referat konstipasi anak

28
BAB I PENDAHULUAN Pola defekasi yang normal umumnya dipandang sebagai petanda anak sehat. Sementara orang tua sangat memperhatikan frekuensi defekasi dan karakteristik anaknya. Konstipasi merupakan masalah yang biasa ditemukan pada anak sehingga memicu orang tua untuk memeriksakan anaknya. 1 Penyebab konstipasi bermacam-macan dan perlu penanganan yang tepat. Kasus konstipasi ringan yang memerlukan terapi adekuat beberapa kasus memerlukan tindakan segera sementara kasus konstipasi kronis memerlukan kesabaran dan penangan yang cermat. 1 Referat ini disusun dalam rangka melakukan pendekatan diagnosis dan tatalaksana konstipasi pada anak dan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Bekasi. 1

description

tugas IKA RSUD bekasi

Transcript of referat konstipasi anak

Page 1: referat konstipasi anak

BAB I

PENDAHULUAN

Pola defekasi yang normal umumnya dipandang sebagai petanda anak sehat.

Sementara orang tua sangat memperhatikan frekuensi defekasi dan karakteristik

anaknya. Konstipasi merupakan masalah yang biasa ditemukan pada anak sehingga

memicu orang tua untuk memeriksakan anaknya.1

Penyebab konstipasi bermacam-macan dan perlu penanganan yang tepat. Kasus

konstipasi ringan yang memerlukan terapi adekuat beberapa kasus memerlukan

tindakan segera sementara kasus konstipasi kronis memerlukan kesabaran dan

penangan yang cermat.1

Referat ini disusun dalam rangka melakukan pendekatan diagnosis dan

tatalaksana konstipasi pada anak dan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu

Kesehatan Anak RSUD Kota Bekasi.

1

Page 2: referat konstipasi anak

BAB II

Fisiologi dan pola Buang Air Besar

Mekanisme buang air besar dirangsang oleh gerakan peristaltik akibat adanya

masa tinja di dalam rektum. Rangsangan sensori pada kanal anus akan menurunkan

tonus sfingter anus internus, sehingga terjadilah proses defekasi.2

Dua refleks defekasi yang terjadi:3

Refleks defekasi intrinsik

Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum

memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus unuk

memulai gelombang peristaltik mendekati anus. Begitu gelombang

peristaltik mendekati anus, sfingter anal interna tidak menutup dan bila

sfingter ani externa tenang maka feses keluar.

Refleks defekasi parasimpatis

Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal

cord (sacrum 2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon

sigmoid dan rektum. Sinyal-sinyal parasimpatis ini meningkatkan

gelombang peristaltik melemaskan sfingter anus internal dan

meningkatkan refleks defekasi intrinsik. 2

GAMBAR 1Fisiologi kolon

Page 3: referat konstipasi anak

Relaksasi otot puborektal yang menyebabkan mekanisme yang berperan dalam

proses buang air besar. Selain itu proses buang air besar dirangsang oleh adanya gerak

peristaltik akibat adanya masa tinja di dalam rektum. Rangsangan sensori pada kanal

anus akan menurunkan tonus sfingter anus internus sehingga terjadi proses defekasi.

Proses diawali dengan relaksasi otot puborektal yang menyebabkan sudut anorektal

melebar, diikuti oleh relaksasi otot levator yang menyebabkan pembukaan kanal anus.

Buang air besar terjadi akibat adanya bantuan dari tekanan intra-abdominal yang

meningkat akibat penutupan glottis, fiksasi diafragma, dan kontraksi otot abdomen.

Frekuensi BAB mempunyai korelasi dengan watu transit gastrointestinal. Anak-anak

dengan frekuensi BAB kurang dari 4 kali seminggu memiliki waktu transit lebih dari

33 jam. Keadaan ini lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan anak yang

mempunyai pola BAB normal.1,2,3

3

GAMBAR 2Fisiologi defekasi

Page 4: referat konstipasi anak

Frekuensi BAB pada anak menurun seiring dengan pertambahan usia. Berikut ini

merupakan frekuensi normal defekasi pada anak:

Tabel 1 frekuensi normal defekasi pada anak

Umur Defekasi/minggu Defekasi/hari

0-3 bulan

- ASI

- Formula

5-40

5-28

2,9

2,0

6-12 bulan 5-28 1,8

1-3 tahun 4-21 1,4

>3 tahun 3-14 1,0

4

GAMBAR 3Fisiologi defekasi

Page 5: referat konstipasi anak

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi1

IDAI memiliki definisi konstipasi yaitu ketidakmampuan melakukan evakuasi

tinja secara sempurna, yang tercermin dari 3 aspek yaitu, berkurangnya frekuensi

berhajat biasanya, tinja lebih keras dari sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba

massa tinja (skibala) dengan atau tanpa disertai enkopresis.

Konstipasi adalah kesulitan defekasi atau berkurangnya frekuensi defekasi tanpa

melihat apakah tinjanya keras atau tidak. (Rogers)

Konstipasi merupakan kesulitan defekasi yang terjadi menimbulkan nyeri dan

distress pada anak. (Lewis &Muir)

Konstipasi adalah suatuperubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan

pola defekasi individu yang bersangkutan yaitu frekuensi berhajat lebih jarang dan

tinja lebih keras dari biasanya. (Abel)

Definisi lainnya adalah buang air besar kurang dari 3 kali per minggu atau

riwayat buang air besar dengan tinja yang banyak dan keras. (Steffen dan Loening

Baucke)

2. Epidemiologi

Sekitar 3% kunjungan dan 10-15% ditangani oleh gastroenterologi anak

merupakan kasus konstipasi kronis. 90-95% merupakan konstipasi fungsional, hanya

5-10% yang mempunyai penyebab organik. Pada 5-10% bayi dan anak konstipasi

disebabkan kelainan anatomis, neurologis, atau penyebab lain.1

3. Patofisiologi

Proses normal defekasi diawali dengan teregangnya dinding rektum. Regangan

tersebut menimbulkan refleks relaksasi dari sfingter anus interna yang akan direspons

sampai individu mencapai toilet. Untuk proses defekasi, sfingter anus eksterna dan

muskulus puborektalis mengadakan relaksasi sedemikian rupa sehingga sudut antara

kanal anus dan rektum terbuka, membentuk jalan lurus bagi tinja untuk keluar melalui

anus. Kemudian mendorong tinja keluar melalui anus. Pada keadaan normal, epitel

5

Page 6: referat konstipasi anak

sensorik di daerah anus rektum memberitahu individu mengenai sifat tinja, apakah

padat, cair, gas, atau kombinasi ketiganya.1,2

Kolon berfungsi menyimpan dan mengeringkan tinja cair yang diterimanya dari

ileum. Makan maupun minum merupakan stimulus terjadinya kontraksi kolon (refleks

gastrokolik) yang diperantarai oleh neuropeptida pada sistem saraf usus dan koneksi

saraf visera. Kandungan nutrisi tinja cair dari ileum yang masuk ke kolon akan

menentukan frekuensi dan konsistensi tinja. Kurangnya asupan serat (dietary fiber)

sebagai kerangka penyebab konstipasi. Berat tinja berkaitan dengan asupan serat

makanan. Tinja yang besar akan dievakuasi lebih sering. Waktu singgah melalui

saluran pencernaan lebih cepat apabila mengkonsumsi banyak serat. Waktu singgah

pada bayi berusia 1-3 bulan adalah 8,5 jam. Waktu singgah meningkat dengan

bertambahnya usia, dan pada dewasa berkisar antara 30-48 jam. Berkurangnya

aktivitas fisik pada individu yang sebelumnya aktif menjadi tidak aktif merupakan

predisposisi. Stress dan perubahan aktivitas rutin sehari-hari dapat mengubah

frekuensi defekasi, seperti liburan, berkemah, masuk sekolah kembali setelah liburan,

ketersediaan toilet dan masalah psikososial, dapat menyebabkan konstipasi.1

Kebiasaan menahan tinja (retensi tinja) yang berulang akan meregangkan rektum

dan kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinja berikutnya. Tinja yang

berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk

skibala. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan

makin besar-nyeri waktu berhajat- dan seterusnya.4,5

Bila konstipasi menjadi kronik, massa tinja berada di rektum, kolon sigmoid, dan

kolon desenden dan bahkan seluruh kolon. Distensi tinja kronis sebagai akibat retensi 6

GAMBAR 4Patofisiologi konstipasi

Page 7: referat konstipasi anak

tinja menyebabkan menurunnya kemampuan sensor terhadap volume tinja, yang

sebetulnya merupakan panggilan atau rangsangan untuk berhajat.4

Lingkaran setan terus berlangsung: tinja keras-nyeri waktu berhajat-retensi tinja-

tinja makin banyak-reabsorbsi air-tinja makin keras dan makin besar-nyeri waktu

berhajat-dan seterusnya.1

4. Etiologi

Penyebab tersering konstipasi pada anak adalah1

1. Fungsional

2. Fisura ani

3. Infeksi virus dengan ileus

4. Diet

5. Obat-obatan: anestesi, analgesik narkotik, opuat, antikolinergik dan

simpatomimetik, antikonvulsan dan diet ketogenik, antimotilitas, antipsikotik, anti

depresan, barium untuk pemeriksaan radiologis, penghambat kanal kalsium,

antidisritmia, mineral (alumunium, kalsium, besi, timbal, merkuri, arsen, bismuth),

antiinflamasi non steroid.

Jika diet anak berubah juga akan mengakibatkan konstipasi akut, hal ini sering

terjadi pada saat liburan. Bila diet mengandung banyak susu atau rendah buah dan

sayuran, kemungkinan penyebab konstipasi adalah faktor diet. Dalam hal ini,

7

GAMBAR 5Lingkaran konstipasi

Page 8: referat konstipasi anak

modifikasi diet lebih diutamakan pada laksatif. Perubahan diet dari ASI ke formula ke

susu penuh (full cream) pada anak usia 1 tahun dapat mebimbulkan konstipasi pada

beberapa anak/bayi. Pada konstipasi kronis keluhan berlangsung lebih dari 1 bulan.

Konstipasi kronis biasanya fungsional, tetapi perlu dipertimbangkan adanya penyakit

Hirschprung karena berpotensi menimbulkan komplikasi yang serius.4,5

Tabel 2 Penyebab konstipasi berdasarkan umur

Neonatus/Bayi

- Meconium plug

- Penyakit Hirschprung

- Fibrosis kistik

- Malformasi anorektal bawaan, termasuk anus imperforata, stenosis ani,

anal band

- Chronic idiopatic intestinal pseudo-obstruction

- Endokrin: hipotiroid

- Alergi susu sapi

- Metabolik: diabetes insipidus, renal tubular asidosis

- Retensi tinja

- Perubahan diet

Toddler dan umur 2-4 tahun

- Fissura ani, retensi tinja

- Toilet refusal

- Alergi susu sapi

- Penyakit Hirschprung segmen pendek

- Penyakit saraf: sentral atau muskular dengan hipotoni

- Medulla spinalis: meningomielokel, tumor, tethered cord

Usia sekolah

- Retensi tinja

- Ketersediaan toilet terbatas

- Keterbatasan kemampuan mengenali rangsang fisiologis

- Preokupasi dengan kegiatan lain

- Tethered cord

Adolesen

- Irritabel bowel syndrome

8

Page 9: referat konstipasi anak

- Jejas medulla spinalis (kecelakaan, trauma)

- Diet

- Anoreksia

- Kehamilan

- Laxative abuse

Segala usia

- efek samping obat, perubahan diet, paska operasi

- riwayat operasi anal-rektum

- retensi tinja dan enkoporesis akibat distensi tinja kronis

- perubahan aktivitas fisik, dehidrasi

- hipotiroid

5. Gejala Klinis

Penyebab tersering konstipasi adalah menahan defekasi akibat pengalaman nyeri

pada defekasi sebelumnya, biasanya disertai fissura ani. Pada anamnesis didapatkan

riwayat berkurangnya frekuensi defekasi. Bila konstipasi menjadi kronik, jumlah

defekasi per hari atau per minggu mungkin bukan indikator terpercaya untuk

konstipasi pada anak. Awalnya ditandai dengan gejala pola defekasi yang jarang dan

sudah berjalan beberapa bulan atau tahunan. Biasanya timbul gejala lainnya seperti

distensi abdomen yang hilang sesudah defekasi, tinja keras, dan atau sangat besar

yang menyumbat, tinja yang cair diantara yang keras. Anoreksia dan kurangnya

kenaikan berat badan yang akan membaik jika konstipasi sudah diatasi. Berbagai

posisi menahan tinja dapat pula diamati pada anak-anak seperti menyilangkan kedua

kaki, menarik kaki kanan dan kiri bergantian kedepan dan ke belakang (seperti

berdansa) merupakan manuver untuk menahan tinja yang jika diamati kadang

menyerupai kejang.1,2,4,5

Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih seringkali berkaitan dengan

konstipasi pada anak. Kadangkala, retensi urin, megakistik, dan refluks vesikoureter

ditemukan pada anak dengan kostipasi kronis.1

Pemeriksaan fisik didapatkan distensi abdomen dengan bising usus normal,

meningkat, atau berkurang. Massa abdomen dapat teraba atau pada kasus yang kronis

9

Page 10: referat konstipasi anak

didapatkan massa tinja di daerah epigastrium. Fissura ani serta ampula rekti yang

besar dan lebar merupakan tanda penting pada konstipasi.

Tabel 3 Pemeriksaan fisik pada anak dengan konstipasi

Abdomen

- Distensi

- Hati dan limpa

- Massa tinja

Inspeksi anus

- Posisi

- Adanya tinja di sekitar anus atau celana

- Eritema sekitar anus

- Skin tags

- Fissura ani

Colok dubur

- Kedutan anus

- Tonus anus

- Massa tinja

- Adanya tinja

- Konsistensi

- Adakah massa lain

- Tinja menyemprot bila jari dicabut

- Darah dalam tinja

Punggung dan spina

- Lesung

- Berkas rambut

Neurologi

- Tonus

- Kekuatan

- Refleks kremaster

- Refleks tendon

Tabel 4 temuan pada pemeriksaan fisik yang membedakan konstipasi organik 10

Page 11: referat konstipasi anak

dari fungsional

- Gagal tumbuh

- Distensi abdomen

- Hilangnya lengkung lumbosakral

- Pilonidal dimple covered by a tuft hair

- Kelainan pigmentasi di garis tengah spina (lumbosakral)

- Agenesis sakrum

- Bokong datar

- Letak anus di depan

- Patulous anus

- Ampula rekti kosong padahal teraba massa tinja pada palpasi abdomen

- Tinja menyemprot bila telunjuk dicabut pada pemeriksaan colok dubur

- Darah dalam tinja

- Hilangnya kedutan anus

- Hilangnya reflek kremaster

- Tonus dan kekuatan otot ekstremitas bawah turun

- Hilang atau menurunnya fase relaksasi refleks tendon ekstremitas bawah

Pada pemeriksaan manometri anak dengan konstipasi kronis adalah

meningkatnya ambang rangsang sensasi rektum. Dengan pengobatan jangka panjang,

hal ini dapat kembali normal. Pada sebagian kasus yang sembuh meninggalkan

sensasi rektum yang abnormal sehingga memicu kekambuhan.

Kontraksi puborektalis paradoksal merupakan kontraksi sfingter ani eksterna dan

m.puborektalis yang kurang selama upaya defekasi, merupakan temuan yang biasa

pada pemeriksaan manometri anorektum anak dengan konstipasi kronis.

11

Page 12: referat konstipasi anak

6. Diagnosis

Menentukan diagnosis konstipasi minimal didapatkan salah satu gejala berikut2

(1) Defekasi kurang dari 3 kali seminggu

(2) Nyeri saat BAB

(3) Impaksi rektum

(4) Adanya massa feses di abdomen

Kriteria untuk anak berusia diatas 4 tahun agak berbeda, digunakan kriteria

sebagai berikut:2

(1) Frekuensi BAB kurang atau sama dengan dua kali seminggu tanpa

menggunakan laksatif

(2) Dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis dalam seminggu

(3) Teraba masa feses di abdomen atau rektum pada pemeriksaan fisik.

Konstipasi dikatakan akut jika keluhan berlangsung kurang dari 1-4 minggu dan

dikatakan kronis bila berlangsung lebih dari 1 bulan. Pada konstipasi akut dikatakan

mengancam nyawa apabila tampak tanda obstruksi usus, dehidrasi dan botulisme

infantil. Penyebab tersering konstipasi akut adalah infeksi virus yang menyebabkan

berkurangnya frekuensi defekasi dan ileus nonspesifik.1,2

Petunjuk penting dari konstipasi adalah umur pada saat awitan gejala timbul. Jika

gejala didapatkan sejak lahir kemungkinan disebabkan penyakit Hirschprung. Bila

12

GAMBAR 6Konstipasi dengan enkopresis

Page 13: referat konstipasi anak

gejala timbul pada saat usia toilet training (> 2 tahun) kemungkinan penyebabnya

fungsional.

Lebih dari 90% konstipasi pada anak tergolong konstipasi fungsional, beberapa

etiologinya merupakan multifaktorial.

7. Komplikasi13

GAMBAR 7Kteria roma untuk menentukan konstipasi fungsional

GAMBAR 8Perbedaan konstipasi fungsional dan penyakit Hirschprung

Page 14: referat konstipasi anak

Nyeri perut atau rektum dan enkopresis atau kebocoran (tidak

disengaja;involuntary) tinja cair atau lembek di sekitar massa tinja merupakan

komplikasi primer konstipasi pada anak, hal inilah yang mendorong orang tua

membawa anaknya ke dokter. Enuresis terjadi lebih dari 40% anak dengan

enkorporesis. Beberapa kasus enuresis menghilang apabila massa tinja dievakuasi

sehingga memungkinkan kandung kemih mengembang. Kompilikasi urologis lainnya

adalah dilatasi kolon distal sehingga meningkatkan frekuensi miksi dan obstruksi

ureter kiri, kemudian dapat menyebabkan berkurangnya tonus kolon yang

mengakibatkan invaginasi, yang dapat bermanifestasi prolaps rekti setelah defekasi.

Prolaps kolon ringan yang berlangsung lama dapat berakibat ulkus iskemik pada

dinding mukosa rektum (ulkus soliter) yang secara klinis tampak sebagai tinja yang

berlendir dan berdarah apapun konsistensi tinjanya. Iritasi difus pada kolon akibat

tinja yang amat keras bahkan dapat menyebabkan protein-losing enteropathy.4,5,6

Sindrom stasis terlihat pada pseudo-obstruksi. Stigma sosial yang berkaitan

dengan sering flatus dan kecepirit yang menimbulkan bau tidak sedap dapat

mempengaruhi anak. Sebagian besar anak dengan enkorporesis kronis akan

menyangkal bila ditanyakan mengenai masalah enkorporesisnya dan bahkan sering

menyembunyikan celana dalamnya karena kecepirit.6

Tabel 5 Komplikasi konstipasi kronis pada anak

- Nyeri: anus atau abdomen

- Fissura ani

- Enkopresis

- Enuresis

- Infeksi salurah kemih/obstruksi ureter

- Prolaps rektum

- Ulkus soliter

- Sindrom stasis

Bakteri tumbuh lampau

Fermentasi karbohidrat, maldigesti

Dekonjugasi asam empedu

steatorea

14

Page 15: referat konstipasi anak

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan dilakukan pada kasus tertentu yang dicurigai mempunyai penyebab

organik.1,2,4,5,6

1. Foto polos abdomen

Melihat kaliber kolon dan massa tinja di kolon. Bila rectal toucher tidak dapat

dilakukan atau tidak teraba adanya distensi rektum oleh massa tinja.

2. Barium enema

Mencari penyebab seperti Morbus Hirschprung dan obstruksi usus.

3. Biopsi hisap rektum

Melihat adanya ganglion mukosa rektum secara histopatologis untuk

memastikan adanya penyakit Hirschprung.

4. Manometri

Menilai motilitas kolon

5. Lainnya, mencari penyebab organik lain, seperti hipotiroidisme,

ultrasonografi abdomen, MRI

9. Tatalaksana

Tatalaksana konstipasi fungsional meliputi:

1. Edukasi orangtua

Anak dianjurkan banyak minum dan mengkonsumsi karbohidrat dan serat.

Buah-buahan seperti pepaya, semangka, bengkuang, dan melon yang mengandung

banyak serat dan air betujuan untuk melunakkan tinja. Serat dan sorbitol banyak

15

GAMBAR 9Foto polos abdomen

Page 16: referat konstipasi anak

didapatkan pada prune, pear, dan apel dapat dikonsumsi dalam bentuk jus untuk

meningkatkan frekuensi defekasi dan melunakkan tinja.1,7

Makanan berserat akan mudah dihancurkan oleh bakteri di dalam usus.

Makanan serat dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu insoluble fibre dan soluble fibre.

Selain itu serat dapat meningkatkan retensi air shingga dapat melunakkan tinja,

mempercepat waktu singgah di dalam kolon dan meningkatkan frekuensi BAB.2,7

2. Evakuasi tinja (disimpaction)

Fecal impaction adalah massa tinja (skibala) yang teraba pada regio abdomen

bawah, rektum yang dilatasi dan penuh dengan tinja yang ditemukan pada rectal

toucher atau tinja yang berlebihan dalam kolon yang terlihat pada foto abdomen.1

Evakuasi perlu dilakukan sebelum terapi rumatan, dilakukan dengan obat oral

atau rektal. Program dilakukan selama 2-5 hari sampai evakuasi lengkap dan

sempurna.1

Pada terapi per oral, digunakan mineral oil (parafin liquid) dosis 15-30

ml/tahun umur (maksimal 240ml per hari) kecuali bayi. Larutan polietilen glikol

(PEG) 20 ml/kg/jam (maksimal 1000 ml/jam) diberikan dengan pipa nasogstrik

selama 4 jam per hari.1

evakuasi dengan obat per rektal menggunakan enema fosfat hipertonik (3

ml/kg 2 kali sehari maksimal 6 kali enema), enema garam fisiologis (600-1000

ml) atau 120 ml mineral oil. Pada bayi digunakan suposituria/enema gliserin 2-5

ml.1

3. Terapi rumatan1

Setelah evakuasi berhasil terapi dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan.

Terapi rumatan meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku dan pemberian

laksatif untuk menjamin interval defekasi yang normal dengan evakuasi tinja yang

sempurna.

4. Modifikasi perilaku

Toilet training segera setelah makan pagi dan malam, anak dianjurkan untuk

buang air besar. Berikan waktu 10-15 menit bagi anak untuk BAB. Bila dilakukan

secara teratur mengembangkan refleks gastrokolik pada anak berhasil melakukan

defekasi. Sebaiknya berikan pujian pada anak disetiap usahanya untuk BAB.6

Anak dilatih untuk meningkatkan sensasi rektum, menguatkan dan

mengontrol sfingter anus, serta meningkatkan koordinasi kontraksi dan relaksasi 16

Page 17: referat konstipasi anak

otot secara benar. Beberapa penulis mengemukakan bahwa latihan ini berguna

untuk konstipasi kronis dan enkopresis, namum beberapa laporan terakhir

meragukan efektifitasnya, karena mereka tidak menemukan hasil yang berbeda

dengan terapi konvensional. Pada anak dengan soiling akibat nonretensi tinja,

penambahan laksatif pada terapi biofeedback training juga tidak memperlihatkan

hasil yang berbeda dibanding terapi biofeedback training saja. Peran pembedahan

pada kasus konstipasi pada anak hanya pada kasus tertentu, seperti obstruksi

pelvic outlet, inersia kolon, atau kombinasi keduanya.2,7

Bila cara diatas tidak berhasil, perlu dikonsulkan ke ahli psikiatri anak.

Berikut ini kriteria untuk merujuk anak dengan konstipasi kepada psikiatri antara

lain:

(1) Kecurigaan kearah psikopatologi primer

(2) Psikopatologi sekunder yang berhubungan dengan konstipasi

(3) Tidak responsif terhadap terapi yang telah diberikan dengan alasan yang

tidak jelas

5. Medika mentosa

Obat umumnya masih diperlukan pada terapi rumatan. Laktosa (larutan 70%)

dapat diberikan dengan dosis 1-3 ml/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian. Mineral

oil (parafin liquid) diberikan 1-3 ml/kgBB/hari, tetapi tidak diberikan pada bayi

dan anak dengan gangguan ginjal. Bila respon terapi belum memadai, mungkin

perlu ditambahkan cisapride 0,2 mg/kgBB/kali untuk 3-4 kali per hari selama 4-5

minggu. Terapi rumatan dapat dikurangi kemudian dihentikan. Pengamatan masih

perlu dilakukan karena angka kekambuhan tinggi, dan pada pengamatan jangka

panjang banyak anak yang masih memerlukan terapi rumatan sampai adolesen.1

6. Konsultasi

Evidence based medicine dan konstipasi1

Rekomendasi umum

- Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan cermat merupakan bagian

penting dari evaluasi komperhensif bayi atau anak dengan konstipasi (III).

- Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan cermat

ternyata cukup untuk mendiagnosis konstipasi fungsional pada banyak kasus

(III).

17

Page 18: referat konstipasi anak

- Uji darah samar dalam tinja dianjurkan pada semua bayi dengan konstipasi

dan pada anak dengan konstipasi yang juga mengalami sakit perut, gagal

tumbuh, diare atau riwayat keluarga menderita polip atau kanker kolorektal

(III).

- Pada kasus tertentu, pemeriksaan foto polos abdomen, bila diinterpretasi

dengan benar, dapat bermanfaat dalam mendiagnosis fecal impaction (II-2).

- Biopsi rektum dengan pemeriksaan histopatologis dan manometri rektum

merupakan satu-satunya cara yang akurat untuk menyingkirkan penyakit

Hirschsprung (II-1).

- Pada kasus tertentu, pengukuran waktu singgah dengan petanda radioopak

dapat menentukan apakah terdapat konstipasi (II-3).

Rekomendasi untuk bayi

- Pada bayi, evakuasi feses dapat dilakukan dengan supositoria gliserin. Enema

harus dihindari (II-3).

- Pada bayi, jus yang mengandung sorbitol, seperti jus prune, pear, dan apel,

dapat mengurangi konstipasi (II-3).

- Barley malt extract, corn syrup, latulosa atau sorbitol (laksatif osmotik) dapat

digunakan sebagai pelunak tinja (III).

- Mineral oil (parafin) dan laksatif stimulan tidak dianjurkan pada bayi (III).

Rekomendasi untuk anak

- Pada anak, evakuasi tinja dapat dilakukan dengan pengobatan peroral atau

rektal termasuk enema (II-3).

- Pada anak, diet seimbang yang mengandung whole grains, buah dan sayuran

dianjurkan sebagai bagian pengobatan konstipasi (III).

- Pemakaian obat-obatan dikombinasikan dengan modifikasi perilaku dapat

mengurangi waktu remisi pada anak dengan konstipasi fungsional (I).

- Mineral oil (pelicin) dan magnesium hidroksida, laktulosa dan sorbitol

(laksatif osmotik) merupakan obat yang aman dan efektif (I).

- Terapi emergensi dengan pemberian laksatif stimulan dapat dilakukan pada

kasus-kasus tertentu (II-3).

- Senna dan bisakodil (laksatif stimulan) dapat bermanfaat pada kasus tertentu

yang sulit ditangani (II-1).

- Cisapride telah terbukti bermanfaat sebagai laksatif pada beberapa penelitian

(walaupun tidak semua) dan dapat digunakan pada kasus tertentu (I).18

Page 19: referat konstipasi anak

- Larutan elektrolit polietilen glikol (PEG), diberikan dalam dosis rendah dalam

waktu lama, mungkin merupakan alternatif pengobatan efektif pada

konstipasi yang sulit diatasi (III).

Catatan:

Kategori kualitas bukti adalah sebagai berikut:

I Bukti diperoleh dari minimal satu penelitian RCT

II-1 Bukti diperoleh dari penelitian kohort atau kasus-kontrol tanpa randomisasi

II-2 Bukti diperoleh dari penelitian kohort atau kasus-kontrol, terutama pada lebih

dari 1 senter atau pusat penelitian

II-3 Bukti penelitian dari laporan kasus berkala dan multipel dengan atau tanpa

intervensi

III Pendapat ahli yang didasarkan pada pengalaman klinis, penelitian deskriptif, atau

laporan komite ahli

Kegagalan Terapi2

Kegagalan terapi terjadi pada 20% anak dengan konstipasi fungsional. Anak yang

cenderung mengalami kegagalan terapi umumnya adalah mereka yang telah

mengambil keuntungan di balik keadaan konstipasinya, misalnya mendapatkan

perhatian orangtua yang sebelumnya tidak didapatkannya.

19

Page 20: referat konstipasi anak

BAB IV

KESIMPULAN

Konstipasi sering ditemukan pada anak, baik yang akut maupun kronis. Sebagian

besar (90%) konstipasi pada anak merupakan konstipasi fungsional. Pada sebagian

besar kasus, anamnesis dan pemeriksaan fisik saja sudah cukup memadai untuk

penatalaksanaan anak dengan konstipasi. Pada sebagian kecil kasus, yang diduga

penyebabnya organik, beberapa pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan

penyebabnya. Pengobatan konstipasi terdiri dari evakuasi tinja bila terjadi skibala dan

dilanjutkan dengan terapi rumatan yang terdiri dari obat, modifikasi perilaku, edukasi

pada orangtua dan konsultasi. Terapi memerlukan waktu lama (berbulan-bulan) dan

memerlukan kerjasama yang baik dengan orangtua. Prognosis umumnya baik

sepanjang orangtua dan anak dapat mengikuti program terapi dengan baik.

20

Page 21: referat konstipasi anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari

H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar gastroenterologi-

hepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.201-14

2. Endyarni B, Syarif H Badriul. Konstipasi Fungsional.Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2,

September 2004. 75-90

3. Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: ECG

4. Wyllie R. Constipation. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,

Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of Pediatrics. 18thed. Philadelphia:

Saunders Elsevier, 2007. h.1525-65

5. Constipation in children. Diunduh dari:

http://www.emedicinehealth.com/constipation_in_chldren/article_em.htm

.Diakses April 2010

6. World Gastroenterology Organisation. World gastroenterology organization

practice guidelines: constipation. WGO. 2007; 1-10

7. Borowitz S. Constipation. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/928185-overview.Diakses April

21