Referat anak kwashiorkor
-
Upload
annisa-syafliani -
Category
Documents
-
view
172 -
download
15
Transcript of Referat anak kwashiorkor
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1. Definisi
WHO mendefinisikan malnutrisi sebagai suatu keadaan ketidak seimbangan seluler
antara suplai zat-zat makanan dan energi dengan kebutuhan tubuh untuk kelangsungan
pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik lainnya. Terminologi kwashiorkor
pertama kali diperkenalkan oleh Williams pada tahun 1933, yang berarti suatu keadaan tidak
adekuatnya masukan protein.
Kwashiorkor merupakan suatu bentuk malnutrisi energi protein yang terjadi pada anak,
dengan karakteristik berupa edema, iritabilitas, anoreksia, dan adanya infiltrasi lemak ke hati,
depigmentasi pada kulit, perubahan pada rambut, dan berkurangnya produksi protein oleh hati.
Menurut Depkes RI Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). KEP diklasifikasikan dengan KEP ringan, KEP sedang
dan KEP berat. KEP ringan bila BB/U: 70-80 % baku median WHO-NCHS dan atau BB/TB: 80-
90 % baku median NCHS. KEP sedang bila BB/U: 60-70 % baku median WHO-NCHS dan atau
BB/TB: 70-80 % baku median NCHS. KEP berat/gizi buruk bila BB/U: <60 % baku median
WHO-NCHS dan atau BB/TB: <70 % baku median NCHS.
KEP berat/gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus,
dan marasmus kwashiorkor. Tanpa melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena
penyakit lain digolongkan KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor.
Sistem Wellcome Trust working party membedakan tipe malnutrisi energi protein
berdasarkan berat badan dan edema, yaitu:
Berat badan di atas 60 % dari normal + edema = kwashiorkor
Berat badan di bawah 60 % dari normal + edema = marasmik kwashiorkor
Berat badan di bawah 60 % dari normal tanpa edema = marasmus
2.2.Epidemiologi
Kwashiorkor sering ditemukan di negara miskin, khususnya di Afrika, Asia dan Amerika
Latin. Pada tahun 2000-2002 ditemukan 852 juta jiwa penduduk dunia dengan gizi buruk
terutama di negara berkembang.
Ditinjau dari golongan umur, kwashiorkor sering terjadi pada anak balita. Angka kejadian
tertinggi pada umur 1 ½ tahun, yaitu setelah terjadinya penyapihan sedangkan anak belum
mengenal jenis makanan lainnya. WHO memperkirakan lebih kurang 150 juta anak (26,7 %)
yang berusia kurang dari 5 tahun menderita gizi buruk pada negara berkembang. Ditambah
dengan 200 juta anak dengan gizi kurang.
2.3. Etiologi
Penyebab terjadinya kwashiorkor antara lain :
Faktor ekonomi
Protein yang bermutu baik terutama terdapat pada bahan makanan yang berasal dari hewan
seperti protein susu, keju, telur, daging dan ikan. Bahan makanan tersebut mahal harganya
sehingga tidak terbayar oleh mereka yang berpenghasilan rendah.
Pengetahuan yang kurang tentang nilai bahan makanan
Ada beberapa protein nabati yang bernilai cukup baik dan harganya tidak terlalu mahal,
seperti kacang kedelai, kacang hijau dan sebagainya, akan tetapi karena tidak diketahui atau
tidak disadari nilai gizinya sehingga bahan makanan tersebut tidak digunakan sebagaimana
mestinya.
Keadaan higiene yang buruk , sehingga mereka mudah menderita penyakit infeksi, dan
timbulnya diare akan mempercepat terjadinya kwashiorkor.
BAB 3
PATOGENESIS
Pada kwasiorkor tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan, karena persediaan
energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang penting adalah gangguan
metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Ini terjadi karena
kekurangan protein dalam diet sehingga terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam
serum yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang
jumlahnya sudah berkurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin berkurangnya asam
amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hati, yang
kemudian berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan ß-
lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya
penimbunan lemak dalam hati.
Kwashiorkor pada dasarnya merupakan suatu kegagalan adaptasi yang terjadi ketika
makanan yang dikonsumsi cukup mengandung energi, namun tidak mengandung protein yang
cukup untuk sintesis protein viseral. Keush juga telah menggambarkan mekanisme kwashiorkor
yang terjadi pada keadaan infeksi, dimana TNF yang dihasilkan oleh makrofag dapat
menghambat produksi protein visceral dan menstimulasi acute phase reactants. Produksi asam
amino juga akan terganggu dengan adanya acute phase reactants ini, sebagai akibatnya produksi
albumin dan lipoprotein menurun, sehingga terjadilah hipoalbuminemia, edema, dan infiltrasi
lemak ke dalam hati.
BAB 4
DIAGNOSIS
4.1. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
4.1.1. Anamnesis
1. Berat badan tidak mau naik
2. Diet yang biasanya dikonsumsi sebelum episode penyakit.
3. Riwayat pemberian ASI
4. Anak tampak sembab
5. Adanya perubahan perilaku pada anak, seperti menjadi cengeng, tidak peka terhadap
lingkungan, respons sosial berkurang, berkurangnya perhatian.
6. Anak tidak mau makan
7. Riwayat batuk-batuk lama
8. Riwayat buang air besar encer
9. Riwayat kontak dengan penderita campak atau tuberkulosis dewasa.
4.1.2. Pemeriksaan fisik
1. Jaringan sub kutan tipis.
2. Edema
3. Kuku : cheilosis
4. stomatitis angularis, atrofi papilaris.
5. Abdomen : perut tampak membuncit, hepatomegali.
6. Kulit : kulit kering, hiperpigmentasi, crazy pavement dermatosis
7. Rambut : tipis, berwarna coklat atau kemerahan, serta mudah dicabut
8. Penyakit kwashiorkor sering disertai oleh defisiensi vitamin dan mineral lain. Adanya
tanda-tanda kekurangan mikronutrien, seperti : tanda kekurangan zat besi (fatig, pucat,
berkurangnya fungsi kognitif, sakit kepala, glositis). Tanda kekurangan yodium
(pembesaran kelenjer gondok, keterlambatan perkembangan mental, retardasi mental).
Tanda kekurangan vitamin D (pertumbuhan yang sangat lambat, ricketsia dan
hipokalsemia). Tanda kekurangan vitamin A( rabun senja, pertumbuhan yang sangat
lambat). Tanda kekurangan asam folat (glossitis, anemia megaloblastik).
4.1.3. Pemeriksaan penunjang
1. Antropometri
Ukuran antropometri yang bermanfaat dan sering digunakan adalah berat badan, panjang
( tinggi ) badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit.
2. Pemeriksaan Laboratorium pada kwashiorkor bisa ditemukan :
Penurunan kadar gula darah
Penurunan kadar hemoglobin
Sediaan darah hapus : bisa ditemukan adanya parasit malaria
Pemeriksaan dan kultur urin: bakteri atau leukosit >10 /LPB, menandakan adanya
infeksi. Ketonuria dan ekskresi urea ke urin menurun.
Pemeriksaan feces makroskopis dan mikroskopis: adanya darah menandakan
disentri, adanya kista giardia menunjukkan giardiasis
Pemeriksaaan protein serum seperti albumin, retinal binding protein, prealbumin,
transferin, kreatinin dan BUN akan didapatkan hipoalbuminemia ( 10-25 gr/dl),
kadar globulin normal atau sedikit meninggi sehingga perbandingan
albumin/globulin menjadi terbalik, yaitu kurang dari 1, hipoproteinemia
(transferin, asam aminoesensial, lipoprotein). Plasma kortisol menurun,
pemeriksaan elektrolit serum kalium dan magnesium juga menurun. Kadar
beberapa enzim (termasuk laktase) menurun, kadar lipid (terutama kolesterol)
sangat rendah.
3. Radiologi thoraks dapat ditemukan gambaran tuberkulosis.
4. Tuberkulin skin test
5. Biopsi hati, akan ditemukan perlemakan, sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis
dan infiltrasi sel mononukleus.
4.2. Diagnosis banding
Malabsorpsi, gagal ginjal, dan penyakit hormonal juga dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pertumbuhan.
Pellagra juga memperlihatkan kelainan kulit seperti pada kwashiorkor.
Nefritis, nefrosis, gagal jantung juga dapat memperlihatkan manifestasi edema.
Gangguan metabolisme glikogen juga dapat menyebabkan hepatomegali.
4.3. Penyakit penyerta
Penyakit yang sering menyertai penyakit kwashioorkor adalah:
1. Defisiensi vitamin A
2. Dermatosis
3. Parasit/ cacing
4. Diare melanjut
5. Tuberkulosis
BAB 4
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan kwashiorkor adalah memberikan makanan yang mengandung
banyak protein yang bernilai hayati tinggi, banyak kalori, cukup cairan, cukup vitamin dan
mineral, masing-masing dalam bentuk yang mudah dicernakan dan diserap. Oleh karena
toleransi terhadap makanan dari penderita pada hari pertama pengobatan masih rendah,
hendaknya makanan jangan diberikan sekaligus terlalu banyak, tetapi dinaikkan hari demi hari.
Hasil yang paling baik diperoleh dengan pemberian makanan yang mengandung protein 3-4
gram/kgBB/hari dan 160-175 kal/kgBB/hari.
Tatalaksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di Rumah Sakit me-
nurut DEPKES tahun 2006 terdiri dari :
1. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/gizi buruk (10 langkah utama)
2. Pengobatan penyakit penyerta
3. Kegagalan pengobatan
4. Penanganan pasien yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas
5. Tindakan pada kegawatan.
Pada pelaksanaannyaproses pengobatan KEP di Puskesmas atau di Rumah sakit
dijadwalkan menjadi 3 fase tindakan yaitu: fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Secara umum dapat diterangkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1:10 Langkah Tatalaksana Pasien Gizi Buruk:
Sumber:Buku Bagan Tata Laksana Gizi Buruk, tahun 2006, hal 3.
I. Sepuluh Langkah utama pada tata laksana KEP berat/gizi buruk
Langkah Ke-1: Pengobatan/pencegahan hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, periksa kadar gula darah bila ada
hipotermia. Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
1. 50 ml glukosa 10% bolus atau larutan sukrosa 10%. Berikan larutan tsb setiap 30 menit
selama 2 jam
2. Berikan antibiotika spektrum luas
3. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam .
Pemantauan :
- Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung jari
atau tumit setelah 2 jam.
- Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
- Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan glukosa
10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil.
- Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran menurun.
Langkah Ke-2: Pengobatan/pencegahan hipotermia
Bila suhu dubur <36C :
- Segera beri makanan cair/formula khusus
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu
atau pemanas atau peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru).
- Berikan antibiotika .
Pemantauan:
- Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila memakai pemanas ukur
setiap 30 menit.
- Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari.
- Raba suhu anak.
- Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
Langkah Ke-3: Pengobatan/pencegahan dehidrasi
Jangan menggunakan intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam per oral
atau personde
Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya: jumlah tepat yang harus
diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan
cairan melalui tinja dan muntah.
Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus
sejumlah yang sama bila rehidrasi menetap/stabil.
Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama,
kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya dengan memantau: nadi, frekuensi nafas,
frekuensi kencing, frekuensi muntah/diare. Pemantauan tanda rehidrasi perlu dilakukan yaitu
dengan adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang berkurang,
perbaikan turgor kulit, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak terlihat,
walaupun rehidrasi sudah tercapai.
Sedangkan tanda kelebihan cairan meliputi: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema
kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan
nilai kembali setelah 1 jam.
Langkah Ke-4: Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium, defisiensi kalium, magnesium sering terjadi
dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan. Bila terjadi ketidak seimbangan cairan
elektrolit ini dapat menyebabkan terjadinya edema. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
dilakukan :
- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari
- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari
- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium
- Berikan makanan tanpa garam/rendah garam.
Langkah Ke-5: Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat atau gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak.
metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari) untuk mempercepat perbaikan
mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat
pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Bila tanpa komplikasi:
o Kotrimoksasol 5 ml per oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4
Kg).
o Ampisilin 50 mg/kgBB/im/iv tiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan
amoksisilin per oral 15 mg/KgBB tiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak
ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam per oral.
o Gentamicin 7.5 mg /kgBB/im/iv 1x sehari, selama 7 hari.
Bila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
Langkah Ke-6: Mulai pemberian makanan
Prinsip pemberian nutrisi pada fase awal stabilisasi adalah :
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan per oral/nasogastrik
Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Pada fase ini perlu dilakukan pemantauan dan pencatatan jumlah makanan yang
diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian).
Langkah Ke-7: Fasilitasi tumbuh kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan 50 g/minggu. Awal fase
rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Pada
periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal ke
formula khusus lanjutan :
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula
khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48
jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi
dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya
pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (sama dengan 200 ml/kgBB/hari).
Pantau:
Frekuensi nafas
Frekuensi denyut nadi.
Bila terjadi peningkatan frekuensi nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal
kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi dan protein
ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Langkah Ke-8: Koreksi defisiensi mikro nutrien
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa
dijumpai, pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari:
o Suplementasi multivitamin
o Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
o Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
o Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
o Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
o Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, < 6
bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat suplementasi vit A
pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda/gejala defisiensi vitA, berikan vitamin dosis terapi.
Langkah Ke-9:Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya
berikan:
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
Langkah Ke-10: Tindak lanjut di rumah
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah penderita dipulangkan. Adapun hal –hal yang perlu disarankan kepada orang tua
adalah sebagai berikut:
Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
bulan I : 1x/ minggu
bulan II : 1x/ 2 minggu
bulan III : 1x/ bulan
Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
II. Pengobatan penyakit penyerta
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu:
1. Defisiensi vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin A secara oral
pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum pulang dan bila terjadi perburukan keadaan klinis
dengan dosis:
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali
umur 0-5 bulan : 50.000 SI/kali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya :
hipo/hiperpigmentasi
deskuamasi (kulit mengelupas)
lesi ulserasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder,
antara lain oleh Candida.
Tata laksana :
kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1%
selama 10 menit
beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
usahakan agar daerah perineum tetap kering.
Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat anti helmintik
lain.
4. Diare melanjut
Diare biasa menyertai KEP berat, tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada
pemberian makanan secara berhati-hati
Intoleransi laktosa tidak jarang sebagai penyebab diare. Bisa dicegah dengan pemberian
formula bebas/rendah laktosa. Penyebab lain dari melanjutnya diare antara lain
kerusakan mukosa usus dan infestasi parasit seperti Giardiasis. Bila mungkin, lakukan
pemeriksaan tinja mikroskopik.
Beri: Metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali anergi) dan
Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, obati sesuai pedoman pengobatan
TB.
III. Kegagalan pengobatan
Kegagalan pengobatan terlihat pada tingginya angka kematian dan kenaikan berat badan
kecil dari 50 gram/kgBB/minggu. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemberian makanan tidak
adekuat, defisiensi nutrien, infeksi dan masalah psikologik.
IV. Penanganan pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah
menghilang, berat badan/umur mencapai minimal 70% atau berat badan/tinggi badan mencapai
minimal 80%.
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, dirumah harus diberi makanan
tinggi energi (150 kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling sedikit 5 kali
sehari
beri makanan selingan diantara makanan utama
upayakan makanan selalu dihabiskan
beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit
teruskan ASI.
V. Tindakan pada kegawatan
1. Syok (renjatan):
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tidak terjadi perbaikan dengan pemberian cairan. Hati-hati
terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan:
Berikan cairan intravena (iv) berupa Ringer laktat dan Dekstrosa 5% dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 15 ml/kgBB dalam 1 jam pertama atau 5 tetes
permenit/kgBB. Evaluasi 1 jam
- Bila ada perbaikan klinis, ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk 1 jam
berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan
formula khusus (F-75/pengganti).
- Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah
sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian
mulailah pemberian formula (F-75/pengganti).
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:
Hb <4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.
Transfusi darah:
- Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk transfusi
dengan jumlah yang sama.
- Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara 4-6
g/dl, jangan diulangi pemberian darah.