: Prednisone (Deltasone) Methylprednisolone (Medrol) Methylprednisolone Sodium Succinate (Solu-Medrol)

Long-term-control medications (“controllers”)

Nonsteroidal anti-inflammatory agents: Cromolyn (Intal) Nedocromil (Tilade)Inhaled glucocorticoids: Beclomethasone (Vanceril, Beclovent, Qvar)

16

Box 134-7. Control of Factors Contributing to Asthma Severity

ELIMINATE OR REDUCE PROBLEMATIC ENVIRONMENTAL EXPOSURES Environmental tobacco smoke elimination or reductionIn home and automobilesAllergen exposure elimination or reduction in sensitized asthmaticsAnimal dandersPets (cats, dogs, rodents, birds)Pests (mice, rats)Dust mitesCockroachesMoldsOther airway irritantsWood- or coal-burning smokeStrong chemical odors and perfumes (e.g., household cleaners)Dusts

TREAT CO-MORBID CONDITIONS RhinitisSinusitisGastroesophageal reflux

GET ANNUAL INFLUENZA VACCINATION (UNLESS EGG-ALLERGIC

Page 17: Referat Kasus Anak

Flunisolide (Aerobid) Budesonide (Pulmicort) Fluticasone (Flovent) Triamcinolone (Azmacort) Mometasone (Asmanex)Sustained-release theophylline (Slobid, Theodur, Uniphyl)Long-acting inhaled ß-agonists: Salmeterol (Serevent) Formoterol (Foradil)Leukotriene modifiers: Montelukast (Singulair) Zafirlukast (Accolate) Zileuton (Zyflo)Oral glucocorticoids (prednisone, methylprednisolone)

Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

17

Page 18: Referat Kasus Anak

Pencegahan asma :

18

Page 19: Referat Kasus Anak

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah mencegah terjadinya sensitisasi pada bayi atau anak

yang mempunyai resiko untuk terjadinya asma di kemudian hari. Yang dimaksud

dengan resiko adalah bayi atau anak dengan atopi, baik pada salah satu ataupun

kedua otangtuanya. Langkah pertama adalah mengenali adanya faktor resiko

untuk terjadinya asma di kemudian hari, yaitu dengan mengenali orangtua dengan

atopik. Pencegahan primer dapat dilakukan pada saat prenatal dan pascanatal.

Pada masa prenatal, orang tua dihindari terhadap lingkungan yang bersifat sebagai

faktor resiko. Penghindaran yang dianjurkan adalah terhadap lingkungan,

terutama indoor pollutants. Yang dimaksud dengan indoor pollutants adalah asap

rokok, debu rumah yang mungkin mengandung banyak tungau debu rumah, dan

lain lain. Pemberian probiotik untuk menurunkan kejadian asma saat ini masih

dibicarakan. Diperkirakan caranya adalah melalui supresi Th2 yang berperan

terhadap inflamasi dan produksi immunoglobulin A (IgA). Selain pemberian

probiotik pada bayi, yang telah banyak dilakukan adalah pemberian susu

hipoalergenik (susu dengan protein hidrolisat).

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma/inflamasi pada seorang

anak yang sudah tersensitisasi. Secara klinis hal ini telah dibuktikan dengan

menggunakan obat antihistamin. Pada early treatment of the atopic child (ETAC),

pemberian cetirizine selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi yang

orangtuanya atopi, dapat mecegah terjadinya asma sebanyak 50% bila anak

tersebut hanya alergi terhadap debu rumah dan serbuk sari. Hanya saja, obat ini

secara keseluruhan tetap tidak dapat menurunkan kejadian asma.

3. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya serangan pada seorang anak yang

sudah menderita asma. Pencegahan terhadap factor pencetus merupakan salah satu

langkah pencegahan tersier. Faktor lain yang dapat menyebabkan serangan asma

adalah gagalnya terapi jangka panjang. Yang dimaksud terapi jangka panjang

adalah pemberian obat pengendali (controller) berupa kortikosteroid, baik yang

diberikan tersendiri ataupun kombinasi dengan β-agonis kerja panjang atau

antileukotrien.

19

Page 20: Referat Kasus Anak

Prognosis :

1. Wheezing yang ditemukan pada bayi yang disertai infeksi saluran pernapasan

atas (URTIs), 60% tidak menunjukkan gejala pada usia enam tahun, namun anak-

anak yang menderita asma (gejala dapat berulang pada usia enam tahun).

2. Beberapa temuan menunjukkan bahwa prognosis buruk bila asma terjadi pada

usia kurang dari tiga tahun, kecuali bila hanya disebabkan oleh virus.

3. Individu yang mengalami asma selama masa kanak-kanak memiliki FEV1 yang

rendah, hipersensitivitas saluran nafas dan sering terjadi bronkospastik oleh

karena infeksi dan menghasilkan wheezing.

4. Anak-anak dengan asma ringan yang tidak menunjukkan gejala antara serangan

mungkin di kemudian hari akan bebas dari asma.

5. Saat remaja, kebanyakan asma tidak bergejala atau ringan, tetapi akan menetap

selanjutnya.

6. Asma memiliki kecenderungan berulang pada masa pubertas, dengan

kemungkinan terjadi lebih dini pada anak perempuan. Walau bagaimanapun,

dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki tingkat hyperresponsif

bronkial (BHR) yang lebih tinggi.

BAB 3

PENUTUP

20

Page 21: Referat Kasus Anak

3.1 Kesimpulan

Dari data anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada pasien ini mendukung ke

arah diagnosis asma. Data-data dari anamnesis yang menunjang antara lain

: keluhan batuk dan sesak napas, napasnya cepat, kondisi tidak membaik

dengan pemberian obat oleh dokter sebelumnya, pernah mengalami sesak

ketika bayi, dan riwayat kedua orang tua menderita asma dan alergi.

Pemeriksaan fisik yang mendukung adalah adanya atopi dan retraksi

dinding dada.

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang yang lebih mengarahkan ke

asma (pemeriksaan fungsi paru, pemeriksaan hiperreaktivitas saluran

nafas, pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif, dan

penilaian status alergi) untuk memastikan diagnosis.

Jika tidak ada infeksi, seharusnya pemberian antibiotik tidak diperlukan.

Sangat penting untuk menghindari faktor pencetus, agar tidak terjadi

serangan asma ulangan.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Referat Kasus Anak

Behrman, et.al. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. Philadelphia: WB

Saunders

GINA. 2009. Pocket Guide for Asthma Management and Prevention. (online)

www.ginasthma.org

Nastiti, dkk. 2008. ASMA. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta:

IDAI

Supriyatno, H. Bambang. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada

Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,

Jakarta.

22