REFEHRAT DERMATITIS ATOPIK.doc

26
BAB I PENDAHULUAN Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit peradangan kronik hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada bayi dan anak, menghilang pada 50% kasus saat remaja tetapi dapat menetap atau bahkan dimulai pada masa dewasa. Gatal merupakan gejala yang sangat umum dijumpai pada DA padahal menggaruk akan menambah gambaran klinis bahkan memperberat keadaan dengan kemungkinan timbulnya infeksi sekunder. Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu: 1. Tipe 1 : murni tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2 tipe yaitu : - Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat peningkatan IgE total serum. - Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit dan pada serum. 2. Tipe 2 : bentuk campuran disertai gejala saluran napas dan terdapat sensitasi IgE. DERMATITIS ATOPIK 1

description

JHKJUGU

Transcript of REFEHRAT DERMATITIS ATOPIK.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit peradangan kronik hilang timbul yang disertai rasa

gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada bayi dan anak, menghilang pada 50% kasus

saat remaja tetapi dapat menetap atau bahkan dimulai pada masa dewasa. Gatal merupakan

gejala yang sangat umum dijumpai pada DA padahal menggaruk akan menambah gambaran

klinis bahkan memperberat keadaan dengan kemungkinan timbulnya infeksi sekunder.

Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu:

1. Tipe 1 : murni tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2 tipe yaitu :

- Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat

peningkatan IgE total serum.

- Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadap alergen hirup dan alergen

makanan pada uji kulit dan pada serum.

2. Tipe 2 : bentuk campuran disertai gejala saluran napas dan terdapat sensitasi IgE.

Patogenesis DA sampai saat ini masih banyak yang belum diketahui secara pasti sehingga belum

ada pengobatan yang dapat memberikan kesembuhan total pada penderita DA. Penatalaksanaan

DA saat ini ditujukan terutama untuk mengurangi tanda dan gejala penyakit, mencegah /

mengurangi kekambuhan sehingga mengatasi penyakit dalam jangka waktu lama, serta

mengubah perjalanan penyakit. Keberhasilan pengobatan DA memerlukan pendekatan sistematik

dan holistik. Walaupun berbagai cara pengobatan dasar telah digunakan masih banyak kasus

yang refrakter sehingga memerlukan pengobatan khusus.

DERMATITIS ATOPIK 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor herediter

dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta,

skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor

psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.

II.2. Epidemiologi

Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia

dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan

prevalensi pada orang dewasa 1-3% . Dermatitis

atopik lebih sering terjadi pada wanita daripada

laki-laki dengan ratio kira-kira 1.5:1 . Dermatitis

atopik sering dimulai pada awal masa pertumbuhan

(early-onset dermatitis atopic). Empat puluh lima

persen kasus dermatitis atopik pada anak pertama

kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60%

muncul pada usia satu tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali sebelum anak berusia

5 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat dewasa ( late onset dermatitis atopic ),

dan pasien ini dalam jumlah yang besar tidak ada tanda-tanda sensitisasi yang dimediasi oleh

IgE.

II.3. Etiopatogenesis 

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui, demikian

pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal dan rasa

nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak

bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan

korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah

DERMATITIS ATOPIK 2

menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa

nyeri. Sebagian patogenesis DA  dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.

a) Reaksi imunologis DA

Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma

bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),

terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama

yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari

(allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit

atopi.

b) Faktor non imunologis

Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor genetik,

yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang lembab dan

panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan

menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti

iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.

c) Faktor-faktor pencetus

Makanan

Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir 40%

bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi

dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE

spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap

suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut,

oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut

untuk menentukan kepastiannya.

Alergen hirup

DERMATITIS ATOPIK 3

Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan uji

tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada

alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita DA

mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di

Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup

lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4

musim.

Infeksi kulit

Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman umumnya

Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita

DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi

kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen,

mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu

penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman

stafilokokus dan steroid topikal.

II.4. Manifestasi klinis

Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk anak, dan bentuk

dewasa.

1) Bentuk infantil (2 bulan - 2 tahun)

Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama pipi

dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi pada

muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada

bayi sel sudah merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula,

serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala

yang mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita

dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur.

DERMATITIS ATOPIK 4

2) Bentuk anak (3 - 11 tahun)

Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun diantaranya terdapat

suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik

dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.

3) Bentuk remaja dan dewasa (12 - 30 tahun)

DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah lipatan,

muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis kronik dengan gejala

utama likenifikasi dan skuamasi

II.5. Diagnosis

Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai dasar untuk

menegakkan diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam kriteria yang dibagi dalam

kriteria mayor dan kriteria minor.

DERMATITIS ATOPIK 5

Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan kulit

yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena pada

pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan oleh garukan, selain itu dermatitis

juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai mekanisme gatal-garuk.

Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977

Kriteria mayor ( > 3)

- Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas :

- dewasa : likenifikasi fleksura

- bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor

- Dermatitis bersifat kronik residif

- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria minor ( > 3)

- Xerosis

- Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)

- Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki

- Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris

- Pitiriasis alba

- Dermatitis di papila mame

- White dermatografism dan delayed blanched response

- Keilitis

- Lipatan infra orbital Dennie – Morgan

- Konjungtivitis berulang

- Keratokonus

DERMATITIS ATOPIK 6

- Katarak subkapsular anterior

- Orbita menjadi gelap

- Muka pucat dan eritema

- Gatal bila berkeringat

- Intolerans perifolikular

- Hipersensitif terhadap makanan

- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi

- Tes alergi kulit tipe dadakan positif

- Kadar IgE dalam serum meningkat

- awitan pada usia dini

untuk mendiagnosis dermatitis atopik harus ada 3 kriteria mayor 3 kriteria minor.

Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu :

Tiga kriteria mayor berupa: Riwayat atopi pada keluarga Dermatitits di muka atau ekstensor Pruritus

Ditambah tiga kriteria minor: Xerosis/ iktiosis/ hiperliniaris palmaris Aksentuasi perifolikular Fisura belakang telinga Skuama di skalp kronis

Kriteria William untuk dermatitis atopik

I Harus ada:

Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil)

II Ditambah 3 atau lebih tanda berikut

DERMATITIS ATOPIK 7

1. Riwayat perubahan kulit/ kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagian anterior dorsum pedis atau seputar leher ( termasuk kedua pipi pada anak < 10 tahun )

2. Riwayat asma atau hay fever pada anak ( riwayat atopi pada anak < 4 tahun pada generasi-1 dalam keluarga

3. Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun4. Dermatitis di fleksural ( pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak < 4

tahun )5. Awitan dibawah umur 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak < 4 tahun )

II.6. Pemeriksaan penunjang

1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit

2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak sebagai garis

pucat selama satu jam.

3. Uji kulit dan IgE-RAST

Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan,

namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST ( spesifik

terhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran diet sebaiknya

dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk, IgE RAST dan uji provokasi. Cara

laim adalah dengan double blind placebo contolled food challenges (DPCFC) yang

dianggap sebagai baku emas untuk diagnosis alergi makanan.

4. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans

Hasil penelitian danya IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme respon

imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap allergen luar dan peran IgE

di kulit.

5. Jumlah eosinofil

Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya

seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada keadaan yang

kronis.

DERMATITIS ATOPIK 8

6. Faktor imunogenik HLA

Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai factor

predisposisi intrinsic pasien atopik. Pewarisan genetiknya bersifat multifactor. Dugaan

lain adalah kromosom 11q13 juga diduga ikut berperan pada timbulnya dermatitis

atopik.

7. Kultur dan resistensi

Mengingat adanya kolonisasi Stapylococcus aureus pada kulit pasien atopik

terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur dan resistensi

perlu dilakukan pada dermatitis atopik yang rekalsitran terutama di rumah sakit di kota

besar.

II.7. Diagnosis Banding

1. Dermatitis seboroik

Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang

mengenai kulit kepala, pipi, badan, ekstremitas dan diaper area.

2. Dermatitis kontak

Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa popular miliar dan

erosif.

3. Dermatitis numularis

Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin. Ukuran diameter 1 cm atau

lebih, timbul pada kulit yang kering.

4. Psoriasis

Lesi psoriasis berwarna merah dan skuama seperti perak micaceous (seperti

mika). Predileksi psoriasis di permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut, kulit

kepala dan daerah genital

DERMATITIS ATOPIK 9

5. Skabies

Diagnosis ditegakkan dengan adanya riwayat rasa gatal di malam hari, distribusi

lesi yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa adanya burrow dan adanya

kutu pada pemeriksaan mikroskopik.

6. Penyakit Lettere-Siwe

Biasanya teejadi pada tahun pertama dari kehidupan. Pada penyakit ini erupsi

kulit biasanya mulai dengan skuama, eritematosa, seborrhea-like pada kulit kepala, di

belakang telinga, dan pada daerah intertriginosa

7. Acrodermatitis enteropathica

Suatu penyakit herediter yang ditandai dengan lesi vesikulobullous eczematoid di

daerah akral dan periorifisial, kegagalan pertumbuhan, diare, alopesia, kekurangan gizi

dan infeksi kandida.

8. Sindroma Wiskott-Aldrich

Penyakit X-linked resesif, ditemukan pada anak lelaki muda ditandai dengan

dermatitis eksematosa rekalsitrant, disfungsi platelet, trombositopeni, Infeksi pyogenik

rekuren dan otitis media supuratifa.

9. Iktiosis

10. Dermatitis herpetiformis

Penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa

vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.

11. Sindroma Sezary

Ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universial disertai

skuama dan rasa sangat gatal.

II.8. Penatalaksanaan dermatitis atopik

A. Umum

DERMATITIS ATOPIK 10

Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu, karena itu

perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.

- Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen, pemutih, dll)

- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.

- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.

- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.

- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti

menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.

- Menghindarkan stres emosi.

- Mengobati rasa gatal.

B. Khusus

1. Pengobatan topikal

a. Hidrasi kulit

Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan penderita tidak

menggaruk dan lebih impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan.

Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang

mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali

sehari, setelah mandi.

b. Kortikosteroid topical

DERMATITIS ATOPIK 11

Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena

efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi,

daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi

pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid

diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.

c. Imunomodulator topikal

1) Takrolimus

Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2 –

15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek

samping kecuali rasa terbakar setempat.

2) Pimekrolimus

Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya

sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada

anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.

3) Preparat ter

Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam bentuk salap

hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% - 10% atau crude coaltar 1% -

5%.

d. Antihistamin

Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi

pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1minggu) dapat mengurangi gatal

tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.

2. Pengobatan sistemik

DERMATITIS ATOPIK 12

o Kortikosteroid

Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat,

dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang

akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.

o Antihistamin

Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus diperhatikan berbagai

hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai

efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti

supir) . Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10-75 mg/oral/2 x sehari yang

mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor histamine.

H1 dan H2.

o Anti infeksi

Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.aureus pada kulit

penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat

diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.

o Interferon

IFN γ bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH1. Pengobatan

IFN γ rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat menurunkan jumlah eosinofil

total dalam sirkulasi.

o Siklosporin

Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan calcineurin

menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan.

Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit

kambuh kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi

penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.

DERMATITIS ATOPIK 13

o Terapi sinar (phototherapy)

Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet β atau kombinasi ultra violet A

dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik daripada ultra violet B saja. Ultra violet A bekerja

pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B mempunyai efek imunosupresif dengan cara

memblokade fungsi SL dan mengubah produksi sitoksin keratinosit.

o Antimetabolit.

Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis purin yang digunakan sebagai imunosupresan

pada transplantasi organ, telah pula digunakan dalam terapi penyakit kulit inflamatori. Studi

open label melaporkan MMF oral (2 g/h) jangka pendek, dan monoterapi menghasilkan

penyembuhan lesi kulit DA dewasa yang resisten terhadap obat lain (steroid oral dan topical,

PUVA). Obat tersebut ditoleransi baik (hanya 1 pasien mengalami retinitis herpes). Supresi

sumsum tulang (dose-related) pernah dilaporkan. Bila obat tidak berhasil dalam 4-8 minggu, obat

harus dihentikan.

o Allergen immutherapy.

Imunoterapi dengan aeroallergen tidak terbukti efektif dalam terapi DA. Penelitian terbaru,

imunoterapi spesifik selama 12 bulan pada dewasa dengan DA yang disensitasi dengan alergen

dust mite menunjukkan perbaikan pada SCORAD dan pengurangan pemakaian steroid.

o Probiotik.

Pemberian probiotik (Lactobacillus rhamnosus strain GG) saat perinatal, menunjukkan

penurunan insiden DA pada anak berisiko selama 2 tahun pertama kehidupan. Ibu diberi placebo

atau lactobasilus GG perhari selama 4 minggu sebelum melahirkan dan kemudian baik ibu

(menyusui) atau bayi terus diberi terapi tiap hari selama 6 bulan. Hasil di atas menunjukkan

bahwa lactobasilus GG bersifat preventif yang berlangsung sesudah usia bayi. Hal ini terutama

didapat pada pasien dengan uji kulit positif dan IgE tinggi.

II.9. Prognosis

Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang berhubungan dengan

prognosis kurang baik, adalah :

DERMATITIS ATOPIK 14

- DA yang luas pada anak.

- Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.

- Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.

- Awitan (onset) DA pada usia muda.

- Anak tunggal.

- Kadar IgE serum sangat tinggi.

Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma bronkiale atau hay

fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat dermatitis kontak iritan akibat

kerja di tangan.

DERMATITIS ATOPIK 15

Gambar Pendekatan pada pasien dengan dermatitis atopik.

DERMATITIS ATOPIK 16

BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis atopik adalah salah satu dari sepuluh besar penyakit yang sering terjadi, karenanya

perlu pemahaman yang lebih mendalam. Selain karena Dermatitis atopik dapat menyembuh

dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia

dewasa.

Dalam penegakan diagnosisnya pun,dermatitis atopik tidaklah terlalu sulit namun juga tidak

mudah. Karena kadang gejala dan wujud kelainan kulitnya tidak khas. Namun kita sebagai

dokter perlu mengetahui dan memahaminya, sehingga diharapkan mampu mendiagnosis dan

memberikan terapi yang tepat terhadap pasien, oleh karena itu dermatitis atopic perlu mendapat

perhatian karena hingga saat ini belum bisa disembuhkan, yang dilakukan hanya mengurangi dan

menghilangkan gejala.

DERMATITIS ATOPIK 17

DAFTAR PUSTAKA

1. Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi atopik,

Peran eosinofil, Tungau debu rumah, Sitokin sampai kortikosteroid pada

penatalaksanaannya. UNS Press, Solo.2006. 

2. Djuanda, adi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Balai Penerbit FK UI, Jakarta,

1999.

3. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC, Jakarta, 2004.

4. Judarwanto, widodo dr. Dermatitis atopik. Children’s Allergy Clinic. http//www.

childrenallergyclinic. Wordpress. Com.

5. Barnes. 2008. Asthma and COPD basic mechanisms and clinical management, 2nd ed.

Academic Press.

6. Corwin, Elizabeth J. 1997. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology. Alih

Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC.

7. Daili, Emmy S. Sjamsoe; Menaldi, Sri Linuwih; Wisnu, I Made. 2009. Panduan

Bergambar Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Kulit

Dan Kelamin Fkui/Rsupn Cipto Mangunkusumo. PT MEDICAL MULTIMEDIA

INDONESIA. Jakarta Pusat

8. Judarwato, Widodo. 2010. Allergy testing. Children Allergy Center  Information

Education Network.

9. Hanifin JM, Rajka G. Diagnostic features of atopic dermatitis. Acta Dem Venereol 1980;92:44.

10. Spergel & Schneider, 1999. Atopic dermatitis. The Internet Journal of Asthma, Allergy and Immunology 1:

11. Leung DY et al. New insights into atopic dermatitis. J Clin Invest 2004;113:651.

DERMATITIS ATOPIK 18